Perbaikan Proposal Pak Mansyur

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 41

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BEHAVIORAL DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF


NON-VERBAL SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PALU

Oleh
ANIS
No.Stb. A 501 11 034

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2016
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Layanan bimbingan dan konseling adalah layanan yang bertujuan untuk

mengembangkan tingkah laku yang efektif sehingga mampu meningkatkan

keterampilan–keterampilan,bakat dan minat yang ada dalam diri induvidu.

Layanan ini juga diberikan kepada siswa dalam membantu mengubah individu

atau kelompok yang mengalami penyimpangan perilaku agar dapat berperilaku

yang baik. Perilaku menyimpang adalah sikap dan tingkah laku negatif yang

ditunjukkan oleh siswa disekolah,sikap ini dapat menimbulkan masalah bagi

siswa yang bersangkutan maupun siswa lainnya. Contoh perilaku menyimpang

siswa diantaranya berkelahi, sering mengganggu teman yang sedang belajar,

merusak fasilitas sekolah, membolos, dan sering datang terlambat. Keberhasilan

pelayanan bimbingan dan konseling dapat dilihat dari perubahan perilaku yang

ditunjukkan siswa ke arah yang lebih positif, seperti menurunnya perilaku agresif

pada siswa.

Perilaku agresif non-verbal adalah segala bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan sengaja

yang terdorong untuk menghindari perlakuan tersebut. Pengertian ini

menunjukkan bahwa suatu perilaku dikatakan agresif jika perilaku tersebut


disengaja untuk menimbulkan rasa sakit kepada makhluk hidup yang dituju,

dimana makhluk hidup yang menjadi sasaran perilaku tersebut dengan sadar

untuk menghindar atau menyelamatkan diri. Akhir-akhir ini, banyak siswa yang

berperilaku agresif yang sering kali terjadi dilingkungan sekolah khususnya

agresif non-verbal. perilaku agresif non-verbal adalah adanya keinginan untuk

melakukan perilaku negatif atau kekerasan guna menyakiti orang lain atau

merusak suatu benda yang dilakukan secara fisik.

Berdasarkan hasil observasi hasil observasi selama melakukan PPLT di

SMA Negeri 9 Palu, bahwa peneliti menemukan adanya siswa yang berperilaku

agresif non-verbal hal ini dapat dilihat dimana ketika proses belajar sedang

berlangsung terlihat jelas bahwa ada beberapa siswa yang mengganggu temannya

yang sedang belajar seperti melempari temannya dengan kertas, merampas paksa

barang milik temannya, memukul serta mendorong temannya. Selain itu ketika

jam istirahat berlangsung, ada beberapa diantara siswa yang berada didalam kelas

mencoret coreti dinding kelas, menendang kursi dan meja, dan menendang pintu

kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Pembimbing di SMA Negeri 9

Palu diketahui bahwa ada beberapa siswa yang sering berurusan dengan guru

Pembimbing karena kasus berkelahi dan merusak fasilitas sekolah, seperti: papan

tulis, kursi dan meja.

Perilaku agresif non-verbal sangat merugikan siswa jika tidak segera

mendapat penanganan dan perhatian khusus, siswa akan sering mendapat

teguran dan hukuman dari guru di sekolah, siswa akan dijauhi atau terisolir dari
teman-temannya, sehingga dapat menyebabkan proses belajar dan perkembangan

sosial siswa di sekolah terganggu. Oleh karena itu, agar siswa dapat menjadi

pribadi yang lebih baik dan proses belajarnya berjalan dengan lancar, maka perlu

bagi peneliti untuk melakukan alternatif penyelesaian masalah dengan

memberikan konseling kelompok behavioral untuk penyelesaian masalah siswa

yang berperilaku agresif non-verbal.

Konseling kelompok behavioral dianggap sebagai pengentasan masalah

yang tepat untuk mengatasi perilaku perilaku yang maladaptif seperti perilaku

agresif non-verbal, Sebagaimana yang telah diketahui bahwa konseling

behavioral adalah konseling yang menekankan pada tingkah laku manusia

yang pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan dan segenap

tingkah lakunya itu dipelajari atau diperoleh karena proses latihan (Corey

dalam Koswara, 1988: 198). Pelaksanaan konseling kelompok behavioral

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang melalui

dinamika kelompok untuk membantu konseli dalam mengungkapkan setiap

permasalahannya secara terbuka.

Berdasarkan masalah dan kenyataan yang ditemukan di lapangan, maka

peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang “Efektivitas Layanan Konseling

Kelompok Behavioral Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Non-Verbal Siswa

Kelas X SMA Negeri 9 Palu”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku agresif non-verbal siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu

sebelum dan sesudah dilaksanakan konseling kelompok behavioral?

2. Apakah konseling kelompok behavioral dapat mengurangi perilaku agresif

non-verbal Siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Mendeskripsikan perilaku agresif non-verbal siswa kelas X SMA Negeri 9

Palu sebelum dan sesudah dilaksanakan konseling kelompok behavioral.

2. Menjelaskan pengaruh konseling kelompok behavioral untuk mengurangi

perilaku agresif non-verbal Siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu.

1.1 Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini mempunyai manfaat untuk memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya

bimbingan dan konseling terkait masalah perilaku agresif non-verbal

disekolah agar bisa ditangani lebih serius sehingga siswa dapat berperilaku

sesuai dengan norma yang ada dan aturan disekolah maupun dilingkungan

masyarakat.
2) Manfaat Praktis

1) Bagi siswa, memberikan pemahaman bagi siswa mengingat begitu

pentingnya mengikuti layanan konseling kelompok behavioral sebagai

upaya mereduksi perilaku agresif non-verbal dan mempertahankan

perubahan perilaku sesuai dengan komitmen yang telah disepakati

2) Bagi guru bimbingan dan konseling, diharapkan dari penelitian ini dapat

bermanfaat dan dijadikan sebagai bahan masukan agar lebih memahami

dan meningkatkan pola-pola bimbingan dan pemberian layanan yang

tepat dengan menerapkan konseling kelompok behavioral sehingga

tercapai tujuan dalam mengatasi perilaku agresif non-verbal siswa.

3) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau

referensi untuk mengkaji lebih dalam sejauh mana efektivitas konseling

kelompok behavioral dalam mereduksi perilaku agresif non-verbal

siswa.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan

oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan, dasar dalam

menyusun penelitian. Adapun penelitian yang relevan adalah sebagai berikut :

Penelitian yang dilakukan oleh Marsellinus K. Toby pada tahun 2014 yang

berjudul “ Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Perilaku Agresif

Non-verbal Siswa Kelas XI SMA Katolik Santo Andreas Palu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perilaku agresif non-verbal sebelum dilaksanakan

konseling kelompok yaitu 55,5%sedangkan sesudah mengikuti layanan konseling

kelompok rata-rata skor siswa menjadi 30,5%, dari hasil perhitungan tersebut

berarti selisih rata-rata antara perilaku agresif non-verbal siswa sesudah

mengikuti layanan konseling kelompok menurun sekitar 25%. Hal ini juga

terlihat pada klasifikasi penurunan perilaku agresif non-verbal siswa yang

mengalami penurunan perilaku agresif siswa non-verbal sebesar 87,5% siswa.

Kesimpulan penelitian tersebut adalah ada pengaruh positif pelaksanakan

konseling kelompok terhadap perilaku agresif non-verbal sehingga perilaku

tersebut menjadi menurun.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Novi Kristina (2011:64)

dengan judul Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Perilaku Agresif


Pada Siswa Kelas VIII MTs At Taqwa Jatingarang Bodeh Pemalang. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari hasil analisis nilai rata-rata tes awal

dan tes akhir, diperoleh angka t hitung = 2,208. Pada taraf signifikan 5 % dengan dk

= 40-1 = 39 diperoleh angka t tabel sebesar 1,681. Perhitungan uji-t dinyatakan

signifikan sehingga kesimpulan penelitian tersebut adalah ada pengaruh positif

layanan konseling kelompok terhadap perilaku agresif siswa kelas VIII MTs At

Taqwa Jatingarang Bodeh Tahun Pelajaran 2010/2011.

Selain itu, Penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Dharsana pada tahun

2014 dengan judul ”Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Modeling

Untuk Meminimalisir Perilaku Agresif Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2

Singaraja“. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil penelitian siklus I

siswa yang mengalami perilaku agresif dari kategori tinggi menjadi sedang.

Kemudian setelah pemberian layanan pada siklus II siswa yang memiliki

perilaku agresif dari kategori sedang menjadi rendah dan sangat rendah.

Sehingga kesimpulan penelitian tersebut adalah penerapan konseling behavioral

dengan teknik modeling dapat meminimalisir perilaku agresif siswa kelas XI

Bahasa SMA Negeri 2 Singaraja.

Berdasarkan dari hasil penelitian relevan di atas, terdapat kesamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan, yaitu efektivitas konseling kelompok behavioral

dalam mengurangi perilaku agresis non-verbal pada siswa.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konseling Kelompok Behavioral


1. Pengertian Konseling Kelompok Behavioral

Konseling kelompok (group counseling) merupakan salah satu bentuk

konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi

umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok

dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group

dynamic).

Konseling kelompok behavioral berfokus pada usaha membantu siswa

dalam melakukan perubahan perilaku dengan menaruh perhatian pada

perkembangan dan penyesuaian sehari hari, misalnya modifikasi tingkah

laku, pengembangan keterampilan hubungan personal,nilai, sikap atau

membuat keputusan karier. Konseling kelompok behavioral merupakan

salah satu bentuk terapetik yang berhubungan dengan pemberian bantuan

berupa pengalaman penyesuaian dan perkembangan induvidu. Gerald

Corey (2010:193) menyatakan bahwa

terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan


prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.
Konseling kelompok behavior adalah salah satu teknik yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah tingkah laku yang
ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dilakukan melalui
proses belajar agar orang bisa bertindak dan bertingkah laku
lebih efektif dan efesien. Aktivitas inilah yang disebut belajar.
Senada dengan pendapat Gerald Corey, Menurut Krumboltz dan

Thoresen, (dalam Surya 2003:23) menjelaskan bahwa

konseling kelompok behavioral adalah suatu proses membantu


orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal,
emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah belajar
dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor
membantu orang (siswa) belajar atau mengubah perilaku.
Konselor berperan membantu dalam proses belajar dengan
menciptakan kondisi yang sedemikan rupa sehingga siswa
dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas mengenai pengertian

konseling kelompok behavioral peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada

intinya konseling kelompok behavioral merupakan salah satu teknik

konseling yang menekankan pada proses pembelajaran yang digunakan

oleh seorang konselor kepada siswa dalam membantu mengubah siswa

atau kelompok yang mengalami penyimpangan perilaku (maladaptif)

menjadi perilaku yang adaptif.

2. Tujuan Konseling Kelompok Behavioral

Tujuan konseling kelompok behavioral pada dasarnya dibedakan

menjadi dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis

yaitu berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses

konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan siswa

dan masalah yang dihadapi siswa (konseli). Menurut Wolpe (dalam Willis

2013:70) mengatakan bahwa” tujuan konseling behavioral adalah untuk

membantu siswa membuang respon-respon yang lama, yang merusak diri,

dan kemudian mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat”.

Menurut George dan Cristiani (dalam Latifun 2003:113) menyatakan

bahwa
Tujuan konseling kelompok behavioral adalah mencapai
kehidupan tanpa mengalami perilaku simptomatik, yaitu
kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku,
yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang
dan/atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial. Dan
secara khusus, untuk mengubah perilaku salah dalam
penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang
diharapkan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan
serta membantu menemukan cara-cara berperilaku sehat.

Corey (dalam Singgih D. Gunarsa 2000:205) mengatakan bahwa”

tujuan terapi tingkah laku adalah untuk menghilangkan perilaku yang tidak

sesuai dan belajar berperilaku yang lebih efektif. Yakni memusatkan pada

faktor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa

dilakukan terhadap perilaku yang menjadi masalah”.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa tujuan dari konseling behavioral adalah untuk

memperoleh perilaku yang diharapkan, mengeliminasi perilaku yang

maladaptif dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang

diinginkan dan belajar berperilaku yang lebih efektif sehingga

menghasilkan perilaku-perilaku yang jelas dan lebih baik.

3). Teknik-teknik Konseling kelompok Behavioral

Didalam kegiatan konseling kelompok behavioral (perilaku),tidak ada

suatu teknik konselingpun yang selalu harus digunakan, akan tetapi teknik

yang dirasa kurang baik dieliminasi dan diganti dengan teknik yang baru.
Dimana teknik teknik konseling itu harus disesuaikan dengan kebutuhan

siswa dengan mempertimbangkan teknik-teknik lain secara alternatif guna

tercapainya tujuan konseling kelompok behavioral yaitu perubahan

perilaku siswa. Adapun teknik-teknik konseling kelompok behavioral

menurut Krumboltz dan Thoresen (dalam Willis 2013:71) mengemukakan

yaitu:

1) Desensitisasi sistematik (systematic desensitization),


teknik ini bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon
yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien.
Teknik ini tak dapat berjalan tanpa teknik relaksasi. 2)
Assertive training, merupakan teknik dalam konseling
behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami
kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam
menyatakannya. Sebagai contoh ingin marah,tapi tetap
berespon manis. 3) Aversion therapy, teknik ini bertujuan untuk
menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku
positif. Hukuman bisa dengan kejutan listrik,atau memberi
ramuan yang membuat orang muntah. 4) Home-work, yaitu
suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu
menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya ialah
dengan memberi tugas rumah untuk satu minggu.
Goldenberg (dalam Latifun 2003:118) didalam konseling kelompok

behavioral memiliki sejumlah teknik spesifik yang digunakan untuk

melakukan pegubahan perilaku berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.

Teknik-tekni spesifik tersebut diantaranya:

(1) Desentisasi sistematis,merupakan teknik relaksasi yang


digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara
negatif biasanya berupa kecemasan, dan ia menyertakan respon
yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. (2)
Terapi implosif dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa
seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu
situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi
yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan
menghilang. (3) Latihan asertif digunakan untuk melatih
induvidu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. (4) Pengkondisian
aversi, teknik ini dilakukan untuk keredakan perilaku
simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak
menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak
dikehendaki (simptomatik) tersebut terhambat kemunculannya.
(5) Pembentukan perilaku model, teknik ini digunakan untuk
membentuk perilaku baru pada klien dan memperkuat perilaku
yang sudah terbentuk. (6) Kontrak perilaku, persetujuan antara
dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah
perilaku tertentu pada diri klien.

Menurut Abimanyu (dalam Surya 2003:97) mengategorikan metode

konseling konseling kelompok behavioral menjadi empat teknik yaitu:

a) teknik Modeling, digunakan konselor sebagai strategi


terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau
menghilangkan rasa takut. Model disini dapat
menggunakan model yang sesungguhnya maupun
simbolis. b) teknik Relaksasi, adalah suatu teknik yang
dilakukan konselor untuk menenkankan pada klien tentang
bagaimana rileks. Relaksasi ini berguna untuk mencegah
dan menyembuhkan gejala-gejala stress, seperti klien
mengalami gangguan tidur, sakit kepala, tekanan darah
tinggi, kecemasan, dan kesulitan mengontrol amarah. c)
teknik Desensitisasi Sistematis, merupakan pendekatan
yang dilakukan konselor untuk mengubah tingkah laku
melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari
memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu
agar klien dapat mengurangi ketakutan atau ketegangan
dalam suasana tertentu. d) teknik Meditasi, suatu teknik
yang digunakan konselor untuk menguasai stress,
menurunkan darah tinggi yang dialami klien dan
menghilangkan kecemasan dengan duduk rileks
ditempat duduk yang enak, dan diruangan yang tenang,
dengan memerintahkan klien untuk memejamkan mata
dan menyuarakan bunyi atau kata yang kurang berarti
dan tidak ada pengaruhnya pada perasaan yang dialami
klien.

Berdasarkan dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan

diatas, sehingga peneliti dapat menyiimpulkan bahwa teknik-teknik dalam

konseling behavioral adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang

konselor untuk membantu klien (konseli) dalam pemecahan masalah

seperti masalah agresif non verbal dimana konselor dapat menggunakan

beberapa teknik yang ada sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh

klien karena tidak semua teknik yang ada dapat digunakan untuk kasus atau

masalah yang berbeda.

4). Ciri-ciri Konseling Behavioral

Konseling behavioral secara konsisten menaruh perhatian pada

perilaku yang tampak. Perilaku yang tidak tampak dan bersifat umum,

harus dirumuskan menjadi lebih spesifik karena dalam tujuan konseling

harus cermat, jelas dan dapat dicapai dengan prosedur tertentu. Menurut

George dan Cristiani (dalam Latifun 2003:113) mengemukakan bahwa

konseling behavioral itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Berfokus

pada perilaku yang tampak dan spesifik. 2) memerlukan kecermatan dalam

perumusan tujuan terapeutik. 3) Mengembangkan prosedur perlakuan

spesifik sesuai dengan masalah klien. 4) Penaksiran objektif atas tujuan

terapeutik.
Menurut Thoresen (dalam Corey 2010:88) adapun ciri-ciri konseling

behavioral yakni :

1) Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu


dapat dirubah. 2) Perubahan-perubahan khusus terhadap
lingkungan individual dapat membantu dalam merubah
perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling
berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan
dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungannya. 3)
Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya
“reinforcement” dan “socialmodeling”, dapat digunakan
untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling. 4)
Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari
perubahan-perubahandalam perilaku-perilaku khusus klien
diluar wawancara konselin. 5)Prosedur-prosedur konseling
tidak statik, tetap, atau ditentukansebelumnya, tetapi dapat
secara khusus didisain untuk membantu kliendalam
memecahkan masalah khusus
Beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan

kriteria atau ciri-ciri konseling behavioral maka akan sangat membantu

konselor dan klien dalam memilih prosedur perlakuan yang tepat, dan

sekaligus akan mempermudah bagi konselor mengevaluasi keberhasilan

konseling.

2.2.2 Perilaku Agresif non-Verbal

1. Pengertian Perilaku Agresif Non-Verbal

Perilaku agresif non-verbal merupakan perasaan emosi (amarah)

sebagai reaksi terhadap kegagalan siswa dalam berinteraksi sosial,

ditampakkan ataupun diekspresikan dalam bentuk perilaku secara fisik


terhadap orang atau benda yang menjadi sasaran dengan unsur

kesengajaan.

Menurut Baron dan Byrne (2004:47 ) bahwa “ perilaku Agresif non-

verbal adalah perilaku siswa yang bertujuan untuk melukai atau

mencelakakan siswa lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku

tersebut”.

Kartono (1991:13) menyatakan bahwa “ perilaku agresif non-verbal

adalah perilaku yang dilakukan seseorang yang dapat berbentuk

kemarahan yang diekspresikan, tindakan yang sewenang-wenang,

penyergapan, ancaman atau wujud perbuatan yang dapat menimbulkan

penderitaan dan kesakitan, perusakan dan tirani pada orang lain”.

