Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN MEDIKAL

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

Dosen Pengampu : Wahyu Rima Agustin

NAMA : Nella Alfita Lohmay


NIM : SN211094

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK
2021/2022

1
A. KONSEP PENYAKIT
1. Defenisi
Diabetes mellitus (DM) Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit
metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2012 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin
(Corwin, 20011).

2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus
adalah:
a.    Faktor genetic
            Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.    Faktor imunologi
    Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.    Faktor lingkungan
         Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin

2
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pankreas.
2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTII)
    Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2)    Obesitas
3)    Riwayat keluarga
4)    Kelompok etnik

3
3. Manifestasi Klinis
     Diabetes Tipe I
a.      hiperglikemia berpuasa
b.      glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.      keletihan dan kelemahan
d.      ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma,
kematian)
2.     Diabetes Tipe II
a.      lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.      gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c.      komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)

4. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan
sebagai akut dan kronik :
1.      Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.      Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.     Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.     Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk

4
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c.      Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada
kaki.
d.     Ulkus/gangren

5. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus
adalah
1.      Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

5
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2.      Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya
lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan
suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati

6
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

7
8
6. Penatalaksanaan
Menurut Herlambang (2013), penatalaksanaan pengobatan dan
penanganan fokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik.
Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah menjadi kunci program
pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet dan berolah
raga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka
pemberian obat akan diperlukan bahkan pemberian suntikan insulin
diperlukan bila obat tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
Menurut Sari (2012), terdapat 4 pilar pengendalian diabetes melitus
yaitu :
1) Edukasi
Melakukan pendidikan kesehatan menjadi kewajiban bagi
seluruh tenaga medis untuk membuka mata dan pengetahuan
masyarakat mengenai semua hal yang berkaitan dengan diabetes
mellitus. Pendidikan kesehatan bisa dilakkan lewat media apapun,
secara langsung face to face dengan melakukan seminar atau
penyuluhan, membagi bulletin khususnya kesehatan.
2) Pengaturan makan
Sudah menjadi kewajiban bagi pasien untuk mengontrol
setiap asupan makanan yang akan dikonsumsi. Mengontrol disini
bukanlah melarang tetapi harus lebih cermat memilih setiap
kandungan gizi yang terdapat dalam makanan agar pankreas yang
mengalami gangguan. Mulailah berkonsultasi pada dokter atau ahli
kesehatan untuk menyusun pola diet.
3) Olah raga
Olah raga sangat baik ntuk membantu pengendalian gula darah
dan berat badan. Prinsip olah raga bagi penderita DM yaitu terus-
menerus, berirama, berselang, meningkat dan daya tahan.
4) Obat
Pemberian obat dilakukan untuk mengatasi kekurangan
produksi insulin serta menurunkan resistensi insulin. Obat-obatan

9
disini dibagi menjadi dua yakni oral dan injeksi/suntikan sesuai
dengan tipe diabetes melitus yang diderita.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Anamnesa riwayat meliputi identitas pasien, identitas
penanggung jawab pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, dan
riwayat kesehatan lingkungan.
b. Pola Gordon
Pola Gordon meliputi persepi pasien terhadap kesehatan ,
pola nutris pasien, pola eliminasi urin dan bowel, pola latihan dan
aktivitas, pola tidur dan istirahat, persepsi diri dan hubungan peran.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan meliputi pengkajian head to toe dengan
penilaian IPPA yaitu inpeksi (melihat), perkusi (mengetuk), palpasi
(meraba) dan auskultasi (mendengar).
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang Diabetes Melitus dapat berupa
pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan HbA1c yang
berfungsi untuk mengukur rata-rata jumlah hemoglobin A1c yang
berkaitan dengan gula dara (glukosa) selama kurun waktu tiga
bulan terakhir.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
masalah nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang

10
b. Kenyamanan meningkat
b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
masalah gangguan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
a. Kerusakan jaringan berkurang
b. Nyeri berkurang
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai.
Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang
teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana
keperawatan.
Evaluasi akan mengarahkan asuhan keperawatan, apakah asuhan
keperawatan yang dilakukan kepada pasien berhasil mengatasi masalah
pasien ataukah asuhan yang sudah dibuat akan terus berkesinambungan
terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai benar-benar masalah
pasien teratasi. Adapaun tujuan dari evaluasi keperawatan, yaitu:
a. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum
c. Mengkaji penyebab jika tujuan keperawatan belum tercapai

11
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika

Asmadi. 2013. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medikas

Handayani. 2015. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Khoirunisa, Novitasari. 2015. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

Kozier. 2010. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperwatan.Salemba Medika.


Jakarta.

Saifullah. 2015. Patofisiologi Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

12

Anda mungkin juga menyukai