Oleh:
KELOMPOK 11
Inayati Ceria
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
ina_cerya@yahoo.com
ABSTRAK
Latar Belakang : Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun.
Menurut WHO (2008), penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan erat dengan kondisi
lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan , langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran dan faktor pejamu. Faktor risiko penting diketahui karena dapat dijadikan dasar
dalam menentukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kasus pneumonia. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Subjek dan Metode : Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan case control.
Penelitian dilaksanakan bulan Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan
consecutive sampling sejumlah 105 responden (35 kasus,70 kontrol). Analisis data bivariat dengan uji kai
kuadrat
Hasil : Hasil uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan secara statistik antara faktor risiko Intrinsik
dengan kejadian pneumonia anak balita antara lain status gizi (OR =5,58 CI 95%: 1,34-23,16 p = 0,010),
pemberian ASI eksklusif (OR= 3,13 CI 95%: 1,08-9,10 p =0,031), dan BBL (OR = 8,90 CI 95% : 0,956-
82,96 p = 0,041) dengan kejadian pneumonia pada anak balita.
Kesimpulan : Faktor risiko intrinsik berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita
PENDAHULUAN
Insidens pneumonia anak balita di negara
A. Latar Belakang
berkembang adalah 151,8 juta kasus per tahun
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut
dan 8,7% (13, 1 juta) di antaranya merupakan
saluran pernafasan yang mengenai jaringan
pneumonia berat. Di negara maju terdapat 4
paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan
juta kasus setiap tahun. Total kasus di seluruh
infeksi serius yang dapat menyebabkan
dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak
morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah
balita setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan
usia 5 tahun (Kemenkes RI, 2012). Setiap
prediksi kasus baru dan insidens pneumonia
tahun lebih dari dua juta anak di dunia
anak balita paling tinggi, mencakup 74%
meninggal karena infeksi saluran pernapasan
(115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh
akut (ISPA), khususnya pneumonia. Menurut
dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di
laporan Badan Kesehatan Dunia (World Health
enam negara antara lain: India, China,
Organization/WHO) tahun 2006, hampir satu
Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan Nigeri
dari lima balita di negara berkembang
(Rudan et al ., 2008).
meninggal, tetapi hanya sedikit sekali
Prevalensi pneumonia di Indonesia mengalami
perhatian yang diberikan terhadap penyakit ini
penurunan dari tahun 2007 sebesar 11,2 %
(Kartasasmita, 2010).
menjadi 4,8 % pada tahun 2013, tetapi
pneumonia selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar di fasilitas kesehatan pada
44
setiap tahunnya. Usia balita merupakan usia Kondisi kurang gizi dapat melemahkan sistem
rentan terhadap penyakit infeksi saluran kekebalan tubuh dan pada anak-anak dengan
pernafasan, dengan insiden tertinggi pada usia kodisi tersebut dapat melemahkan otot-otot
anak balita (Marni, 2014). Berdasarkan pernafasan sehingga balita dengan gizi kurang
Riskesdas (2013), prevalensi pneumonia balita akan mudah terserang ISPA dibandingkan
tertinggi pada usia 1-4 tahun. balita dengan gizi normal (Maryunani, 2010).
Menurut WHO (2008) penyebaran penyakit Secara tidak langsung faktor yang
infeksi saluran pernafasan berkaitan erat mempengaruhi gizi kurang adalah kondisi
dengan kondisi lingkungan (polutan udara, sosial ekonomi keluarga, dimana pendapatan
kepadatan anggota keluarga, kelembaban, dan pendidikan orang tua yang rendah akan
kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan menentukan kemampuan memilih dan
dan efektivitas pelayanan kesehatan dan membeli asupan gizi yang sesuai untuk anak.
langkah pencegahan infeksi untuk mencegah Rudan et al., 2008; Grant et al ., 2012,
penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap menyebutkan status gizi kurang atau buruk
fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang merupakan risiko kejadian pneumonia balita.
isolasi); faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan Penelitian lain dilakukan oleh Bu’tu (2010)
merokok, kemampuan pejamu menularkan menunjukkan status gizi kurang adalah faktor
infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi risiko pneumonia (OR=2,60 CI 95% 1,13-5,98
sebelumnya atau infeksi serentak yang p=0,04).
