Anda di halaman 1dari 77

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PENGOBATAN DIARE TERHADAP PASIEN ANAK DI


INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2017

SKRIPSI
Diajukanuntukmelengkapisalahsatusyaratuntukmemperoleh
gelSarjanarmasipadaFakultasFarmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MULIA RAHMAT
NIM 121501037

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA
PENGOBATAN DIARE TERHADAP PASIEN ANAK DI
INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MULIA RAHMAT
NIM 121501037

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “ Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada

Pengobatan Diare Terhadap Pasien Anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.

Pirngadi Medan Periode Januari-Juni 2017. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt.

selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan bimbingan,

arahan dan bantuan selama masa penelitian serta penulisan skripsi ini. Penulis

juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm.,

Ph.D., Apt. dan Bapak Drs. Rasmadin Muchtar, M.S., Apt. selaku dosen penguji

yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga

menyampaikan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux

Putra, S.U., Apt. selaku dosen penasihat akademik yang telah banyak memberikan

nasihat dan bimbingan selama masa pendidikan. Penulis juga berterimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan

masukan selama masa pendidikan serta penelitian.

iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih serta penghargaan yang

tulus dan tak terhingga kepada orangtua tercinta, Ayahanda M. Razi dan Ibunda

Jumiati, serta seluruh keluarga atas do’a, dorongan dan dukungan baik moril

maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Taufik, Audry, Neneng, Intan, Nona, Raisa, Dinda, Ceel,

(Pharmateam), Winda, Nita, Putri dan Dina serta seluruh teman-teman FKK 2012

yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan

penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

farmasi.

Medan, Januari 2019


Penulis,

Mulia Rahmat
NIM 121501037

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : MuliaRahmat
Nomor Induk Mahasiswa : 121501037
Program Studi : S-1 Reguler Farmasi
Judul Skripsi :Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada
Pengobatan Diare Terhadap Pasien Anak di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode
Januari-Juni 2017

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah hasil karya sendiri

dan bukan plagiat.Apabila di kemudian hari skripsi saya tersebut terbukti plagiat

karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh

Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, tidak akan

menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan dan dalam keadaan sehat.

Medan, Januari 2019

Mulia Rahmat
NIM 121501037

vi
Universitas Sumatera Utara
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA
PENGOBATAN DIARE TERHADAP PASIEN ANAK DI INSTALASI
RAWAT INAP RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN PERIODE JANUARI-JUNI
2017

ABSTRAK

Latar Belakang: Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak
diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial
berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien. Penyakit diare sampai saat ini
masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yangsedang
berkembang. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan
pengambilan data retrospektif kemudian ditelaah dan analisis dengan
menggunakan klasifikasi DRPs menurut Pharmaceutical Care Practice: The
Clinician's Guide yang telah dimodifikasi yaitu indikasi tanpa obat, obat tanpa
indikasi, obat tidak efektif, dosis tinggi, dosis rendah, dan reaksi obat merugikan
(interaksi obat). Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Agustus – September
2017. Dari 70 rekam medis, diambil 49 rekam medis pasien yang termasuk ke
dalam kriteria inklusi.
Hasil: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 49 rekam medis, telah
terjadi DRPs sebanyak 32 kasus. Kejadian DRPs yang ditemukan yaitu interaksi
obat 14 kasus (31,81%), dosis obat lebih 8 kasus (18,18%), obat tanpa indikasi 8
kasus (18,18%) indikasi tanpa obat 8 kasus (18,18%), dosis obat kurang 6 kasus
(13,63%).
Kesimpulan: Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi Drug
Related Problems (DRPs) pada pengobatan Diare terhadap pasien Anak di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2017.

Kata kunci: Anak, diare, Drug Related Problems (DRPs)

vii
Universitas Sumatera Utara
IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) IN THE
TREATMENT OF DIARE ON CHILDREN PATIENTS IN
INSTALLATION OF INHALATION RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
JANUARI-JUNE PERIOD 2017

ABSTRACT

Background: Drug Related Problems are events not desired by patients related to
drug therapy, and in real or potentially influence the outcome desired by the
patients. diarrheal disease is still a global health problem, especially in developing
countries. In indonesia diarrhea is still one of the main public health problems.
Method: This study is a descriptive study, with retrospective retrieval data and
then analyzed by using Drug Related Problems (DRPs) classification according to
Pharmaceutical Care Practice: The modified clinician's guide is an indication
without drugs, medications without indication, ineffective drugs, high doses, low
doses, and adverse drug reactions (drug interactions). Data collection was
conducted from August to September 2017. Of the 70 medical records, 49 medical
records of patients were included in the inclusion criteria.
Result: Based on research that has been done, from 49 medical records, Drug
Related Problems (DRPs) have occurred as many as 32 cases. The incidence of
Drug Related Problems (DRPs) found was drug interaction 14 cases (31.81%),
dose of drug over 8 cases (18.18%), drug without indikai 8 case (18.18%)
indication without drug 8 case (18.18%) , dose of drug less 6 case (13.63%).
Conclusion: Thus it can be concluded that there has been a Drug Related
Problems (DRPs) on the treatment of diarrhea in pediatric patients at Inpatient
Installation RSUD Dr. Pirngadi Medan period January - June 2017.

Keywords: Children, diarrhea, Drug Related Problems (DRPs)

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN............................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Hipotesis ................................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Diare ...................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Diare ..................................................................................... 6
2.1.2 Klasifikasi Diare................................................................................. 7
2.1.3 Etiologi Diare ..................................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi Diare ............................................................................. 10
2.1.5 Gejala Diare ....................................................................................... 13
2.1.6 Pemeriksaan Diare ............................................................................. 15
2.1.7 Komplikasi ......................................................................................... 15
2.1.8 Pengobatan ......................................................................................... 16
2.1.9 Rekam Medis ..................................................................................... 17
2.2 Drug Related Problems (DRPs) ............................................................ 20
2.2.1 Definisi Drug Related Problems (DRPs) ........................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 22
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 22
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................ 22
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................................ 22
3.2.2 Lokasi Penelitian ................................................................................ 22
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 22
3.3.1 Populasi .............................................................................................. 22
3.3.2 Sampel ............................................................................................... 23
3.4 Definisi Operasional.............................................................................. 23
3.5 Instrumen Penelitian.............................................................................. 24
3.5.1 Sumber Data ....................................................................................... 24
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 24
3.6 Rencana Pengelolaan dan Analisa Data ................................................ 25
3.6.1 Rencana Pengelolaan ......................................................................... 25
3.6.2 Analisa Data ....................................................................................... 25
3.7 Langkah Penelitian ................................................................................ 25

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 27
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 27
4.1.1 Karakteristik Pasien ........................................................................... 27
4.1.2 Drug Related Problems (DRPs) ......................................................... 28
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 29
4.2.1 Indikasi Tanpa Obat ........................................................................... 29
4.2.2 Obat Tanpa Indikasi ........................................................................... 31
4.2.3 Obat Salah .......................................................................................... 32
4.2.4 Dosis Obat Lebih................................................................................ 32
4.2.5 Dosis Obat Kurang ............................................................................. 33
4.2.6 Interaksi Obat ..................................................................................... 35
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 36
4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 36
4.2 Saran ............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37
LAMPIRAN ................................................................................................ 40

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

2.1 Gejala dan Tanda dari Penyakit Diare............................................. 13


4.1 Karakteristik Pasien Diare di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode
Januari-Juni 2017 ............................................................................ 27
4.2 Jumlah Pasien Anak Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Pirngadi Medan Periode Januari -Juni 2017.................................... 28
4.3 DRPs pasien Anak Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Pirngadi Medan Periode Januari -Juni 2017.................................... 29
4.4 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori indikasi tanpa obat pada
pasien anak diare rawat inap RSUD Dr. Pirngadi kota Medan
periode Januari - Juni 2017 ............................................................. 30
4.5 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori obat tanpa indikasi pada
pasien anak diare rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode
Januar-Juni 2017 ............................................................................. 31
4.6 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori Dosis Obat lebih pada
pasien anak diare di instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi
Medan periode Januari-Juni 2017 ................................................... 32
4.7 DRPs kategori Dosis Obat Kurang pada pasien anak diare di
instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari-
Juni 2017 ......................................................................................... 33
4.8 DRPs kategori Interaksi Obat pada pasien anak diare rawat inap
RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari-Juni 2017 ................... 35

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ..................... 5


3.1 Skema Rencana Pengelolaan Data .................................................. 25

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Pasien ................................................................................ 40


2 Data Pengobatan Pasien.............................................................. 43
3 Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi ......................................... 55
4 Evaluasi DRPs Indikasi Tanpa Obat ......................................... 57
5 Evaluasi DRPs Dosis Kurang dari Dosis Terapi ........................ 59
6 Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi ............................ 60
7 Evaluasi DRPs Interaksi Obat ................................................... 61
8 Surat Pergantian Judul ................................................................ 66
9 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian......................... 67
10 Surat Selesai Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan .............. 68

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare merupakan suatu kondisi dimana buang air besar dengan konsistensi

lembek atau cair, dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya

tiga kali atau lebih). Kebanyakan pasien diare menderita diare akut ringan sampai

sedang yang berlangsug kurang dari 14 hari. Diare ini dapat sembuh sendiri dalam

waktu 3 sampai 7 hari (Depkes RI, 2011 ; Soegijanto, 2009)

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortilitasnya yang masih

tinggi.Diare menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di

dunia. Diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun

meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena diare (Kemenkes

RI, 2011). Besarnya masalah tersebut terlihatdari tingginya angka kesakitan

dankematian akibat diare. Salah satu penyebab utama kasus kematian anak-anak

usia<5 tahun adalah diare. Pada tahun 2010, secara global distribusi diare

sebanyak 761 ribu (10%) dari 7,6 juta semua kasus kematian anak-anak usia <5

tahun. Distribusi diare di Asia Tenggara sebanyak 233 ribu (11%) dari 2,1 juta

kasus kematian anak-anak usia <5 tahun (WHO, 2013).

Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit

diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di

rumah sakit dan menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di rumah sakit

(Adisasmito, 2007).

1
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita sebesar

6,7% sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompokumur

berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Angka kematian

(CFR) akibat diare tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. Proporsi

kasus diare yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34%, sedangkan sisanya

58,66% tidak mendapatkan penanganan. Berdasarkan karakteristik penduduk,

kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare.

Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu

sebesar 7,6% (Depkes, 2013).

Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan,

pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir

manajemen obat. Penggunaan obat atau pelayanan obat merupakan proses

kegiatan yang mencakup aspek teknis dan non teknis yang dikerjakan mulai dari

menerima resep dokter hingga penyerahan obat kepada pasien. Dalam hal

penggunaan obat, langkah yang paling penting diperhatikan adalah diagnosis yang

tepat, sehingga menghasilkan suatu peresepan rasional, efektif, aman, dan

ekonomis (Depkes, 1998).

Adanya perubahan orientasi pada peran kefarmasian dari drug oriented

menjadi patients oriented, memicu timbulnya ide tentang pelayanan farmasi

(pharmaceutical care), yang tujuannya mencegah dan meminimalkan

permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat. Makin bertambahnya jenis

obat yang beredar dan terbatasnya pengetahuan tenaga kesehatan tentang profil

suatu obat, menyebabkan meningkatnya Drug Related Problems (DRPs)

(Handayani, 2008). Drug Related Problems (DRPs) merupakan bagian dari

2
Universitas Sumatera Utara
medication error yang dihadapi hampir semua negara di dunia. Tahun 1997 di

Amerika tercatat 14.000 kematian dan 1 juta pasien dirawat di Rumah sakit akibat

adanya DRPs dari obat yang diresepkan (Cipolle dkk., 1998).

Terapi dengan menggunakan obat diare bertujuan untuk meningkatkan

kualitas dan mempertahankan hidup pasien, hal ini dilakukan dengan cara

mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau

memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya

(Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara, kasus kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375

kasus, tahun 2012 sebanyak 29.769 kasus, tahun 2013 sebanyak 26.243 kasus,

dan Januari hingga Juli 2016 mencatat sebanyak 15.128 warga menderita diare.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan merupakan salah satu

rumah sakit milik pemerintah. Tugas utama Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Pirngadi Medan adalah melakukan pelayanan kesehatan masyarakat dan

melaksanakan sistem rujukan bagi daerah Medan dan sekitarnya. Tingginya angka

kejadian serta jumlah kasus penyakit diare maka perlu dilakukan penelitian

mengenai identifikasi DRPs dalam pengobatan diare untuk mengetahui seberapa

besar angka kejadian DRPs untuk masing-masing kategori.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian secara prospektif mengenai Identifikasi Drug Related

Problems (DRPs) pada pengobatan Diare terhadap pasien anak di Instalasi Rawat

Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Juni 2017.

3
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah

penelitian adalah: apakah terjadi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak

diare di instalasi rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Juni

2017?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini

adalah: telah terjadi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak diare di

instalasi rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Juni 2017?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

untuk mengetahui besarnya angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada

pasien anak diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode

Januari-Juni 2017?

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs.

b. untuk masyarakat, memperoleh gambaran angka kejadian DRPs pada

penyakit diare pada anak.

4
Universitas Sumatera Utara
c. untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan untuk

bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan

diare anak dalam praktik di rumah sakit tersebut.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi DRPs pada pasien anak diare di

Instalasi rawat rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Juni 2017.

Dalam penelitian ini obat-obat yang tercatat dalam rekam medis pasien anak diare

merupakan variabel bebas (independent variabel) dan DRPs kategori indikasi

tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih,

reaksi obat merugikan, dan interaksi obat sebagai variabel terikat (dependent

variable). Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir

penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

variabel bebas variabel terikat parameter


1. Indikasi tanpa obat
Karakteristik Pasien : 2. Obat tanpa indikasi
- Umur DRPs 3. Obat tidak efektif
- Jenis Kelamin 4. Dosis rendah
5. Dosis tinggi
6.Interaksi obat
(Cipolle, 2004)

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Menurut WHO (2005) diare adalah buang air besar yang sering dan cair,

biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi

tinja dari pada jumlah. Seringkali, buang air besar yang berbentuk bukanlah diare.

Hanya bayi yang diberi ASI sering buang air besar, buang air besar yang “pucat”

juga bukan diare.

Menurut Suraatmaja (2007) diare merupakan penyakit yang ditandai

dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah/atau lendir.

Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering

(biasanya tiga kali atau lebih). Kebanyakan pasien diare menderita diare akut

ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 14 hari, diare ini dapat

sembuh sendiri dalam waktu 3 sampai 7 hari (Depkes RI, 2011; Soegijanto,

2009).

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih

tinggi.Diare menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di

dunia. Diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun

meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena diare (Kemenkes

RI, 2011)

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Klasifikasi Diare

1. Berdasarkan Onset

Berdasarkan waktu onset dan durasi, diare dikelompokkan menjadi akut

dan kronis. Episode diare akut umumnya hilang dalam 72 jam dari onset. Diare

kronis menyebabkan frekuensi buang air besar yang lebih seringdan periode diare

yang lebih panjang (Elin dkk., 2009). Menurut WHO (2005) diare terdiri dari

beberapa jenis yang dibagi secara klinis yaitu:

a) Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau

hari, mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat

badan juga dapat terjadi jika makanan tidak dilanjutkan.

b) Diare akut berdarah, yang disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu

kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi

seperti dehidrasi.

c) Diare persisten, yaitu berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utama

adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.

d) Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai

bahaya utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung

dan kekurangan vitamin dan mineral.

2. Berdasarkan Penyebab

a. Diare Osmotik

Diare osmotik terjadi bila bahan-bahan tertentu yang tidak dapat diserap

ke dalam darah, tertinggal di usus.Bahan tersebut menyebabkan peningkatan

kandungan air dalam tinja, sehingga terjadi diare. Makanan tertentu (buah dan

kacang-kacangan) dan sorbitol juga manitol (pengganti gula dalam makanan

7
Universitas Sumatera Utara
dietetik, permen dan permen karet) dapat menyebabkan diare osmotik.

Kekurangan lactase juga bisa menyebabkan diare osmotik. Lactase adalah enzim

yang secara alami ditemukan dalam usus halus, yang mengubah gula susu menjadi

glukosa dan galaktosa sehingga dapat diserap kedalam aliran darah. Beratnya

diare ini tergantung pada jumlah bahan osmotik yang masuk. Diare akan berhenti

jika penderita berhenti memakan atau meminum bahan tersebut (soegijanto,

2009).

b. Diare Sekretorik

Diare sekretorik terjadi jika usus kecil dan usus besa rmengeluarkan garam

(terutama natrium klorida) dan air dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh

toksin tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius lainnya. bahan lain yang

juga menyebabkan pengeluaran air dan garam adalah asam empedu, juga dapat

menyebabkan diare sekretori (soegijanto, 2009).

2.1.3. Etiologi Diare

Etiologi Diare dapat dibagi mejadi beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor infeksi:

i. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak, yang meliputi infeksi bakteri Vibrio, E. coli,

Salmonella, Shigella, Champylobacter, Yersinia, dan Aeromonas; infeksi

virus Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,

Rotavirus, dan Astrovirus; infeksi parasit cacing (Ascaris, Trichiuris,

Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entemoeba histolytica, Giardia lambia,

Tricomonas hominis), dan jamur (Candida albicans).

8
Universitas Sumatera Utara
ii. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,

seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,

Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pad bayi dan anak

berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorpsi

i. Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan

sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada

bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.

ii. Malabsorbsi lemak

iii. Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan

diare terutama pada anak yang lebih besar (Hassan, 2005).

Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi :

1. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.

2. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan

lain-lain.

3. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium( 4-

11%).

4. Keracunan makanan

5. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.

6. Alergi : makanan, susu sapi.

7. Imunodefisiensi : AIDS

9
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Patofisiologi Diare

Diare adalah suatu kejadian ketidakseimbangan dalam penyerapan dan

sekresi air dan elektrolit. Diare dapat berhubungan dengan penyakit tertentu dari

saluran pencernaan atau dengan penyakit diluar saluran pencernaan. Empat

mekanisme patofisiologi umum yang mengganggu keseimbangan air dan

elektrolit, menyebabkan diare:

1) Perubahan dalam transportasi ion aktif dengan menurunkan penyerapan

natrium atau peningkatan sekresi klorida. Transport aktif akibat

rangsangan bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam

mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal,

mengubah kapasitas intestinal dan menggangu cairan elektrolit (Wells

dkk., 2006).

2) Perubahan motilitas usus.

3) Peningkatan osmolaritas luminal.

4) Peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan mekanisme ini telah

berhubungan dengan empat kelompok besar diare klinis: sekretori,

osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus.

Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare ialah gangguan osmotik,

gangguan sekretorik, dan gangguan motilitas usus (Suraaatmaja, 2007). Pada diare

akut, jasad renik masuk ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam

lambung. Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus dan

mengeluarkan toksin (toksin diaregenik) sehingga mengakibatkan hipersekresi

dan selanjutnya akan menimbulkan diare (Hassan, 2005).

10
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan

osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan

ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua

akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas

usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik

usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya

dapat menimbulkan diare pula (Betz, 2002).

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup

ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,

mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan

akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan

diare (Betz, 2002).

Diare akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut:

A. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari

pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,

11
Universitas Sumatera Utara
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk

metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh

ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan

ekstraseluler kedalam cairan intraseluler (Arjatmo, 2001).

Volume cairan yang hilang melalui tinja dalam 24 jam bervariasi dari 5

ml/kg BB (mendekati normal) sampai 200 ml/kg BB, atau lebih.Konsentrasi dan

jumlah elektrolit yang hilang juga bervariasi. Total kehilangan natrium tubuh pada

anak-anak dengan dehidrasi berat akibat diare biasanya sekitar 70-110 milimol per

liter air yang hilang. Hilangnya kalium dan klorida berada dalam kisaran yang

sama (WHO, 2005).

