Anda di halaman 1dari 13

Nama Kelompok : I Gusti Ayu Dwi Putri Hendrayani [ P07124218003 ]

Putri Nur Asyifa [ P07124218008 ]


Prodi/Semester : Sarjana Terapan Kebidanan / V
Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Tugas : Resume

Penerapan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir (BBL)


dengan Kasus Kejang

A. Definisi
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang
mengakibatkan perubahan yang bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi
motorik dan otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus
dibatasi waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (bayi cukup
bulan) atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis + usia gestasi pada saat lahir)
pada bayi premature (Handryastuti, 2016).
Kejang pada bayi baru lahir berkaitan dengan penyebab yang mendasari,
seperti ensefalopati iskemik - hipoksik, gangguan metabolik (hipoglikemia dan
hipokalsemia), infeksi neonatus (meningitis dan ensefalitis), serta perdarahan intra
kranial (Buku Ajar Keperawatan Pediatri, 2015).
Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi
pada neonatus, karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia
otak yang cukup berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan
gejala sisa di kemudian hari. Termasuk dalam kelompok gejala ini adalah spasme dan
tidak sadar atau gangguan kesadaran. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia
neonatorum, hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah susunan
saraf.
B. Etiologi
Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati; biasanya
kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan intrakranial, dan trauma
susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong, ekstrasi
cunam atau ekstrasi vakum berat
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti : hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan hipernatremia.
Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan kelainan metabolisme asam
amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan adanya
infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH dan Tetanus Neonatorum (Kuantari,
2018).
C. Epidemiologi
Insidens kejang pada neonatus dibedakan menurut berat badan lahir, yaitu 57,5
per 1000 bayi dengan berat lahir (BL)< 1500 g, 4,4 pada bayi dengan BL 1500-2499,
2,8 pada bayi dengan BL 2500-3999 g, serta 2,0 pada bayi BL > 4000 g.4,5
(Handryastuti, 2016).
D. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala kejang pada bayi baru lahir, yaitu diantaranya :
1. Tremor
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran.
6. Gerakan yang tidak menentu (involuntary movements)
7. Nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal
8. Gerakan seperti mengunyah dan menelan (Kuantari, 2018).
E. Klasifikasi Kejang
Berikut klasifkasi kejang pada bayi baru lahir, yaitu diantaranya :
1. Berdasarkan lokasi kejang
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang fokal dicirikan
oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan yang kuat dari kepala dan
mata ke salah satu sisi, pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka atau
ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan) atau nyeri lokal
pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum, bisa menyuluruh pada organ tubuh,
dapat berlangsung bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang ini tak dapat
dideteksi atau tersamar, yaitu memiliki ciri – ciri :
a. Hampir tidak terlihat
b. Menggambarkan perubahan tingkah laku
c. Bentuk kejang :
1) Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
2) Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap,
mengunyah, menelan, menguap
3) Gerakan bola mata : deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata
berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata
4) Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh pada
anggota gerak atas dan bawah
5) Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
6) Untuk memastikan : pemeriksaan EEG
2. Berdasarkan serangan pada otot
a. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang dapat
diperhatikan adalah :
1) Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran
2) Dapat disebabkan trauma fokal
3) BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan
kepala untuk mengetahui adanya perdarahan otak, kemungkinan infark
serebri
4) Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama bayi cukup
bulan dengan BB>2500 gram
5) Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misal kejang klonik lengan
kiri diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan
b. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan. Dapat terjadi
pada :
1) Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada
bayi dengan komplikasi perinatal berat
2) Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi
atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
c. Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik dan klonik.
d. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti adanya kejutan.
Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang
dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro.
e. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya gerakan selama
kejang.
3. Berdasarkan sisi otak yang terkena
a. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
b. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
c. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada bagian tubuh
tertentu
d. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang
kompleks misalnya berjalan berputar – putar
e. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah, gerakan bibir
mecucu
f. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala halusinasi bau, baik
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
4. Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta
a. Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana (KDS) dan Kejang
Demam Kompleks (KDK)
1) KDS (simple febrile seizures)
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang
pada hari yang sama. Tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal ataupun
mengganggu kecerdasan. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari
juga sangat kecil (2 – 3%). Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak – anak.
2) KDK (complex febile seizures atau complex partial seiuzures)
Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari dan resiko berulangnya
kejang demam lebih tinggi dari KDS. Untuk anak yang mengalami kelainan
saraf yang nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk memberikan
pengobatan dengan anti kejang selama 1 – 3 tahun.
b. Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan oleh: infeksi
intrakranial meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit berat akibat dehidrasi,
serangan epilepsi yang disertai demam, dan penyakit dengan demam dan
gerakan mirip kejang.
c. Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit diantaranya: epilepsi
(tanpa demam dan berulang), hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa
demam, keracunan, trauma, dan hipoksia.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi kejang pada bayi baru lahir, yaitu diantaranya :
1. Hipoksi Iskemik Ensefalopati, Hipoksi- iskhemik ensefalopati.biasanya kejang
timbul pada 24 jam kelahiran.
2. Trauma Susunan Saraf, Trauma susunan saraf pusat dapat terjadi pada persalinan
presentasi bokong,ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat.
3. Perdarahan Intraksanial (Didien and Suprapti, 2016).
G. Patofisiologi Kejang pada BBL
Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat
loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak
yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf
akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui
membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang
berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium
dan masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na,
dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi daripada di
luar sel, sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
H. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik kejang pada bayi baru lahir, sebagai berikut :
1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6. Pergerakan tidak terkendali
7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal
I. Langkah Promotif ata Preventif
Adapun langkah promotif atau preventifnya, yaitu :
1. Mencegah persalinan prematur
2. Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
3. Mencegah asfiksia neonatorum
4. Melakukan resusitasi dengan benar
5. Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
6. Mengendalikan kadar glukosa darah ibu.
7. Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses
persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
8. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas.
9. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
10. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
11. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
12. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan.
13. Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
J. Diagnosis
Penilaian untuk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
1. Anamnesis :
a. Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong
persalinan, asfiksia neonatorum.
b. Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan.
c. Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
d. Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata,
mulut, lidah dan ekstrimitas.
e. Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut.
f. Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan.
g. Riwayat bayi malas minum sesudah dapat mium normal.
h. Adanya faktor risiko infeksi.
i. Riwayat ibu mendapat obat mis. heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital,
alkohol.
j. Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
k. Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kejang :
1) Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas
2) Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh
sepeda, mata berkedip, berputar, juling.
3) Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti.
4) Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar
membonjol, suhu tubuh tidak normal.
b. Spasme :
1) Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
2) Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir
mencucu.
3) Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak
terkendali. Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
4) Infeksi tali pusat.
K. Diagnosis Banding
Berikut diagnose banding kejang pada bayi baru lahir, yaitu :
1. Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan pada
tubuh bayi dan gagal napas.
2. Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala
bayi.
3. Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan
mikrosefali.
4. Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan
hepatosplenomegali.
5. Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu
Berikut table 1. diagnosis banding Kejang BBL pada buku PONED
Temuan
Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis lain Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
yang sudah diagnosis
diketahui
 Timbul saat lahir  Kejang, tremor, Kadar GLUKOSE Hipoglikemia
sampai dengan letargi atau tidak darah KURANG dari
hari ke 3 sadar 45 mg/dL (2.6
 Riwayat  Bayi kecil (berat lahir mmol/L)
ibu < 2,500 g atau umur
Diabetes kehamilan < 37
minggu)
 Bayi sangat besar
(berat lahir > 4,000 g)
 Ibu tidak  Spasme Infeksi tali pusat Tetanus
diimunisasi tetanus neonatorum
toksoid
 Malas minum
sesudah minum
normal sebelumnya
 Timbul pada
hari ke 3 sampai
14
 Lahir di rumah
dengan lingkungan
kurang higienis
 Pengolesan bahan
tidak steril pada
tali pusat
 Timbul pada hari  Kejang atau tidak sadar Sepsis Curiga
ke 2 atau lebih  UBUN-UBUN besar meningitis
membonjol (tangani
 Letargi meningitis dan
obati kejang)
 Riwayat resusitasi  Kejang atau tidak sadar Asfiksia
pada saat lahir  Layuh atau letargi neonatorum
atau bayi tidak  Gangguan napas dan/atau
bernapas minimal  Suhu tidak normal Trauma (obati
satu menit  Mengantuk atau kejang, dan
sesudah lahir aktivitas menurun tangani asfiksia
 Timbul pada  Iritabel atau rewel neonatorum)
hari ke 1 sampai
ke 4
 Persalinan
dengan penyulit
(misal

Temuan
Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis lain Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
yang sudah diagnosis
diketahui
partus lama
atau gawat
janin)
 Timbul pada  Kejang atau tidak sadar Perdarahan
hari ke 1 sampai  Bayi kecil (berat lahir intraventrikul
7 < 2,500 g atau umur ar (Nilai dan
 Kondisi kehamilan < 37 tangani
bayi minggu) perdarahan dan
mendadak  Gangguan napas berat juga asfiksia
memburuk neonatorum)
 Mendadak pucat
 Belum
mendapat
injeksi vit.K1
 Ikterus hebat  Kejang Hasil tes Coombs Ensefalopati
timbul pada hari  Opistotonus positif bilirubin
ke 2 (Kern-ikterus)
 Ensefalopati timbul (obati kejang
pada hari ke 3 - 7 dan tangani
 Ikterus hebat Ensefalopati
yang tidak atau bilirubin)
terlambat diobati

L. Penatalaksanaan
Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang :
a. Bebaskan jalan nafas dan Oksigenasi
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin.
Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian yang
ketat. Kepala sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi lambung.
Bisa juga dengan memberikan benda yang dapat digigit guna mencegah
tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan napas.
b. Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan
kompres dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas
(antipiretik). Obat anti kejang seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat
diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB, BB <10kg diberikan
5mg dan BB >10kg rata-rata pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c. Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan untuk mengatasi
penyebabnya. Misalnya kejang dikarenakan infeksi traktus respiratori bagian atas,
pemberian antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi tersebut.
Penanganan kejang pada BBL
a. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan, suhu
dipertahankan 36,5-37ᴼC
b. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut,
hisung dan nasofaring
c. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag to Mouth
Face Mask oksigen 2 liter/menit
d. Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer, di tangan, kaki
atau kepala, bila bayi di duga dilahirkan oleh ibu berpenyakit DM, dilakukan
pemasangan infus melalui vena umbilikalis.
e. Obat antispasmodik/anti kejang : Lagkah awal adalah pemberian diazepam, dosis
0,25 atau 0,5 mg/kg BB Dalam waktu 2 menit, dosis maksimum 10 mg, tunggu
10 menit, bila tidak ada sespon berikan lagi diazepam 0,4 mg/kg BB/IV, dosis
maksimal 15 mg. Bila dalam 20-30 menit tidak ada respon berikan lagi diazepam
Iv dengan dosis 0,5 mg/kg BB, dosis maksimal 20 mg.
f. Tunggu 10 menit bila masih kejang dianggap sebagai status epileptikus.
g. Bila venanya susah dicari berikan diazepam per – rektal dengan dosis :
BB < 10 kg : 5 mg
BB > 10 kg : 10 mg
h. Bila setelah pemberian diazepam kejang bisa teratasi diberikan Fenoberbital
dengan dosis :
Neonatus : 30 mg/im
1 bulan – 1 tahun : 50 mg/im
> 1 tahun : 75 mg/im
i. 4 Jam kemudian berikan fenoberbital :
Hari 1 dan ke 2 : 8-10 mg/kg BB P.O atau parenteral
Hari berikutnya : 4-5 mg/kg BB P.O atau parenteral dibagi 2 dosis
j. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
k. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan
60ml/kgBB/hr
l. Cari faktor penyebab
1) Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
2) Apakah mungkin bayi prematur
3) Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
4) Apakah mungkin ibu bayi menghisap narkotika
m. Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia
darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH
n. Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan fungsi lumbal)
o. Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
p. Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20
mg iv setiap 12 jam
q. Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
r. Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2
ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-
50 mg
s. Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose
10%.
t. Terapi suportif
1) Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia
otak yang berlanjut.
2) Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi
adekuat
3) Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk
menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik
dan beri ASI peras diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan
perhari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga
tercapai jumlah yang diperlukan
u. Rujukan : bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan
manajemen spesifik tetapi bayi masih belum ada perbaikan segera rujuk
M. Asuhan Kebidanan
Barikut asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan kejang :
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
2. Bersihkan jalan nafas bayi
3. Lindungi lidah dengan spatel
4. Berikan O2
5. Beri Diazepam 0,25 mg/kg IM tiap 2 Menit sampai kejang teratasi
6. Beri fenobarbital 30 Mg/IM
7. Nilai kondisi bayi selama 15 Menit perhatikan kelainan Fisik yang ada
8. Bila kejang teratasi diberi cairan infus dektose 10 % 60 Ml /kg BB / hari
9. Jika kejang berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di Ruangan Insentif
atau rujuk. (Nurhasiyah, S dkk. 2017).
Daftar Pustaka

Didien, setyarini ika and Suprapti (2016) ‘Asuhan Kegawatdaruratan Maternal


Neonatal’, Journal of Visual Languages & Computing.

Handryastuti, S. (2016) ‘Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan


Tata laksana’, Sari Pediatri. doi: 10.14238/sp9.2.2007.112-20.

IDAI (UKK Perinatologi) MNN.JPHPIEGO, Buku panduan masalah bayi baru lahir
untuk dokter bidan dan perawat di rumah sakit maternal, neonatal health, kerjasama
Departemen Kesehatan RI.
JNPK=KR, Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Bakti Husada.

KUNTARI, GOE517011 (2018) ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PATOLOGI


PADA BY. B UMUR 26 HARI DENGAN KEJANG DI PUSKESMAS KELING I
JEPARA. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang. Item availability may be
restricted.

Prawirohardjo, Sarwono. 2001, Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai