Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyamuk Aedes aegypti terus menjadi momok yang ditakuti oleh
pemerintah dan masyarakat sejak dahulu hingga sekarang. Hal ini dibuktikan
oleh masih maraknya kampanye yang dilakukan pemerintah kepada warganya
untuk melakukan aksi 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur. Namun
dalam perkembangannya, ternyata aksi 3M tidak cukup untuk mencegah
berkembangnya nyamuk Aedes aegypti. Alasannya adalah karena jentik
nyamuk tidak serta-merta terbawa saat bak mandi dikuras. Untuk itu,
pemerintah telah memberikan jalan yaitu dengan menggunakan bahan kimia
sebagai pestisida (DDT) dalam membunuh nyamuk beserta jentik-jentiknya
yang banyak ditemukan dalam genangan air seperti bak mandi. Cukup
tingginya dampak negatif yang ditimbulkan pestisida kimia (DDT)
mengakibatkan DDT banyak dilarang di berbagai negara, hal ini mendorong
usaha untuk mencari alternatif dengan menggunakan berbagi sumber daya
alami yang ramah lingkungan guna menggantikan pestisida kimia berupa
DDT. Salah satu pestisida alami yang dapat digunakan adalah menggunakan
ekstrak berbagai tanaman (gamal). Salah satu hal yang penting adalah
penggunaan pestisida alami relatif aman, ramah lingkungan dan ekonomis.
Tanaman gamal (Gliricidia sepium) adalah salah satu tanaman yang belum
banyak diketahui oleh masyarakat manfaatnya. Sangat sedikit informasi yang
dapat dicari mengenai tanaman gamal menunjukkan bahwa tanaman ini belum
dimanfaatkan secara maksimal mengenai kandungan dan potensinya. Hal ini
menjadi lebih menarik karena jumlah persebaran tanaman gamal yang tidak
sedikit di Indonesia namun tidak banyak yang mencari tahu potensi-potensi
apa saja terkandung pada tanaman gamal, sehingga penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengembangkan pembuatan pestisida alami dari tanaman
gamal untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut
1. Bagaimana efektifitas penggunaan tanaman gamal (Gliricidia sepium)
sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan tanaman gamal
(Gliricidia sepium) sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti terhadap
lingkungan?
2

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan Latar Belakang Masalah dan Perumusan Masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui efektifitas penggunaan tanaman gamal (Gliricidia sepium)
sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti.
2. Mengetahui dampak penggunaan tanaman gamal (Gliricidia sepium)
sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti terhadap lingkungan.
1.4 Kegunaan
Berdasarkan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah dan Tujuan
Penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk
mengetahui efektifitas penggunaan tanaman gamal (Gliricidia sepium) sebagai
larvasida nyamuk Aedes aegypti dan dampaknya terhadap lingkungan.
1.5 Luaran
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini berisi gambaran tentang
penggunaan bahan alami seperti tanaman gamal dalam menggantikan pestisida
kimia (DDT) untuk membunuh larva-larva nyamuk, terutama nyamuk Aedes
aegypti mengacu pada banyaknya dampak negatif yang disebabkan oleh
penggunaan pestisida kimia (DDT) yang berbahaya bagi lingkungan.
Selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan dapat melihat dampak-dampak apa
saja yang ditimbulkan oleh pestisida alami tersebut terhadap lingkungan.
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)


1. Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Menurut Sutanto (2002) yang senada dengan Elevitch dan John (2006) ,
dalam taksonomi tanaman gamal diklasifikasikan sebagai berikut
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L.
2. Morfologi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat
yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk
Jepang, Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai
bahan makanan. Morfologinya adalah sebagai berikut :
 Batang : Tidak berkayu, beralus, beruas, bercabang, tegak, hijau
pucat.
 Daun : Tipis majemuk, daun muda melebar atau meluas dari dasar,
hijau mengkilat, segmen dengan hijau pucat, tangkai di semua atau
kebayakan daun merupakan sarung.
 Daun bunga: Putih kehijauan atau putih kekuningan ½ -3/4 mm
panjangnya.
 Bunga : Tunggal, dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak yang
tersembunyi, daun bunga putih kehijauan atau merah jambu pucat
dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk yang
jelas,tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai
daun berhadapan atau berbatasan dengan tirai bunga.
 Tirai bunga: Tidak bertangkai atau dengan tangkai bunga tidak
lebih dari 2 cm panjangnya.
 Buah : Panjangnya sekitar 3 mm, batang angular, berlekuk, sangat
aromatik.
 Akar : Tebal
3. Manfaat dan Kandungan Kimia Tanaman Gamal (Gliricidia sepium)
Seledri merupakan salah satu tanaman yang bermanfaat sebagai
bahan alam yang dijadikan sebagai tanaman obat. Daun seledri
mengandung senyawa-senyawa organik, yakni flavonoid, saponin, tanin,
minyak atsiri, flavo-glukosida (apiin), apigenin. Yongkhamcha (2010),
mengatakan seledri juga mengandung berbagai senyawa bioaktif
4

konstituen seperti phthalides, kumarin, flavonoid, seskuiterpenoid, dan


aromatik glukosida. Senyawa- senyawa kimia yang merupakan senyawa
metabolit sekunder seperti minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, saponin, dan
tannin mampu bekerja sebagai racun pada larva baik sebagai racun kontak
maupun racun perut dan juga diduga dapat berfungsi sebagai insektisida.
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, saponin dan alkaloid
memiliki cara kerja sebagai racun perut dan menghambat kerja enzim
kolinesterase pada larva sedangkan flavonoid dan minyak atsiri berperan
sebagai racun pernapasan.
Penelitian Choochote, dkk. tahun 2004 menyebutkan bahwa
ekstrak biji seledri (Apium graveolens L.) mampu membunuh larva
nyamuk Aedes aegypti dengan LC50 sebesar 81,0 mg/L dan LC95 sebesar
176,8 mg/L. Akan tetapi, penggunaan daun seledri sebagai insektisida
terhadap nyamuk belum diketahui. Ekstrak daun seledri memiliki potensi
sebagai insektisida terhadap nyamuk.
Zeinab (2014), telah membuktikan bahwa efektivitas tanaman yang
mengandung senyawa metabolit sekunder, seperti saponin, steroid,
isoflavonoid, minyak atsiri, alkaloid dan tanin sebagai potensi larvasida
nyamuk dan juga sebagai insektisida terhadap nyamuk.
2.2 Nyamuk Aedes aegypti
1. Klasifikasi Aedes aegypti
Diambil dari Diah F.Rahayu dan Adil Ustiawan dalam Balai Litbang P2B2
Banjarnegara (2013), klasifikasi nyamuk Aedes Aegypti adalah sebagai
berikut
Golongan : Animalia
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
2. Morfologi Aedes aegypti
Ukuran nyamuk Aedes aegypti sedang dengan warna tubuh hitam
kecoklatan disertai sisik dengan garis-garis putih keperakan pada tungkai
dan tubuhnya. Ciri spesies ini adalah pada bagian punggung (dorsal)
tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Pada
nyamuk yang sudah tua, sisik-sisiknya akan rontok sehingga menyulitkan
dalam mengidentifikasi jenis spesies ini. Ukuran nyamuk tidak berbeda
tergantung populasi dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama masa
perkembangan. Umunya, ukuran nyamuk Aedes aegypti lebih kecil bila
dibandingkan dengan nyamuk rumahan. Ukuran nyamuk jantan lebih kecil
bila dibandingkan dengan nyamuk betina, pada nyamuk jantan terdapat
5

