Anda di halaman 1dari 13

ANALISA JURNAL

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INTRINSIK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA


PADA ANAK BALITA

Oleh:
KELOMPOK 11

1. Ni Kadek Candra Ayu Setyawati (209012665)


2. Komang Wisnu Budikesuma (209012681)
3. I Wayan Gede Yudi Wigata (209012667)
4. Kadek Diah Sudarmi Dewi Wulandari (209012687)

PROGRAM STUDI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
A. Konsep Dasar Pneumoni
1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun (Kemenkes
RI, 2012). Insidens pneumonia anak balita di negara berkembang adalah 151,8 juta
kasus per tahun dan 8,7% (13, 1 juta) di antaranya merupakan pneumonia berat. Di
negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun. Total kasus di seluruh dunia ada 156
juta kasus pneumonia anak balita setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan prediksi
kasus baru dan insidens pneumonia anak balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3
juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di
enam negara antara lain: India, China, Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan Nigeri
(Rudan et al ., 2008).
2 Etiologi
Menurut WHO (2008) penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan
erat dengan kondisi lingkungan (polutan udara, kepadatan anggota keluarga,
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan dan efektivitas pelayanan
kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya,
vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi); faktor
pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi,
status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang
disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen,
seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi dan jumlah atau dosis mikroba
(ukuran inokulum).
3 Faktor resiko
Faktor risiko pneumonia dbagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik (Notoadmodjo, 2010). Faktor intrinsik meliputi umur, status gizi,
pemberian ASI Eksklusif, dan BBLR. Faktor ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan
fisik rumah, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga.
A. Analisa PICOT
Peneliti dan Judul P I C O T
Tahun
Inayati Hubungan Sampel kasus
Penelitian ini adalah Dalam jurnal ini tidak Hasil uji kai Penelitian
observasional ada jurnal pembanding kuadrat
Ceria Faktor dalam penelitian dilaksanak
analitik dengan antara jurnal satu menunjukkan
(2016) Risiko ini adalah semua pendekatan case ada hubungan an bulan
dengan jurnal yang
Intrinsik anak balita yang control. Penelitian lainnya hanya ada satu secara statistik Agustus-
dilaksanakan bulan jurnal saja. antara faktor
Dengan menderita Oktober
Agustus-Oktober risiko Intrinsik
Kejadian pneumonia di 2015 di RSUD dengan 2015 di
rawat inap RSUD Panembahan kejadian
Pneumonia RSUD
Panembahan Senopati Bantul pneumonia
Pada Anak dengan consecutive anak balita Panembah
Senopati Bantul sampling sejumlah antara lain
Balita an
berjumlah 35 105 responden (35 status gizi (OR
kasus,70 kontrol). =5,58 CI 95%: Senopati
anak balita.
Analisis data bivariat 1,34-23,16 p = Bantul
Sampel kontrol
dengan uji kai 0,010),
adalah anak balita kuadrat pemberian ASI
sehat di wilayah eksklusif (OR=
Kabupaten 3,13 CI 95%:
1,08-9,10 p
Bantul yang =0,031), dan
berjumlah 70 BBL (OR =
anak balita. 8,90 CI 95% :
0,956-
82,96 p = 0,041)
dengan kejadian
pneumonia pada
anak balita.
Vol. 11 Nomor 4 Oktober 2016 – Jurnal Medika Respati ISSN : 1907 - 3887

