Anda di halaman 1dari 6

SASTRA ARAB DAN APLIKASINYA

Bilqis Aimmata Yahdun


Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 200301110038@student.uin-malang.ac.id

Fikriaida Iffatul Maula


Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 200301110088@student.uin-malang.ac.id

Jauharotul Maftuchah
Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 200301110103@student.uin-malang.ac.id

Nadhita Chilwina
Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 200301110082@student.uin-malang.ac.id

ABSTRACT

The study conducted in this thesis aims to reveal the concept of Arabic Literature and its
application. Arabic literature, as a cultural entity, of course reflects the thoughts and feelings
of the Arab nation with all its advantages and disadvantages. In the context of the advantages
of the Arab nation, there is no human culture and civilization that is able to build its most
authentic and distinctive values except what has been achieved by Arabic literature. Poetry
is among the dominant forms of Arab works and specifically that distinguishes them from
other nations.

Keyword: Arabic literature, concept

ABSTRAK

Kajian yang dilakukan pada tesis ini bertujuan untuk mengungkap konsep Sastra Arab serta
pengaplikasiannya. Sastra Arab, sebagai entitas budaya sudah tentu mencerminkan pikiran
dan perasaan bangsa Arab dengan segala kelebihan dan kekurangarmya. Dalam konteks
kelebihan bangsa Arab, maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan peradabanmanusiayang
mampu menunjukkan nilai-nilainya yang paling otentik dan khas kecuali apa yang telah
dicapai oleh kesusastraan Arab. Puisi adalah diantara bentuk-bentuk dominan karya bangsa
Arab dansecaraspesifik yang membedakarmya dengan bangsa lain.
Kata kunci: Sastra Arab, konsep

1
Pendahuluan

Sastra adalah bagian dari suatu keunikan budaya yang praktiknya tercermin
dalam karya-karya sastra. Semua kebudayaan dan peradaban di dunia mengalami suatu
periode perubahan yang mendalam (Peursen, 1990:72). Pada dasarnya sastra dapat
diartikan sebagai salah satu kegiatan dalam berkreatifitas untuk menciptakan suatu
karya seni, dan merupakan produk pikiran serta perasaaan seseorang (Wellek,Warren,
1989:3). Meskipun peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sastra dianggap berupa
khayalan, tidak berarti bahwa karya sastra dianggap sebagai hasil khayalan saja, akan
tetapi melalui penghayatan dan perenungan pula yang dilakukan dengan penuh
kesadaran. Unsur-unsur fiktif sastra merupakan bagian dari kreatif dan imajinatif
pengarang. Dengan demikian sastra tidak dapat dikatakan benar atau salah, karena itu
adaah hasil kreatif yang dilahirkan sebagai nilai tawar (Gaskill, 2008:39).

Sastra Arab, sebagai entitas budaya sudah tentu mencerminkan pikiran dan
perasaan bangsa Arab dengan segala kelebihan dan kekurangarmya. Dalam konteks
kelebihan bangsa Arab, maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan
peradabanmanusiayang mampu menunjukkan nilai-nilainya yang paling otentik dan
khas kecuali apa yang telah dicapai oleh kesusastraan Arab. Puisi adalah diantara bentuk-
bentuk dominan karya bangsa Arab dansecaraspesifik yang membedakarmya dengan
bangsa lain. Pembicaraan ini mendapatkan pembenararmya dengan adanya fakta
tentang pengaruh besar sastra Arab - dalam struktur maupun fungsi - atas sastra lain
yang secara langsung bersentuhan dengannya, seperti,sastraPersia,Turki, Indostanik,
dan yangsecara tidak langsung di antaranya adalah sastra (puisi) Gregorian, sastra Ibrani
Abad Pertengahan, dan bahkan sastra Barat sekalipun. Sastra Arab meninggalkan
jejaknya sampai menjelang permulaan era puisi-puisi tradisi Romawi" (Cantarino,
1975:110).

Menurut Wellek dan Warren,7 sastra mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya
sebagai suatu reaksi, tanggapan, kritik, atau gambaran mengenai situasi tertentu. Lebih
jauh lagi, Wolf8 menyatakan bahwa sastra adalah produk sosial bahkan merupakan
bagian dari institusi sosial. Karya sastra sebagai simbol verbal, memosisikan sastrawan
dalam tiga peran, yaitu menanggapi realitas, berkomunikasi dengan realitas, dan
menciptakan kembali realitas. Dengan peran tersebut, berarti dalam mewujudkan karya
2
sastra, sastrawan dipengaruhi oleh lingkungan atau masyarakat. Artinya, masyarakat
ikut menentukan terciptanya karya sastra.

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan


dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat; ia
terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai medium; bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra
menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan
sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara
masyarakat dengan orang-orang, antarmanusia dan antarperistiwa yang terjadi dalam
batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin
seseorang, yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang
dengan orang lain atau masyarakat.

Dalam bahasa Arab, tidak ada sebuah kata yang artinya bertepatan dengan sastra;
kata yang paling dekat barangkali adab. Adab merupakan kata yang artinya berkembang
sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Arab dari fase badui menuju fase yang
bertamaddun dan berperadaban. Adab mempunyai arti bermacam-macam sesuai dengan
masanya ketika kata itu dipergunakan. Pada masa Jahiliyah, orang Arab menggunakan
kata adab, yang mempunyai arti undangan untuk menyantap makanan. Tradisi semacam
ini merupakan suatu perbuatan yang amat terpuji dan moral yang tinggi. Karena pada
dasarnya akan mendorong seseorang untuk menghormati dan memuliakan para
tamunya dan kemudian menghidangkan makanan kepadanya (Dhaif, 2001:7-10).

Kemudian dengan berjalannya waktu kata adab dipakai sebagai kata yang
mencakup pendidikan baik lisan atau budi pekerti (akhlak). Pada masa Bani Umayyah
kata adab berarti pengajaran, maka kata pengajar (mu’allim) sama artinya dengan kata
muaddib. Merekalah yang mengajar anak-anak khalifah seperti yang diinginkan oleh
bapak-bapaknya untuk mengetahui wacana kebudayaan Arab, mereka juga mengajar
tentang sya’ir, pidato, berita-berita orang Arab, keturunannya, hari-hari peperangannya
pada masa Jahiliyah dan Islam. Pemakaian kata ini juga dipakai dalam pengajaran tentang
syari’ah Islam yang mencakup fiqh, hadis dan tafsir. Dalam buku Al-Mujaz fi al-Adab al-
Araby wa Tarikhuhudisebutkan bahwa kata adab didefinisikan sebagai segala hal yang
menghiasi seseorang baik itu sifat dan budi pekerti, sehingga dengan sifat dan budi
pekerti tersebut seseorang akan dihormati dan dimuliakan. Setiap orang yang alim dapat
3
disebut beradab, selanjutnya pengertian adab diringkas menjadi sebuah tulisan yang
indah dan mempunyai makna puisi atau syi’ir (al-Mujaz,

1962:5).

Siti Chamamah (2002: 9) menyatakan bahwa istilah sastra dipakai untuk


menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara
sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan. Upaya
mengungkapkan konsep tentang sastra pada umumnya dipandang tidak mudah. Hal ini
disadari juga oleh para kritikus dan teoritis sastra yang merasa kesulitan untuk memberi
jawaban tentang pertanyaan apakah sastra itu?.Ada yang berpendapat bahwa sastra
adalah segala sesuatu dalam masyarakat tertentu dan pada masa tertentu. Pandangan ini
dilandasi kenyataan bahwa sastra bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, terpisah dari
masyarakat yang melahirkan dan menikmatinya. Sastra mempunyai kedudukan, peran,
dan kegunaan dalam masyarakat, dan itu semua senantiasa mengalami pergeseran dari
waktu kewaktu dan perbedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain
(Damono, 2005:6).

Selanjutnya Sapardi Joko Damono mengatakan, sastra adalah karya seni yang
menggunakan bahasa sebagai medium; kita boleh saja mengikuti pandangan yang
menyatakan bahwa sastra adalah rangkaian kata nan indah, tetapi juga harus menerima
pandangan bahwa sastra merupakan hasil usaha sastrawan dalam membengkokkan,
membelokkan, dan bahkan merusak bahasa, yang merupakan konsekuensi dari poitice
license, hak istimewa sastrawan dalam menggunakan mediumnya, yakni bahasa.