Pendapat lain, menurut Berkowitz (1995:13) mengemukakan tujuan

perilaku agresif non-verbal adalah :

a)keinginan menyakiti sesama, b)keinginan untuk mempunyai


pengaruh atau kekuasaan atas orang lain, atau mendapatkan
citra diri yang baik, c) adanya paksaan,didorong oleh keinginan
untuk menerapkan niali-nilai dasarnya untuk mempertahankan
yang mereka anggap benar, d) meningkatkan status sosial, e)
mengembalikan konsep diri yang terancam, f) mendapat
dukungan orang lain

Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa perilaku agresif non-verbal adalah perilaku yang

cenderung untuk merugikan orang lain atau pun objek pengganti lainnya.

Perilaku agresif non-verbal juga secara umum merupakan perilaku yang

bertentangan dengan norma sosial yang berlaku di sekitar yang


berpotensi menimbulkan ketakutan tersendiri bagi objek yang dikenai

perlakuan. Akibatnya perilaku tersebut akan memunculkan dampak yang

negatif baik fisik maupun psikis.

2. Ciri-ciri Perilaku Agresif Non-Verbal

Menurut Reni dan Hawadi (2001:55) menyatakan bahwa “

karakteristik perilaku agresif non-verbal adalah bersikap senang

bermusuhan, senang menyerang secara fisik, sering melakukan

pelanggaran terhadap milik orang lain, atau mempunyai keinginan untuk

menguasai suatu hal tertentu”.

Senada dengan pendapat Reni dan Hawadi, Anantasari (2006:80),

adapun Anak-anak yang sering mengalami perilaku agresif non-verbal

biasanya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :

a)Perilaku menyerang; lebih menekankan pada suatu perilaku


untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan
secara sosial tidak dapat diterima. b) Perilaku menyakiti atau
merusak diri sendiri, orang lain, atau objek-objek penggantinya.
c) Perilaku yang melanggar norma sosial. d) Sikap bermusuhan
terhadap orang lain; perilaku agresif non-verbal yang mengacu
kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang ditujukan
untuk melukai orang lain. e) Perilaku agresif non-verbal yang
dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari melalui
pengalamannya dimasa lalu dalam proses pembelajaran
perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau
lingkungan yang mendorong perwujudan perilaku agresif non-
verbal.

Pendapat lain, menurut Alfiati (2002:7) menyatakan bahwa “ ciri-ciri

perilaku agresif non-verbal antara lain mengutamakan kebutuhan, perasaan

diri sendiri, mengabaikan hak dan perasaan orang lain, mendominasi


berkelahi, memukul serta perilaku destruktif lain yang mengganggu

kesenangan dan ketenangan orang lain”.

Mengacu dari pendapat diatas, dapat disimpulkan ciri-ciri perilaku

agresif non-verbal adalah seringkali menunjukkan perilaku untuk

menyakiti orang lain, yang didasari oleh sikap emosi atas reaksi terhadap

kegagalan individu yang ditunjukkan dalam bentuk perusakan terhadap

orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan

perbuatan. Perilaku agresif non-verbal berasal dari proses kognitif yang

terganggu.

3. Aspek Perilaku Agresif Non-verbal

Berbagai aspek perilaku agresif non-verbal yang biasanya

diperlihatkan oleh seseorang bermacam-macam yang meliputi beberapa

hal. Menurut Buss dan Perry (1992:58), terdapat empat aspek perilaku

agresif yang didasari dari tiga dimensi dasar yaitu motorik, afektif, dan

kognitif. Empat aspek perilaku agresif yang dimaksud yaitu:

a) Physical aggression (agresi fisik), yaitu tindakan agresi


yang bertujuan untuk menyakiti, mengganggu, atau
membahayakan orang lain melalui respon motorik dalam
bentuk fisik, seperti memukul, menendang, dan lain-lain. b)
Non-verbal aggression (agresi non verbal) yaitu tindakan agresi
yang bertujuan untuk menyakiti, mengganggu, atau
membahayakan orang lain dalam bentuk penolakan dan
ancaman terhadap orang lain. c) Anger (kemarahan), yaitu
emosi negatif yang disebabkan oleh harapan yang tidak
terpenuhi dan bentuk ekspresinya dapat menyakiti orang
lain serta dirinya sendiri. Beberapa bentuk anger adalah
perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana mengontrol
hal tersebut. Termasuk didalamnya adalah irritability, yaitu
mengenai temperamental, kecenderungan untuk cepat marah,
dan kesulitan mengendalikan amarah. d) Hostility
(permusuhan), yaitu tindakan yang mengekspresikan
kebencian, permusuhan, antagonisme, ataupun kemarahan
kepada pihak lain. Hostility adalah suatu bentuk agresi yang
tergolong agresi covert (tidak kelihatan). Hostility mewakili
komponen kognitif yang terdiri dari kebencian seperti cemburu
dan iri terhadap orang lain, dan kecurigaan seperti adanya
ketidakpercayaan, kekhawatiran.

Pendapat lain, Menurut Albin (2002:7) menyatakan bahwa “ aspek-

aspek perilaku agresif non-verbal seseorang meliputi aspek

pertahanan,aspek ketegasan, aspek perlawanan disiplin, aspek egosentris,

dan aspek superioritas’.

Selain itu, menurut Koeswara (1988:100) aspek perilaku agresif non-

verbal dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

a) Aspek prasangka (thingking ill of the other), memandang


buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional,
hal ini bisa dilihat bagaimana induvidu berprasangka pada
segala sesuatu yang dihadapinya. b) Aspek otoriter, yaitu
induvidu yang memiliki ciri kepribadian cenderung kaku
dalam memandang nilai-nilai konvensional, tidak bisa toleran
terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya maupun diri orang
lain, selalu curiga, sangat menaruh hormat, serta pengabdian
terhadap otoritas secara tidak wajar, hal ini dapat dilihat bahwa
induvidu menunjukkan sikap otoriter pada orang-orang
disekelilingnya.

Berdasarkan pendapat parah ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa aspek perilaku agresif non-verbal meliputi banyak hal diantaranya

adalah aspek pertahanan, aspek egosentris, aspek agresi fisik, aspek otoriter

dan masih banyak lagi aspek lainnya. Dimana aspek-aspek tersebut


mendorong seseorang untuk berperilaku kasar atau menunjukkan perilaku

agresif non-verbal terhadap orang lain.