Hilangnya cairan 5-10% berat badan mengkibatkan dehidrasi sedang yang

ditandai dengan rasa haus, sedangkan hilangnya cairan 10% atau lebih akanterjadi

dehidrasi berat dan penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya cairan dalam

rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit berkurang, ubun-ubun dan mata

cekung, dan mukosa kering (Suharyono, 2008).

Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi

pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare akut menyebabkan dehidrasi yang

bersifat ringan, sedang, atau berat (Suharyono, 2008).

B. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering

pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya

gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan

absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah

menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak (Arjatmo, 2001).

12
Universitas Sumatera Utara
C. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan

oleh:

• Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang

bertambah hebat.

• Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang

encer ini diberikan terlalu lama.

• Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik

karena adanya hiperperistaltik (Arjatmo, 2001).

D. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya

perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat

mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi

klien akan meninggal (Arjatmo, 2001).

2.1.5 Gejala Diare

Tabel 2.1 Gejala dan tanda dari penyakit Diare


Klasifikasi Tanda-tanda atau Gejala
Dehidrasi Berat  Latergis/tidak sadar
 Mata Cekung
 Tidak bisa minum atau malas minum
 Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (>
2 detik)
Dehidrasi Ringan/Sedang  Rewel, gelisah
 Mata cekung
 Minum dengan lahap, haus
 Cubitan kulit kembali lambat
Tanpa Dehidrasi  Sadar, gelisah
 Mata normal
 Minum biasa, tidak merasa haus
 Turgor kulit kembali dengan cepat
Diare karena Infeksi  Muntah-muntah
 Demam
 Nyeri perut atau kejang perut
(WHO, 2009; Zulkifli, 2015).

13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya

adalah :

A. Gejala Umum

a) Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare

b) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

c) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis

bahkan gelisah

B. Gejala Spesifik

a) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau

amis.

b) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah

2.1.6 Pemeriksaan Diare

A. Pemeriksaan tinja.

B. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah

atau astrup, bila memungkinkan.

C. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

D. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik

atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik

(Markum, 1991).

2.1.7 Komplikasi

Akibat diare karena kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat

terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :

14
Universitas Sumatera Utara
a) Dehidrasi

b) Hipokalemi

c) Hipoglikemi

d) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik

e) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik)

(Ngastiyah, 1997).

2.1.8 Pengobatan

Menurut WHO (2005) tujuan pengobatan diare akut secara objektif

adalah:

a. mencegah dehidrasi, jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi;

b. mengobati dehidrasi, jika ada;

c. mencegah kerusakan nutrisi, dengan memberi makanan selama dan setelah

dehidrasi; dan

d. mengurangi durasi dan keparahan diare, dan timbulnya pada episode

mendatang, dengan memberikan suplemen zinc.

2.1.8.1 Rencana Terapi A: terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan

malnutrisi

Anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan garam

untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak

diberikan tanda-tanda dehidrasi akan terjadi. Ibu harus diajarkan cara mencegah

dehidrasi di rumah dengan memberikan anak lebih banyak cairan dari biasanya,

bagaimana mencegah kekurangan gizi dengan terus memberi makan anak dan

mengapa tindakan-tindakan ini penting. Ibu juga harus mengetahui tanda-tanda

15
Universitas Sumatera Utara
yang mengindikasikan anak harus dibawa ke petugas kesehatan. Langkah-langkah

tersebut dirangkum dalam 4 aturan Rencana Terapi A (WHO, 2005).

A. Aturan 1: beri anak lebih banyak cairan dari biasanya untuk mencegah

dehidrasi

Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung garam seperti

oralit, minuman bergaram (air beras bergaram, minuman yoghurt bergaram, dan

buah atau sup yang bergaram) dan diberikan pula air bersih yang matang.

B. Aturan 2: berikan zinc (10-20 mg), setiap hari selama 10-14 hari

Zinc dapat diberikan dalam bentuk sediaan sirup atau tablet. Dengan

memberikan zinc segera setelah diare mulai, durasi dan tingkat keparahan diare

serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama 10 sampai

14 hari, zinc yang hilang selama diare dapat diganti sepenuhnya, dan risiko anak

mengalami diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang (WHO, 2005).

C. Aturan 3: beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi

Makanan tidak boleh dibatasi dan makanan biasa tidak boleh

diencerkan.Pemberian ASI harus dilanjutkan.Pada anak yang dibatasi makannya

dan makanannya diencerkan, dapat menurunkan berat badan, menyebabkan diare

dan pemulihan fungsi usus lebih lama. Secara umum, makanan yang sesuai untuk

anak dengan diare adalah sama dengan yang diperlukan oleh anak-anak sehat.

Bayi semua usia yang menyusui harus tetap menyusui sesering dan selama

mereka inginkan. Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu formula sekurang-

kurangnya setiap tiga jam (WHO, 2005).

16
Universitas Sumatera Utara
2.1.8.2 Rencana Terapi B: terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan

dehidrasi ringan-sedang

Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda over-hidrasi. Jika hal ini

terjadi, hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan

makanan. Bila edema telah hilang, pemberian oralit dilanjutkan sesuai dengan

Rencana Terapi A (WHO, 2005).

Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi

ringan-sedang, teruskan terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi

B. Pada saat yang sama, mulai pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti

yang dijelaskan dalam Rencana Terapi A, dan terus evaluasi kembali anak. Jika

tanda-tanda dehidrasi telah hilang (turgor kulit normal, tidak haus, anak berkemih,

dan anak menjadi tenang dan tidur) maka disimpulkan rehidrasi telah tercapai.

Jika tanda-tanda dehidrasi berat muncul, terapi intravena harus dimulai

sesuai Rencana Terapi C. Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit

melalui selang nasogastrik atau larutan ringer laktat intravena (75 ml/kg/4jam),

biasanya dilakukan di rumah sakit (WHO, 2005).

Pemberian zinc pada Rencana Terapi B dapat diberikan sesuai dengan

Rencana terapi A. Kecuali ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam

pertama periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B

lebih dari empat jam harus diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang

dijelaskan dalam Rencana terapi A (WHO, 2005).

2.1.8.3 Renacana Terapi C: untuk pasien dengan dehidrasi berat

Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun sedikit, harus diberikan

oralit per oral sampai infus berjalan. Setelah anak dapat minum tanpa kesulitan,

17
Universitas Sumatera Utara
semua anak harus menerima oralit (5 ml/kg/jam) dalam waktu 3-4 jam (untuk

bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang lebih tua) (WHO, 2005).

Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut arteri radialis

teraba kuat. Setelah itu, pasien harus dievaluasi ulang setiap 1 jam untuk

memastikan bahwa hidrasi meningkat. Jika tidak, maka infus harus diberikan

lebih cepat. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), evaluasi penderita

mengunakan tabel pernilaian (Tabel 2.2), kemudian pilihlah rencana terapi yang

sesuai (A, B atau C ) untuk melanjutkan terapi (WHO, 2005).

Depkes RI (2011) menyusus sebuah panduan yang dikenal dengan istilah

LINTAS DIARE, yaitu lima langkah tuntaskan diare terdiri dari:

a. berikan oralit

b. berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut

c. teruskan ASI dan makan.

d. berikan antibiotik secara selektif

e. berikan nasihat kepada ibu/keluarga.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui

tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan

glukosa atau karbohidrat lain (gula,air tajin, tepung beras dan sebagainya).

1) Obat anti sekresi

a) Asetosal, dosis 25 mg/th,dengan dosis minimum 30 mg

b) Klorpromazin, dosis 0,5-1 mg/kg BB/hr

2) Obat spasmolitik

Seperti papaverin, ekstrak beladona, opinum loperamid, tidak untuk

mengatasi diare akut lagi.

18
Universitas Sumatera Utara
3) Antibiotik

Tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas, bula penyebab kolera,

diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hr. Juga diberikan bila terdapat

penyakipenyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis, atau bronkopneumonia

(Ngastiyah, 1997)

2.1.9 Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada

pasien pada sarana pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis harus dijaga dan

dipelihara dengan baik (Iskandar, 1998).

2.2 Drug Related Problems (DRPs)

DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi

obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang

diinginkan pasien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua

kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian

ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan

(disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur

atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi

obat (Strand dkk., 1990).

Penanganan DRPs pada pasien pediatri atau anak-anak harus

diprioritaskan karena kondisi fisiologisnya masih belum sempurna, sehingga

faktor-faktor metabolisme dan absorbsi obat tidak bisa disamakan begitu saja

dengan pasien dewasa.Dosis pada anak harus ditetapkan secara seksama dengan

19
Universitas Sumatera Utara
merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan rumus (Prest,

2003).

Dalam pemberian obat diare terdapat peristiwa yang tidak diinginkan

dalam terapi pengobatan.Peristiwa yang tidak diinginkan dalam terapi disebut

sebagai Drug Related Problems (DRPs).DRPs merupakan suatu peristiwa yang

tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat

mengganggu pencapaian terapi obat (Cipolle dkk., 2004).

20
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yakni

penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi suatu

keadaan secara objektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dimana

peneliti akan mengkaji informasi dan mengumpulkan data yang telah ada

sebelumnya laludata tersebut ditelaah (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dimulai

dari 14 Agustus sampai 14 septembar 2017.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.Alasan

pemilhan tempat adalahbelum pernah dilakukan penelitian tentang identifikasi

Drug Related Problems (DRPs) pada pasien penderita Diare di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan.Serta populasi dan sampel penelitian cukup memadai.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah data rekam medis

pasien penderita Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan.Sampel yang diambil haruslah memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi.

3.3.2. Sampel

21
Universitas Sumatera Utara
Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi

dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri

yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai

sampel. Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil menjadi sampel (Notoatmodjo, 2010).

Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:

a. rekam medis pasien anak-anak yang didiagnosa menderita Diare

b. rekam medis yang memuat data lengkap.

Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah:

a. rekam medis yang tidak memenuhi ketiga syarat kriteria inklusi, dan

b. rekam medis dengan data yang tidak lengkap.

Berdasarkan 73 total jumlah populasi, penelitian ini menggunakan 49

rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

eksklusi, yang diambil sebagai sampel adalah pasien Diare yang dirawat inap di

RSUD Dr. Pirngadi kota Medan.

3.4 Definisi Operasional

a. Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi

defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), dengan/tanpa darah/atau lendir.

b. Pasien diare yang dimaksud adalah pasien yang didiagnosa diare yang

mengalami buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer

dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.

22
Universitas Sumatera Utara
c. DRPs adalah suatu kejadian atau keadaan yang melibatkan pemakaian obat

yang sebenarnya atau kemungkinan menimbulkan gangguan pada hasil terapi

yang diharapkan.

d. Indikasi tanpa obat merupakan suatu DRPs dimana tidak diberikannya terapi

obat kepada pasien yang memiliki indikasi klinis, untuk mengobati atau

mencegah suatu penyakit.

e. Obat tanpa indikasi adalah terapi obat yang diberikan kepada pasien tanpa

adanya indikasi klinis.

f. Dosis tinggi adalah dosis yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan dari

buku panduan.

g. Dosis rendah adalah dosis yang lebih rendah dari yang telah ditetapkan dari

buku panduan.

h. Interaksi obat adalah situasi dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat,

yaitu meningkatkan atau menurunkan efek, atau menghasilkan efek baru yang

berbeda.

3.5 Instrumen Penelitian


3.5.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa rekam medis pasien anak-anak penderita diare di instalasi rawat inap

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan periode Januari - Juni 2017

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan rekam medis

pasien anak-anak penderita diare di instalasi rawat Inap RSUD Dr.Pirngadi Kota

Medan periode Januari – Juni 2017. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan

23
Universitas Sumatera Utara
diidentifikasi berdasarkan karakteristik yang sama dari pasien, seperti jenis

kelamin, usia, lama perawatan, diagnosa, dan catatan penggunaan obat.

3.6 Rencana Pengelolaan dan Analisis Data

3.6.1 Rencana pengelolaan

Adapun rencana mengenai pelaksaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Pengumpulan rekam medik pasien

Seleksi dan pengelompokan pasien

Identifikasi masalah terapi obat

Analisis data

Penarikkan kesimpulan

Gambar 3.1 Skema rencana pengelolaan data

3.6.2 Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel

akan disajikan untuk menggambarkan data yang bersifat kuantitatif dan uraian

akan disajikan untuk menggambarkan data yang bersifat kualitatif.

3.7 Langkah Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan

penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

24
Universitas Sumatera Utara
b. menghubungi Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan untuk mendapatkan

izin melakukan penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat

rekomendasi dari fakultas.

c. mengumpulkan data berupa rekam medis yang tersedia di Instalasi Rawat

Inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

d. menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan

kesimpulan dari penelitian.

25
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Pasien
Demografi pasien meliputi jenis kelamin dan usia. Evaluasi Drug Related

Problems pada pasien yang digambarkan secara Deskriptif dalam

bentukpersentase. Jumlah pasien diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi

Medan, terdapat 73 pasien anak dan didapat 49 pasien yang masuk kriteria inklusi.

Tabel 4.1 Karakteristik pasien Diare di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode
Januari-Juni 2017
Karakteristik pasien N Persentase (%)
Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 29 59,18
Perempuan 20 40,82
Total 49 100
Berdasarkan Usia Pasien
2 Minggu - 2 Tahun 31 63,27
2 Tahun - 6 Tahun 15 30,61
6 Tahun - 12 Tahun 3 6,12
Total 49 100

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa pasien anak yang menderita

diare yang paling banyak adalah pasien anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 29 pasien (59,18 %) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 20 pasien (40,82%). Pasien anak yang menderita diare yang paling

didominasi usia 2 minggu- 2 tahun yaitu sebanyak 31 pasien (63,27%) sedangkan

sisanya anak usia 2 tahun - 6 tahun (30,41 %), 6 tahun- 12 tahun (6,12 %).

Pasien anak yang mengalami diare yang paling banyak adalah anak

dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 59,18%, sedangkan perempuan 40,82%. Hal

ini sejalan dengan laporan buletin Data dan Informasi Kesehatan 2011, prevalensi

26
Universitas Sumatera Utara
diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,80%) dibandingkan dengan anak

perempuan (12,50%) (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian, usia pasien anak yang menderita diare yang

paling banyak adalah anak dengan usia 2 minggu - 2 tahun yaitu sebanyak 31

pasien (63,27%). Hal ini sejalan dengan hasil survei demografi dan kesehatan

Indonesia tahun 2007, prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23

bulan (20,70%), diikuti anak 6-11 bulan (17,60%). Dengan demikian seperti yang

diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak

mulai aktif bermain dan beresiko terkena infeksi (Kemenkes RI, 2011). Pada anak

dengan kelompok usia 6 bulan - 2 tahun rentan terkena infeksi bakteri penyebab

diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang

kurang sehat. Selain itu hal ini terjadi karena secara fisiologis sistem pencernaan

pada anak belum sempurna sehingga rentan terkena penyakit saluran pencernaan

seperti diare (Zubir, 2006).

4.1.2Drug Related Problems (DRPs)

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien digambarkan secara

deskriptif dalam bentuk Persentase.Dari 49 Pasien yang memenuhi kriteria inklusi

terdapat 32 pasien yang mengalami Drug Related Problems.

Tabel 4.2 Jumlah pasien anak diare di instalasi rawat inap RSUD Dr.
Pirngadi Medan periode Januari - Juni 2017
No DRPs Pasien Persentase
1 Negatif 17 34,70%
2 Positif 32 65,30%
Total 49 100%

Adapun angka kejadian masing-masing kategori yaitu indikasi tanpa obat

sebanyak 8 kasus (18,18%), obat tanpa indikasi sebanyak 8 kasus (18,18%), obat

27
Universitas Sumatera Utara
salah tidak ada kasus (0%), dosis obat kurang sebanyak 6 kasus (13,64%), dosis

obat lebih sebanyak 8 kasus (18,18%), reaksi obat merugikan tidak ada kasus

(0%), dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (31,82%). Gambaran umum kejadian

DRPs secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 DRPs yang terjadi pada pasien anak diare di instalasi rawat inap RSUD
Dr. Pirngadi Medan periode Januari-Juni 2017
Kategori DRPs Pasien Persentase
Obat Tanpa Indikasi 8 18,18 %
Indikasi Tanpa Obat 8 18,18 %
Obat Salah 0 0
Ketidaktepatan Penyesuaian
Dosis
a. Dosis obat lebih 8 18,18 %
b. Dosis obat kurang 6 13,64 %
Interaksi Obat 14 31,82 %
Total 44 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori DRPs yang paling

tinggi adalah interaksi obat sebesar 31,82% lalu dosis obat melebihi dosis terapi

sebesar 18,18%, indikasi tanpa obat sebesar 18,18%, obat tanpa indiksai18,18%,

diikuti dosis obat kurang dari dosis terapi sebesar 13,64%, untuk selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 4.3.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Indikasi Tanpa Obat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pasien yang tidak

mendapat terapi sesuai kondisi medisnya (Tabel 4.4)

28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori indikasi tanpa obat pada pasien
anak diare rawat inapRSUD Dr. Pirngadi kota Medan periode Januari -
Juni 2017
Penyebab Obat Jumlah %
Kasus
Pasien dengan kondisi terbaru Antibiotika 5 11,36
membutuhkan terapi obat yang Antifungi 2 4,54
terbaru Ondansetron 1 2,27
Ambroxol 1 2,27

Indikasi tanpa obat adalah pemberian terapi tambahan pada pasien atas

dasar diagnosa yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum direkam

medik. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien anak yang

menderita diare didasarkan pada diagnosa masuk pasien, kondisi selama proses

perawatan dirumah sakit, dan hasil uji feses. Pasien dikatakan butuh tambahan

obat jika obat yang diresepkan kurang lengkap dan kurang sesuai dengan keluhan

pasien.

Diare pada anak selain disebabkan oleh virus juga disebabkan oleh bakteri

dan jamur.Penyebab diare berupa infeksi masih menjadi permasalahan yang serius

berkembang, diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah atau demam,

nyeri perut atau kejang perut. Pemberian antibiotik adalah cara untuk

menanggulangi diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur, pemberian

antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti

demam, feses berdarah, leukosit pada darah (Zein, 2004).

Menurut Kemenkes RI tahun 2011, pemberian antibiotik tanpa indikasi

untuk penderita diare pada tahun 2009 masih tergolong tinggi, di Provinsi dengan

jumlah penderita diarenya diberi antibiotik adalah Aceh, Lampung dan Papua

29
Universitas Sumatera Utara
Barat masing-masing sebesar 100%,sementara provinsi dengan jumlah penderita

diare yang diberi antibiotik terendah adalah provinsi Sumatera Barat (45,6%).

Hasil deskriptif pada Tabel 4.4 menunjukkan sebanyak 8 pasien yang

mengalami indikasi tanpa obat.Terdapat beberapa jenis obat yang dibutuhkan

pasien diare yang mengalami DRPS indikasi tanpa obat diantaranya obat

antibiotik antibakteri, obat batuk, dan antiemetik.Penggunaan obat yang diberikan

pada pasien masih belum efektif karena pasien tidak diresepkan terapi antibiotik

untuk mengobati infeksi bakteri yang diderita pasien, pemilihan antibotik yang

sesuai untuk pasien dengan infeksi bakteri adalah antibiotik Chepalosporin

generasi ketiga seperti Ceftriaxone, Cefixime, Cefotaxime dan meropenem.

4.2.2 Obat Tanpa Indikasi

Tabel 4.5 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien
anak diare rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januar -
Juni 2017
No. Penyebab Obat Jumlah %
Kasus
1 Pasien mendapatkan Ambroxol 4 9,09
pengobatan yang tidak Ranitidine 2 4,54
tepat untuk indikasi Ondansentron 2 4,54
pada saat itu

Obat tanpa indikasi adalah suatu keadaan dimana pasien memperoleh

terapi obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang dideritanya. Pasien

dapat diagnosa menderita diare yang disebabkan oleh berbagai faktor, secara

umum faktor diare pada desawa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit

diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga,

pembuangan sampah, pembuangan air limbah), prilaku hidup sehat dan bersih,

kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, keracunan gizi, keadaan

30
Universitas Sumatera Utara
social ekonomi serta sebab lain. Jadi apabila ibu dari anak atau pengasuh anak

tidak dapat mengasuh anak dengan baik dan sehat, maka kejadian diare pada anak

tidak dapat dihindari (Depkes, 2002).

Pada penelitian ini ditemukan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan

kondisi penyakit pasien yaitu pemberian Ambroxol sebanyak 4 kasus (9,09 %)

selama perawatan tanpa adanya indikasi dan keluhan batuk pada pasien tersebut

baik ketika pertama kali masuk dan ketika masa perawatan di Rumah Sakit.

Pemberian ranitidin juga tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien

sebanyak 2 kasus (4,54%). Ranitidin digunakan untuk mengobati tukak lambung

sebagai penghambat produksi asam dengan cara menduduki reseptor histamin H2

di mukosa lambung yang memicu produksi asam klorida. Berdasarkan rekam

medis pasien tidak mengalami ganngguan lambung sehingga pemberian ranitidin

tidak diindikasikan (Tan dan Rahardja, 2010).

4.2.3 Obat Salah

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian Obat salah pada

pasien anak diare rawat inap RSUD Dr. Pirngadi kota Medan Periode Januari-Juni

2017.

4.2.4 Dosis Obat Lebih

Tabel 4.6 Jenis obat dan penyebab DRPs kategori Dosis Obat lebihpada pasien
anak diare di instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan periode
Januari-Juni 2017
No Penyebab Obat Jumlah %
Kasus
1 Kekuatan obat lebih Ondansentron 2 4,54
Parasetamol 4 9,09
Ranitidin 1 2,27
Cefixime 1 2,27

31
Universitas Sumatera Utara
Dosis obat lebih adalah pasien mendapatkan terapi obat yang benar namun

dosis obat tersebut melebihi dosis lazim terapi.Pemberian obat dengan dosis

melebihi dosis terapi dapat mengakibatkan peningkatan resiko toksik, dosis yang

diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan

pada literature (Paediatric Dosage Handbook). Berdasarkan hasil penelitian

pasien yang tidak tepat dosis, dosis obat lebih terdapat 4 jenis obat

(Ondansentron, Paracetamol, Ranitidine, Cefixime). Jenis obat yang paling sering

tidak tepat dosis terapi adalah Paracetamol.

Pemberian paracetamol untuk anak berusia <12 tahun dihitung

berdasarkan berat badan (BB) pasien, dengan dosis per harinya adalah 10-15

mg/kg/dosis sehingga dosis pemberian obat pada beberapa pasien melebihi dosis

terapi. Pemberian Ondansentron melebihi dosis terapi karena berdasarkan

literature (Paediatric Dosage Handbook)dosis yang diberikan per harinya untuk

anak usia 4-12 tahun adalah 4 mg, sedangkan untuk anak berusia <4 tahun belum

ada dosis yang aman dan efektif. Ondansentron digunakan untuk mengatasi mual

dan muntah pada anak dengan diare akut karena infeksi (Guarino dkk., 2014).

4.2.5 Dosis Obat Kurang

Tabel 4.7 DRPs kategori Dosis Obat Kurang pada pasien anak diare di instalasi
rawat inap RSUD Dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Juni 2017
No Penyebab Obat Jumlah %
Kasus
1 Kekuatan obat kurang Diazepam 2 4,54
Ondansentron 1 2,27
Parasetamol 1 2,27
Ranitidin 2 4,54

Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan

ketidakefektifan dalam mencapai efek terapi yang diinginkan. Dosis yang

32
Universitas Sumatera Utara
diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang ditetapkan pada

literatur (Paediatric Dosage Handbook). Penilaian evaluasi DRPs dosis dibawah

dosis terapi pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang diberikan (Sari

Novita, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan Erlina pada tahun 2013 di Instalasi

rawat inap RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 mengenai DRPs yang

terjadi pada pasien anak yang mengalami diare menunjukkan bahwa 64 kasus

DRPs diantaranya 14 kasus (21,88%) mengenai dosis obat terlalu rendah dari

dosis terapi.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 4 jenis obat (Diazepam,

Ondansentron, Paracetamol, Ranitidine) yang tidak tepat dosis, dosis obat kurang

dari dosis terapi.Jenis obat yang paling sering tidak tepat dosis terapi adalah

diazepam dan ranitidin sebanyak 2 kasus,Jenis obat yang lainnya dapat dilihat

pada tabel 4.7.

Pemberian ondansentron juga tidak tepat karena bedasarkan literatur

(Paediatric Dosage Handbook) dosis ondansentron yang diberikan untuk anak

yang berusia 6 bulan sampai 18 tahun adala 0,15 mg/kg/dosis. Penggunaan obat

yang kurang dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapeutik yang

diinnkan, bahkan sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat

akan menghasilkan efek terapeutik jika kadar obat dalam darah atau

bioavailabilitas obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan

efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang

sesuai sangat penting untuk menghasilkan efek terapeutik Yang menandakan

bahwa terapi yang diberikantelah berhasil (Yusshiammanti, 2015).

33
Universitas Sumatera Utara
4.2.6 Interaksi Obat

Tabel 4.8 DRPs kategori Interaksi Obat pada pasien anak diare rawat inap RSUD
Dr. Pirngadi kota Medan periode Januari-Juni 2017

Obat Jenis Interaksi Tingkat Jumlah %


Keparahan Kasus
Interaksi
IVFD RL terjadi interaksi Farmasetis Potensi 2 4,54
dengan Ceftriaxone
Diazepam terjadi interaksi Farmakokinetika Minor 10 22,73
dengan Paracetamol
Paracetamol terjadi Farmakokinetika Minor 3 6,82
interaksi dengan
Metronidazole
Diazepam terjadi interaksi Farmakokinetika Minor 3 6,82
dengan Dexamethasone

Interaksi obat merupakan hal yang sangat penting dihindari dari pemberian

obat. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa 14 pasien dengan 18

kasus yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada anak rawat inap diare di

RSUD Dr. Pirngadi kota Medan. Interaksi obat yang terjadi merupakan interaksi

obat yang mungkin atau potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada

49 pasien, baik interaksi obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang

tidak dapat dihindari.

Hal tersebut menunjukkan bahwa obat-obat yang diberikan saling

berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama

sehingga terjadi efek aditif, sinergis, dan antagonis. Beberapa alternatif

penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan

memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuain dosis obat,

pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika

kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal

34
Universitas Sumatera Utara
atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Yusshiammanti, 2015).

Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 16 kasus, hal

tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,

metabolism atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat

meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan

eefektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003).

Interaksi obat yang terjadi adalah antara infus ringer laktat dan ceftriaxone

sebanyak 2 kasus (4,54%). Ceftriaxone dan kalsium yang terkandung di dalam

ringer laktat akan membentuk kristal ketika dicampurkan dalam larutan secara

bersamaan atau di dalam aliaran darah. Kejadian ini dapat berakibat fatal dan

mengancam jiwa jika kristal menumpuk di paru-paru dan ginjal pada bayi yang

baru lahir (Drug Interaction Checker, 2013).

Interaksi obat yang terjadi adalah antara diazepam dan paracetamol

sebanyak 10 kasus (22,73%). Diazepam menurunkan kadar paracetamol dengan

cara meningkatkan level metabolisme, sehingga dapat meningkatkan metabolisme

dalam kadar metabolit hepatotoksik. Interaksi obat yang terjadi adalah antara

diazepam dan dexamethasone sebanyak 3 kasus (6,82%). Kortikosteroid tertentu

dapat menurunkan konsentrasi plasma beberapa benzodiazepine. Mekanismenya

terkait dengan induksi enzim sitokrom P450 hati yang bertanggung jawab atas

metabolisme benzodiazepine. Signifikansi klinis mungkin bergantung pada dosis

dan durasi terapi kortikosteroid dan lebih penting lagi dengan pemberian

benzodiazepin oral (Drug Interaction Checker, 2013).

35
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 49 rekam medis

pasien anak dengan diagnosis diare terdapat 32 pasien (65,30%) mengalami

DRPs. Jenis DRPs yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat sebanyak 14

kasus (31,81%). DRPs lain berturut-turut adalah dosis obat lebihi sebanyak 8

kasus (18,18%), obat tanpa indikasi sebanyak 8 kasus (18,18%), indikasi tanpa

obat sebanyak 8 kasus (18,18%), dosis obat kurang sebanyak 6 kasus (13,63%),

dan Obat salah (0%).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan:

a. untuk meminimalisir medication error, perlu adanya monitoring evaluasi

penggunaan obat selama proses pengobatan.

b. diharapkan peran aktif apoteker dalam menginterpretasikan resep agar lebih

ditingkatkan.

c. diharapkan kerja sama dokter dan apoteker dalam hal peresepan obat dapat

ditingkatkan agar peresepan obat yang rasional dapat dicapai sehingga dapat

meminimalisir medication error.

d. diharapkan kepada pihak rumah sakit dalam hal ini instalasi farmasi agar

melakukan sosialisasi kepada tenaga medis mengenai rasionalitas pengobatan

untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

36
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Praha.


Adusumilli PK, Adepu R. 2014. Drug Related Problems : An Over View of
Various Classification System. Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research, 7,1.
A.H. Markum. 1991. Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I. Jakarta: Penerbit FKUI
Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa. Jakarta: gaya baru
Diakses Tanggal 31 Desember 2010 23,41.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatik. Jakarta : EGC Diakses Tanggal 31 Desember 2010 23,41.
Cipolle, R. J., Strand, L.M., Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill Companies, Inc, New York. Halaman: 76-77.
Cipolle, R. J., Strand, L.M., Morley, P.C. 2004. Pharmaceutical Care Practice
The Clinician’s Guide. New York: McGraw-Hill.
Depkes RI, 1998. Pedoman Pemberantasan Penyakit Kecacingan. Medan:
Direktorat Jendral P4I VII.
Depkes RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta.
Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Depkes
RI. Halaman: 14.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dinkes RI. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011. Medan:
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Dinkes RI. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan:
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Dinkes RI. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan:
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Dinkes RI. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Medan:
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Drug Interaction Checker. 2013. Medscape reference drug, Diseases and
Procedures, Viewed 15-07-2013, http://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker.
Erlina Ummi. 2013. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pasien Anak
Diare Di Instalasi Rawat Inap di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun
2011. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Fradgley, S. 2003. Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy)
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Gramedia.
Guarino Alfredo, Shai Ashkenzai, Dominique Gendrel. 2014. European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition/European
Society for Pediatric Infections Diseases Evidence-Based Guidelines for
the Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe: Update
2014. JPGN.Vol : 59.
Hassan, R., dan Alatas H. 2005. Gastroenterologi. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Infomedika. Halaman : 283-284.

37
Universitas Sumatera Utara
Iskandar, H.D. 1998. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien. Jakarta:
Sinar Grafika. Halaman: 20-21.
Kementerian kesehatan RI. 2011. Situasi DIARE di Indonesia.Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan. 2(2): 1-6.
Kementerian kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Lintas Diare. Jakarta:
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Peyehatan Lingkungan Kementrian
Kesehatan RI.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Halaman: 149.
Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Halaman:
27,35.
Prest, M., 2003. Penggunaan Obat Pada Anak, dalam Aslam, M., Tan, X.K.,
Prayitno, A.,Farmasi Klinis : Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien, 191-192, PT. Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia, Jakarta.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Sari Novita, 2015. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi
FKIK UIN. Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Soegijanto, Soegeng. 2009. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di
Indonesia jilid 7 Airlangga University Press.
Strand, L.M., Morley P.C., Cipolle, R.J., Ramsey, R. 1990. DICP.Drug- Related
Problems: Their Structure and Function. 24(11): 1093-1097.
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik dan Laboratorik. Edisi Baru. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman: 63-68.
Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi. Sagung seto,
Jakarta.
Tan, T.H., Rahardja, K. 2010. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Halaman 272-273.
WHO. 2005. The Treatment of Diarrhoea: A Manualfor Phycisians and other
seniors health workers. Switherland: WHO. Halaman: 4-15. Diunduh dari:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en
/index.html. Diakses tanggal 24 November 2012.
WHO Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health
Organization Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
WHO. 2013. Diarrehoeal Diseases.Diakses Pada tanggal 25 Juni 2014.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
Yusshiammanti Dana Fitria. 2015. Analisis Drug Related Problems (DRPs) Pada
Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Dengan Penyakit
Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014. Skripsi. FKIK UIN.
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Zein U, Khalid Huda Sagala, Josia Ginting, 2004. Diare Akut Disebabkan
Bakteri. Skripsi. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi.
Universtas Sumetera Utara. Medan.

38
Universitas Sumatera Utara
Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare
Akut pada Anak 0-35 Bulan di Kabupaten Bantul.Sains Kesehatan. Vol
19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
Zulkifli, Lukman. 2015. Tatalaksana Diare Akut.Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Indonesia. Vol 42, No 7, Diakses tanggal 5 Juni 2016.

39
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Data Pasien
JENIS
NO No. RM NAMA DIAGNOSA KELAMIN BB (kg) USIA MRS KRS
1 01022115 KRMH DIARE Laki-laki 8,4 2 Thn 5-Jan 7-Jan
2 01019440 DA DIARE Laki-laki 6,6 9 Bln 7-Feb 9-Feb
3 01018938 NA DIARE Perempuan 7 1 Thn, 6 Bln 27-May 31-May
4 01024658 SS DIARE Perempuan 5,4 5 Bln 9-Mar 12-Mar
5 01019637 JK DIARE Perempuan 14 6 Thn 23-Jan 25-Jan
6 01025977 AN DIARE Perempuan 10,7 2 Thn 5-Jan 8-Jan
7 01025049 AP DIARE Laki-laki 30 8 Thn 25-Jan 28-Jan
8 01032994 FFL DIARE Laki-laki 4,8 7 Bln 12-Feb 16-Feb
9 01031693 AAS DIARE Laki-laki 7,5 9 Bln 2-Feb 4-Feb
10 01019053 TAY DIARE Laki-laki 6 6 Bln 9-Apr 11-Apr
11 01031156 A DIARE Laki-laki 9 11 Bln 16-Jun 19-Jun
12 01019861 MH DIARE Laki-laki 8,5 2 Thn 16-Feb 20-Feb
13 01029063 J DIARE Perempuan 9 1 Thn, 9 Bln 6-Jan 8-Jan
14 01022820 MUH DIARE Laki-laki 7,2 1 Thn, 2 Bln 16-Feb 18-Feb
15 01020160 RZPT DIARE Laki-laki 8 1 Thn, 3 Bln 21-May 24-May
16 01025576 TS DIARE Perempuan 7,5 1 Thn, 1 Bln 8-Mar 10-Mar

1
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
17 1029407 GS DIARE Laki-laki 6 1 Thn, 1 Bln 20-Jan 24-Jan
18 1030917 HA DIARE Perempuan 7,1 2 Thn 14-Feb 16-Feb
19 1019519 NK DIARE Perempuan 10 1 Thn, 4 Bln 09-Mar 12-Mar
20 1031486 MRB DIARE Laki-laki 8 11 Bln 21-Jan 23-Jan
21 1019237 PF DIARE Laki-laki 8 1 Thn, 5 Bln 14-Feb 17-Feb
22 1024469 GIS DIARE Laki-laki 6,7 1 Thn, 5 Bln 10-Jan 15-Jan
23 1004013 KSA DIARE Perempuan 14 4 Thn 09-Apr 11-Apr
24 995751 MVAS DIARE Laki-laki 9 1 Thn, 4 Bln 13-Jun 16-Jun
25 1024461 IS DIARE Laki-laki 29 8 Thn 10-Apr 16-Apr
26 1031140 MAK DIARE Laki-laki 7 1 Thn, 5 Bln 16-Jun 19-Jun
27 1030470 CGM DIARE Perempuan 8 1 Thn, 6 Bln 25-Jan 28-Jan
28 1006261 RER DIARE Laki-laki 7,8 1 Thn, 10 Bln 01-Mar 04-Mar
29 1032090 RFT DIARE Perempuan 9 1 Thn, 7 Bln 12-Apr 15-Apr
30 1022915 TR DIARE Laki-laki 10 2 Thn, 3 Bln 01-Jun 03-Jun
31 1025980 AGP DIARE Perempuan 9 2 Thn 23-Feb 27-Feb
32 1018933 RIK DIARE Perempuan 7,2 1 Thn, 5 Bln 5-May 7-May
33 1009959 HNAI DIARE Perempuan 8 1 Thn, 8 Bln 23-May 24-May

2
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
34 1028018 MRA DIARE Laki-laki 6,5 1 Thn, 10 Bln 09-Mar 15-Mar
35 1024824 DS DIARE Laki-laki 7 1 Thn, 7 Bln 07-Feb 10-Feb
36 960890 TME DIARE Perempuan 8,7 2 Thn, 4 Bln 06-Mar 10-Mar
37 1018280 MO DIARE Laki-laki 7,3 2 Thn, 5 Bln 03-Mar 05-Mar
38 1031313 DAP DIARE Perempuan 9 1 Thn, 11 Bln 19-Jun 20-Jun
39 963528 MCH DIARE Laki-laki 10 2 Thn, 8 Bln 04-Jun 09-Jun
40 963255 N DIARE Perempuan 15 3 Thn 29-May 05-Jun
41 1024905 RR DIARE Laki-laki 14,6 3 Thn 27-Feb 02-Mar
42 905676 NCS DIARE Perempuan 9,7 3 Thn 17-Mar 19-Mar
43 1032089 RAT DIARE Laki-laki 12,6 4 Thn 24-May 27-May
44 1026368 RA DIARE Laki-laki 13 4 Thn 19-Jan 23-Jan
45 1025115 NAS DIARE Perempuan 16 5 Thn 21-Jan 26-Jan
46 854997 AP DIARE Laki-laki 20 5 Thn 13-Feb 16-Feb
47 736293 AAH DIARE Laki-laki 9 3 Thn 08-Apr 11-Apr
48 1024921 EM DIARE Perempuan 13 4 Thn 6-May 9-May
49 455522 NS DIARE Laki-laki 42 11 Thn 14-May 17-May

3
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Data Pengobatan Pasien
No No. RM NAMA OBAT DOSIS RUTE LAMA PEMBERIAN (HARI KE)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 01022115 KRMH
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Ambroxol Syrup 3x1 cth PO √ √
IVFD RL 15 cc/kg bb/ jam IV √ √ √
Candistatin 4x1 ml PO √ √ √
Diazepam 3x1 mg PO √ √
2 01019440 DA IVFD RL 20 cc/kg bb/ jam IV √ √ √
Ondansentron 2x1 mg IV √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Oralit 100 cc tiap BAB PO √ √ √
3 01018938 NA Cefotaxime 3x400 mg IV √ √ √ √ √
Parasetamol 3x100 mg PO √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
IVFD RL 10 gtt/i mikro IV √ √ √ √ √
Diazepam 3x1 mg PO √ √
4 01024658 SS Oralit 100 cc PO √ √
Zinc 1x 10 mg PO √ √
IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Cefotaxime 3x250 mg IV √ √ √ √
Parasetamol 3x50 mg IV √ √ √

4
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
5 1019637 JK IVFD RL 25 gtt/i mikro IV √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Parasetamol 3x200 mg PO √ √
6 1025977 AN Cefotaxime 3x400 mg IV √ √ √ √
Ondansentron 2x1,5 mg IV √ √
Parasetamol 4 x1 cth = 125 mg PO √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √ √ √
7 1025049 AP Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
IVFD KaEN 3B 3 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √
Cefotaxime 3x500 mg IV √ √ √
Ondansentron 3x4 mg IV √ √
8 1032994 FFL IVFD RL 25 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Cefotaxime 3x150 mg IV √ √ √ √
Ranitidine 3x5 mg IV √ √
Ondansentron 2x0,75 mg IV √ √
Paracetamol 3x20 mg IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √
9 1031693 AAS Zinc 1x20 mg PO √ √ √
IVFD Asering 30 gtt/i mikro IV √ √ √
Ondansentron 2x1 mg IV √ √
Paracetamol 2x50 mg IV √ √ √

5
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
10 1019053 TAY IVFD RL 25 gtt/i mikro IV √ √ √
Paracetamol 2x50 mg PO √ √ √
Diazepam 2x3 mg PO √ √
Oralit 200 cc PO √ √
Ondansentron 2x1 mg IV √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
11 1031156 A IVFD RL 25 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Cefotaxime 3x500 mg IV √ √ √ √
Ondansentron 2x1 mg IV √ √
Paracetamol 2x75 mg PO √ √ √
Zink 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
12 1019861 MH Oralit 150 cc PO √ √ √ √
Cefotaxime 3x300 mg IV √ √ √
Zink 1x20 mg PO √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √ √
IVFD RL 35 ggt/i mikro IV √ √
13 1029063 J Zink 1x20 mg PO √ √ √
IVFD RL 25 ggt/i mikro IV √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
Cefixim 2x1 cth = 200 mg PO √

6
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
14 1022820 MUH IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Cefotaxime 3x400 mg IV √ √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √
15 1020160 RZPT IVFD RL 25 ggt/i mikro IV √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
Ambroxol syrup 3x1 cth PO √ √
Cefotaxime 3x1 scht IV √ √ √ √
Diazepam 3x2 mg PO √ √ √
16 1025576 TS IVFD RL 40 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
Parasetamol 3x1 cth = 125 mg PO √ √
17 1029407 GS IVFD RL 75 cc/kg bb/4 jam IV √ √
Oralit 50 cc/x mencret PO √ √ √ √ √
Lacto B 2x1 scht PO √ √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √
Candistatin 3xo,3 cc PO √ √
18 1030917 HA IVFD RL 20 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Paracetamol 3x1 cth = 125 mg PO √ √
Cefotaxim 3x400 mg IV √ √ √

7
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
19 1019519 NK Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Paracetamol 3x1 cht = 125 mg PO √ √ √
Ondansentron 2x1 mg IV √ √ √
IVFD KaEN 3B 3 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √
20 1031486 MRB IVFD RL 10 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x2 scht PO √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √
21 1019237 PF Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √
Diazepam 2x3 mg PO √ √
Ceftriaxone 1x500 mg IV √ √ √
Dexamethasone 2x0,5 mg IV √ √
IVFD RL 10 ggt/i mikro IV √ √ √ √
22 1024469 GIS Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Paracetamol 3x75 mg PO √ √
Ranitidine 3x5 mg IV √ √
IVFD KaEN 3B 4 cc/kg bb/jam IV √ √ √
23 1004013 KSA IVFD RL 50 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Lacto B 3x2 scht PO √ √ √
Paracetamol 3x150 mg PO √ √ √

8
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
24 995751 MVAS IVFD RL 50 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Cefatoxim 3x400 mg IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Parasetamol 3x100 mg PO √ √ √
25 1024461 IS Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Paracetamol 3x250 mg PO √ √ √
Ambroxol 3x1 cth PO √ √ √
Oralit 250 cc tiap mencret PO √ √ √ √
Ondansentron 2x2,5 mg IV √ √ √
IVFD RL 60 gtt/i mikro IV √ √ √ √ √
26 1031140 MAK Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Paracetamol 3x75 mg PO √ √
Diazepam 2x3 mg PO √ √
Oralit 200 cc PO √ √
IVFD Asering 25 ggt/i mikro IV √ √ √ √
27 1030470 CGM Ceftriaxone 1x500 mg IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Paracetamol 2x1 cht PO √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
IVFD KaEN 3B 5 cc/kg BB/jam IV √ √ √

9
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
28 1006261 RER IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Lacto B 3x2 scht PO √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √
29 1032090 RFT IVFD RL 35 gtt/i mikro IV √ √
Zink 1x20 mg PO √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Diazepam 3x3 mg PO √ √
30 1022915 TR IVFD RL 45 gtt/i mikro IV √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Paracetamol 3x125 mg PO √ √
Ondansentron 2x2 mg IV √ √
31 1025980 AGP IVFD RL 35 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Paracetamol 2x100 mg PO √ √ √
Oralit 100 cc PO √ √
Ranitidin 2x0,5 mg IV √ √ √
32 1018933 RIK IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x2 scht PO √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √

10
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
33 1009959 HNAI IVFD RL 45 gtt/i mikro IV √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x1 scht PO √
Parasetamol 3x100 mg PO √ √
Ranitidine 2x10 mg IV √ √
34 1028018 MRA Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Cefotaxime 3x250 mg IV √ √ √ √ √ √ √
Paracetamol 3x75 mg PO √ √ √ √
Diazepam 3x2 mg PO √ √ √
Oralit 250 cc tiap mencret PO √ √ √ √ √
Ranitidine 3x5 mg IV √ √ √
IVFD RL 40 gtt/i mikro IV √ √ √ √
35 1024824 DS Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
IVFD RL Paracetamol 35 gtt/i mikro IV √ √ √
Ondansetron 2x75 mg PO √ √ √
Metronidazole 2x1 mg IV √ √
2x 50mg IV √ √ √ √
36 960890 TME IVFD RL 45 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Parasetamol 3x100 mg PO √ √ √

11
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
37 1018280 MO IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √
Lacto B 3x1 scht PO √ √
Ranitidine 3x10 mg IV √ √
38 1031313 DAP IVFD RL 15 gtt/i mikro IV √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √
Lacto B 3x2 scht PO √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √
39 963528 MCH Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √ √
IVFD RL Paracetamol 60 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Ondansetron 3x1 cth PO √ √ √
Metronidazole 2x1,5 mg IV √ √ √
Oralit 2x75 mg IV √ √ √ √ √ √
1000 cc PO √ √ √ √
40 963255 N Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Ranitidine 2x15 mg IV √ √ √ √
Oralit 250 cc IV √ √ √ √ √
Paracetamol 3x150 mg PO √ √ √ √
Diazepam 3x5 mg PO √ √ √ √ √
Ceftriaxone 2x500 mg IV √ √ √ √ √
Dexamethasone 2x0,5 mg IV √ √ √ √ √ √

12
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
41 1024905 RR IVFD RL 35 gtt/i mikro IV √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
Paracetamol 3x150 mg PO √ √ √
Ondansentron 2x4 mg IV √ √ √
42 905676 NCS Lacto B 3x1 scht PO √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Ceftriaxone 1x500 mg IV √ √ √
Paracetamol 2x100 mg PO √ √ √
Ondansetron 2x1 mg IV √ √
Metronidazole 2x 75 mg IV √ √ √
43 1032089 RAT Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Paracetamol 3x150 mg PO √ √ √
Diazepam 3x4 mg PO √ √ √
Ceftriaxone 2x400 mg IV √ √ √ √
Dexamethasone 2x1 mg IV √ √ √
IVFD KaEN 3B 5 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √
44 1026368 RA Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √ √
Ceftriaxone 2x400 mg IV √ √ √ √ √
Paracetamol 3x150 mg PO √ √ √
Ambroxol 2x7,5 mg PO √ √ √
Oralit 200 cc PO √ √ √ √
IVFD KaEN 3B 4 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √ √

13
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
45 1025115 NAS Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √ √ √
Paracetamol 3x 200 mg PO √ √ √ √
Diazepam 2x8 mg PO √ √ √
Ranitidine 2x20 mg IV √ √ √ √
Oralit 250 cc PO √ √ √ √ √ √
Ondansetron 2x2 mg IV √ √ √
IVFD RL 45 gtt/i mikro IV √ √ √ √

46 854997 AP Lacto B 3x2 scht PO √ √ √ √


Zinc 1x20 mg PO √ √ √
Paracetamol 3x 200 mg PO √ √ √
Diazepam 2x10 mg PO √ √
Oralit 250 cc PO √ √ √
IVFD KaEN 3B 6 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √
47 736293 AAH Lacto B 3x1 scht PO √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
IVFD KaEN 3B 4 cc/kg BB/jam IV √ √ √ √
Paracetamol 3x100 mg PO √ √ √
Ondansetron 2x1 mg IV √ √ √
Metronidazole 2x75 mg IV √ √ √ √
Oralit 1000 cc PO √ √ √

14
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
48 1024921 EM IVFD RL 45 gtt/i mikro IV √ √ √ √
Zinc 1x20 mg PO √ √ √ √
Lacto B 3x2 scht PO √ √ √
Ranitidin 3x20 mg IV √ √ √
49 455522 NS Zinc 1x20 mg IV √ √ √ √
Paracetamol 3x500 mg PO √ √ √
Diazepam 3x12 mg PO √ √ √
Oralit 250 cc PO √ √ √ √
IVFD RL 80 gtt/i mikro IV √ √ √ √

15
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi
Nomor Pasien Indikasi Obat Yang Diberikan Obat Tanpa Indikasi
1 BAB cair lebih dari 3x sehari, kejang, Zinc Ambroxol syrup
demam. Ambroxol syrup
IVFD RL
Candistatin
Diazepam
7 BAB cair berlendir ± 5x tidak demam Lacto B Ondansentron
IVFD KaEN 3B
Cefotaxime
Ondansentron
9 Demam naik turun, BAB cair 3x Zinc Ondansentron
berlendir IVFD Asering
Ondansentron
Paracetamol
Ceftriaxone
15 BAB cair lebih dari 3x sehari, kejang, IVFD RL Ambroxol syrup
demam. Lacto B
Ambroxol syrup
Cefotaxime
Diazepam

16
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Lanjutan
22 Demam ± 3 hari, BAB cair lebih dari 3x sehari
Zinc Ranitidine
Paracetamol
Ranitidine
IVFD KaEN 3B
25 BAB Cair 6x sehari, demam naik turun, tidak Lacto B Ambroxol
kejang. Zinc
Paracetamol
Ambroxol
Oralit
Ondansentron
IVFD Ringer Laktat
35 Kejang saat dirumah, demam ± 5 hari, BAB cair Lacto B, Zinc Ranitidine
lebih dari 4x sehari Cefotaxime
Paracetamol
Diazepam
Oralit
Ranitidine
IVFD Ringer Laktat
44 BAB cair ± 4 hari, warna hitam berlendir, demam 4 Lacto B Ambroxol
hari. Ceftriaxone
Paracetamol
Ambroxol
Oralit
IVFD KaEN 3B

17
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Evaluasi DRPs Indikasi Tanpa Obat
NP Indikasi Pasien Obat yang Diterima Indikasi Tanpa obat Tambahan obat
2 BAB cair lebih dari 3x sehari, IVFD Ringer Laktat Hasil laboratorium Antibiotika antibakteri:
demam naik turun, muntah ± 2x. Ondansentron positif bakteri. Ceftriaxone/
Hasil laboratorium positif bakteri. Zinc Cefotaxime/ Meropenem/
Lacto B cefixime
Oralit
7 BAB cair berlendir ± 5x tidak Lacto B Hasil laboratorium Antifungi: Ketoconazole,
demam. Hasil laboratorium positif IVFD KaEN 3B positif jamur. itraconazole, fluconazole
jamur. Cefotaxime
Ondansentron
10 Kejang saat dirumah, demam ± 2 Lacto B Hasil laboratorium Antibiotika antibakteri:
hari, BAB cair lebih dari 3x sehari. Zinc positif bakteri. Ceftriaxone/
Hasil laboratorium positif bakteri. Paracetamol Cefotaxime/ Meropenem/
Diazepam cefixime
Oralit
Ondansentron
IVFD Ringer Laktat
19 Mual, muntah, pusing, BAB lebih Lacto B Hasil laboratorium Antibiotika antibakteri:
dari 3x sehari. Hasil laboratorium Zinc positif bakteri. Ceftriaxone/
positif bakteri. Paracetamol Cefotaxime/ Meropenem/
Omeprazole, Ondansentron cefixime
IVFD KaEN 3B

18
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Lanjutan
21 BAB Cair 5x sehari, Demam, Zinc Batuk Obat saluran pernafasan atas
lemas, muntah, batuk, pilek. mukolitik: Ambroxol
Diare Hasil laboratorium positif Paracetamol
jamur. Diazepam Antifungi: Ketoconazole,
Ceftriaxone Hasil laboratorium positif itraconazole, fluconazole
jamur.
Dexamethasone
KSR
IVFD Ringer Laktat

22 Demam ± 3 hari, BAB cair lebih Zinc Hasil laboratorium positif Antibiotika antibakteri:
dari 3x sehari. Hasil Paracetamol bakteri. Ceftriaxone/
laboratorium positif bakteri. Diazepam Cefotaxime/ Meropenem/ cefixime
IVFD KaEN 3B

27 Demam lebih dari 1 minggu, Ceftriaxone Muntah Antiemetik:


BAB berair lebih dari 3x sehari, Zinc Ondansentron
muntah. Paracetamol
Lacto B
IVFD KaEN 3B
49 BAB cair 3x, kejang, demam. Zinc Hasil laboratorium positif Antibiotika antibakteri:
Hasil laboratorium positif Paracetamol bakteri. Ceftriaxone/
bakteri. Diazepam Cefotaxime/ Meropenem/ cefixime

19
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Evaluasi DRPs Dosis Kurang dari Dosis Terapi
NP Umur/BB Nama obat Dosis standar Perhitungan dosis Dosis pakai Keterangan

1 2/8,4 Diazepam 1 mg/kg BB 8,4x1=8,4 mg 3x1 mg Dosis kurang


3 1,6/7 Diazepam 1 mg/kg BB 7x1=7 mg 3x1 mg Dosis kurang
7 8/30 Ondansetron 0,15 mg/kg BB 0,15x30x3= 13,5 mg 3x4 mg Dosis kurang
12 2/8,5 paracetamol 10-15 mg/kg BB 85-127,5 mg 3x75 mg (iv) Dosis kurang
23 4/14 Ranitidine 2-4 mg/kg BB/hari 28-56 mg 2x1,5 mg (iv) Dosis kurang
31 2/9 Ranitidine 2-4 mg/kg BB/hari 18-36 mg 2x0,5 mg Dosis kurang

20
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi
NP Umur/BB Nama obat Dosis standar Perhitungan dosis Dosis pakai Keterangan

6 2/10,7 Paracetamol 10-15 mg/kg BB 107-160,5 mg 4-5x 1cth Dosis berlebih


13 1,9/9 Cefixime 8 mg /kg BB/hari 8x9 = 72 mg 2x1 cth Dosis berlebih
18 2/7,1 Paracetamol 10-15 mg/kg BB 71-106,5 mg 3x 1/2 cth Dosis berlebih
25 8/29 Paracetamol 10-15 mg/kg BB 290-435 mg 3x250 mg Dosis berlebih
30 2,3/10 Ondansetron 0,15 mg/kg BB 0,15x10x2= 3 mg 2x2 mg Dosis berlebih
41 6/14,6 Ondansetron 0,15 mg/kg BB 0,15x14,6x3= 6,57 mg 2x 4 mg (iv) Dosis berlebih
48 4/13 Ranitidine 2-4 mg/kg BB/hari 26-52 mg 3x20 mg Dosis berlebih
49 10/42 Paracetamol 10-15 mg/kg BB 420-630 mg 3x500 mg Dosis berlebih

NB: 1 cth Paracetamol = 125 mg, 1 cth Cefixime = 200 mg

21
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Evaluasi DRPs Interaksi Obat
NP Terapi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Jenis Interaksi Obat
3 IVFD Ringer laktat Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Lacto B Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Zinc Peningkatan metabolisme dalam kadar
Diazepam metabolit hepatotoksik
Paracetamol
10 Lacto B Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Paracetamol Peningkatan metabolisme dalam kadar
Diazepam metabolit hepatotoksik
Oralit
Ondansentron
IVFD Ringer laktat
21 Zinc Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Paracetamol Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Diazepam Peningkatan metabolisme dalam kadar
Ceftriaxone metabolit hepatotoksik
Dexamethasone Dexamethasone- Dexamethsone meningkatkan kadar atau efek
IVFD Ringer laktat Diazepam dari diazepam dengan cara mempengaruhi Farmakokinetik-minor
enzim CYP3A4
IVFD Ringer Laktat- Ceftriaxone dan kalsium yang terkandung di
ceftiaxone dalam ringer laktat akan membentuk kristal
ketika dicampurkan dalam larutan secara Closely monitoring
bersamaan atau di dalam aliaran darah

22
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan
26 Lacto B Diazepam- Diazepam menurunkan kadar Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol paracetamol dengan meningkatkan
Paracetamol level metabolisme, Peningkatan
Diazepam metabolisme dalam kadar metabolit
Oralit hepatotoksik
IVFD Asering
34 Lacto B Diazepam- Diazepam menurunkan kadar Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol paracetamol dengan meningkatkan
Cefotaxime level metabolisme, Peningkatan
Paracetamol metabolisme dalam kadar metabolit
Diazepam hepatotoksik
Oralit
Ranitidine
IVFD Ringer laktat
35 Lacto B Metronidazole- Metronidazole akan meningkatkan Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol efek dari paracetamol dengan
IVFD Ringer laktat mempengaruhi metabolism enzim
Paracetamol CYP2E1
Ondansetron
Metronidazole
39 Lacto B Metronidazole- Metronidazole akan meningkatkan Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol efek dari paracetamol dengan
IVFD Ringer laktat mempengaruhi metabolism enzim
Paracetamol CYP2E1
Ondansetron

23
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan
40 Zinc Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Lacto B Peningkatan metabolisme dalam kadar
Ranitidine metabolit hepatotoksik
Oralit
Paracetamol Dexamethasone- Dexamethsone meningkatkan kadar atau efek Farmakokinetik-minor
Diazepam Diazepam dari diazepam dengan cara mempengaruhi
Ceftriaxone enzim CYP3A4
Dexamethasone
IVFD Ringer laktat IVFD Ringer Laktat- Ceftriaxone dan kalsium yang terkandung di Closely monitoring
ceftiaxone dalam ringer laktat akan membentuk kristal
ketika dicampurkan dalam larutan secara
bersamaan atau di dalam aliaran darah
42 Lacto B Metronidazole- Metronidazole akan meningkatkan efek dari Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol paracetamol dengan mempengaruhi
Ceftriaxone metabolism enzim CYP2E1
Paracetamol
Ondansetron
Metronidazole
43 Zinc Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Lacto B Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Paracetamol Peningkatan metabolisme dalam kadar
Diazepam metabolit hepatotoksik
Ceftriaxone Dexamethasone- Dexamethsone meningkatkan kadar atau efek Farmakokinetik-minor
Dexamethasone Diazepam dari diazepam dengan cara mempengaruhi
IVFD KaEN 3B enzim CYP3A4

24
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan
45 Lacto B Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Paracetamol Peningkatan metabolisme dalam kadar
Diazepam metabolit hepatotoksik
Ranitidine
Oralit
Ondansetron
IVFD Ringer laktat
46 Lacto B Diazepam- Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Paracetamol Peningkatan metabolisme dalam kadar
Diazepam metabolit hepatotoksik
Oralit
IVFD KaEN 3B
47 Lacto B Metronidazole- Metronidazole akan meningkatkan efek dari Farmakokinetik-minor
Zinc Paracetamol paracetamol dengan mempengaruhi
IVFD KaEN 3B metabolism enzim CYP2E1
Paracetamol
Ondansetron
Metronidazole
Oralit
49 Zinc Diazepam - Diazepam menurunkan kadar paracetamol Farmakokinetik-minor
Paracetanol Paracetamol dengan meningkatkan level metabolisme,
Diazepam Peningkatan metabolisme dalam kadar
Oralit metabolit hepatotoksik

25
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai