Anda di halaman 1dari 2

Najla J VII PI-B Maryam

Rumah itu di selimuti kesedihan, seorang pemuda yang terkenal


sholeh dan berbakti kepada ibunya tengah terbaring di atas kasur.
Ia tengah meregang nyawa menjelang kematiannya. Pemuda
tersebut masih pada usia emasnya, belum genap 30 tahun
menjalani hidup di dunia.
Dalam haru dan tegang tersebut, tiba-tiba saja pemuda tersebut
mengucapkan kata-kata yang sungguh menakjubkan, sungguh
sangat menakjubkan. Keluarga dan tetangga yang mengelilingi di
dekatnya bingung, ada apa dengan pemuda tersebut?
“Tidak. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa. Aku harus izin dulu kepada
ibuku”, demikian ucapan pemuda tersebut berulang-ulang.
Di tengah kebingunan keluarga dan orang-orang yang
menyaksikan kejadian tersebut, salah seorang diantaranya
bergegas memanggil Ibu sang pemuda tersebut. Ibunya berada
dalam kamar berbeda karena tak kuasa melihat putra
kesayangannya menghadapi sakaratul maut. Anak emas yang
sangat patuh dan mencintainya tersebut, menjelang ajalnya yang
semakin dekat.
“Lihatlah anakmu, ia terus-menerus mengucapkan kalimat-kalimat
yang aneh !!“, teriak salah satu orang sambil mengajak sang Ibu
untuk menuju kamar anaknya. Tak berpikir lama, sang ibu
langsung menghampiri kamar anaknya.
Di dalam kamar, tampak sang pemuda mulai mengeluarkan
buliran keringat yang berkilau terkena cahaya lampu bak mutiara.
Buliran keringat di dahi tersebut, menurut Syaikh Muhammad
Hassan adalah sebagian dari tanda-tanda Husnul Khotimah.
Sang Ibu mendekati putra kesayangannya tersebut dan mulai
mendengarkan kata-kata yang terus di ulang-ulang oleh buah
hatinya tersebut.
“Tidak. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa. Aku harus izin dulu kepada
ibuku”, sang pemuda terus mengulang-ulang kalimat tersebut.
Sang Ibu pun mulai memeluk dan membelai anak emasnya
tersebut seraya berkata,

“Wahai anaku, ini aku, ibumu. Wahai anaku, aku ibumu, Nak. Aku
ibumu, anakku. Dengan siapa kau bicara ?”
Dan dalam waktu yang sempit tersebut, sang pemuda bercerita
dengan napas yang tersengal-sengal,
“Wahai ibuku, seorang gadis sangat cantik jelita, Ibu. Belum
pernah aku melihat gadis secantik itu. Ia datang kemari. Sungguh
aku melihatnya persis di hadapanku. Ia datang melamarku untuk
dirinya, Ibu. Aku bilang kepadanya, tidak. Aku tidak bisa sampai
aku minta izin dulu kepada ibuku”
Sang ibu menangis sejadi-jadinya, keharuannya memuncak,
kerinduannya pada harapan untuk melihat sang buah hati
menikah membuatnya semakin dalam dalam kesedihan. Namun
sang ibu berusaha tegar dan segera menyadari dengan siapa
putranya yang sangat berbakti tersebut berbicara.
“Aku izinkan, anakku. Sungguh, dia adalah hurriyatun (bidadari)
dari surga untukmu. Aku sudah izinkan, Nak“, demikian tutur
sang ibu dalam uraian mata yang deras mengalir.
Tak lama kemudian, sang pemuda sholeh yang patuh tersebut,
meninggal dunia dalam pelukan sang ibu.

Anda mungkin juga menyukai