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INTRINSIK DENGAN KEJADIAN


PNEUMONIA PADA ANAK BALITA

Inayati Ceria
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
ina_cerya@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun.
Menurut WHO (2008), penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan erat dengan kondisi
lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan , langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran dan faktor pejamu. Faktor risiko penting diketahui karena dapat dijadikan dasar
dalam menentukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kasus pneumonia. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Subjek dan Metode : Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan case control.
Penelitian dilaksanakan bulan Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan
consecutive sampling sejumlah 105 responden (35 kasus,70 kontrol). Analisis data bivariat dengan uji kai
kuadrat
Hasil : Hasil uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan secara statistik antara faktor risiko Intrinsik
dengan kejadian pneumonia anak balita antara lain status gizi (OR =5,58 CI 95%: 1,34-23,16 p = 0,010),
pemberian ASI eksklusif (OR= 3,13 CI 95%: 1,08-9,10 p =0,031), dan BBL (OR = 8,90 CI 95% : 0,956-
82,96 p = 0,041) dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Kesimpulan : Faktor risiko intrinsik berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita

Kata kunci : faktor intrinsik,, pneumonia, anak balita

PENDAHULUAN
Insidens pneumonia anak balita di negara
A. Latar Belakang
berkembang adalah 151,8 juta kasus per tahun
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut
dan 8,7% (13, 1 juta) di antaranya merupakan
saluran pernafasan yang mengenai jaringan
pneumonia berat. Di negara maju terdapat 4
paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan
juta kasus setiap tahun. Total kasus di seluruh
infeksi serius yang dapat menyebabkan
dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak
morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah
balita setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan
usia 5 tahun (Kemenkes RI, 2012). Setiap
prediksi kasus baru dan insidens pneumonia
tahun lebih dari dua juta anak di dunia
anak balita paling tinggi, mencakup 74%
meninggal karena infeksi saluran pernapasan
(115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh
akut (ISPA), khususnya pneumonia. Menurut
dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di
laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health
enam negara antara lain: India, China,
Organization/WHO) tahun 2006, hampir satu
Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan Nigeri
dari lima balita di negara berkembang
(Rudan et al ., 2008).
meninggal, tetapi hanya sedikit sekali
Prevalensi pneumonia di Indonesia mengalami
perhatian yang diberikan terhadap penyakit ini
penurunan dari tahun 2007 sebesar 11,2 %
(Kartasasmita, 2010).
menjadi 4,8 % pada tahun 2013, tetapi
pneumonia selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar di fasilitas kesehatan pada
44
setiap tahunnya. Usia balita merupakan usia Kondisi kurang gizi dapat melemahkan sistem
rentan terhadap penyakit infeksi saluran kekebalan tubuh dan pada anak-anak dengan
pernafasan, dengan insiden tertinggi pada usia kodisi tersebut dapat melemahkan otot-otot
anak balita (Marni, 2014). Berdasarkan pernafasan sehingga balita dengan gizi kurang
Riskesdas (2013), prevalensi pneumonia balita akan mudah terserang ISPA dibandingkan
tertinggi pada usia 1-4 tahun. balita dengan gizi normal (Maryunani, 2010).
Menurut WHO (2008) penyebaran penyakit Secara tidak langsung faktor yang
infeksi saluran pernafasan berkaitan erat mempengaruhi gizi kurang adalah kondisi
dengan kondisi lingkungan (polutan udara, sosial ekonomi keluarga, dimana pendapatan
kepadatan anggota keluarga, kelembaban, dan pendidikan orang tua yang rendah akan
kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan menentukan kemampuan memilih dan
dan efektivitas pelayanan kesehatan dan membeli asupan gizi yang sesuai untuk anak.
langkah pencegahan infeksi untuk mencegah Rudan et al., 2008; Grant et al ., 2012,
penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap menyebutkan status gizi kurang atau buruk
fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang merupakan risiko kejadian pneumonia balita.
isolasi); faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan Penelitian lain dilakukan oleh Bu’tu (2010)
merokok, kemampuan pejamu menularkan menunjukkan status gizi kurang adalah faktor
infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi risiko pneumonia (OR=2,60 CI 95% 1,13-5,98
sebelumnya atau infeksi serentak yang p=0,04).
disebabkan oleh patogen lain, kondisi Rudan et al., 2008 menyebutkan tidak