disebabkan oleh patogen lain, kondisi Rudan et al., 2008 menyebutkan tidak
kesehatan umum; dan karakteristik patogen, memberikan ASI Eksklusif merupakan faktor
seperti cara penularan, daya tular, faktor risiko yang selalu ada dalam insidens
virulensi dan jumlah atau dosis mikroba pneumonia. ASI Eksklusif sangat baik untuk
(ukuran inokulum). bayi karena dalam ASI terkandung antibodi
Faktor risiko pneumonia dbagi menjadi dua atau imunoglubolin utama seperti IgA, IgE dan
kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor IgM yang dapat digunakan untuk mencegah
ekstrinsik (Notoadmodjo, 2010). Faktor dan menetralisir bakteri, virus, jamur, parasit
intrinsik meliputi umur, status gizi, pemberian dan sangat di butuhkan anak dalam
ASI Eksklusif, dan BBLR. Faktor ekstrinsik membangun sistem kekebalan tubuh sehingga
meliputi kondisi lingkungan fisik rumah, anak tidak mudah sakit. Penelitian yang
pendidikan ibu dan pendapatan keluarga. dilakukan Sutami (2011) dan Bu’tu (2010)
Status gizi merupakan faktor risiko pneumonia, juga membuktikan bahwa ASI Eksklusif
kondisi tubuh dengan gizi kurang akan merupakan faktor risiko pneumonia dengan
menyebabkan seorang anak mudah terserang (OR=4,1 CI 95% 2,019-9,17 p=0,000)
penyakit. Bakteri atau virus mudah masuk dan (OR=5,03 CI 95% 1,88-13,48 p=0,001).
dalam tubuh individu dengan ketahanan tubuh Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
atau imunitas yang kurang. (BBLR) merupakan faktor risiko kejadian
pneumonia. Rudan et al., 2008
mengelompokkan bayi BBLR sebagai faktor
risiko yang selalu ada dalam insidens Desember 2014 untuk rawat jalan dengan rata-
pneumonia balita. Bayi BBLR sering rata per bulan 28 kasus dan rawat inap 15
mengalami beberapa masalah seperti pola kasus. Angka ini menunjukkan masih ada
nafas yang tidak efektif berhubungan dengan kasus pneumonia balita yang terjadi di
imaturitas organ pernafasan, Kabupaten Bantul dan masih dibutuhkan bukti
ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tentang faktor risiko kejadian pneumonia.
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
absorbsi, resiko ketidakseimbangan suhu tubuh METODE PENELITIAN
dan risiko infeksi berhubungan dengan sistem Penelitian ini adalah penelitian
kekebalan tubuh yang kurang baik. observasional analitik dengan pendekatan case
Rencana aksi global untuk pencegahan dan control, dilaksanakan pada bulan
pengendalian pneumonia (The Global Action Agustus-Oktober 2015 di RSUD Panembahan
Plan for the Prevention and Control of Senopati Bantul. Pengambilan sampel dengan
Pneumonia) dikembangkan WHO dan consecutive sampling. Sampel kasus dalam
UNICEF pada tahun 2007 sebagai panduan penelitian ini adalah semua anak balita yang
meningkatkan kesadaran terhadap pneumonia menderita pneumonia di rawat inap RSUD
dan peningkatan intervensi yang bermanfaat. Panembahan Senopati Bantul berjumlah 35
Untuk mengurangi kematian yang disebabkan anak balita. Sampel kontrol adalah anak balita
oleh pneumonia memerlukan intervensi yang sehat di wilayah Kabupaten Bantul yang
efektif, tersedia lebih luas dan lebih mudah berjumlah 70 anak balita.
untuk anak-anak yang berisiko. Faktor risiko Kriteria inklusi kelompok kasus :
pneumonia penting diketahui terkait dalam 1). Pasien berusia 12-59 bulan di RSD
penemuan kasus pneumonia balita, sehingga Panembahan Senopati Bantul
dengan ditemukannya kasus secara dini dapat 2). Tercatat dalam rekam medik RS
menekan angka kesakitan dan kematian balita menderita pneumonia
karena pneumonia. Penemuan kasus 3). Jenis kelamin laki laki dan perempuan
pneumonia secara dini pada balita oleh tenaga 4). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
kesehatan diharapkan tinggi agar banyak kasus Yogyakarta
pneumonia mendapat penatalaksanaan yang Kriteria inklusi kelompok control :
tepat. 1). Anak berusia 12-59 bulan sehat
Faktor risiko dapat dijadikan dasar dalam 2). Jenis kelamin sama dengan kelompok
menentukan tindakan pencegahan dan kasus
penanggulangan kasus. Di Kabupaten Bantul 3). Bertempat tinggal di wilayah Bantul,
cakupan penemuan kasus pneumonia balita Yogyakarta
tahun 2012 sebesar 73,78% dan tahun 2013 Kriteria Eksklusi dalam penelitian adalah
sebesar 75,17% (Dinkes Kabupaten Bantul, pasien yang menderita penyakit TB,
2014). Berdasarkan data studi pendahuluan di Bronkhitis, Asma, AIDS, kelainan bawaan
RSUD Panembahan Senopati Bantul, jumlah berat, kelainan tumbuh kembang.
kasus pneumonia pada Balita dari Januari-
Variabel dependen penelitian adalah kejadian
HASIL PENELITIAN
pneumonia pada anak balita dan variabel
Karakteristik pada anak balita yaitu umur,
independennya faktor risiko intrinsik antara
status gizi, pemberian ASI Eksklusif, Berat
lain status gizi, pemberian ASI Eksklusif dan
Badan Lahir.
Berat Badan Lahir.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.
Analisis data bivariat menggunakan uji kai
kuadrat untuk melihat hubungan antar variabel.
Tabel 2. Analisis bivariat hubungan faktor risiko intrinsik dengan kejadian pneumonia pada
anak balita