rambut tebal yang mengelilingi antenanya. Ciri-ciri ini dapat diamati oleh
mata telanjang. (Djakaria, 2000)
Badan Aedes aegypti berukuran lebih kecil dari nyamuk rumahan,
tubuh sampai ke kaki berwarna hitam dengan garis putih-putih. Nyamuk
ini tidak menyukai tempat-tempat yang kotor. Nyamuk Aedes aegypti
biasa bertelur pada genangan air yang tenang, seperti bak mandi, genangan
pada pot bunga, tempayan, dan lain-lain yang kurang diterangi oleh sinar
matahari dan jarang dibersihkan secara teratur. Darah manusia bagi
nyamuk Aedes aegypti merupakan nutrisi untuk mematangkan telur agar
dapat dibuahi pada saat perkawinan (Rozanah, 2004)
Nyamuk Aedes aegypti sebagaimana serangga yang lainnya,
memiliki tanda pengenal sebagai berikut :
a. Tubuh dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga bagian yaitu : kepala,
toraks, dan abdomen yang beruas-ruas.
b. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang
berbulu. Serta memiliki moncong yang panjang (proboscis) untuk
menusuk kulit hewan/manusia dan menghisap darahnya.
c. Kaki terdiri dari 3 pasang.
d. Sistem peredaran darah terbuka. (Widya .W.H, 2006)
3. Perilaku dan Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti adalah makhluk diurnal, yaitu aktif pada pagi
hingga siang hari. Hanya jenis betina saja yang menghisap darah, hal ini
dikarenakan nyamuk Aedes aegypti betina membutuhkan nutrisi untuk
bertelur sedangkan nyamuk jantan mendapatkan nutrisi dari nektar bunga
maupun tumbuhan. Ae. aegypti hidup di pemukiman padat penduduk di
perkotaan dan di pedesaan. Hidup pada berbagai tempat penampungan air
misalnya pada bak mandi, drum, tempayan, kaleng bekas, vas bunga,
pelepah daun, tempurung kelapa yang berisi air untuk tempat bertelur
(Salim dan Milana, 2005).
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya pada permukaan air yang
tenang. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah antara satu
dengan lainnya. Telur-telur ini nantinya akan menetas menjadi larva dalam
waktu 1-2 hari. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang
disebut dengan instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat
membutuhkan waktu kurang lebih lima hari. Setelah sampai pada instar
keempat, larva akan berubah menjadi pupa. Pupa membutuhkan waktu
selama kurang lebih dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar
dari pupa. Sehingga dapat disimpulkan perkembangan nyamuk Aedes
aegypti dari telur menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa membutuhkan
waktu sekitar 7-8 hari tergantung lingkungan maupun kondisi di
sekitarnya. (Khorotunnisa, 2008)
6

4. Epidemiologi
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama penyebaran penyakit
DBD (Demam Berdarah Dengue) terutama di daerah tropik. Nyamuk jenis
ini memiliki habitat asli yang berasal dari Afrika, namun di Asia nyamuk
Aedes aegypti adalah satu-satunya yang menjadi vektor utama penyebab
DBD. Hal ini dikarenakan habitatnya berada di sekitar rumah dan
membutuhkan darah dalam mempertahankan kehidupannya. Nyamuk akan
menghisap darah manusia untuk diambil nutrisinya agar nutrisi nyamuk
terpenuhi dan dapat mengeluarkan telurnya. Pada daerah yang jumlah
penduduknya relatif sedikit atau tidak dapat, persebaran virus dari nyamuk
ini semakin tinggi karena nyamuk akan menghisap darah berulang-ulang.
(Chahaya, 2003)

2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan antara suatu zat dengan menggunakan
pelarut yang sesuai. (Mukhriani, 2014)
Jenis-jenis metode ekstraksi menurut Mukhriani (2014) adalah sebagai berikut
1. Maserasi
Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi yang paling banyak
digunakan, karena mudah dan dapat digunakan dalam skala kecil maupun
besar. Maserasi dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan
pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu
kamar. Proses ekstraksi akan dihentikan ketika telah tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Hanya saja kekurangan pada metode ini
adalah membutuhkan waktu yang lama dikarenakan prosesnya yang
bertahap, pelarut yang digunakan cukup banyak dan kemungkinan
beberapa senyawa hilang cukup besar.
2. Ultrasound-Assisted Solved Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan
bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang
berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound.
Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga
menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan
peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil
ekstraksi.
3. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada
bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel
dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari
metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan
7

kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka


pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga
membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu.
4. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan
di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke
dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan
dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi
oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak
pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa
yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh
terus-menerus berada pada titik didih.
5. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga
mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2
bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang
terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi.

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, dan juga dilakukan di
rumah salah satu anggota kelompok.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah Metode Ekstraksi. Daun
gamal yang digunakan dalam penelitian merupakan tanaman yang
didapatkan atau dibeli di sekitar lingkungan. Selanjutnya daun gamal yang
telah didapatkan kemudia dikeringkan dalam suhu ruang yang dilengkapi
dengan kipas angina dan dilakukan pembalikan daun setiap hari agar
keringnya merata kurang lebih delapan hari. Daun gamal yang telah kering
kemudian ditimbang dan digiling hingga halus dengan menggunakan alat
penggiling Retsch tipe SR-2. Sebanyak 500 gram tepung daun gamal
selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan pelarut methanol 96%.
8

Skrening fitokimia ekstrak daun gamal dilakukan untuk mengetahui


kandungan senyawa kandungan metabolit sekunder pada ekstrak daun
gamal. Standar prosedur untuk pelaksanaan skrening fitokimia
menggunkan standar prosedur fitokimia ole (Harborne, 1992). Penelitian
ini menggunakan lina perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang
sebanyak lima kali. Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut :
Perlakuan I (kontrol negatif : aquadest), perlakuan II (control positif :
albendazole 0,5%), perlakuan III (ekstrak daun gamal 5%), perlakuan IV
(ekstrak daun 10%), perlakuan V (ekstrak daun 20%), (Efektivitas ekstrak
daun gamal, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB)

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, terdapat 2 cara pengumpulan data, yaitu
1. Pencarian literatur, antara lain mencari referensi-referensi data yang
mendukung penelitian ini.
2. Observasi, antara lain melakukan pengamatan dan pecatatan data
secara sistematis pada proses siklus hidup larva nyamuk Aedes Aegypti
sebelum dan setelah penggunaan tanaman gamal sebagai larvasida
alami.
3. Eksperimen, antara lain melakukan percobaan-percobaan ilmiah
dengan tanaman gamal berdasarkan analisis kegunaannya dan melihat
dampak penggunaan tanaman gamal terhadap lingkungan.
3.4 Teknik Analisis Data dan Uji Keabsahan Data
Teknik Analisis Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
pengolahan data, penganalisisan data, dan penafsiran hasil analisis. Uji
Keabsahan Data dilakukan secara Triangulasi.

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya


No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
Peralatan penunjang 8.835.000,00
1
Buku Literatur, modem internet dan printer canon
Bahan habis pakai 360.000,00
2 Tinta Print, Kertas A4, fotocopy, ATK dan internet
data
Perjalanan 480.000
3
Observasi rumah dan lainnya (selama 3 bulan)
Lain-lain 310.000
4 Penggandaan laporan, seminar hasil PKM dan
dokumentasi
Jumlah 9.740.000
9

4.2 Jadwal Kegiatan


Bulan ke-I Bulan ke-II Bulan ke-III Bulan ke-IV

No Jenis Kegiatan Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Persiapan penelitian

2 Penyusunan intsrumen

3 Pelaksanaan tindakan

4 Pengumpulan data

5 Analisis data

6 Pembuatan laporan

7 Publikasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2017. “Ekstraksi”. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.


http://id.wikipedia.org/wiki/Ekstraksi, diakes pada Rabu, 8 November
2017 pukul 10.00 WIB.
Cahyati, W.H, Suharyo. 2006. Dinamika Aedes aegypti sebagai vektor penyakit.
Kemas 2: 38-48.
Chahaya, I., 2003. “Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia”. USU
digital library.
Djakaria, 2000. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Dalam:
Srisasi G, Herry DI, Wita P,
Elevitch, C.R. and John, K. 2006. Gliricidia sepium (Gliricidia) Fabacceae
(legume family) Species Profiles For Pacific Island Agrofrorestry.
www.traditionaltree.org. Diakses 26 Oktober 2017, pukul 22.00 WIB.
Khoirotunnisa, M., 2008. Aktifitas Minyak Atsiri Daun Serai Wangi
Cymbopogon nardus (L.) Randle Terhadap Pertumbuhan Malassezia
Furfur invitro dan Identifikasinya dan sebagai penghalau nyamuk Aedes
aegypti. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
10

Manglayang Farm. 2006. “Hijauan Pakan Ternak: Gamal (G.sepium)”.


http://www.manglayang.hijauan.pakan.ternak.gamal.gliricidia.sepium.,
diakses pada Rabu, 8 November 2017 pukul 03.30 WIB.
Mukhriani. 2014. “Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa
Aktif”. Jurnal Penelitian UIN Makassar. Makassar.
Nukmal, N., Utami, N. dan Suprapto, U. 2010. “Skrining Potensi Daun Gamal
(Gliricidia sepium Hbr) Sebagai Insektisida Nabati”. Laporan Penelitian
Universitas Lampung. Lampung.
Nukmal, N., Widiastuti, E. L. Dan Surniyani, E. 2009. “Uji Efikasi Ekstrak Air
Daun Gamal (Gliricidia sepium) Terhadap Imago Hama Bisul Dadap
(Quadrastichus erythrinae)”. Prosiding Seminar Nasional Biologi XX dan
Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia XIV UIN. Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Nulik, Jacob dan D. Kana Hau. 2005. “Tanaman Gamal (Gliricidia sepium) dan
Potensi Pemanfaatannya Sebagai Pakan Ternak dan Fungsi Lainnya
Dalam Usaha Tani di Nusa Tenggara Timur". Laporan Penelitian Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT. NTT.
penyunting. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarata:
235-237.
Rahayu D.F dan Adil Ustiawan. 2013. “Identifikasi Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus”. Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Banjarnegara.
Rozanah. 2004. http://garistepi.wordpress.com/2009/06/09/sistematika-nyamuk-
aedes-aegypti/ Soegeng Soegijanto. DEMAM BERDARAH DENGUE
(edisi 2). 2006. Airlangga University Press.
Sado, R.I. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Daun Gamal (Gliricidia
sepium) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Caisim (Brassica juncea
L.). Skripsi. Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Yogyakarta.
Sungkar, S., 2005. Bionomik Aedes aegepty vektor Demam Berdarah Dengue.
Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta. Hal:1
Sutanto, D. 2002. “Pertanian Organik (Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan)”. Kanisius, Jakarta.
Utami, N. dan Nismah. 2011. “Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak
Metanol Daun Tanaman Gamal (Gliricidia maculata Hbr.) dan Uji
Toksisitasnya Terhadap Hama Kutu Putih (Paracoccus marginatus)”.
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan Bidang Ilmu MIPA (SEMIRATA
BKS-PTNB 2011). Banjarmasin, 9-10 Mei 2011.
Choochote, W dkk. 2004. Potensial of Crude Seed Extract of Celery (Apium
graveolens L.) againt The Mosquito Aedes aegypti L. (Diptera:
Culicidae). Chiang Mai : Department of Parasitology, Faculty of
Medicine, Ciang May Universitiy Thailand.
11

Yongkhamcha, B. 2010. Biological Control of Dengue Fever Mosquitoes (Aedes


aegypti L.) by Mintweed (Hyptis suaveolens (L.) Poit), Yam Bean
(Pachyrhizus erosus L.), and Celery (Apium graveolens L.) Seed Extracts.
Thailand : Suranaree University of Technology.
Zeinab, SH. 2014. Insecticidal Bioactivity of Eco-Friendlyplant Origin Chemicals
Against Culex pipiens and Aedes aegypti. Zoology Department Faculty of
Science Mansoura University

Anda mungkin juga menyukai