Anda di halaman 1dari 23

PENYAKIT AKUT PADA ANAK DAN CEDERA PADA ANAK

ASSESMENT DAN RESUSITASI

1. Initial Assesment

 ABC (Airway, Breathing dan Circulation) disertai dengan identifikasi cepat


penilaian perfusi jaringan dan oksigen.
 Saat identifikasi, resusitasi harus segera di lakukan sebelum mendapatkan
informasi jelas mengenai diferential diagnosis.
 Resusitasi ini bertujuan untuk mencapai dan memperbaiki perfusi jaringan dan
oksigenasi.
 Pengiriman oksigen ke dalam tubuh berkaitan dengan cardiac output, hb
consentration, dan saturasi hb oxygen.

2. Riwayat Pasien

 Tanyakan Riwayat AMPLE


 A: Alergi, M: Medication, P: Past medical history, L: Last Meal, E: Event
 Klo menggangu initial assessment bisa ditunda sampai oksigenasi dan perfusi
jaringan membaik

3. Pemeriksaan Fisik

 Proteksi spinal spine


 PF Respi: Observasi RR, usaha nafas, pengembangan dada, auskultasi udara
paru-paru, dan pulse oxymetri (oksigen status).
 PF Sirkulasi: Palpasi denyut nadi distal dan central  Nilai kualitas dan jumlah
denyut.  nadi yang denyutnya lebar dan melompat-lompat adalah tanda
pertama fase vasoldilatasi dari shock dan membutuhkan resusitasi cairan
segera.
 Setelah Initial assessment selesai (ABC) dan target resusitasi (oksigenasi
jaringan) telah tercapai  pemeriksaan fisik lengkap baru diakukan.
 Setelah (ABC) dilakukan pemeriksaan D (Disability and prompt treatment dari
system neurologi) dan E (Exposure)
 Pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan evidence organ disfungsi (dimulai dari
area yg menjadi keluhan dan investigasi systemic pada seluruh organ pasien.
4. Manifestasi Umum

5. Initial Diagnostic Evaluation

 Screening Test
Pulse oxymetri, pengukuran kadar glukosa, penilaian mental status.

 Diagnostic imaging test


Foto rontgen, pengukuran serum elektrolit (bikarbonat, urea dan creatinine).

6. Resusitasi

 Bertujuan untuk mengkoreksi abnormalitas dari oksigenasi dan perfusi jaringan.


 Suplementasi oksigen dapat meningkatkan saturasi oksigen tapi tidak
memperbaiki sempurna oksigenasi jaringan.
 Ketika suplementasi oksigen tidak adekuat dan pertukaran udara tidak adekuat
perlu dilakukan bantuan pernafasan.
 Perfusi jaringan yang tidak adequate diperbaiki dengan pemberian cairan secara
bolus (NACL & RL)  Isotonic cristaloid.
 Bolus yang diberikan 10-20 ml/kgbb  di monitoring progresnya hingga
sirkulasinya kembali normal.
 Jika shock dikarenakan oleh perdarahan/hemmoraghic maka diberikan terapi
PRC
 Pemantauan untuk melihat apakah terjadi perburukan selama fluid resusitasion
 peningkatan heart rate, penurunan TD. Kenali anak dengan penurunan fungsi
cardiac.  kelainan fungsi cardiac dapat mengakibatkan pemburukan dan
mencetuskan pulmonary edema.  jika perburukan terjadi maka pemberian
cairan harus di modifikasi dan ditujukan untuk memperbaiki fungsi cardiac.
 Ketika respiratory support dan resusitasi cairan tidak mencukupi, setelah itu
pengeluaran zat vasoaktif yang akan dikeluarkan. Pilihan obat bergantung pada
type shock yang terjadi.
 Distributif shock  digunakan obat untuk meningkatkan resistensi vascular, ex:
alfa agonist (epinefrin dan norepinefrin)
 Cardiogenic shock  improve cardiac output (epinefrin, norrpinrfrin dan
dobutamine), penurunan after load (dobutamine, nitropuside atau milrinone).
Pengukuran oksigen saturasi pada vena central, central venous pressure dan
regional saturasi.