4. Faktor Penyebab Perilaku Agresif Non-Verbal

Hal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku antisosial salah

satunya perilaku agresif non-verbal, yang disebabkan oleh beberapa

faktor pendorong. Seperti yang diungkapkan oleh Taylor, Peplau, & Sears

(2009), perilaku agresif dapat muncul dengan sebab-sebab sebagai berikut:

a) Adanya serangan dari orang lain. Individu akan secara


refleks memunculkan sikap agresif terhadap seseorang yang
secara tiba-tiba menyerang atau menyakiti baik dengan
perkataan (verbal) maupun dengan tindakan fisik (non verbal).
b) Terjadinya frustrasi dalam diri seseorang. Frustrasi adalah
gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan ketika
individu mengalami frustasi maka akan dapat memunculkan
kemarahan yang dapat membangkitkan perasaan agresif. c)
Ekspektasi pembalasan atau motivasi untuk balas dendam.
Ketika individu yang marah mampu untuk melakukan balas
dendam, maka rasa marah akan semakin besar dan
kemungkinan untuk melakukan agresi juga bertambah besar. d)
Kompetisi. Agresi yang tidak berkaitan dengan keadaan
emosional, tetapi mungkin muncul secara tidak sengaja dari
situasi yang melahirkan suatu kompetisi. Secara khusus
merujuk pada situasi kompetitif yang sering memicu pola
kemarahan, pembantahan dan agresi yang tidak jarang bersifat
destruktif.
Pendapat lain, menurut Etty (2002 : 15) menyatakan bahwa “ faktor-

faktor penyebab perilaku agresif non-verbal adalah kurang mendapat kasih

sayang dari orang tuanya, pengaruh alkohol dan penggunaan obat-obatan,

film-film yang bertemakan kekerasan, frustasi dan meniru agresif yang

dilakukan oleh induvidu lain dan memiliki kepribadian yang labil”.


Senada dengan pendapat Etty, Surya, Hendra (2004:45)

mengemukakan faktor penyebab perilaku agresif non-verbal antara lain:

a) Merasa kurang diperhatiakan atau merasa terabaikan. b)


Selalu merasa tertekan, karena selalu mendapat perlakuan
kasar. c) Merasa kurang dihargai atau disepelekan. d)
Tumbuhnya rasa iri hati kepada orang lain. e) Menurutnya
sikap agresif merupakan cara berkomunikasi. f) Pengaruh
kurangnya keharmonisan hubungan dalam keluaraga. g)
Pengaruh tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV. h)
Pengaruh pergaulan yang buruk.
Berdasarkan pemaparan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

pada dasarnya faktor penyebab timbulnya perilaku agresif non-verbal bisa

disebabkan oleh faktor biologis yaitu seseorang melakukan kekerasan

karena pembawaan secara alami. Faktor internal atau dari dalam diri

induvidu itu sendiri seperti rasa iri hati dengan orang lain, perasaan

berburuk sangka dan keinginan untuk ditakuti. Faktor eksternal atau dari

luar diri induvidu seperti stres, pengaruh alkohol dan obat-obatan dan

frustasi yaitu melakukan sesuatu dengan menyakitin orang lain demi

memuaskan keinginannya. Dan yang terakhir adalah faktor belajar,

merupakan tingkah laku yang dipelajari dari lingkungan sekitarnya yang

melibatkan faktor-faktor eksternal (stimulus) Sebagai determinan

pembentuk perilaku agresif non-verbal tersebut.

5. Dampak dari Perilaku Agresif Non-Verbal

Menurut Sugiyo (2005:112) menjelaskan bahwa” Seseorang

berperilaku agresif non-verbal biasanya memiliki tujuan yaitu kemenangan.


Namun kemenangan tersebut harus dibayar dengan dampak yang tidak

menyenangkan. Sehingga dampak dari perilaku agresif non-verbal yaitu

anak tersebut akan dijauhi teman-temannya dan akhirnya menjadi anak

yang terkucilkan karena telah menyakiti orang lain”.

Hal ini sesuai dengan pendapat Coie dalam Santrock (2002:347)

bahwa “Anak-anak yang ditolak adalah anak-anak yang tidak disukai oleh

teman-teman sebaya mereka karena telah berperilaku agresif non-verbal.

Mereka cenderung lebih bersifat mengganggu dan Anak-anak yang

memiliki perilaku semacam ini akan dijauhi teman-temannya dan bahkan

keluarganya karena dianggap memiliki perilaku menyakiti orang lain.”

Berdasarkan dari uraian parah ahli diatas, sehingga dapat disimpulkan

bahwa dampak dari perilaku agresif non-verbal bagi anak adalah anak

tersebut akan dijauhi oleh teman-temannya sehingga anak akan merasa

terkucilkan dan tidak dapat berhubungan sosial dengan baik terhadap

teman sebayanya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Perilaku agresif non-verbal dapat diartikan sebagai tingkah laku yang

diekspresikan melalui perasaan emosi (amarah) sebagai reaksi terhadap kegagalan

induvidu dalam berinteraksi sosial, dengan tindakan menyakiti atau melukai

orang atau benda yang menjadi sasaran dengan unsur kesengajaan. Seperti halnya
yang dikemukakan oleh Supriyo (2008:67) perilaku agresi adalah suatu cara

untuk melawan dengan tindakan berkelahi, melukai, menyerang, atau

menghukum orang lain yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak

milik orang lain.

Masalah agresif non-verbal sebenarnya bukan hal yang baru lagi

dikalangan siswa tingkat SLTP maupun SLTA, seperti yang saat ini terjadi di

sekolah SMA Negeri 9 Palu, bahwa sebagian besar siswa memiliki kebiasaan

agresif non-verbal bentuk perilaku tersebut yaitu suka mengganggu temannya,

melempari temannya dengan kertas, membanting buku milik temannya,

mendorong temannya dari kursi dan selalu memulai perkelahian. Selain itu

nampak perilaku senang merusak fasilitas sekolah diantaranya mencoret coreti

dinding kelas, menendang kursi dan meja, dan bahkan sampai membanting pintu.

Perilaku yang diekspresikan oleh siswa tersebut termasuk dalam kategori perilaku

agresif non-verbal yang terjadi cukup tinggi.

Berdasarkan observasi dan wawancara langsung dengan guru bimbingan

dan konseling, serta wali kelas selama melakukan penelitian kurang lebih dua

bulan di SMA Negeri 9 Palu bahwa perilaku agresif non-verbal siswa terjadi

dengan frekuensi yang sering. Menurut Etty (2002 : 15) menyatakan bahwa “

faktor-faktor penyebab perilaku agresif non-verbal adalah kurang mendapat kasih

sayang dari orang tuanya, pengaruh alkohol dan penggunaan obat-obatan, film-

film yang bertemakan kekerasan, frustasi dan meniru agresif yang dilakukan oleh

induvidu lain dan memiliki kepribadian yang labil”.


Sejauh ini, Guru pembimbing yang ada disekolah SMA Negeri 9 Palu

sudah seringkali memperingati dan memberikan sangsi terhadap siswa tersebut,

namun menurut guru pembimbing hal itu sama sekali belum membuat siswa

berubah dan berhenti melakukan tindakan agresif nya. Hal demikian jika

dibiarkan berlarut-larut tentu akan berdampak buruk pada pribadi atau psikis

siswa itu sendiri baik siswa yang menjadi pelaku agresif non-verbal maupun

siswa yang menjadi korban perilaku agresif non-verbal. Maka, penanganan

terhadap masalah agresif non-verbal di rasa perlu adanya pelayanan bimbingan

dan konseling yang memungkinkan dapat mengurangi perilaku agersif non-

verbal siswa.

Salah satu cara penanganan ataupun bantuan yang dapat diberikan peneliti

dalam mengurangi perilaku agresif non-verbal siswa yaitu dengan memberikan

layanan konseling kelompok behavioral. Konseling kelompok behavioral adalah

suatu proses pemberian bantuan kepada anggota kelompok melalui suasana

kelompok dengan maksud mengentaskan masalah anggota kelompok yang

bertujuan menghapus perilaku maladaptive dan memperoleh perilaku baru yang

diinginkan serta memperkuat perilaku tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat

Latipun ( 2008; 137) yang mengatakan bahwa “ tujuan dari pelaksanaan

konseling kelompok behavioral yaitu mengubah perilaku salah dalam

penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan, dan

meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-

cara berperilaku yang tepat”.


Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai orang tua

ataupun guru yang bertugas sebagai tenaga pendidik disekolah , seharusnya lebih

memperhatikan perkembangan intelektual, spiritual, dan emosi yang ada pada diri

siswa. Jika tidak, anak bisa saja melakukan tingkah laku yang menyimpang

seperti kecenderungan pada perilaku agresif non verbal yang dilakukan oleh

beberapa orang siswa SMA Negeri 9 Palu. Perilaku tersebut jika dibiarkan maka

tidak jarang bagi siswa yang lain baik secara individual atau kelompok akan

meniru tindakan agresif tersebut dan setidaknya siswa akan menganggap perilaku

agresif non-verbal adalah hal yang wajar. Akibatnya,siswa yang melakukan

tindakan agresif tersebut akan dijauhi atau terisolir oleh teman-temannya sehingga

dapat menyebabkan proses belajar dan perkembangan sosial siswa di sekolah

terganggu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan konseling kelompok

behavioral diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik (positif) dalam

mengurangi atau mereduksi perilaku agresif non-verbal siswa SMA Negeri 9

Palu.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis tindakan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah penerapan konseling kelompok behavioral

dapat mengurangi perilaku agresif non-verbal siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimen-semu (quasi experiment research). Penelitian eksperimen-semu

adalah penelitian dimana ada perlakuan terhadap variabel dependen yaitu perilaku

agresif non-verbal siswa SMA Negeri 9 Palu. Peneliti hanya mengontrol sebagian

dari variabel yang berpengaruh dan mengambil permasalahan sosial yang terjadi

di dalam kehidupan sehari-hari siswa di sekolah.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-

posttest desain. Pelaksanaan dengan desain ini dilakukan dengan cara

memberikan perlakuan atau konseling kelompok behavioral (X) terhadap suatu

kelompok. Sebelum diberikan perlakuan atau konseling kelompok behavioral,

kelompok tersebut diberikan pretest (O1) dan kemudian setelah perlakuan atau

konseling kelompok behavioral, kelompok tersebut diberikan posttest (O2). Hasil

dari kedua test ini kemudian dibandingkan untuk mengetahui apakah dengan

konseling kelompok behavioral dapat mengurangi perilaku agresif non-verbal

siswa.

Pretest Treatment Posttest


O1 X O2

Gambar 3.1 Rencana Penelitian (Sugiyono, 2012)


Keterangan:
O 1 : Pretest berupa observasi awal sebelum siswa mengikuti layanan
konseling kelompok behavioral
X : Perlakuan (treatment) atau pelaksanaan layanan konseling kelompok

behavioral

O 2 : Posttest berupa observasi akhir setelah siswa mengikuti layanan


konseling kelompok behavioral

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 9 Palu di kelas X.

Pemilihan tempat di dasarkan pada pertimbangan karena ketersediaan data

dan kesiapan guru pembimbing menjadi observer dalam proses konseling

kelompok behavioral.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan

Oktober 2016. Adapun rincian kegiatan penelitian tersebut adalah persiapan

penelitian, koordinasi persiapan tindakan, pelaksanaan (perencanaan,

tindakan, observasi dan refleksi), penyusunan penelitian, penyempurnaan

laporan berdasarkan masukan dalam seminar.

3.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu :

3.4.1 Konseling kelompok behavioral sebagai variable bebas (X)

3.4.2 Perilaku agresif non-verbal sebagai variabel terikat (Y)


3.5 Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 9 palu, yang

terdaftar pada tahun pelajaran 2015/2016 yang memiliki perilaku agresif non-

verbal yang tinggi di sekolah, untuk mengetahui perilaku agresif non-verbal

siswa atau untuk mendapatkan subjek penelitian, peneliti melakukan wawancara

terlebih dahulu dengan guru bimbingan dan konseling sehingga dari hasil

wawancara dan catatan guru bimbingan dan konseling serta hasil pengamatan

peneliti selama melaksanakan penelitian pada mata kuliah studi kasus di SMA

Negeri 9 Palu. Maka diperoleh subyek dalam penelitian ini berjumlah 5 orang

siswa yang memiliki permasalahan perilaku agresif non-verbal.

3.1 Definisi Operasional

3.6.1 Konseling kelompok behavioral adalah suatu proses pemberian bantuan

dengan menggunakan pendekatan behavioral yang dilakukan melalui

dinamika kelompok dan berfokus membahas permasalahan pribadi yang

dialami oleh masing-masing anggota kelompok yang dilaksanakan dalam 4

tahap, yaitu : tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap

penutup. Layanan konseling kelompok behavioral ini akan dilakukan

sebanyak 4 kali pertemuan.

3.6.2 Perilaku agresif non-verbal adalah tindakan menyakiti orang lain atau pun

objek lainnya secara fisik dengan cirri-ciri adanya unsur kesengajaan, adanya

sasaran, dan bertujuan untuk menyakiti orang lain ataupun melakukan


perusakan terhadap orang atau benda lainnya. Dan dapat diukur

menggunakan skala.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.7.1 Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden (subjek

penelitian). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

mengenai tingkat perilaku agresif non-verbal yang terjadi di sekolah selama

peneliti melakukan penelitian pada mata kuliah studi kasus di SMA Negeri 9

Palu.

3.7.2 Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

berbagai sumber yang telah ada (peneliti sabagai tangan kedua). Data

sekunder dalam penelitian ini adalah observasi langsung kegiatan subjek

penelitian serta wawancara langsung dengan guru mata pelajaran dan wali

kelas serta pihak-pihak lainnya mengenai tingkat agresivitas siswa SMA

Negeri 9 Palu.

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik observasi sebagai teknik utama

sedangkan wawancara, dan teknik dokumentasi sebagai pelengkap.

3.1.1 Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengamati secara langsung

terhadap 5 orang responden yang menjadi sasaran penelitian yaitu siswa

kelas X SMA Negeri 9 Palu agar mendapatkan data tentang perilaku


agresif non-verbal, dan untuk melihat sejauh mana perkembangan siswa

setelah mengikuti setiap kegiatan konseling kelompok behavioral.

3.8.2 Teknik Wawancara,

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi

mengenai perilaku agresif siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu yang

dilakukan dengan tatap muka langsung dengan guru pembimbing, wali

kelas dan teman sebaya (subjek dalam penelitian). Dari hasil wawancara

yang dilakukan akan diperoleh mengenai data tentang tingkat perilaku

agresif non-verbal siswa X SMA Negeri 9 Palu.

3.8.3 Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan sebagai teknik

penunjang untuk memperoleh sejumlah informasi atau data yeng

berbentuk catatan atau dokumentasi yang berupa absensi siswa kelas X

SMA Negeri 9 Palu.

3.2 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan alat ukur dalam penelitian. Menurut

Sugiyono (2008: 102) bahwa “instrumen penelitian adalah suatu alat untuk

mengukur suatu variabel penelitian yang di amati”

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah alat yang digunakan

dalam mengumpulkan data mengenai perilaku agresif non-verbal siswa yaitu

pedoman observasi. Pada instrument tersebut peneliti akan melaksanakan

observasi tentang perilaku agresif non-verbal yang dilakukan siswa pada jam
sekolah, dan memberikan tanda check (√) pada kolom kode siswa yang

melakukan perilaku agresif non-verbal tersebut. Dalam pedoman observasi ini

terdapat beberapa komponen diantaranya kode siswa (untuk menjaga kerahasiaan

subjek penelitian), aspek yang diamati (tindakan atau perilaku yang dilakukan

siswa), dan jumlah skor perilaku agresif non-verbal setiap siswa.

3.10 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan,

maka diperlukan prosedur yang tepat. Adapun langkah-langkah atau prosedur

dalam penelitian ini terbagi dalam 3 tahap antara lain :

3.10.1 Tahap persiapan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah :

a. Menentukan lokasi dan subjek penelitian

b. Mencari literatur yang berkaitan dengan judul penelitian

c. Menyusun proposal penelitian

d. Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian

e. Melaksanakan seminar proposal

f. Perbaikan proposal setelah seminar

g. Mengurus surat izin penelitian dari fakultas

3.10.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu:

a. Mengumpulkan data perilaku agresif non-verbal siswa melalui observasi

sebelum dilaksanakan layanan konseling kelompok behavioral.


b. Pelaksanaan layanan konseling kelompok behavioral sebanyak empat

kali pertemuan (jadwal layanan disesuaikan berdasarkan kesepakatan

bersama).

c. Mengumpulkan data perilaku agresif non-verbal siswa melalui observasi

sesudah dilaksanakan layanan konseling kelompok behavioral.

d. Pengolahan/ analisis data yang diperoleh

e. Mengurus surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari kepala

sekolah SMA Negeri 9 Palu.

3.10.3 Tahap akhir

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu :

a. Membuat laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.

b. Melaksanakan seminar hasil penelitian

c. Menyusun artikel hasil penelitian

d. Ujian tugas akhir (SKRIPSI)

3.11 Langkah Pelaksanaan Konseling Kelompok Behavioral

Prosedur pelaksanaan konseling kelompok behavioral dalam penelitian

dilakukan melalui 4 tahap/langkah. Kegiatan ini diawali dengan menghimpun

siswa yang akan dilibatkan dalam konseling kelompok, serta menentukan waktu

dan tempat yang akan digunakan. Selanjutnnya dilaksanakan proses konseling

tersebut.

Konseling kelompok dibagi dalam 4 tahap, yaitu :


(1) Tahap 1 (Pembentukan)

Pada tahapan ini peneliti akan melakukan beberapa langkah-langkah,

sebagai berikut

(a) Memberi salam.

(b) Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih.

(c) Pembentukan kelompok dan mengatur posisi duduk yang nyaman

(d) Doa bersama.

(e) Pemimpin kelompok mempersilahkan para anggota kelompok untuk

saling memperkenalkan diri, dan para anggota kelompok

mengungkapkan tujuan dan harapan yang ingin dicapai.

(f) Menumbuhkan keakraban melalui permainan (tema bebas)

(g) Konselor sebagai pemimpin kelompok, menjelaskan pengertian

konseling kelompok, tujuan yang ingin dicapai melalui konseling

kelompok, kode etik, dan asas-asas konseling kelompok, khususnya

asas kerahasiaan perlu ditekankan.

(2) Tahap 2 (Peralihan)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

(a) Pemimpin kelompok menjelaskan tata tertib dari kegiatan-kegiatan

yang akan dilakukan pada tahap II (merupakan kegiatan kelompok).

(b) Tanya jawab tentang kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan

lebih lanjut.
(c) Selanjutnya, mengenali suasana apabila anggota secara

keseluruhan/sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya,

maka pimpinan kelompok (konselor) menegaskan kembali mengenai

maksud dan tujuan yang hendak dicapai dan jaminan kerahasiaan

dalam konseling kelompok.

(3) Tahap 3 (Kegiatan)

(a) Setiap anggota kelompok secara bergiliran mengemukakan masalah

(topik tugas) tentang perilaku agresif non-verbal yang sedang

dialaminya.

(b) Setelah anggota kelompok selesai mengemukakan masalahnya.

Masing-masing dari anggota kelompok mengadakan musyawarah

guna menentukan masalah siapa dahulu yang harus diperioritaskan

permasalahannya, yang menjadi pertimbangan dalam menentukan

masalah yang di prioritaskan adalah masalah yang mendesak untuk

ditangani dan yang menarik.

(c) Pembahasan masalah siswa secara mendalam.

(d) Pimpinan kelompok mempersilahkan kepada semua anggota

kelompok untuk memberi tanggapan, saran, pendapat atau nasehat

atas permasalahan yang dibahas untuk pemecahan masalah tersebut.

(4) Tahap (Pengakhiran)

(a) Pemimpin kelompok memberitahu kepada anggota kelompok bahwa

kegiatan akan diakhiri.


(b) Pimpinan kelompok mempersilahkan para anggota kelompok untuk

mengemukakan kesan dan pesannya dalam kegiatan ini.

(c) Pimpinan kelompok meminta kesepakatan untuk merencanakan

pertemuan selanjutnya, tentunya untuk menyelesaikan masalah

berikutnya.

(d) Ucapan terima kasih.

(e) Proses konseling ditutup dengan doa bersama.

3.12 Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh melalui alat pengumpul data dalam penelitian

ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan 2 teknik menganalisis data,

yaitu:

1) Teknik Analisis Deskriptif

Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan gambaran mengenai perilaku agresif non-verbal sebelum dan

sesudah diberikan layanan konseling kelompok behavioral. Adapun rumusan

yang digunakan untuk mngetahui presentase pencapaian skor pada setiap

variabel adalah sebagai berikut:

f
P= x 100% ( Sudijono, A 2005: 43)
N

Keterangan :

P : Angka persentase

f : Frekuensi
N : Jumlah responden

Selanjutnya untuk mendeskripsikan data hasil penelitian, maka

dibuatkan pedoman klasifikasi sebagai berikut :

80 % - 100 % : Sangat Tinggi

60 % - 79 % : Tinggi ( Thalib. M.M. 2011 )

40 % -59 % : Sedang

Kurang dari 40 % : Rendah

2) Teknik Analisis Inferensial

Hipotesis 0 (H0) yang diuji dalam penelitian ini adalah tingkat perilaku

agresif non-verbal pada siswa kelas X SMA Negeri 9 Palu sesudah mengikuti

layanan konseling kelompok behavioral tidak lebih rendah jika dibandingkan

sebelum mengikuti layanan konseling kelompok behavioral. Setelah dilakukan

konseling kelompok behavioral maka langkah selanjutnya adalah berusaha

mengetahui efektivitas konseling kelompok behavioral dalam mereduksi

perilaku agresif non-verbal siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan pengujian hipotesis.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

analisis secara statistik dengan rumus wilcoxon signed rank test. Perhitungan

analisis ini menggunakan tabel persiapan T wilcoxon sesuai dengan pendapat

Djarwanto (1999: 28) yang menyatakan bahwa untuk sampel < 25 dapat

digunakan tabel nilai T wilcoxon. Adapun tabel nilai T wilcoxon sebagai

berikut:
No X Y D Rd Rd Positif Rd Negatif
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah T wilcoxon
Keterangan:

X : Hasil observasi perilaku agresif non-verbal siswa sebelum diberikan

layanan konseling kelompok behavioral.

Y : Hasil observasi perilaku agresif non-verbal sesudah diberikan layanan

konselingkelompok behavioral.

D : Selisih antara X-Y

Rd : Ranking 1-10

T : Rumus uji wilcoxon signed rank test

Penentuan T wilcoxon dapat dilakukan dengan melihat jumlah Rd

terkecil antara Rd positif dan Rd negatif (Hasan I.M, 2003:305).

Selanjutnya untuk menguji apakah hipotesis nol (H0) ditolak atau tidak,

maka nilai T hitung selanjutnya dikonsultasikan pada nilai T tabel dengan taraf

signifikan 95% (α = 0,025). Apabila nilai T hitung < nilai T tabel maka
hipotesis nol (H0) ditolak, sebaliknya jika nilai T hitung≥ nilai T tabel maka

hipotesis nol (H0) tidak ditolak.

DAFTAR PUSTAKA

Albin, R.S. (2002). Emosi bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.

Yogjakarta : Kanisus

Alfiati, I.N. (2002). Kecenderungan Perilaku Agresif Anak ditelaah dari Pola Asuh

Orang Tua. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung : tidak diterbitkan

Anantasari. (2006). Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Rineka Cipta

Baron, R.A dan Byrne, D.E. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Berkowitz, L. (1995). Agresi Sebab dan Akibatnya. Jakarta : Pustaka Binaman.

Buss & Perry.(1992) The Agression Questionaire. Dalam journal of Personality and

Psychology, edisi 63.

Corey, G. (2010). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika

Aditama.
Dharsana, I.K (2014). Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Modeling

Untuk Meminimalisir Perilaku Agresif Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2

Singaraja. [online]. Tersedia: https://www.google.com/search. Pdf [diakses 11

Maret 2016].

Djarwanto. (1999). Statistik Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE.

Hasan, I.M. (2003). Pokok-pokok Materi Statistik 2 (statistic infensif). Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Kartono, K. (1991). Patologi Sosial 3, Kenakalan Remaja. Jakarta : CV. Rajawali.

Koeswara. (1988). Agresi Manusia. Bandung : Rosda Offset

Kristina, N. (2011). Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Perilaku

Agresif Pada Siswa Kelas Viii Mts At Taqwa Jatingarang Bodeh Pemalang

Tahun Pelajaran 2010/2011. [online]. Tersedia: http://

andyuriman.files.wordpress.com/2011/10/novi-kristina. Pdf [11 Maret 2016].

Latifun. (2003). Psikologi Konseling. Malang : UMM Press

Reni dan Hawadi. (2001). Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal sifat, Bakat, dan

Kemampuan Anak. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Singgih, D. Gunarsa. (2003). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung

mulia.
Surya, H. (2004). Kiat Mengatasi Perilaku Penyimpangan Anak. Jakarta : PT Elex

Media Komputindo.

Surya, M. (2003). Teori-teori konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisyi.

Taylor E, Shelley, Dkk. (2009). Psikologi social. Jakarta : Kencana Prenada Media

Group.

Tobi, M.K (2014). Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Perilaku

Agresif Non-verbal Siswa Kelas XI Sma Katolik Santo Andreas. Skripsi

Sarjana pada FKIP UNTAD Palu : tidak diterbitkan.

Willis, S.S. (2013). Konseling Induvidual, Teori dan Praktek. Bandung: CV.

Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai