Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DI SEKOLAH DASAR

Unit 1

TEORI BELAJAR MATEMATIKA

Konsep-konsep Kunci
 Pengertian Teori Belajar
 Beberapa Teori Belajar Matematika dan Contoh Penerapannya

Kerangka Isi

PENGERTIAN, JENIS, DAN CONTOH


PENERAPAN TEORI BELAJAR
MATEMATIKA

PENGERTIAN JENIS CONTOH

1
Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami pengertian, jenis, dan contoh penerapan teori belajar
matematika.

Indikator Hasil Belajar


1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian teori belajar matematika.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis teori belajar yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika di SD
3. Mahasiswa dapat menggali dan memberi contoh penerapan teori belajar
matematika di SD.

2
A. Kajian Teori Belajar Matematika
Perlu disadari bahwa dibelajarkannya matematika kepada semua peserta
didik mulai dari tingkat sekolah dasar adalah untuk membekali mereka berbagai
kemampuan seperti: kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Untuk itu, perlu dirancang suatu
pembelajaran yang mengarah ke pencapaian kompetensi tersebut.
Pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang
memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika.
Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran berpusat pada siswa yang belajar.
Dengan demikian, dapat diharapkan tujuan diajarkannya matematika di sekolah
akan tercapai.
Adapun tujuan dibelajarkannya matematika di sekolah, khusus di Sekolah
Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, mengetahui keterkaitan antar konsep dan
mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma matematika itu secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan-pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan/menginterpretasikan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas,
2006).
Tujuan matematika sekolah di atas akan dapat tercapai apabila saat
melaksanakan pembelajaran guru memahami cara belajar dan cara berpikir siswa.

3
Karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami berbagai teori belajar
yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Teori belajar yang disajikan
pada bab ini adalah teori belajar secara umum dapat diterapkan dalam
pembelajaran berbagai topik matematika di SD, antara lain: Teori Belajar Jean
Piaget, Teori Belajar Bruner, Teori Belajar Richard Skemp, Teori Belajar Dienes,
Teori Belajar William Brownell, dan Teori Belajar Robert M. Gagne. Pemahaman
lebih lanjut terhadap teori-teori belajar tersebut dapat dibaca pada uraian berikut.

1. Teori Belajar Jean Piaget


Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi dan ahli teori belajar bangsa
Swis yang sangat berpengaruh pada masanya. Dia menteorikan dengan secara
meyakinkan bahwa perkembangan mental manusia melewati empat tahapan,
yaitu: tahap sensorimotor, praoperasional, operasi konkret, dan tahap operasi
formal. Berikut ini disajikan kajian singkat tentang tahapan perkembangan
manusia dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika.
a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahap ini sesungguhnya para guru tidak berkaitan langsung dengan
anak-anak. Namun, para guru perlu mengetahui bahwa dasar-dasar pertumbuhan
mental dan proses berpikir matematika sudah mulai berkembang pada tahap ini.
Hanya saja, pengembangan konsep itu pada dasarnya melalui interaksi dunia fisik
atau semua aktivitas interaksi dengan lingkungannya dicirikan oleh adanya
gerakan-gerakan motorik. Untuk mengetahui contoh perkembangan konsep
matematika pada usia ini jawablah permasalahan berikut.
(1). Suatu ketika si bayi berontak dan menangis dengan kencangnya. Namun
setelah diberi ASI oleh ibunya, ternyata si bayi berhenti menangis dan dengan
lahap mimik ASI. Ciri apa yang ditunjukkan oleh si bayi?
(2). Seorang ibu sedang memberi ASI pada bayinya. Setelah beberapa menit
berlangsung ternyata ada tamu dan sang ibu tadi berhenti memberikan ASI.
Apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi?
(3). Kebalikan dari masalah (2) di atas, setelah cukup lama seorang ibu
memberikan ASI kepada bayinya, ternyata sang bayi tertidur. Mengapa hal
ini terjadi?

4
b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Pada tahap ini, secara sederhana anak sudah mulai menggunakan bahasa
untuk menyatakan suatu ide, tetapi ide tersebut masih sangat bergantung pada
persepsinya. Pada tahap ini anak mulai menggunakan simbol. Dia belajar untuk
membedakan antara kata istilah dengan objek yang diwakili oleh kata atau istilah
tersebut. Pada tahap ini anak juga telah mulai mengenal ide tentang “kekekalan”
atau “tidak berubah” atau “konservasi” yang sederhana, walaupun belum
sempurna benar, tanpa memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tadi.
Ketidaksempurnaan anak tentang hukum kekekalan dapat dimanfaatkan untuk
mengendalikan emosinya.
Contoh:
Ani adalah balita berumur 3 tahun, dibuatkan segelas susu oleh ibunya. Lalu
datang kakaknya meminum sebagian susu tersebut. Ani kemudian menangis
dengan kencangnya. Ibunya berusaha menghiburnya dengan cara mengganti
gelas wadah susu tadi dengan piring serta mengatakan bahwa susunya masih
banyak, bahkan lebih banyak daripada susu yang dalam gelas tadi. Ternyata
si Ani bisa menerima dan mulai tenang. Mengapa hal itu terjadi? Jelaskan!

c. Tahap Operasi Konkret (7-12 tahun)


Pada tahap ini, anak mengembangkan konsep dengan menggunakan
benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dan model-model ide abstrak.
Bahasa merupakan alat yang sangat penting untuk menyatakan dan mengingat
konsep-konsep. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis. Kemampuan
berpikir logis seorang anak terjadi sebagai akibat adanya kegiatan memanipulasi
benda-benda konkret. Karena itu, tahap ini disebut “tahap operasi konkret”.
Konsep kekekalan yang merupakan karakteristik tahap ini sudah dapat diterima
dengan mantap oleh anak. Hukum kekekalan dimaksud adalah: hukum kekekalan
bilangan, hukum kekekalan materi, hukum kekekalan panjang, hukum kekekalan
luas, hukum kekekalan berat, dan hukum kekekalan isi.
Selanjutnya dapat diuraikan bahwa anak SD di Indonesia umumnya
berumur 7 sampai dengan 12 tahun (berada pada tahap operasi konkret). Berkaitan
dengan pembelajaran matematika di SD, pada tahap ini anak sudah dapat

5
diberikan tugas seperti “mengelompokkan” benda-benda konkret berdasarkan
warna, bentuk, atau ukurannya. Misalnya, kita menyediakan kelompok benda
konkret berupa bangun-bangun geometri datar, seperti: segitiga, segiempat,
segilima, segienam, dan sebagainya. Setiap bangun geometri tersebut diberikan
warna tertentu, misalnya: merah, kuning, hijau, biru, dan hitam. Kita dapat
meminta anak untuk memilih dan mengumpulkan bangun geometri berdasarkan
bentuk, warna, ataupun ukurannya. Di samping itu, anak juga dapat diminta untuk
“mengurutkan” segiempat, segitiga, atau yang lainnya berdasarkan ukurannya,
misalnya dari kecil ke besar atau sebaliknya. Perhatikan gambar-gambar berikut,
ikuti petunjuk proses pembelajaran di atas, dan amatilah perilaku anak.

Gambar 1.1 Berbagai Bangun Datar

6
d. Tahap Operasi Formal (≥ 12 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak, dia sudah
mampu berpikir hipotetik-deduktif, dan tidak lagi bergantung pada benda-benda
manipulatif seperti halnya pada tahap operasi konkret. Konsep konservasi sudah
tercapai sepenuhnya. Pada tahap ini anak sudah mampu memberikan alasan
dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya.
Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan
benda-benda konkret. Anak sudah mampu menyelesaikan masalah dengan cara
yang lebih baik dan kompleks daripada anak yang masih berada pada tahap
operasi konkret. Karena itu, tahap ini disebut tahap operasi formal.
Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses
asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah
proses terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental.
Akomodasi adalah hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi
dan pengalaman baru. Ketika siswa mempunyai pengalaman baru, mereka secara
aktif mencoba menerima ide baru itu dalam kaitannya dengan pengalaman dan
ide-ide lama yang telah ada. Suatu istilah umum untuk teori belajar Piaget adalah
contructivism, karena keyakinannya bahwa siswa pasti mengkonstruksi pikiran
mereka sendiri dan bukan menjadi penerima informasi yang sifatnya pasif.

Contoh:
Pada operasi penjumlahan siswa memahami 3 + 3 = 6 dengan memanipulasi
benda-benda konkret yang telah dia kenal, seperti di bawah ini.

Gambar 1.2 Pengenalan Penjumlahan


Misalnya Agus mempunyai 3 buah jambu, kakaknya memberikan 3 buah jambu
lagi kepada Agus. Dia kumpulkan jambu-jambu itu kemudian membilang
banyaknya buah jambu yang dia miliki sekarang. Dengan pengetahuan dan

7
pengalaman yang telah dimiliki, dia mampu menyatakan bahwa sekarang
jambunya ada 6 buah. Sekarang dia dapat memisahkan antara konsep banyaknya
buah jambu, yaitu 6 buah, yang terdapat pada suatu kumpulan dengan cara jambu-
jambu tadi ditata atau diatur, yaitu 3 dan 3 buah. Oleh sebab itu, sekarang dia
dapat mengkonstruksikan bahwa 6 sama dengan 3 + 3 atau 3 + 3 = 6. Dengan
perkataan lain, pengalaman anak pada operasi konkret sebagai dasar untuk
berpikir abstrak.

2. Teori Belajar Bruner


Jerome S. Bruner telah mengawali aliran kognitif dengan memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya perkembangan
berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan
kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan,
menyimpan pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pikiran teori
Bruner menyatakan bahwa manusia sesungguhnya adalah sebagai pemroses,
pemikir, dan pencipta informasi. Karena itu, dapat dipandang bahwa belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Bruner, melalui teorinya lebih lanjut menyatakan bahwa untuk
memberikan pemahaman kepada siswa tentang suatu materi/konsep matematika
dalam proses pembelajaran, mereka sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi
benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diutak-atik
atau dimanipulasi. Dengan memanipulasi media atau alat peraga, siswa akan
secara langsung melihat bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat
dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian
dihubungkan oleh anak dengan intuisi yang telah melekat pada dirinya. Peran
guru dalam penyelenggaraan pembelajaran adalah: (a) perlu memahami struktur
mata pelajaran, (b) memandu aktifitas belajar siswa supaya mereka dapat
menemukan sendiri konsep-konsep matematika, (c) memperhatikan pentingnya
nilai berpikir induktif.
Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan yang dipelajari siswa dapat
disajikan dalam tiga tahapan yaitu tahap enaktif, ikonik, dan tahap simbolik.

8
1). Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan guru melalui tindakan anak agar
secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengutak-atik) objek. Pada tahap
ini anak belajar suatu pengetahuan secara aktif. Guru menggunakan benda-benda
konkret atau menggunakan situasi yang nyata dalam pembelajaran. Dengan
penyajian seperti itu, anak tidak perlu menggunakan imajinasinya atau kata-kata
tetapi mereka memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu kegiatan.
Contoh:
Guru akan mengajarkan konsep penjumlahan atau perkalian kepada siswa. Guru
mengajak siswa ke belakang sekolah di mana kebetulan ada 4 ekor ayam.
Kemudian ajaklah anak mengamati:
 banyaknya kepala ayam ……… ada 4 (dari 4 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1)
 banyaknya paruh ayam …… . ada 4 (dari 4 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1)
 banyaknya kaki ayam ……………. Ada 8 (dari 4 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2)
 banyaknya mata ………………….. ada 8 (dari 4 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2)
2). Model Tahap Ikonik
Pada tahap ikonik, siswa belajar melalui serangkaian gambar-gambar,
diagram atau grafik berkaitan dengan bayangan mental yang merupakan gambaran
dari objek-objek yang dimanipulasi pada tahap enaktif.
Contoh: Pembelajaran pada tahap ikonik dengan menggunakan penggambaran 4
ekor ayam sebagai berikut.

Gambar 1.3
Pengenalan Perkalian

9
 banyaknya kepala ayam …………. Ada 4 (dari 4 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1)
 banyaknya paruh ayam ………….. ada 4 (dari 4 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1)
 banyaknya kaki ayam ……………. Ada 8 (dari 4 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2)
 banyaknya mata ………………….. ada 8 (dari 4 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2)
 banyak ayam pejantan ………………………… ada 1 ekor
 banyak ayam betina …………………………… ada 3 ekor

3). Model Tahap Simbolik


Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap ini anak sudah
mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek-objek riil. Pada
tahap simbolik ini pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misal
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak yang lain.
Contoh:
Secara simbolik, kalimat perkalian yang dapat dituliskan untuk 4 ekor ayam di
atas bila ditinjau berdasarkan pada:
 kepalanya, maka banyak kepala ayam =4x1
 paruhnya, maka banyak paruh ayam =4x1
 kakinya, maka banyak kaki ayam =4x2
 matanya, maka banyak mata ayam =4x2

Berdasarkan fakta dan kalimat perkalian di atas, dapat disimpulkan bahwa:


4 x 1 = 4, dan 4 x 2 = 8
Bila banyak kepala dan paruh, banyak kaki dan mata pada contoh di atas
dihubungkan dengan penjumlahan, dengan mudah dapat dipahami bahwa:
4x1=1+1+1+1
4x2=2+2+2+2

10
Selanjutnya, tanpa menunjukkan gambar-gambar terkait, dengan cara yang sama
siswa dapat menyelesaikan:
3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12
4 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 = 16 dan seterusnya, dapat dilanjutkan dengan perkalian
fakta dasar yang lain.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner
mengemukakan 4 teorema atau dalil berkaitan dengan pembelajaran matematika.
Dalil-dalil tersebut adalah:
 Dalil Konstruksi/Penyusunan (Contruction Theorem)
Di dalam dalil konstruksi dikatakan bahwa seseorang dikatakan telah
mempelajari suatu konsep atau prinsip matematika dengan baik apabila yang
bersangkutan mampu mengkonstruksi sendiri atau melakukan penyusunan
representasi terhadap suatu konsep atau prinsip tersebut. Penyusunan representasi
konsep atau prinsip dapat dilakukan dengan baik bila proses perumusan dan
konstruksi atau penyusunan ide-ide disertai dengan bantuan benda-benda konkret
sehingga siswa lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Selanjutnya, mereka
lebih mudah menerapkan ide tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau situasi
nyata secara tepat. Dalam pembelajaran ini siswa akan belajar aktif baik secara
fisik maupun secara mental (intelektual).
Contoh:
Untuk memahami konsep pengurangan, misalnya 5 – 3 = 2, siswa bisa melakukan
dua langkah berurutan yaitu: mula-mula siswa memiliki 5 biji kelereng, kemudian
diberikan kepada temannya 3 biji. Cara lain, dapat direpresentasikan dengan
menggunakan garis bilangan. Untuk memantapkan pemahaman siswa, hal yang
sama dapat dilakukan dengan mengambil dua bilangan yang lain secara berulang-
ulang.

 Dalil Notasi (Notation Theorem)


Menurut dalil notasi, representasi suatu konsep matematika akan mudah
dipahami siswa apabila menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kongnitifnya.

11
Contoh:
Suatu bilangan berapa dikalikan dengan 5 menghasilkan 15. Pernyataan ini akan
lebih sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SD bila direpresentasikan dalam
bentuk: … x 5 = 15 atau x 5 = 15 atau a x 5 = 15

Notasi ini tampak bertingkat mulai dari notasi yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks.

 Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)


Menurut dalil kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep
atau prinsip matematika dapat dipahami dengan mudah oleh siswa bila
disajikan dengan cara mengkontraskannya dengan konsep yang lain.
Contoh:
Siswa dihadapkan pada bangun persegi dan persegi panjang dengan posisi yang
bervariasi, untuk mencermati perbedaan keduanya. Demikian pula jajar genjang
dan belah ketupat. Contoh lainnya: mengkontraskan bilangan prima dan bukan
bilangan prima, dan sebagainya.

 Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)


Dalam dalil konektivitas dinyatakan bahwa setiap konsep, prinsip maupun
keterampilan dalam matematika kerap berhubungan satu dengan yang
lainnya. Adanya hubungan tersebut menyebabkan struktur matematika
menjadi semakin jelas. Guru berperan memfasilitasi siswa agar memahami
dengan baik hubungan-hubungan yang ada dalam konsep, prinsip, dan
keterampilan matematika.
Contoh:
Hubungan Persegi dan persegi panjang, belah ketupat dan jajar genjang, dan
sebagainya.
Keempat dalil di atas dalam penerapannya tidak dimaksudkan untuk
diterapkan satu persatu tetapi bisa diterapkan beberapa dalil sekaligus bergantung
pada karakteristik materi yang dibahas.

12
3. Teori Belajar Richard Skemp
Richard Skemp adalah seorang matematikawan dan sekaligus psikologi
yang berasal dari Inggris. Dia tidak memberikan definisi terhadap tahapan
perkembangan belajar anak seperti halnya Piaget, tetapi dia membagi tahapan
belajar siswa menjadi dua tahap yaitu tahap konkret dan tahap abstrak. Tahap
konkret itu akan menjadi dasar dalam belajar pada tahap berikutnya yaitu tahap
abstrak.
Contoh: berilah anak beberapa buah apel dan mintalah mereka menyusun seperti
susunan di bawah ini!

Gambar 1.4 Pengenalan Sifat Pertukaran


Banyak buah apel di atas terdiri atas dua baris dengan tiap baris ada empat buah
apel. Hal ini dalam matematika ditulis 2 x 4. Karena banyaknya buah apel ada 8
maka model jajaran buah apel di atas menunjukkan 2 x 4 = 8.
Selanjutnya, jajaran buah apel seperti di atas dapat diubah menjadi sebagai berikut

Jajaran buah apel di samping terdiri atas


empat baris dan pada tiap baris terdapat dua
buah apel. Dalam matematika hal ini ditulis
4 x 2. Karena banyak buah apel ada 8, maka
model jajaran buah apel di samping ini
menunjukkan 4 x 2 = 8.

13
Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa 2 x 4 = 4 x 2.
Percobaan seperti di atas dapat dilakukan oleh siswa untuk menunjukkan
perkalian dua bilangan yang lain. Sehingga secara umum dapat disimpulkan
bahwa salah satu sifat perkalian adalah:
a x b = b x a (sifat pertukaran)

4. Teori Belajar Dienes


Menurut keyakinan Zoltan P. Dienes, para siswa akan dapat memahami
suatu konsep dengan penuh bila penyajiannya menggunakan berbagai sajian
(representasi). Hal ini akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan suatu
penyajian yang hanya menggunakan satu macam cara saja.
Contoh:
Jika guru ingin mengajarkan konsep persegi panjang, sebaiknya guru menyajikan
beberapa model atau gambar persegi panjang dengan ukuran sisi yang berlainan
dan berbagai posisi. Perhatikan gambar berikut!

Gambar 1.5 Pengenalan konsep persegi panjang


Pertanyaan: sifat sama apa yang dimiliki oleh keempat gambar di atas?
5. Teori Belajar William Brownell
Menurut William Brownell, para siswa diyakini dapat memahami
konsep-konsep matematika yang dipelajari jika belajar dilakukan secara permanen
atau terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Dalam proses pembelajaran
diperlukan penggunaan benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi oleh siswa.
Dengan demikian, pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika dapat
dikembangkan secara bermakna. Hal ini disebabkan karena dengan memanipulasi
benda-benda konkret para siswa dapat memaknai konsep dan keterampilan baru
yang didapatkan. Karena itu, teori belajar William Brownell ini juga dikenal
dengan nama meaning theory.

14
Contoh:
Bila guru baru pertama kali mengenalkan konsep bilangan kepada siswa maka
siswa akan dapat dengan mudah memahami konsep bilangan itu bila guru
menggunakan benda-benda konkret yang telah dikenal oleh siswa atau dekat
dengan kehidupannya sehari-hari, seperti gambar-gambar berikut.

Gambar-gambar seperti di atas dapat digunakan untuk mengenalkan konsep


bilangan “satu” dengan lambang “1”.
Bagaimana mengenalkan konsep “dua” yang lambangnya “2”?
Konsep “dua” itu dapat disajikan dengan kumpulan gambar-gambar atau benda
konkretnya sebagai berikut!

Banyak bola adalah “dua”

Banyak strowbery adalah “dua”

15
Demikian pula kelompok-kelompok gambar berikut semuanya dapat digunakan
untuk mengenalkan konsep bilangan “dua” (berkaitan dengan teori Dienes).

Gambar 1.6 Pengenalan Konsep Bilangan “dua”

Hal yang sama dapat dilakukan bila ingin mengenalkan konsep bilangan yang
lain! Siswa diharapkan dapat memaknai banyak benda yang diberikan nama
tertentu (nama suatu bilangan).

6. Teori Belajar Robert M. Gagne


Berkaitan dengan pembelajaran, Gagne lebih menekankan terhadap hasil
belajar ketimbang proses belajarnya. Karena itu, tujuan belajar menurut Gagne
adalah perolehan kemampuan-kemampuan yang telah dideskripsikan secara
khusus dan dinyatakan dalam istilah-istilah tingkah laku. Dinyatakan juga bahwa,
belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia mengubah tingkah laku
secara permanen, sedemikian rupa sehingga perubahan yang sama tidak akan
terjadi pada keadaan yang baru. Selain itu, Gagne mengemukakan kematangan
tidak diperoleh melalui belajar karena perubahan tingkah laku yang terjadi akibat
dari pertumbuhan struktur pada diri manusia itu sendiri.
Berkaitan dengan pembelajaran Matematika, Gagne (dalam Ismail, 1998)
menyatakan bahwa objek belajar matematika terdiri dari objek tak langsung yaitu
transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah,

16
disiplin pribadi, dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek
langsung matematika adalah:
1. Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti
simbol-simbol matematika contohnya: “+” adalah simbol dari operasi
penjumlahan, simbol “3” untuk kata “tiga”, sinus, cosinus, tangens
beberapa nama fungsi dalam trigonometri.
2. Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang
benar dan cepat misalnya:
a. pembagian secara singkat, contohnya 18 : 3 = 6
b. penjumlahan pecahan desimal, contohnya 0,5 +1,2 = 1,7
c. perkalian pecahan desimal, contohnya 2,5 x 1,5 = 3,75
d. perkalian berpola, seperti: 25 x 48 = 1200, 11 x 35 = 385, dan
sebagainya.
3. Konsep (concept) adalah ide abstrak yang menunjukkan kelompok objek
ke dalam contoh dan bukan contoh. Misalnya himpunan segitiga, kubus
dan jari-jari lingkaran, merupakan contoh konsep matematika.
4. Prinsip (principle) adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan di
antara konsep-konsep tersebut. Contoh: dua segitiga sama dan sebangun
bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen.

Menurut Robert M. Gagne, penguasaan terhadap suatu tugas dapat


ditingkatkan bila subtugas-subtugas yang dibutuhkan untuk menuntaskan tugas-
tugas yang lebih luas sudah secara jelas diidentifikasi dan diurutkan. Misalnya,
dalam pembahasan konsep atau tugas utama tentang perpangkatan, dibutuhkan
subtugas konsep perkalian. Sedangkan konsep perkalian membutuhkan
penguasaan konsep penjumlahan.

Contoh: 52 = 5 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 25
Bila digambarkan tampak seperti taksonomi Gagne berikut.

17
TAKSONOMI GAGNE
Sesuai dengan uraian dan contoh di atas, dapat dikemukakan bahwa
keterampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan atau
kapabilitas yang merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar.
Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada
puncak membentuk suatu piramida. Misalnya, seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
Piramida tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Kapabilitas

a b

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang harus terlebih dahulu


menyelesaikan tugas c dan d, sedangkan tugas b harus menyelesaikan tugas e, f,
dan g. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Kapabilitas

a b

c d e f g

Gambar 1.7 Taksonomi Gagne

18
RANGKUMAN

Agar tujuan matematika sekolah dapat tercapai, dalam melaksanakan


pembelajaran guru harus memahami cara belajar dan cara berpikir siswa saat mereka
belajar. Karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami berbagai teori
belajar yang berkaitan dengan pembelajaran matematika.
Teori belajar Piaget, membagi tahapan perkembangan mental manusia
menjadi 4 tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap operasi
konkret, dan tahap operasi formal. Dengan paham konstruktivisnya Piaget
berkeyakinan bahwa individu yang belajar harus aktif membangun pengetahuannya
sendiri, bukan sebagai penerima pasif. Seseorang yang belajar mengalami proses
asimilasi dan akomodasi.
Jerome S. Bruner, menyatakan bahwa untuk memberikan pemahaman kepada
siswa tentang suatu materi/konsep matematika dalam proses pembelajaran, mereka
sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang
dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik atau dimanipulasi. Berkaitan dengan
pembelajaran, Bruner membagi tahapan belajar seseorang menjadi tiga tahap, yaitu:
tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
Richard Skemp membagi tahapan belajar siswa menjadi dua tahap, yaitu
tahap konkret dan tahap abstrak. Tahap konkret itu akan menjadi dasar dalam belajar
pada tahap berikutnya yaitu tahap abstrak.
Menurut keyakinan Zoltan P. Dienes, para siswa akan dapat memahami suatu
konsep dengan penuh bila penyajiannya menggunakan berbagai sajian (representasi).
Hal ini akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan suatu penyajian yang hanya
menggunakan satu macam cara saja.
Menurut William Brownell, para siswa diyakini dapat memahami konsep-
konsep matematika jika belajar dilakukan secara permanen. Dalam proses
pembelajaran digunakan benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi oleh siswa.
Dengan demikian, pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika dapat
dikembangkan secara bermakna. Sehingga teori Brownell ini juga disebut meaning
theory. Menurut Robert M. Gagne, penguasaan terhadap suatu tugas dapat
ditingkatkan bila subtugas-subtugas yang dibutuhkan untuk menuntaskan tugas-tugas
yang lebih luas sudah secara jelas dipahami siswa.

19
LEMBAR MASALAH 1
Petunjuk
1. Kerjakan Lembar Masalah ini secara berkelompok.
2. Setiap anggota kelompok harus terlibat secara aktif dalam pengerjaan Lembar
Masalah ini.
3. Carilah sumber-sumber yang relevan untuk menunjang penyelesaian lembar
masalah ini.
4. Buatlah laporan kelompok sebagai bukti bahwa masalah telah diselesaikan
secara kelompok.
5. Pada halaman kulit laporan, tulis kelompok dan nama anggota kelompok
berserta NIM yang bersangkutan.
6. Siapkan bahan presentasi untuk disajikan dalam diskusi kelas.
7. Pilihlah wakil kelompok sebagai penyaji dan anggota kelompok yang lain
ikut memperlancar pelaksanaan diskusi.
Masalah
Banyak guru, melaksanakan pembelajaran kurang memperhatikan teori belajar
yang sesungguhnya telah mereka pelajari.
1. Mengapa banyak guru melaksanakan pembelajaran matematika kurang
memperhatikan teori belajar? Padahal, dengan memperhatikan dan
menerapkan teori belajar, para guru akan dapat membelajarkan siswa sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
2. Apa yang harus dilakukan agar para guru dapat memahami secara jelas teori
belajar matematika dan mampu menerapkannya dalam pembelajaran?
3. Uraikan dan kajilah berbagai teori belajar yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika!
4. Tulislah contoh penerapan teori belajar dalam pembelajaran suatu konsep
matematika di sekolah dasar!

Selamat Bekerja!

20
TES AKHIR UNIT 1
1. Berikan dan kajilah masing-masing sebuah contoh kasus yang dapat
digunakan untuk mengetahui kepemilikan hukum kekekalan bilangan,
hukum kekekalan materi, hukum kekekalan panjang, hukum kekekalan
luas, hukum kekekalan berat, dan hukum kekekalan isi, bagi siswa yang
belajar!
2. Termasuk hukum kekekalan apakah contoh berikut? Jelaskan!
Ambil dua gelas yang ukurannya sama, kemudian diisi air dengan volume
yang sama. Kedua gelas yang berisi air itu ditunjukkan kepada anak-anak.
Kemudian ditanyakan kepada mereka “apakah banyak air pada kedua
gelas itu sama?” Pada tahap ini, anak-anak akan menjawab “sama
banyaknya”. Selanjutnya, air dalam salah satu gelas tadi dituangkan
semuanya pada sebuah gelas yang lebih tinggi dan garis tengahnya lebih
kecil. Tanyakan kembali kepada anak-anak tadi, apakah banyaknya air
sama? Mereka tetap menjawab bahwa banyaknya air pada kedua gelas itu
tetap sama.
3. Apa perbedaan teori belajar Skemp dan Bruner? Jelaskan!
4. Kajilah beberapa konsep matematika yang penyajiannya sesuai dengan
teori Gagne!
5. Identifikasilah berbagai obyek langsung matematika yang mencakup:
fakta, konsep, keterampilan, dan prinsip!
6. Tulislah masing-masing sebuah contoh penerapan teori belajar Bruner,
Skemp, dan Dienes untuk suatu topik matematika di sekolah dasar!

21
Unit 2
METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Konsep-konsep Kunci
 Pengertian Metode Pembelajaran
 Beberapa Metode Pembelajaran Matematika dan
 Contoh Penerapan Metode Pembelajaran Matematika di SD

Kerangka Isi

PENGERTIAN, JENIS, DAN CONTOH


PENERAPAN METODE
PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENGERTIAN JENIS CONTOH

Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami pengertian, jenis, dan contoh penerapan metode
pembelajaran matematika.

Indikator Hasil Belajar


1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian metode pembelajaran
matematika.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis metode pembelajaran matematika.
3. Mahasiswa dapat menggali dan memberi contoh penerapan metode
pembelajaran matematika di SD.

22
B. Kajian Metode Pembelajaran Matematika

Setelah mengkaji berbagai teori belajar matematika sesuai dengan tingkat


perkembangan anak SD, berikut disajikan beberapa metode pembelajaran
matematika di SD. Seorang guru perlu menguasai dan mampu menerapkan
berbagai metode pembelajaran yang bervariasi, bila ingin melaksanakan
pembelajaran dengan baik. Hal ini mudah dimengerti karena suatu topik
matematika kadang-kadang dapat diajarkan secara lebih baik hanya dengan
menggunakan metode tertentu. Selain itu, jika guru matematika hanya
menggunakan satu jenis metode mengajar, maka dimungkinkan para siswa
menjadi lebih cepat bosan atau jenuh terhadap pesan yang disajikan.

Pada buku ini, ada berbagai metode pembelajaran matematika SD yang


dapat dipilih dan digunakan, antara lain metode ekspositori, penemuan,
laboratorium, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, tugas belajar dan resitasi, serta
metode problem posing dan pemecahan masalah. Metode yang digunakan dalam
suatu kondisi dan situasi pemebelajaran, bergantung pada topik yang disajikan,
tingkat kecakapan dan minat siswa, bakat guru, dan gaya mengajar guru. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran matematika di sekolah dasar (SD), disini disajikan
lima macam metode utama yaitu metode ekspositori, metode penemuan, metode
laboratorium, metode tugas belajar dan resitasi, serta problem posing dan
pemecahan masalah.

1. Metode Ekspositori
Metode ekspositori, kadang-kadang disebut juga metode ceramah.
Guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, pesan, atau konsep kepada
seluruh siswa dalam kelas. Langkah-langkah pembelajaran yang menerapkan
metode ekspositori adalah sebagai berikut. Pertama, sebelum menjelaskan dan
menyampaikan pesan atau konsep, guru menuliskan topik, menginformasikan
tujuan pembelajaran, menyampaikan dan menyajikan pesan atau konsep kepada
para siswa dengan cara lisan atau tertulis. Agar konsep yang dijelaskannya dapat
dipahami oleh siswa, guru biasanya memberi contoh dan mengajukan pertanyaan

23
secara lisan serta meringkas konsep yang telah disajikannya. Ketiga, guru
meminta siswa baik secara perorangan atau kelompok untuk menggunakan konsep
yang telah dipelajari dengan cara mengerjakan soal yang telah disediakan.

Paling tidak ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam metode
ekspositori ini. Pertama, konsep disajikan secara lisan dan verbal. Kedua,
pelajaran terarah, terpusat, atau terorientasi pada guru. Maksudnya adalah bahwa
guru bertindak sebagai sumber utama tentang pengetahuan matematika dan guru
adalah satu-satunya orang yang membuat keputusan tentang bagaimana
pengembangan pelajaran harus dilaksanakan. Oleh karena itu, pembelajaran
dengan metode eksositori dinamakan pembelajaran terarah dari guru. Walaupun
metode pembelajaran ini terarah dari guru, proses dan hasil pembelajaran bisa
efektif. Hal ini sangat bergantung pada pengalaman guru dalam memilih dan
menggunakan teknik pembelajaran. Biasanya teknik pembelajaran yang dapat
dipilih dan digunakan guru adalah teknik keterlibatan, teknik analogi, teknik
definisi dan contoh, teknik aturan, dan teknik analisis.

Teknik keterlibatan, merupakan suatu proses mengajar yang melibatkan


semua siswa selama proses pembelajaran. Misalnya guru mengajukan pertanyaan
secara lisan kepada siswa dalam kelas. Setelah memberikan jeda beberapa saat,
guru meminta siswa agar menuliskan jawaban pertanyaan tadi pada sehelai kertas.
Selanjutnya, secara acak dan bergiliran siswa ditunjuk/diberikan kesempatan
untuk memepresentasikan kertas kerjanya.
Teknik analogi, merupakan suatu teknik yang dapat diterapkan pada
proses pembelajaran dimana guru berusaha menyederhanakan suatu konsep yang
abstrak dan sulit agar siswa dapat memahami konsep tersebut. Misalkan konsep
yang sulit itu adalah 2 x 3. Guru dapat membuat suatu analogi dengan
mengajukan suatu cerita sebagai berikut: “Ibu Ayu mempunyai 2 orang anak yaitu
Adi dan Ana. Karena kedua anak tersebut naik kelas, Ibu Ayu memberi hadiah 3
buku tulis kepada setiap anaknya. Berapa buku tulis yang diberikan Ibu Ayu
kepada kedua anaknya tersebut?”

Teknik definisi dan contoh, merupakan suatu proses mengajar dimana


guru mengajukan pertanyaan benar yang disebut definisi. Kemudian guru

24
mengemukakan contoh yang mendukung atau tidak mendukung pernyataan atau
definisi tersebut. Misalnya, guru menggambar segitiga di papan tulis. Kemudian
guru menyatakan bahwa gambar dipapan tulis itu dinamakan segitiga. Guru
menggambar segiempat dan menyatakan bahwa gambar terakhir itu bukan gambar
segitiga. Terakhir, guru menggambar beberapa bangun geometri dan meminta
siswa untuk menunjukkan gambar mana yang merupakan gambar bangun segitiga
dan mana yang bukan. Apa jenis segitiga yang digambar? Sebagai ilustrasi,
perhatikan gambar-gambar berikut!

Gambar 1.8 Tangram

Teknik aturan, merupakan suatu teknik pembelajaran dimana guru


mengemukakan aturan-aturan, hukum, prosedur dan rumus tertentu untuk diikuti
siswa. Teknik ini hampir sama dengan teknik definisi dan contoh. Pada contoh
tentang teknik definisi dan contoh tadi, guru dapat mennyakan siswa: “apakah
yang membedakan segitiga dengan yang bukan segitiga?”, “dapatkah sembarang
tiga ruas garis merupakan segitiga?”, dan seterusnya. Contoh lainnya adalah
dengan menggunakan dalil Pythagoras, siswa diminta untuk menentukan panjang
diagonal d bila panjang p dan l diketahui!

l
d

Gambar 1.9 Persegi panjang

25
Teknik analisis, merupakan suatu teknik pembelajaran dimana guru
berusaha menguraikan suatu konsep ke dalam langkah-langkah tertentu. Misalnya
dalam menjelaskan 7 x 13. Di sini guru melakukan langkah berikut:

7 x 13 = 7 ( 10 + 3 )

= (7 x 10 ) + ( 7 x 3 )

= 70 + 21

= 70 + ( 20 + 1 )

= ( 70 + 20 ) + 1

= 90 + 1

= 91

Hal ketiga yang perlu diketahui dalam penerapan metoe ekspositori adalah bahwa
guru menjelaskan setiap langkah pembelajaran sebelum para siswa diberi tugas
untuk diselesaikan. Keempat, peranan siswa adalah lebih bersifat pasif karena
siswa lebih banyak mendengar penjelasan guru ketimbang memahami materi yang
dijelaskan guru.

2. Metode Penemuan
Pada pembelajaran dengan metode penemuan, seorang siswa didorong
untuk memahami sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa fakta atau relasi matematika
yang masih baru bagi siswa, misalnya pola, sifat-sifat, atau rumus-rumus tertentu.
Fakta atau relasi matematika tersebut sebenarnya telah ada atau telah ditemukan
sebelumnya namun belum pernah diajarkan kepada para siswa secara langsung,
baik oleh guru yang bersangkutan maupun oleh orang lain. Metode penemuan
umumnya membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan metode
ekspositori, karena kegiatan ini mengembangkan konsep maupun keterampilan
matematika dalam kaitannya dengan pemecahan masalah. Untuk membuat
prosedur ini menjadi lebih efisien, guru harus mengkonstruksikan masalah itu
secara hati-hati, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan kunci.

Metode penemuan dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi dua jenis


yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Pada penemuan murni,

26
pembelajaran terfokus pada siswa dan tidak terfokus pada guru. Siswalah yang
menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan. Peranan guru adalah
menyajikan suatu situasi belajar atau masalah kepada para siswa. Kemudian para
siswa diminta untuk mengkaji dan menemukan fakta atau relasi yang terdapat
dalam masalah tadi dan akhirnya para siswa juga yang akan menarik suatu
generalisasi dari apa yang mereka temukan. Kegiatan ini dilakukan para siswa
dengan hampir tidak mendapatkan bimbingan guru. Pendekatan seperti ini tentu
saja hanya dapat digunakan atau diterapkan kepada beberapa siswa yang
tergolong pandai. Sebagai ilustrasi perhatikan masalah berikut.

“Siswa SD telah mengetahui bahwa luas persegipanjang adalah panjang kali


lebar. Dengan menggunakan rumus itu siswa diharapkan dapat menemukan
rumus luas daerah segitiga yang alas dan tingginya berturut-turut adalah a dan t
satuan.”

Sekadar untuk membantu siswa, guru menyajikan gambar di bawah ini.

½t
½t ½t
½t

a a

Gambar 1.10 Penemuan Rumus Luas Daerah Segitiga

Pertanyaan: buatlah uraian hingga anda menemukan rumus luas daerah segitiga
itu!