7. Cardipulmonary Arrest

 Outcome pasien jelek, kalo pun selamat mayoritas pasien memiliki kelainan
neurologi permanen

 Tanda-tandanya:

 Pendekatan Cardiopulmonary arrest  CPR dan menjaga fungsi organ vital 


bertujuan untuk mengoptimalisasi cardiac output dan pengiriman oksigen ke
jaringan  menggunakan pedoman tatalaksana dan terapi farmakologi yang
tepat.

 Pediatric Life Support  C, A, B (American Hearth Association)

1. Circulation

 Kompresi dada harus dilakukan Ketika HR dibwah 60 dengan tanda-tanda


penurunan perfusi organ.
 Orang ke 1: Kompresi dada, Orang ke 2: menyiapkan ventilasi (sgt penting pada
pasien pediatric arrest)
 Syarat CPR yg baik: permukaan tempat harus rata da keras, kedalaman CPR 1/3 -
1/2 dari diameter anterior dan posterior dada dengan pengembangan balik dada
lengkap, Jumlah kompresi 100x/min, pemberian nadas 8-10x/min

2. Airway
 Kendala Saat airway: Adanya kelemahan tonus otot dikarenakan oleh
penghambatan pada jaringan mandibula, ex: lidah, jaringan sekitar, tulang
mandibula
 Yang harus dilakukan: head thil chin lift  jika ga ada trauma kepala atau leher
& Jaw Thrust  jika ada trauma kepala dan leher.
 Harusnya dilakukan intubasi tapi pada short period  mask bag sama efektifnya
atau mask bag digunakan saat pertolongan awal sblm intubasi
 Ketika udh dipasang intubasinya setelah itu dinilai apakah tempatnya sudah
tepat  pergerakan dinding dada, simetris bilateral auscultasi.
 Jika setelah intubasi ga membaik kemungkinan  Kesalahan posisi tube, adanya
obstruksi, pneumothorax dan alatnya rusak.

3. Breathing

 Pemberian 100% oksigen dlm 8-10x/min saat CPR atau 12-20x/min untuk pasien
yang sudah dalam perfsuion rhytem.
 Penanganan ga boleh hiperventilasi

4. Drugs
 Ketika Sudah CAB tidak membaik
 Jika intravascular akses tidak terpasang pemberian obat dapat dilakukan melalui
intraoseus.
 Epinefrin  meningkatkan resistensi vascular dan meningkatkan aliran darah
coroner.
 Sodium bikarbonat (penggunaan rutin tidak direkomendasikan) untuk
mengobati toxidromes atau hyperkalemic arrest.  impaired cardiac function
 Calcium  digunakan apabila ada hypokalsemia, overdosis CCB, hypomagnesia
atau hypokalemia.
 Pemberian glukosa  apabila ada hipoglikemia
 Defibrilasi dilakukan apabila ditemukan irama Ventrikel Fibrilasi atau Ventrikel
Takikardi (Disertai CPR)
 Cardiovesi dilakukan apabila ditemukan irama SVT  untuk menjaga agar irama
menjadi VT atau VF
 Defib kedua dikasih epinefrin, kalo masih gagal kasih amiodarone.

8. Gagal Nafas/Respiratory Failure

 Etiologi:
 Hypoxemic Respiratory Failure  Tidak berjalan baiknya mekanisme ventilasi
dan perfusi (Perfusi paru tidak adequate untuk melakukan pertukaran udara 
darah yang tidak teroksigenasi yang terdapat pada alveoli).
 Hypercarbic Respiratory Failure  Tidak adequatnya alveolar ventilasi
menyebabkan berkurangnya waktu untuk terjadi pertukaran udara
 Respiratory failure dapat terjadi dengan ARDS, Tandanya  7 hari dengan
mengetahui klinis yang buruk, kegagalan nafas tidak dapat di akibatkan oleh
cardiac failure atau overload cairan, rontgen dada didapatkan infiltrate baru
yang disertai dengan acute parenkymal disease, perbaikan apabila diberikan
oksigen.
 Penyebab ARDS  SEPSIS, BURN INJURY, INFLAMASI YANG MENYEBABKAN
PULMONARY EDEMA,SHOCK.

 Manifestasi klinis:
 Early sign: Tacypnea & Takikardi
 Further progression: dypsneu, grunting, penggunaan nafas dengan otot dada,
diaporesis.
 Late sign: sianosis, perubahan mental status.

 Laboratorium dan imaging study:


 Atelektasis, Hyperinflasi, dyfuse infiltrate, pulmonary edema.
 Bronkoskopi untuk melihat ada sumbatan pada airway  rontgen bisa normal
jika terjadi sumbatan airway
 Pulse oksimetri
 Arterial blood gas  gold standar melihat kadar CO2  Menganalisis keparahan
oksigenasi dalam darah.

 Diferensial Diagnosis Respiratory Failure


 Terjadi penurunan fungsi alveolar pada ARDS  Cardiogenic pulmonary edema,
pneumonia (bacterial, viral, fungal dan aspirasi), intertistial lung disease,
bronchiolitis.
 Hyperbaric respiratory failure  penggunaan obat (opioid, barbiturate),
neurogical abnormalities (trauma cervical spine, botulism, anterior horn
disease), penyakit yang meyebabkan resistensi pada aliran udara (croup, vocal
cord paralysis)
 Mixed form  terjadi karena 2 patofisiologi penyakit. Ex: asma  peningkatan
secret mencetuskan (atelectasis dan hypoxia), penyempitan airflow pada saluran
nafas mencetuskan hypercarbia.

 Treatment:
 Bag/mask ventilation  untuk apnea
 Nasal kanul  pasien stabil di room air
 Intubasi dan ventilasi mekanik  klo saturasinya turun
 Perbaiki underlying diseasenya
 Komplikasi:
 Multiple organ disfungsion  karena terjadi hypoxia
 Komplikasi yang berkaitan dengan ventilasi mekanik: Pneumomediastinum,
pneumothorax, lung injury (loss of functional residual capacity)

 Prognosis:
 Prognosis bergantung pada etiologynya  klo karena bronkiolitis dan asma baik.
Mortality rate rendah 1%.
 ARDS mortality rate  18-35%

 Prevention:
 Imunisasi untuk menghindari dari pertussis, influenza dll
 Penanganan penyakit asma yg baik
 Pasif imunisasi dengan immunoglobulin
 Mencegah trauma pada dada.

9. SHOCK

 Etiology dan Epidemilogy


 Konsep: adanya perfusi oksigen dalam darah yang tidak adekuat untuk jaringan
melakukan metabolisme.
 Cardiac volume: stroke volume x hearth rate.
 Stroke volume : berhubungan dengan preload (myocardial end diastolic fiber
length), afterload (resistensi vascular) dan inotropy (myocardial contractility).
 Pada neonates  contractilitas myocardium relative kecil  cardiac output
turun  hearth rate meningkat.
 Saat anak sudah mulai besar  cardiac output lebih efisien sehingga
kompensasi dimediasi oleh neurohormonal yang mengubah vascular tone 
meningkatkan venous return, menurunkan resistensi vascular, meningkatkan
kontraktilitas myocardium.

 Shock Hypovolemia
 Konsep: kekurangan cairan pada intravascular  karena pengeluaran cairan
yang banyak atau intake cairan yang sedikit.  Muntah, diare, trauma
perdarahan, capillary leak syndrome)
 Kompensasi: kekurangan cairan di intravascular  preload, stroke volume,
cardiac output berkurang  hearth rate meningkat & kontraktilitas myocardium
meningkat.
 Akibat jika tak segera ditangani: peningkatan hearth rate tidak akan
meningkatkan coronary blood flow (darahnya ga ada), peningkatan resitensi
vascular meningkatkan myocardial oksigen consumption, sitokin dan vasoactive
peptide dapat mengubah vascular tone yang nantinya akan melepaskan
mediator inflamasi lain yang dapat merusak organ lebih jauh.
 Symptom: dehidrasi, pallor,urine output berkurang, takikardi.

 Shock Distributif
 Konsep: abnormalitas distribusi darah ke tubuh meskipun cardiac outputnya
normal. Maldistribusi ini dipengaruhi oleh abnormalitas vascular tone.
 Penyebab tersering: anaphylaxis, septic shock, neurogical injury & obat-obatan
 Shock distributive biasanya disertai dengan SIRS (SOFA SSCORE)
 Symptom: ekstremitas dingin, crt < 2s, hypotensi, biasanya ada demam,
lethargie, ptekie, purpura.

 Cardiogenic Shock
 Konsep: abnormalitas dari myocardium function  pompa jantung tidak
adekuat  jaringan tidak teraliri darah yg mengandung oksigen (perfusi jelek).
 Kompensasi: cardiac output jelek  Neurohormonal penyebab vasokonstrksi
meningkat  Takikardi dapat mempengaruhialiran darah coroner yang mana
dapat menurunkan myocardial oxygen delivery
 Penyebab cardiogenic shock pada anak: congenital hearth disease. Secondary:
myocarditis, metabolic abnormality, dysritmia.
 Symptom: takikardi, takipneu, galop jantung, distensi vena jugular. Karena renal
blood flow rendah makan akan ada oliguria dan anuria.

 Obstruction Shock
 Konsep: adanya hambatan pada jalur penyebaran darah ke seluruh tubuh 
hipoperfusi
 Penyebab: congenital lesion (koartasio aorta, stenosis aortic valvular,
cardiomiopaty hypertropic)
 Symptom: crt< 2s, pulse pressure sempit, pembesaran hati, terjadi distensi vea
jugularis

 Disosiatif Shock
 Konsep: Perfusi jaringan normal tapi sel-sel dalam jaringan tidak dapat
menggunakan oksigen karena ada kelainan pada afinitas hemoglobing
 Symptom: takikardi, takipneu, perubahan mental status.
 Laboratory and Imaging Studies Shock
 Pemeriksaan arterial blood gas dan kadar laktat darah  untuk melihat kadar
oksigen dalam jaringan
 Penghitungan darah lengkap untuk menilai intravascular volume setelah
perdarahan
 Kadar elektolit untuk mengidentifikasi abnormalities dari kehilangan cairan
 Culture bakteri dan virus  curiga shock distributive krn sepsis
 EKG  melihat kelainan jantung pada shock cardiogenik

 Diferensial Diagnosis Shock


 Terapi Shock
 Prinsip umum: mengenali shock sedini mungkin. Terapi awal tiap jenis shock
adalah Resusitasi ABC. Terapi lanjutannya ialah menangani penyebab
underlaying diseasenya.  Tujuan: mengurangi kerja cardiopulmonal
(memastikan cardiac output , tekanan darah dan pertukaran gas adequate.),
melancarkan oksigenasi, memperbaiki venous return

 Fluid Resucitation
 Pemberian larutan kristaloid isotonik 20ml/kg bolus –-> dosis diulang hingga
pasien sadar  klo ga membaik di kasih koloid (tapi ga boleh jangka Panjang)
 Monitoring terapi cairan dengan melihat cardiac output dan central venous
pressure.
 Cardiovascular therapy
 Penggunaan obat inotropic, ketokolamin dan vasodilator.
 Terapi awal kasih dopamine 5-20 micogram/kg per menit
 Pada pasien shock yang ridak tekompensasi : epinefrin dan norepinefrin.

 Respiratory support
 Paru merupakan target utama media inflamasi apabila shock diikuti SIRS 
Meningkatkan resiko gagal nafas
 Penangan tersebut butuh ETT, Mechanical ventilation dgn sumplementasi
oksigen dan PEP
 Pada pasien cardiopulmonal failure berat berikan nitric oxide inhalasi.

 Komplikasi Shock
 Karena jeleknya aliran darah menuju ginjal akan menyebabkan prerenal
azotemia (oliguria/anuria)  Jangka panjang bisa jadi acute tubular nekrosis /
ATN(susah dibenerin)
 ATN  Perbandingan serum BUN : Creatinin = 10:1, sodium urine level <
20meq/L
 Komplikasi mayor shock  merusak multiple organ  meningkatkan resiko
mortalitas yang lebih besar.

10. Trauma

 Assesment dan Resusitasi


 Rapid assessment prehospital  ABC, Imobilisasi dan Transportasion.
 Tahap Asssment di hospital  Primary survey, Resusitasi, Secondary survey,
Monitoring post resusitasi dan definitive care
 Primary Survey  ABCDE
 Secondary Survey  Head to toe examination  pemeriksaan harus hati2 utk
melihat apakah ada cedera yg mengancam jiwa yang disebabkan oleh cedera.
 Tertiary survey  Repeat primary & secondary survey, menilai hasil lab dan
radiologi dalam 24 jam.
 Etiologi Trauma pada anak
 Konsep: ada interaksi antara host (anak) dengan agent (kendaraan) melalui
vector lingkungan (jalan, kolam).
 Umur akan mempengaruhi host dengan jenis agent dan einvorment
 Pembekapan (83%)
 Kecelakaan kendaraan (66%)
 Tenggelam (31%)

 Laboratorium dan Imaging pada trauma

 Manifestasi Trauma Anak


1. Spinal Cord Trauma  SCIWORA (Spinal Cord Injury Without Radiological
Abnormality)
 Cervical spine harus di imobilisasi hingga spinal cord injury di
kesampingkan  imature kolum vertebra pada anak dapat
menyebabkan regangan pada akar saraf saraf dengan tidak
ditemukannya abnormalitas radiologi.

2. Trauma Thorax
 Paling sering : kontusio pulmonal, pneumothorax dan fraktur iga
 Trauma tumpul pada anak dapat ditangani tanpa operasi dengan
pemberian supportive terapi yang tepat dengan okigenasi dan ventilasi
yang adekuat.

3. Spleen Injury
 Harus di curigai apabila terjadi trauma pada bagian abdominal left upper
quadrant  kehr sign (krn adanya iritasi diafragma)
 Bisa dilakukan tatalaksana non operatif
 Jika akan dilakukan splenektomi  Harus diberikan profilaksis penicillin

4. Liver Trauma
 Morbiditas tinggi
 Manifestasi hampir sama kaya spleen injury tapi beda kuadran.
 Bisa dilakukan tatalaksana non operatif tapi membutuhkan observasi
yang sangat ketat
5. Renal Injury
 Biasanya di diagnosis dengan adanya Riwayat kencing darah atau
proteinuria saat anamnesis
 Atau dengan pemeriksaan CT Scan
 Low grade renal injury  bed rest, kateter, monitoring proses
penyembuhan dengan USG atau CT Scan
 Pembedahan dilakukan apabila terdapat urinary obstruction yg
disebabkan karena adanya cloth

6. Pancreatic Injury
 Diagnosisnya susah  adanya nyeri tekan abdominal, muntah-muntah
disertai dengan peningkatan enzim amilase dan lipase (terjadi setelah
beberapa hari mengalami cedera)
 Adanya hemorraghic instability  perdadarahan peritoneal
 Terapi non operatif bisa dilakukan apabila terjadi kontusio tapi klo ada
ductal injury harus dilakukan operasi

7. Intestinal Injury
 Perut yang penuh lebih mudah perforasi dibanding perut yang kosong
apabila terjadi cedera.
 Biasanya perforasinya pada (ligamentum treitz, katup ileocecal,
ascending dan descending peritoneal)
 Hematom organ  non operatif, Pneumoperitoneum  Operatif

11. Drowning

 Etiology dan Epidemiologi


 Merupakan masuknya cairan kedalam saluran nafas  masuknya sedikit jumlah
cairan ke laring  memicu napas yg menyebabkan laringospasme 
laringospasme menyebabkan aspirasi isi lambung ke paru-paru 
mengancurkan surfaktan dan alveolitis  hypoxemia
 Merupakan kasus signifikan yang menyebabkan kematian. Jumlah laki-laki lebih
banyak disbanding Wanita

 Manifestasi Klinis
 Tacypnea, Tacycardia, Meningkatnya kerja nafas, menurunnya suara nafas,
perubahan status mental, hypotermia

 Laboratorium dan Imaging Studies


 Analisa gas darah arteri, peningkatan enxim pada hati, serum elektrolit
 Tatalaksana Drowning
 Primary Survey: ABC
 Imobilisasi servical spine  adanya kemungkinan cedera krn jatoh
 Pemberian oksigen sampai saturasi tercapai
 Rewarming untuk menghindari hipotermia
 Observasi ketat 6-12 jam di rumah sakit  ngelihat ada komplikasi pulmonal jika
keadaan stabil
 Jika ada trauma paru, bahaya jantung dan neurologi masukin ke ICU.

 Prognosis
 Bergantung sama sukses atau tidaknya resusitasi dan adanya keparahan hypoxic
iskemic injury pada otak.
 GCS 5 atau dibawahnya, adanya koma, kejang dan dilatasi pupil memiliki
prognosis yang buruk.

12. Burn Injury

 Etiologi
 Adanya distrupsi dari 3 faktor utama yaitu fungsi kulit, regulasi heat
loss/ penjagaan cairan tubuh, dan barrier pada infeksi.
 Luka bakar  mengaktifkan media inflamasi dan media vasoaktif 
meningkatkan permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, dan
penurunan cardiac output  hypermetabolic (peningkatan pengeluaran
energi saat fase istirahat & peningkatan katabolisme protein)

 Epidemiologi
 Luka bakar lebih sering pada anak yang lebih muda di banding anak yg
lebih tua
 Laki-laki lebih sering terkena luka bakar
 Biasanya dapet dirumah  terkena api, tersengat listrik dan chmical
burn

 Manifestasi Klinis
 Pada pasien luka bakar dalamnya luka harus dinilai melalui clinical
appearance
 Derajat 1 (Superficial)  lapisan epidermis  Kemerahan, nyeri, dan
kering  akan sembuh dalam 2-5 hari tanpa ada skar

 Derajat 2A (Superficial partial thickness)  lapisan epidermis dan


dermis  blister (+), setelah debridemen eritema, basah, nyeri dan
pucat apabila ditekan.  akan sembuh 7-21 hari tanpa butuh skin graft
dan tanpa skar.
 Derajat 2B (Deep partial thickness)  lapisan epidermis dan dermis
blister (+), warna kulit pucat, mottled skin, lebih tidak nyeri di banding
burn injury derajar 2A  Membutuhkan eksisi dan skin graft.

 Derajat 3 & 4 (Full thickness)  lapisan seluruh kulit  ada banyak


warna kulitnya kering, pucat, dark red, coklat dan hitam.  butuh
operasi dan rekonstruksi & grafting.

 Inhalation Injury  harus di suspek klo ada luka bakar facia, rambut
hidung hangus, sputum berwarna hitam. Suara serak ada indikasi cedera
pada subglotis.  Menyebabkan bronchospasm, inflamasi airway, &
terganggunya fungsi pulmonal & intake makan susah masuk.

 Metode untuk mengukur derajat luka bakar pada anak:

 Area yg beresiko terkena luka bakar: wajah, mata, telinga, telapak kaki,
telapak tangan dan perineum.

 Laboratory & Imaging Study Burn Injury


 Hitung darah lengkap, cross match blood, coagulation, arterial blood
gas, chest radiography (pada pasien luka berat)
 Untuk memeriksa inhalation injury  Sianida level, Carbohemoglobin
assessment

 Tatalaksana Burn Injury


 ABC Resusitasion  Airway paling harus diperhatikan utk melihat
adanya inhalation injury.
o Jika ada kecurigaan Inhalation injury segera intubasi dan berikan
100% oksigen lembab.

 Fluid Management
o Cedera luka bakar yang signifikan  Bolus 20ml/kgbb Ringer
laktat
o Formula resusitasi cairan bergantung oleh berapa persen luka
bakar pada tubuh. Total Fluid 2-4ml/kgbb/%luka bakar  cairan
dibagi 2  8 jam & untuk 16 jam setelahnya.
o Marker klo perfusi sudah adekuat 1ml/kgbb/jam.

 Nutrisi
o Untuk merespon hypermetabolic
o Nutrisi masuk tergantung klinis  enteral atau parenteral
o Untuk memperbaiki hyperkatabolik  pain control, glukosa
control dan penggunaan obat anabolic sterois (oxandrolone dan
propranolol)

 Wound Care
o Untuk mencegah kolonisasi bakteri pada luka yg menyebabkan
infeksi sekunder, mengurangi evaporasi cairan tubuh, dan
sebagai pain control.
o Macam2 skin graft  Cadaver allograft, porcine xenograft
o Graft skin untuk full thickness burn injury  skin autograft dan
skin subtitutes.

 Komplikasi Burn Injury


13. Poisoning/Keracunan

 Etiologi Poisoning
 Kosmetik
 Sabun pembersih
 Personal care product
 Analgesik
 Anak usia di bawah 13 tahun laki-laki lebih banyak kena exposure
poison. Tapi anak perempuan usia remaja lebih banyak terkena
exposure poison.

 Manifestasi Klinis
 Perubahan mental status
 Kejang
 Cardiovascular Compromise
 Abnormalitas metabolic
 MK berdasarkan bahan penyebab keracunan:
 Komplikasi poisoning
 Koma
o Gejala yg paling sering tapi harus di diagnosis lain dengan
penyebab lain seperti kelainan cerebrovascular, asfixia &
meningitis

 Direct Toxicity
o Keracunan hydrocarbon: pneumonia aspirasi  pulmonary
toxicity. Ketika tertelan kelambung: bikin mual.
o Alkali liquid: nekrosis esofagus atau orofaring  jika sembuh
akan jadi striktur  resiko jangka Panjang jadi esophageal
carcinoma.
o Keracunan baterai bisa menyebabkan mucosal damage injury
pada esofagus  esophageal burn & erosion  baterai diambil
fengan endoskopi.
o Keracunan asam : menyebabkan proses koagulasi  nekrosis
organ (paru, oral organ, esophagus & lambung) 
menyebabkan terbatasnya kerusakan mukosa yg rusak  jadi
jika keracunan ga lebih parah dari keracunan alkali

 Metabolic Asidosis
o Assesment pada keracunan
 Dysritmia
o QT Interval memanjang: Keracunan phenotiazine atau
antihistamin
o QRS lebar: keracunan antidepresan dan quinidine
o Sinus bradikardi: Digoxin, cyanide, chlorgenic agent atau beta
blocker

 Gastrointestinal Symptoms
o Emesis, Nausea, Abdominal cramp dan diare

 Seizure

 Laboratory and Imaging Study Poisoning


 Agen pemeriksaan toxic spesifik
 Pengukuran arterial blood gas, elektrolit, osmol dan glukosa
 Pengukuran anion gap atau osmolar gap
 Urine test
 Treatment Poisoning
 Supportive care
o Amankan prosedur ABC
o Glukosa (1gr/kg), 100% Oxygen dan Naloxone

 GastroIntestinal Decontamination
o Bilas Lambung  lack of efikasi (ga dilakukan rutin)
o Single dose activated charcoal  menurunkan absorbsi racun.
Charcoal ga efektif untuk keracunan (corrosive agents,
hydrocarbon, heavy metals, glycol.
o Cathartic (Sorbitol atau magnesium sulfat) dengan kombinasi
charcoal.
o Irigasi dengan polyethylene glycol  berguna untuk toxic
ingestion (iron, zink dan illicit drugs)

 Enchanced elimination
o Multiple dose activated charcoal  harus dipertimbangkan jika
pasien teracuni carbamazepine, dapsone, phenobarbital,
theopiline
o Alkalinisasi Urine  untuk keracunan salisilat atau metrotrexat
o Dialisis  untuk keracunan methanol, ethy glycol, bromide,
lithium, salisilat, theopiline.

 Spesifik Antidotes
14. Sedasi dan Analgesia

Anda mungkin juga menyukai