Berdasarkan pandangan ini yang kemudian dituntut dari sastra adalah


orisinalitas dalam penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa secara aneh, tidak wajar, dan
asing merupakan ciri utama sastra. Puisi Amir Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutarji
Calzoum Bachri misalnya, dianggap karya sastra karena menunjukkan penggunaan
bahasa yang segar, antara lain sebagai akibat dari “perusakan” bahasa. Bahasa yang
mereka pergunakan itu relatif mudah dibedakan dari bahasa yang kita pakai sehari-hari
maupun dalam karangan jenis lain seperti berita, skripsi, dan laporan penelitian.
Setidaknya kita boleh mengatakan bahwa bahasa sastra cenderung metaforis, sedangkan
bahasa skripsi dituntut untuk menghindari metafor agar pengertian yang
disampaikannya tidak bermakna ganda. Dalam percakapan biasa di kedai kopi atau di

4
kamar tamu, orang tentu akan terheran-heran seandainya kita tiba-tiba mengucapkan
“habis kikis, cintaku hilang terbang”, meskipun mungkin bahasa yang dipergunakan Amir
Hamzah dalam sajak itu belum begitu “rusak” jika dibandingkan dengan karya Sutardji
Calzoum Bachri dalam kumpulan sajaknya (Damono, 2005: 3).

Meskipun demikian pada umumnya orang sepakat bahwa sastra dipahami sebagai
satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa
sebagai bahan. Jadi bahan merupakan karakteristik sastra sebagai karya seni. Sebagai
satu sistem, sastra merupakan satu kebulatan dalam arti dapat dilihat dari berbagai sisi,
diantaranya adalah sisi bahan, teks sastra tidak ditentukan oleh bentuk strukturnya
tetapi oleh bahasa yang digunakan dalam berbagai cara oleh masyarakat. Ini
menunjukkan pengertian bahwa bahasa yang dipakai mengandung fungsi yang lebih
umum daripada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahasa yang dipergunakan
secara istimewa dalam ciptaan sastra pada hakekatnya dalam rangka fungsi sastra
berperan sebagai sarana komunikasi, yaitu untuk menyampaikan informasi. Dengan
memperlihatkan teori informasi Eco yang cenderung memperlihatkan gejala reduksi dan
penyusutan yang terkandung dalam informasi, maka manipulasi bahasa pada hakekatnya
dalam rangka mewujudkan sastra sebagai sarana komunikasi yang maksimal.

Dalam komunikasi sastra, sifat sastra yang paling penting adalah mampu
menyampaikan informasi yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-
macam pula ( Jabrohim, 2002:10).

Sejarah Sastra Arab (TarikhulAdabil-'Arabi)

Sejarah sastra Arab merupakan cabang ilmu sastra Arab yang berusaha
menyelidikan perkembangan sastra Arab dan cabang-cabangnya sejak awal
pertumbuhannya sampai dengan perkembangannya sekarang. Selain itu, juga berusaha
mengenal para tokoh sastrawan Arab yang terkenal untuk mempelajari sejarah sastranya
dan peninggalan-peninggalan yang diwariskan oleh para tokohnya. Peninggalan-
peninggalanitu dipandang dapat mempengaruhi kehidupan, situasi, kondisi yang
melingkupi mereka. Hal tersebut dipandang dapat mempunyai pengaruh yang jelas
terhadap karya-karya mereka. Karena itu, hal yang demikian dipandang merupakan
salah satu aspek studi sejarah sastra Arab. Aspek yang lain adalah studi dalam
menggambarkan halhal yang ada di antara para sastrawan bangsa-bangsa, baik dari

5
aspek kesamaan maupun perbedaannya serta menyingkapkan aspek-aspek
pembaharuan, pemikiran-pemikiran, dan peniruan. Pengaruh-pengaruh pada masa
berikutnya adalah tentang perkembangan karya sastra Arab, baik yang dipandang kuat
maupun yang dipandang lemah, modern maupun tradisional (Basalamah, 1984:14). Dari
sini dapat diketahui dan dapat dipahami bahwa dasar-dasarstudi tentang sejarah sastra
Arab itu adalah periodisasi.

Kesusastraan Arab mengenal beberapa periode, yaitu (1) Kesusastraan zaman


Jahiliyah (Pra-Islam), (2) Kesusastraan zaman Islam, (3) Kesusastraan zaman Abbasiyah,
(4) Kesusastraan zaman pemerin tahan orang Turki, dan (5) Kesusastraan abad modern
(Mukhdar, 1983:25).

Anda mungkin juga menyukai