Pada penemuan terbimbing atau inquiry, guru mengarahkan atau memberi


petunjuk kepada para siswa tentang materi pembelajaran. Kadar bimbingan yang
diberikan guru sangat bergantung pada kemampuan para siswa dan topik yang
dipelajari. Bentuk bimbingannya bisa berupa petunjuk, arahan, pertanyaan, atau
dialog, sehingga diharapkan siswa sampai pada simpulan atau generalisasi sesuai
dengan yang dirancang dan diinginkan oleh guru. Perlu diperhatikan bahwa jika
guru ingin menerapkan metode penemuan pada pembelajaran matematika, guru

27
harus sudah merancang secara jelas generalisasi atau simpulan yan gharus
ditemukan oleh para siswa. Berikut ini merupakan suatu ilustrasi bagaimana
strategi mengajar dengan metode penemuan terbimbing tentang “bilangan
persegi”.

Perhatikan kumpulan kelereng berikut!

, , , , , .....
Bilangan 1 4 9 16 ...

Selisih 3 5 7 …

Gambar 1.11 Pola Bilangan Persegi

Pertanyaan yang bisa diajukan kepada siswa antara lain:

a. Tulislah bilangan yang kelima yang menunjukkan banyak kelereng pada


barisan kelompok kelereng yang kelima itu.

b. Tulislah banyaknya kelereng pada kelompok yang ketujuh dan kedelapan


pada barisan kelompok kelereng itu.

c. Tulislah banyaknya kelereng pada kelompok yang kelima belas dan ke-n
pada barisan kelompok kelereng itu.

Berkaitan dengan penemuan dalam pemecahan masalah matematika, agar


mereka senang belajar matematika, perlu disajikan permasalahan yang sifatnya
kontekstual. Tingkatan masalah kontekstual itu dapat dibagi menjadi tiga yaitu
tingkat rendah, sedang, dan tingkat tinggi.

(1) Tingkat rendah, dalam menyelesaikan masalah siswa dapat memecahkan


masalah itu dengan mudah.

Contoh: Pak Agus membeli pupuk urea sebanyak 50 kg. tiap kg harganya
Rp.2500,00 Berapa Pak Agus membayar pupuk itu?

28
(2) Tingkat sedang, dalam menyelesaikan maslah siswa dapat berpikir secara
rasional, dengan menggunakan nalar maupun logika.

Contoh:

87 Tamu
Gambar 1.12
Banyak termos nasi goreng =…
Masalah Terbuka

(3) Tingkat tinggi, dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa


memerlukan kemampuan berikir tingkat tinggi. Siswa mampu
mengungkapkan suatu ide yang terdapat pada masalah sehingga dapat
demengerti orang lain.

Contoh:

Berat kambing = 190 kg … ekor kambing diperlukan?

Gambar 1.13 Masalah Terbuka

29
Catatan: contoh masalah tingkat sedang dan tinggi di atas termasuk jenis
masalah terbuka, yaitu masalah matematika yang memiliki lebih dari satu
jawaban benar dan banyak cara menjawabnya.

3. Metode Laboratorium
Metode laboratorium merupakan metode mengajar yang orientasi
kegiatannya didasarkan atas percobaan dan penyelidikan dengan objek-objek
fisik. Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa dibiarkan untuk melakukan
percobaan dan penyelidikan secara individual, berpasangan, atau berkelompok
dan bebas menggunakan benda-benda yang dapat dimanipulasi. Benda-benda
yang dimaksud misalnya penggaris, segitiga, kelereng, weker, uang perak,
kalkulator, sedotan, kubus dan kubus satuan, benda-benda yang dirancang khusus,
dan bahkan kartu domino. Hal ini berarti, pembelajaran dengan metode
laboratorium tidak harus di ruang laboratorium.

Contoh:

Guru ingin mengajarkan konsep bilangan pi (π). Siswa diminta untuk


melakukan percobaan mengukur garis tengah dan keliling beberapa objek
berbentuk lempengan lingkaran yang jari-jarinya berbeda

. Siswa harus mencatat ukuran atau panjang garis tengah lempengan


lingkara (D) dan kelilingnya (K), kemudian menghitung hasil bagi K : D pada
tabel yang disediakan seperti berikut:

30
Lingkaran Keliling (K) Diameter (D) K:D

II

III

IV

TABEL 1.1 Penemuan Nilai Phi

Dengan percobaan seperti ini diharapkan siswa dapat menyimpulkan bahwa


nilai K : D sama atau hampir sama. Nilai K : D inilah yang disebut dengan
bilangan phi (π) yang besarnya mendekati 3, 14 bila ditulis sampai dua angka
dibelakang koma.

Lakukanlah percobaan ini!

4. Metode Tugas dan Resitasi

Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang
anak untuk aktif belajar baik secara individual atau kelompok. Tugas dan resitasi
bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan tempat lainnya.
Jenis-jenis tugas sangat banyak, bergantung pada tujuan yang ingin dicapai,
seperti tugas meneliti, menyusun laporan, tugas motorik, tugas di laboratorium,
karya seni, dan sebagainya.

Langkah-langkah menggunakan metode tugas/resitasi:


a. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan tujuan yang
ingin dicapai, jenis tugas yang diberikan harus jelas dan tepat, sesuai dengan
kemampuan siswa, ada petunjuk yang dapat membantu dan sediakan waktu yang
cukup.

31
b. Fase Pelaksanaan Tugas
1. Guru harus memberikan bimbingan/pengawasan saat siswa mengerjakan
tugas.
2. Diberikan dorongan sehingga anak mau melaksanakannya.
3. Diusahakan atau dikerjakan oleh anak sendiri.
4. Mencatat semua hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.

c. Fase Pertanggungjawaban Tugas


Hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah:
1. Laporan siswa baik secara lisan/tertulis dari tugas yang telah dikerjakan.
2. Ada tanya jawab dan diskusi.
3. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes atau nontes atau cara
lainnya. Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut resitasi.

5. Metode Problem Posing dan Pemecahan Masalah


Padanan istilah problem posing yang digunakan dalam
pembelajaran adalah “pembentukan soal”. Suryanto (1988) menyatakan
bahwa dalam pustaka pendidikan matematika “pembentukan soal”
mempunyai beberapa pengertian. Pertama , pembentukan soal adalah
perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan
beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai, yang terjadi
dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Arti kedua, pembentukan soal
adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang
telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau
alternatif soal yang masih relevan. Kemudian arti yang ketiga, pembentukan
soal adalah prumusan soal atau pengajuan soal dari situasi yang tersedia baik
dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah pemecahan suatu soal.
Bertolak dari pengertian tersebut, penerapan metode problem posing
dalam pembelajaran, mahasiswa diajak untuk membuat soal dengan kaidah
penulisan soal yang baik. Hal ini tampaknya tidaklah mudah karena dalam
membentuk soal mereka harus memikirkan, menciptakan ide-ide sendiri
dalam bentuk soal. Selanjutnya, mahasiswa harus memikirkan cara yang

32
tepat untuk menyelesaikan soal yang mereka buat. Proses berpikir ini
disebut proses berpikir tingkat tinggi (Creative Thingking). Wakefield
(1989), mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai kemampuan
seseorang memikirkan dan menemukan cara menyelesaikan masalah yang
paling tepat. Selain itu, Taylor (1988) , mendefinisikan bahwa berpikir
kreatif adalah proses tindakan seseorang menggunakan ide-ide baru dalam
memecahkan masalah. Kedua pernyataan di atas dapat dimaknai bahwa
berpikir kritis adalah aktivitas seseorang yang dapat digunakan untuk
menghasilkan suatu cara untuk memahami suatu problem atau situasi dan
untuk menghasilkan suatu cara pemecahan yang tepat. Hal ini sejalan
dengan pendapat Guilford (dalam Silver, 1994) yang menyatakan bahwa
berpikir kreatif adalah suatu proses yang menunjukkan kelancaran,
fleksibilitas, dan originalitas dalam berpikir. Kelancaran adalah kemampuan
seseorang untuk mengemukakan idenya dengan cepat. Fleksibilitas adalah
kemampuan untuk menciptakan ide baru. Originalitas adalah kemampuan
seseorang untuk menciptakan ide-ide dalam bentuk masalah matematika,
baik masalah tertutup maupun masalah terbuka.
Selanjutnya Travers (dalam Silver, 1994) membedakan berpikir
kreatif dalam dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti yang
lebih luas. Dalam arti sempit, berpikir kreatif dipandang sebagai sesuatu
yang nyata dalam bentuk buah pikiran atau produk-produk baru. Pengertian
ini menunjukan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan yang amat
tinggi. Sedangkan pengertian berpikir kreatif yang lebih luas yaitu sesuatu
yang menghasilkan respon atau ide-ide baru yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan
metode problem posing akan mengarahkan mahasiswa pada pembentukan
cara berpikir kritis dan kreatif. Dikatakan berpikir kritis dan kreatif karena
tujuan pembelajaran adalah untuk menciptakan ide-ide baru dalam bentuk
masalah matematika. Hal ini merupakan suatu kegiatan yang harus dicermati
oleh mahasiswa sebagai calon guru, sehingga setelah bertugas sebagai guru
mampu mengembangkan soal-soal yang bermutu bagi siswanya.

33
Kemampuan berpikir kreatif seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : pengalaman, bacaan, dan kebiasaan mengamati lingkungan.
Pengalaman yang dapat mempengaruhi berpikir kreatif adalah sesuatu yang
pernah dirasakan, disaksikan atau diperoleh melalui kejadian yang dapat
memberikan pengaruh terhadap seseorang yang mengalaminya. Pengalaman
merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir mahasiswa. Semakin banyak pengalaman mahasiswa,
mereka akan semakin kreatif dalam menciptakan atau menemukan ide-ide
baru. Bacaan yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir mahasiswa
adalah bacaan yang merupakan sumber pengetahuan dalam mengembangkan
atau menemukan ide-ide yang dapat berfungsi untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya. Semakin banyak orang yang membaca, mereka akan
semakin kaya dengan ide-ide dan semakin mudah mengembangkan ide-ide
baru. Artinya semakin banyak orang membaca akan semakin meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam hal menciptakan ide-ide baik
secara kualitas maupun kuantitas. Selanjutnya, kebiasaan mengamati
lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan berpikir kreatif karena lingkungan adalah salah satu sumber
inspirasi dalam mengembangkan atau menemukan ide-ide baru.
Di samping faktor positif yang telah diuraikan di atas, ada faktor-
faktor yang menghambat perkembangan kemampuan berpikir kreatif
seseorang. Menurut Fryer, Henry, dan Sparks (1965) faktor penghambat
tersebut adalah suka tergesa-gesa, bekerja secara rutin, atau dibawah
tekanan, keharusan bekerja tepat waktu atau sesuai dengan jadwal, merasa
aneh terhadap masalah pribadi, merasa takut akan adanya kritik, mengalami
konflik atau kekacauan emosional. Namun demikian, faktor-faktor
penghambat tersebut tampaknya akan dapat dikurangi dengan memberikan
kesempatan seoptimal mungkin kepada mahasiswa untuk melatih diri
berpikir kreatif dengan cara memberikan kebebasan untuk mengembangkan
pengetahuan sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan uraian di atas, apabila guru mampu berpikir kreatif,
metode problem posing juga dapat diterapkan bagi anak SD yang sedang

34
belajar. Sebuah soal dapat diubah/dikembangkan menjadi beberapa
persoalan baru dengan cara mengubah pertanyaannya atau menambah data
baru yang berhubungan dengan masalah awal sehingga masalahnya akan
menjadi semakin kompleks. Bila anak SD diberikan kesempatan sendiri
untuk mengembangkan masalah sesuai dengan masalah yang dihadapi dan
sesuai dengan kemampuannya, maka kemampuan mereka dalam
memecahkan masalah juga akan semakin baik. Hal ini terjadi karena saat
mereka mengemukakan soal/masalah, secara tidak langsung telah
memikirkan jawabannya. Dengan demikian, siswa SD juga akan berlatih
berpikir aktif, kreatif, dan produktif.
Contoh:
Pak Kardi mempunyai 75 karung bawang merah dan 45 karung bawang
putih. Setiap karung beratnya 120 kg. Berapa kg berat seluruh bawang
merah dan bawang putih yang dimiliki pak Kardi?
Posing 1 (mengubah pertanyaan)
Pak Kardi mempunyai 75 karung bawang merah dan 45 karung putih.
Setiap karung beratnya 120 kg. Berapa karung selisih bawang merah dan
bawang putih yang dimiliki pak Kardi?
Posing 2 (mengubah pertanyaan)
Pak Kardi mempunyai 75 karung bawang merah dan 45 karung putih.
Setiap karung beratnya 120 kg. Berapa kg selisih berat bawang merah dan
bawang putih yang dimiliki pak Kardi?
Posing 3 (menambah data)
Pak Kardi mempunyai 75 karung bawang merah dan 45 karung putih.
Setiap karung beratnya 120 kg. Bila tiap 1 kg bawang merah dijual Rp
6000,0 dan 1 kg bawang putih dijual Rp 7.500,00. Berapa rupiah uang
yang diterima oleh pak Kardi?
Posing 4 (menambah data)
Pak Kardi mempunyai 75 karung bawang merah dan 45 karung putih.
Setiap karung beratnya 120 kg. Bila tiap 1 kg bawang merah dijual Rp
6000,0 dan 1 kg bawang putih dijual Rp 7.500,00. Berapa % keuntungan
yang diperoleh pak Kardi?

35
Satu soal seperti contoh di atas dapat dikembangkan menjadi empat
soal baru bahkan lebih. Di samping itu masalah yang dikembangkan akan
tampak semakin kompleks. Selanjutnya, biarkan anak menjawab soal yang
dibuatnya sendiri dan lakukan pertukaran soal bersama temannya. Hal ini
akan memunculkan persaingan yang sehat dalam belajar terutama dalam
pemecahan masalah. Semakin kompleks soal yang mampu dikembangkan
siswa, tentu memerlukan kreativitas berpikir yang semakin tinggi. Karena
itu, semakin tinggi kemampuan siswa melakukan problem posing, semakin
tinggi kemampuannya dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Killpatrick (1987) dalam Cilver ( 1994) yang menyatakan bahwa
kualitas pertanyaan siswa dapat dijadikan ukuran untuk menentukan sejauh
mana kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.
Dalam memecahkan masalah yang dihadapi , ada berbagai strategi
yang dapat dipilih atau ditempuh agar pemecahan masalah dapat dilakukan
secara lebih efektif dan sistematis. Menurut (Reys, 1978) strategi tersebut
adalah :
1. Beraksi (Act It Out )
Strategi ini dilakukan melalui serangkaian aksi fisik atau
manipulasi objek untuk dapat mengetahui hubungan yang ada
antar komponen yang terdapat dalam masalah tersebut.
2. Membuat Gambar atau Diagram
Strategi ini digunakan untuk menyederhanakan masalah dan
memperjelas hubungan yang ada.
3. Mencari Pola
Strategi ini digunakan untuk memudahkan memahami
permasalahan yang dihadapai. Dalam hal ini sering kali siswa
diminta untuk membuat tabel dan kemudian menggunakannya
untuk menemukan pola yang relevan dengan permasalahannya.

4. Membuat Tabel

36
Strategi ini digunakan untuk membantu siswa mempermudah
melihat pola dan memperjelas informasi yang hilang. Dengan kata
lain, strategi ini sangat membantu dalam mengklasifikasi dan
menyusun informasi atau data dalam jumlah besar.
5. Menghitung Semua Kemungkinan secara Sistematis
Strategi ini sering digunakan bersamaan dengan strategi “ mencari
pola” dan “membuat tabel” karena terkadang kala kita tidak
mungkin mampu mengidentifikasi seluruh kemungkinan
himpunan selesaian suatu masalah. Dalam hal demikian, dapat
disederhanakan dengan mengkategorikan semua kemungkinan ke
dalam beberapa bagian.
6. Menebak dan Menguji
Strategi menebak yang “terdidik” ini didasarkan pada aspek-aspek
yang relevan dengan permasalahan yang ada, ditambah
pengetahuan dari pengalaman sebelumnya. Hasil tebakan itu harus
diuji kebenarannya serta diikuti oleh sejumlah alasan yang logis.
7. Bekerja Mundur
Strategi ini cocok digunakan untuk menjawab permasalahan yang
menyajikan kondisi (hasil) akhir dan menanyakan sesuatu yang
terjadi sebelumnya.
8. Mengidentifikasi Informasi yang Diinginkan, Diberikan, dan
Diperlukan
Strategi ini membantu siswa untuk mengklasifikasi informasi dan
memberi mereka pengalaman dan merumuskan pertanyaan. Dalam
hal ini kita perlu menentukan permasalahan yang akan dijawab,
menyortir informasi penting untuk menjawabnya, dan memilih
langkah-langkah penyelesaian yang sesuai dengan soal.
9. Menulis Kalimat Terbuka
Strategi ini membantu siswa untuk melihat hubungan antara
informasi yang diberikan dan yang dicari.untuk menyederhanakan
permasalahan dapat digunakan variabel sebagai pengganti kalimat
dalam soal.

37
10. Menyelesaikan Masalah yang Lebih Sederhana atau Serupa
Suatu masalah yang rumit dapat diselesaikan dengan cara
menyelesaikan masalah yang serupa tetapi lebih sederhana.
11. Mengubah Pandangan
Strategi dapat digunakan setelah beberapa strategi lain dicoba
namun tanpa hasil. Masalah yang dihadapi perlu didefinisikan
dengan cara yang sama sekali berbeda dengan permasalahan
semula.
Selanjutnya, sesuai dengan masalah yang dihadapai, berbagai strategi
(bisa lebih dari satu strategi) dapat diterapkan oleh siswa dalam
memecahkan suatu masalah berkaitan dengan langkah-langkah pemecahan
masalah yang dianjurkan oleh George Polya (dalam Hudojo, (1988 ) yaitu:
A. Memahami masalah
B. Membuat rencana untuk menyelesaikannya.
C. Melaksanakan rencana yang telah di buat pada langkah
kedua.
D. Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh.

Memahami Masalah
Pada langkah ini siswa untuk menetapkan apa yang ingin diketahui
pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan yang
perlu dikemukakan untuk membantu siswa memahamai masalah antara
lain :
a. Apakah yang diketahui dari soal ?
b. Apakah yang ditanyakan soal ?
c. Adakah informasi lain yang diperlukan ?
d. Bagaimana akan menyelesaikan soal ?
Mengacu pada pertanyaan-pertanyaan di atas, siswa diharapkan dapat
lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan
dalam soal. Dalam hal ini, strategi mengidentifikasi informasi yang
diinginkan, diberikan, dan diperlukan, akan sangat membantu siswa
melaksanakan tahap ini.

38
Contoh : selisih dua bilangan cacah adalah 20. Jika jumlah kedua bilangan
cacah tersebut adalah 36, tentukanlah kedua bilangan cacah tersebut!
Penyelesaian :
Diketahui : misalkan dua bilangan tersebut adalah a dan b
a - b = 20 dan a + b = 36
Ditanya : a = …?
b = ....?
Membuat rencana untuk menyelesaikannya
Pemecahan masalah tidak akan berhasil dengan baik bila tidak ada
perencanaan yang baik. Untuk itu, dalam merencanakan pemecahan
masalah siswa harus memilih strategi-strategi yang berkaitan dengan
masalah yang akan dipecahkan. Berkaitan dengan contoh di atas, strategi
yang cocok digunakan adalah strategi bekerja mundur dan menggunakan
kalimat terbuka.
Melaksanakan Penyelesaian Soal
Setelah siswa memahami permasalahan dengan baik dan sudah
menentukan strategi pemecahannya, selanjutnya adalah melaksanakan
penyelesaian soal sesuai dengan perencanaan. Kemampusan siswa
memahami substansi materi dan ketrampilan siswa melakukan
perhitungan-perhitungan matematika akan sangat membantu siswa
melakukan tahap ini. Perhatikan kelanjutan penyelesaian soal di atas .
a – b = 20 a = 20 + b
a + b = 36 (20 + b) + b = 36
20 + 2b = 36
2b = 36 – 20
2b = 16
b=8
b=8 a = 20 + 8 = 28
jadi bilangan-bilangan cacah yang dimaksud adalah 28 dan 8

Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh

39
Langkah terakhir dalam pemecahan masalah adalah memeriksa
ulang jawaban yang diperoleh setelah melakukan perhitungan. Langkah ini
penting untuk dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh
sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang
ditanya.
Dalam memeriksa ulang jawaban yang diperoleh dari pemecahan masalah,
ada empat langkah penting yang dapat digunakan sebagai pedoman, yaitu :
a. Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan
b. Menginterpretasikan jawaban yang diperoleh
c. Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan
penyelesaian masalah ?
d. Mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi?
Pada contoh penyelesaian di atas, bilangan yang diperoleh adalah
28 dan 8 sedangkan unsur yang diketahui adalah: a – b = 20 dan a
+ b = 36. bila a dan b kita ganti, kita dapatkan bahwa: 28 – 8 = 20
(bernilai benar) dan 28 + 8 = 36 (bernilai benar). Hal ini
menunjukan bahwa hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan yang
diketahui.

40
RANGKUMAN

1. Seorang guru perlu menguasai dan mampu menerapkan berbagai


metode pembelajaran yang bervariasi, bila ingin melaksanakan
pembelajara dengan baik. Jika guru matematika hanya menggunakan
satu jenis metode mengajar, maka dimungkinkan para siswa menjadi
lebih cepat bosan atau jemu terhadap pesan yang disajikan.
2. Beberapa metode pembelajaran matematika sekolah dasar (SD) yang
dapat dipilih antara lain: metode ekspositori, metode penemuan,
metode laboratory, metode tugas belajar dan resitasi, serta problem
posing.
3. Dalam proses pembelajaran penerapan metode pembelajaran akan
sangat bervariasi, karena setiap metode memiliki kelebihan dan
kekurangan. Sehingga kekurangan satu metode akan ditutupi oleh
kelebihan metode yang lainnya.

41
LEMBAR MASALAH 2

Petunjuk

1. Kerjakan lembar masalah ini secara berkelompok.


2. Setiap anggota kelompok harus terlibat secara aktif dalam pengerjaan
lembar masalah.
3. Carilah sumber-sumber yang relevan untuk menunjang penyelesaian
lembar masalah ini.
4. Buatlah laporan kelompok sebagai bukti bahwa masalah telah diselesaikan
secara berkelompok.
5. Pada halaman kulit laporan, tulis kelompok dan nama anggota kelompok.
6. Pilihlah wakil kelompok sebagai penyaji dan anggota kelompok yang lain
ikut memperlancar pelaksanaan diskusi.

Masalah

Para guru dalam melaksanakan pembelajaran tampaknya belum sepenuhnya


mengetahui penerapan metode pembelajaran yang efektif untuk suatu materi
matematika.

1. Mengapa banyak guru belum mampu melaksanakan pembelajaran


matematika dengan menggunakan metode pembelajaran yang relevan?
2. Apa yang harus dilakukan agar para guru dapat melaksanakan
pembelajaran matematika dengan menerapkan metode pembelajaran yang
relevan?
3. Buatlah uraian atau kajian berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar!
4. Buatlah contoh-contoh penerapan metode mengajar dalam pembelajaran
suatu konsep matematika di sekolah dasar!

42
Tes Akhir Unit 2
1. Jelaskan jenis-jenis metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar!
2. Kaji dan uraikan kelebihan dan kekurangan metode yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar!
3. Cermati, kemudian jawablah soal-soal hasil problem posing yang
diuraikan pada halaman 35-36 dan apa pendapat anda terhadap hasil
pengembangan soal tersebut!

43

Anda mungkin juga menyukai