kesehatan umum; dan karakteristik patogen, memberikan ASI Eksklusif merupakan faktor
seperti cara penularan, daya tular, faktor risiko yang selalu ada dalam insidens
virulensi dan jumlah atau dosis mikroba pneumonia. ASI Eksklusif sangat baik untuk
(ukuran inokulum). bayi karena dalam ASI terkandung antibodi
Faktor risiko pneumonia dbagi menjadi dua atau imunoglubolin utama seperti IgA, IgE dan
kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor IgM yang dapat digunakan untuk mencegah
ekstrinsik (Notoadmodjo, 2010). Faktor dan menetralisir bakteri, virus, jamur, parasit
intrinsik meliputi umur, status gizi, pemberian dan sangat di butuhkan anak dalam
ASI Eksklusif, dan BBLR. Faktor ekstrinsik membangun sistem kekebalan tubuh sehingga
meliputi kondisi lingkungan fisik rumah, anak tidak mudah sakit. Penelitian yang
pendidikan ibu dan pendapatan keluarga. dilakukan Sutami (2011) dan Bu’tu (2010)
Status gizi merupakan faktor risiko pneumonia, juga membuktikan bahwa ASI Eksklusif
kondisi tubuh dengan gizi kurang akan merupakan faktor risiko pneumonia dengan
menyebabkan seorang anak mudah terserang (OR=4,1 CI 95% 2,019-9,17 p=0,000)
penyakit. Bakteri atau virus mudah masuk dan (OR=5,03 CI 95% 1,88-13,48 p=0,001).
dalam tubuh individu dengan ketahanan tubuh Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
atau imunitas yang kurang. (BBLR) merupakan faktor risiko kejadian
pneumonia. Rudan et al., 2008
mengelompokkan bayi BBLR sebagai faktor
risiko yang selalu ada dalam insidens Desember 2014 untuk rawat jalan dengan rata-
pneumonia balita. Bayi BBLR sering rata per bulan 28 kasus dan rawat inap 15
mengalami beberapa masalah seperti pola kasus. Angka ini menunjukkan masih ada
nafas yang tidak efektif berhubungan dengan kasus pneumonia balita yang terjadi di
imaturitas organ pernafasan, Kabupaten Bantul dan masih dibutuhkan bukti
ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tentang faktor risiko kejadian pneumonia.
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
absorbsi, resiko ketidakseimbangan suhu tubuh METODE PENELITIAN
dan risiko infeksi berhubungan dengan sistem Penelitian ini adalah penelitian
kekebalan tubuh yang kurang baik. observasional analitik dengan pendekatan case
Rencana aksi global untuk pencegahan dan control, dilaksanakan pada bulan
pengendalian pneumonia (The Global Action Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan
Plan for the Prevention and Control of Senopati Bantul. Pengambilan sampel dengan
Pneumonia) dikembangkan WHO dan consecutive sampling. Sampel kasus dalam
UNICEF pada tahun 2007 sebagai panduan penelitian ini adalah semua anak balita yang
meningkatkan kesadaran terhadap pneumonia menderita pneumonia di rawat inap RSUD
dan peningkatan intervensi yang bermanfaat. Panembahan Senopati Bantul berjumlah 35
Untuk mengurangi kematian yang disebabkan anak balita. Sampel kontrol adalah anak balita
oleh pneumonia memerlukan intervensi yang sehat di wilayah Kabupaten Bantul yang
efektif, tersedia lebih luas dan lebih mudah berjumlah 70 anak balita.
untuk anak-anak yang berisiko. Faktor risiko Kriteria inklusi kelompok kasus :
pneumonia penting diketahui terkait dalam 1). Pasien berusia 12-59 bulan di RSD
penemuan kasus pneumonia balita, sehingga Panembahan Senopati Bantul
dengan ditemukannya kasus secara dini dapat 2). Tercatat dalam rekam medik RS
menekan angka kesakitan dan kematian balita menderita pneumonia
karena pneumonia. Penemuan kasus 3). Jenis kelamin laki laki dan perempuan
pneumonia secara dini pada balita oleh tenaga 4). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
kesehatan diharapkan tinggi agar banyak kasus Yogyakarta
pneumonia mendapat penatalaksanaan yang Kriteria inklusi kelompok control :
tepat. 1). Anak berusia 12-59 bulan sehat
Faktor risiko dapat dijadikan dasar dalam 2). Jenis kelamin sama dengan kelompok
menentukan tindakan pencegahan dan kasus
penanggulangan kasus. Di Kabupaten Bantul 3). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
cakupan penemuan kasus pneumonia balita Yogyakarta
tahun 2012 sebesar 73,78% dan tahun 2013 Kriteria Eksklusi dalam penelitian adalah
sebesar 75,17% (Dinkes Kabupaten Bantul, pasien yang menderita penyakit TB,
2014). Berdasarkan data studi pendahuluan di Bronkhitis, Asma, AIDS, kelainan bawaan
RSUD Panembahan Senopati Bantul, jumlah berat, kelainan tumbuh kembang.
kasus pneumonia pada Balita dari Januari-
Variabel dependen penelitian adalah kejadian
HASIL PENELITIAN
pneumonia pada anak balita dan variabel
Karakteristik pada anak balita yaitu umur,
independennya faktor risiko intrinsik antara
status gizi, pemberian ASI Eksklusif, Berat
lain status gizi, pemberian ASI Eksklusif dan
Badan Lahir.
Berat Badan Lahir.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.
Analisis data bivariat menggunakan uji kai
kuadrat untuk melihat hubungan antar variabel.

Tabel 1. Karakteristik anak balita di Kabupaten Bantul Yogyakarta


Variabel Jumlah (n=105) Persentase (%)
Umur
12-35 Bulan 71 67,6
36-59 Bulan 34 32,4
Status gizi
Gizi Kurang 10 9,5
Gizi Baik 95 90,5
Pemberian ASI Eksklusif
ASI Tidak Eksklusif 76 72,4
ASI Eksklusif 29 27,6
Berat Badan Lahir
BBLR 5 4,8
Normal 100 95,2

Tabel 2. Analisis bivariat hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia pada
anak balita

PEMBAHASAN besar dari kejadian anak balita yang tidak


Hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia dengan status gizi kurang yaitu 1/22
pneumonia pada anak balita
dari anak balita status gizi baik. Hasil ini
Hasil penelitian menunjukkan kejadian
menunjukkan anak balita dengan status gizi
pneumonia anak balita dengan status gizi
kurang peluangnya lebih besar mengalami
kurang 1/4 dari status gizi baik. Nilai ini lebih
pneumonia dari anak dengan status gizi baik.
Analisis uji kai kuadrat menunjukkan ada Eksklusif 1/6 dari yang ASI tidak eksklusif dan
hubungan antara status gizi dengan kejadian kejadian anak balita tidak pneumonia yang
pneumonia anak balita dengan nilai OR =5,58 diberikan ASI Eksklusif 1/2 dari yang ASI tidak
(CI 95%: 1,34-23,16) p = 0,010. eksklusif. Hal ini menunjukkan anak balita yang
Artinya, anak balita dengan status gizi kurang diberikan ASI Eksklusif peluangnya lebih kecil
berisiko mengalami pneumonia sebesar 5,58 untuk mengalami pneumonia. Analisis uji kai
kali dibandingkan dengan anak balita yang kuadarat menunjukkan ada hubungan secara
mempunyai status gizi baik. statistik antara pemberian ASI eksklusif dengan
Anak balita dengan gizi kurang dalam kejadian pneumonia pada anak balita
penelitian ini ada 10 dan 7 diantaranya ditunjukkan dengan nilai OR= 3,13 (CI 95%:
mengalami pneumonia. Anak yang mengalami 1,08-9,10) p =0,031. Anak balita dengan ASI
gizi kurang mempunyai daya tahan tubuh atau tidak eksklusif berisiko mengalami pneumonia
kekebalan tubuh yang kurang baik sehingga 3,13 kali dibandingkan anak balita yang di
bakteri atau virus akan mudah masuk dalam berikan ASI Eksklusif..
tubuh yang mengakibatkan mudah terserang Anak balita yang tidak mendapatkan ASI
penyakit. Kejadian pneumonia pada anak eksklusif lebih berisiko mengalami penyakit
dengan gizi kurang dapat terjadi karena karena tidak mendapatkan manfaat ASI
masuknya bakteri/ virus yang mudah menembus eksklusif secara penuh yang lebih berpengaruh
pertahanan tubuh pada otot-otot pernafasan, dengan pembentukan antibodi sebagai
sehingga mudah terserang infeksi saluran pertahanan dari penyakit. Anak dengan ASI
pernafasan akut (ISPA). Kondisi tersebut eksklusif akan mendapatkan zat-zat yang sangat
menyebabkan anak balita dengan gizi kurang bermanfaat seperti zat protektif (laktobifidus,
atau buruk lebih berisiko mengalami laktoferin, lizosim, komplemen C3 dan C4, ASI
pneumonia. mengandung antistreptokokus yang melindungi
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang bayi terhadap anti kuman), antibody, imunitas
dilakukan Bu’tu (2010) dimana status gizi seluler dan zat anti alergi yang melindungi
berhubungan dengan kejadian pneumonia tubuh anak balita dari masuknya kuman dalam
(OR=2,60 CI 95% 1,13-5,98 p=0,04) dan tubuh. Dilihat dari status gizinya anak dengan
penelitian oleh Hartati (2010) dengan nilai ASI eksklusif juga akan mempunyai status gizi
OR=6,52 CI 95%: (2,28-18,63) p=0,000. baik karena tidak kekurangan zat nutrient yang
Penelitian Paynter et al. (2013), menyimpulkan dibutuhkan tubuh. Hasil penelitian
bahwa status gizi merupakan faktor risiko menunjukkan ada beberapa anak balita dengan
pneumonia pada tingkat individu dan menjadi ASI eksklusif yang mengalami pneumonia. Hal
pengendali endemik pneumonia musiman di ini dapat terjadi kemungkinan karena ada
Filiphina. beberapa faktor yang lebih berpengaruh dengan
Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kondisi anak setelah tidak mendapatkan ASI
kejadian pneumonia pada anak balita
seperti asupan nutrisi yang kurang, lingkungan
Hasil penelitian menunjukkan kejadian yang
pneumonia anak balita yang diberikan ASI
tidak aman, sehingga kekebalan tubuh menjadi belum matang seperti imaturitas organ
menurun dan terserang penyakit. pernafasan, pola nafas yang tidak efektif,
Menurut UNICEF-WHO (2006), Bayi usia ketidakmampuan absorbsi nutrisi yang dapat
kurang dari 6 bulan yang tidak diberikan ASI menyebabkan pertumbuhan kurang sesuai
Eksklusif mempunyai resiko 5 kali lebih besar dengan usia. Kekebalan tubuh yang kurang baik
mengalami kematian akibat pneumonia dan pertumbuhan yang tidak sesuai serta fungsi
dibandingkan bayi yang mendapat ASI organ yang kurang apabila tidak diperhatikan
eksklusif 6 bulan pertama kehidupannya. dengan baik oleh orang tua akan menjadikan
Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu anak balita mudah terserang penyakit.
rencana aksi global untuk pencegahan dan Hasil ini sesuai dengan penelitian Pore et al.
pengendalian pneumonia (The Global Action (2010), menunjukkan hasil bahwa anak
Plan for the Prevention and Control of prematur memiliki sekitar 7,5 kali risiko terkena
Pneumonia). Infeksi saluran pernafasan akut. Rudan et al.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (2008), mengelompokkan bayi BBLR sebagai
yang dilakukan Sutami (2011) yang faktor risiko yang selalu ada dalam insidens
menunjukkan ada hubungan bermakna antara pneumonia balita.
ASI Eksklusif dengan kejadian pneumonia
(OR=4,1 CI 95% 2,019-9,178 p=0,000). KESIMPULAN
Penelitian Lamberti et al. (2013), menunjukkan 1. Faktor intrinsik berhubugan dengan
angka kematian pneumonia lebih tinggi pada kejadian pneumonia pada anak balita.
bayi tidak ASI dibandingkan bayi ASI eksklusif 2. Status gizi merupakan faktor risiko
0-5 bulan usia (RR: 14,97 CI 95% : kejadian pneumonia anak balita dan secara
0,67-332,74). statistik signifikan dengan nilai OR =5,58
Hubungan Berat Badan Lahir dengan (CI 95%: 1,34-23,16 p = 0,010).
kejadian pneumonia pada anak balita
3. Pemberian ASI eksklusif merupakan faktor
Hal ini menunjukkan anak balita dengan BBLR
risiko kejadian pneumonia anak balita dan
peluangnya lebih besar mengalami pneumonia.
secara statistik tidak signifikan dengan
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan
nilai OR= 3,13 (CI 95%: 1,08-9,10 p
antara Berat Badan Lahir dengan kejadian
=0,031)
pneumonia dengan nilai OR = 8,90 (95% CI :
4. Berat Badan Lahir merupakan faktor risiko
0,956-82,96) p = 0,041. Artinya,
kejadian pneumonia anak balita dan secara
anak balita dengan lahir dengan BBLR berisiko
statistik tidak signifikan dengan nilai OR =
mengalami pneumonia sebesar 8,90 kali
8,90 (CI 95% : 0,956-82,96 p = 0,041)
dibandingkan anak balita dengan berat badan
lahir normal. SARAN
Anak balita dengan Berat Badan Lahir Rendah 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.
(BBLR) lebih berisiko mengalami pneumonia Dari hasil penelitian bisa menjadikan
karena cenderung memiliki daya tahan tubuh masukan untuk lebih mensosialisasikan
kurang dan beberapa fungsi organ tentang faktor risiko pneumonia yaitu
untuk
lebih memperhatikan faktor pentingnya Dinkes Kabupaten Bantul. 2014. Profil
pemberian ASI Eksklusif dan pemantaun Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2014.
tumbuh kembang anak agar tidak sampai Bantul, DI.Yogyakarta.
mengalami gizi kurang. Friedman, M.M., Virky, R.B. dan Elaine, G.J.
2. Bagi Keluarga Anak Balita. Hasil penelitian 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga.
dapat menjadi masukan agar keluarga yang Jakarta: EGC.
mempunyai anak balita lebih Grant, Cameron C; Emery, Diane; Milne,
memperhatikan asupan gizi anak, dan Tania; Coster, Gregor; Forrest, Christopher B;
memberikan ASI Eksklusif 6 bulan. Wall, Clare R; Scragg, Robert; Aickin, Richard;
Crengle, Sue; Leversha, Alison; Tukuitonga,
DAFTAR PUSTAKA Colin; Robinson, Elizabeth M. Risk factors for
Amin M, Alsagaff H, Saleh T. 1989. Pengantar community-acquired pneumonia in pre-
Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. school-aged children. Journal of Paediatrics &
Surabaya. Child Health. May2012, Vol. 48 Issue 5, p402-
Adriani, M dan Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar 412.
Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana. Hartati, S. 2011. Analisis Faktor Risiko yang
Balitbangkes. 2008. Riskesdas Indonesia Tahun Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia Pada
2007. Depkes RI. Jakarta. Anak Balita di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Bu’tu, M.A. 2010. Faktor Resiko Kejadian Tesis. FIK UI.
Pneumonia pada Anak Usia 12-24 Bulan di Kartasasmita. 2010. Pneumonia Pembunuh
Kabupaten Tana Toraja. Tesis. PPs Program Balita. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 3.
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. FK-UGM. Kementrian Kesehatan RI.
Chisti MJ, Graham SM, Duke T, Ahmed T, Kemenkes. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan
Faruque AS, Ashraf H, Bardhan PK, Shahid RI No. 482/Menkes/SK/2010 tentang Pedoman
AS, Shahunja KM, Salam MA. 2014. Post- Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI
discharge mortality in children with severe (GAIN UCI 2010-2014).
malnutrition and pneumonia in Bangladesh. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian
PLoS One. Sep 16;9(9):e107663. doi: 10.1371. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Direktorat
2008. MTBS Modul 2 : Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit umur 2 Lingkungan.
Bulan
sampai 5 Tahun. Departemen Kesehatan 2012. Modul Tatalaksana Standar
RI. Jakarta. Pneumonia. Direktorat Jenderal
Dinkes Provinsi DIY. 2013. Profil Kesehatan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Provinsi DIY Tahun 2013. Lingkungan.
DI.Yogyakarta. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.1995/MENKES/SK/XII/2010
Tentang Standar Antopometri Penilaian
Status Gizi Anak. Direktorat Jendral Bina dan pneumonia. Bull World Health Organ 2008, 86
Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. (5): 408-416 .
Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Said, M. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-
Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Nuha Balita dakam Rangka Pencapaian MDG4.
Medika. Yogyakarta. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 3.
Marmi, Rahardjo, K,. 2012. Asuhan Neonatus Kementrian Kesehatan RI.
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Pustaka Selvaraj K, Chinnakali P, Majumdar A,
Pelajar. Yogyakarta. Krishnan IS. 2014. Acute respiratory infections
Marni, 2014. Asuhan Keperawatan pada Anak among under-5 children in India: A situational
Sakit dengan Gangguan Pernafasan. Gosyen analysis. J Nat Sci Biol Med. Jan;5(1):15-20.
Publishing. Yogyakarta. doi: 10.4103.
Maryani, L., Muliani, R,. 2010. Epidemiologi Sonego M, Pellegrin MC, Becker G, Lazzerini
Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. M. 2015. Risk factors for mortality from acute
Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak lower respiratory infections (ALRI) in children
dalam Kebidanan. Trans Info Media. Jakarta. under five years of age in low and middle-
Murti, B. 2013. Desain dan Ukuran Sampel income countries: a systematic review and
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di meta-analysis of observational studies. PLoS
Bidang Kesehatan. Gadjah Mada University One. 2015 Jan 30;10(1):e0116380. doi:
Press. Yogyakarta. 10.1371.
Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Sutami, H. 2011. Faktor Resiko Ekstrinsik dan
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Intrinsik Balita terhadap Kejadian Pneumonia di
Paynter S, Ware RS, Lucero MG, Tallo V, Kabupaten Kebumen. Tesis. PPs Program Studi
Nohynek H, Simões EA, Weinstein P, Sly PD, Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-UGM.
Williams G; ARIVAC Consortium. 2013. Poor WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian
growth and pneumonia seasonality in infants in Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang
the Philippines: cohort and time series studies. cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di
PLoS One. Jun 28;8(6):e67528. doi: 10.1371. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pedoman Interim
PERINASIA, 2013. Manajemen Laktasi. WHO. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan
PERINASIA. Jakarta. Dunia (WHO).
Purwandari, H., Mulyono, W.A., Suryanto. WHO dan UNICEF. 2006. The Forgotten Killer
2014. Perkembangan Balita Deteksi Dini of Children. New York. WHO
Tumbuh kembang Balita. Pustaka Pelajar. Yandofa, D. 2012. Hubungan Status Gizi dan
Yogyakarta. Pemberian ASI pada Balita terhadap Kejadian
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas
Mulholland K, Campbell H. Epidemiology and Ambacang Kecamatan Kuranji Padang Tahun
etiology of childhood 2011. Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai