Anda di halaman 1dari 15

EKONOMI POLITIK

DosenPengajar:
 DR. BONARAJA PURBA , M.Si 

Di susun oleh
M.Arief Munthe 7193540022

JURUSAN ILMU-EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan


menggerogoti stabilitas ekonomi suatu negara yang sedang melakukan
pembangunan. Inflasi yang melebihi angka dua digit, tidak hanya mendongkrak
kenaikan harga-harga umum dan menurunkan nilai uang, tetapi juga
memperlebar jurang (gap) antara kaya dan miskin, antara pengusaha berskala
besar dan pengusaha berskala menengah ke bawah, antara majikan dan pekerja,
serta dapat melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan
pemerintah suatu negara (Khalwaty,2000:12). Setiap negara yang melaksanakan
pembangunan akan menuju pada peningkatan kemakmuran masyarakat luas
atau pemerataan kesejahteraan. Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya
dikaitkan dengan masalah kemiskinan. Pada kenyataanya yang terjadi adalah
jarak (gap) antara kelompok penduduk kaya dengan kelompok penduduk
miskin terlihat semakin lebar. Dengan demikian tujuan dari penerapan berbagai
kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat,
dengan kata lain pemerataan distribusi pendapatan (Tambunan,2001).
Di Indonesia, pada awal pemerintahan orde baru para pembuat kebijakan
dan perencana pembagunan ekonomi di Jakarta masih sangat percaya bahwa
pembangunan ekonomi akan menghasilkan apa yang dimaksud dengan trickle
down effect, yang menjadi salah satu topik penting di dalam literatur mengenai
pembangunan ekonomi pada dekade 1950-an dan 1960-an. Didasarkan pada
kerangka pemikiran tersebut, pada awal periode orde baru hingga akhir dekade
1970-an strategi pembangunan ekonomi yang dianut pemerintahan Soeharto
lebih terfokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pusat pembangunan ekonomi nasional dimulai di pulau Jawa, khususnya di
provinsi Jawa Barat, dengan alasan bahwa semua fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan, seperti pelabuhan, jalan raya,
kereta api, telekomunikasi, dan kompleks industri, lebih tersedia di provinsi ini
dibandingkan di provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pembagunan pada saat itu
juga hanya terpusat di sektor-sektor tertentu yang secara potensial memiliki
kemampuan besar untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Mereka
percaya bahwa nantinya hasil pembagunan itu akan menetes ke sektor-sektor
dan wilayah Indonesia lainnya.(Dumairy,1997).
Akan tetapi, sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu sejak
Pelita I yang dimulai pada tahun 1969, ternyata efek yang dimaksud itu
mungkin tidak tepat untuk dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses
mengalir ke bawahnya sangat lambat. Akhirnya, sebagai akibat dari strategi
tersebut, pada dekade 1980-an hingga pertengahan dekade 1990-an, sebelum
krisis ekonomi, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi atau
produk domestik bruto (PDB) yang relatif tinggi tetapi tingkat kesenjangan juga
semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak. Sayangnya, krisis nilai
tukar rupiah muncul dan berubah menjadi suatu krisis ekonomi yang paling
kompleks yang penah dialami oleh Indonesia, paling tidak sejak orde baru
berkuasa. Krisis ini yang akhirnya menciptakan suatu resesi ekonomi yang
besar dengan sendirinya memperbesar tingkat kemiskinan dan gap dalam
distribusi pendapatan di tanah air, bahkan menjadi jauh lebih parah
dibandingkan dengan kondisi pada dekade 1980-an.
Aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan sebagai salah satu hal yang
sangat penting dalam proses pembangunan ekonomi nasional terus diupayakan
oleh pemerintah. Pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa diikuti peningkatan
pemerataan pendapatan masyarakat dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai
masalah-masalah sosial (Susenas,2004).
Distribusi Pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasar
mungkin dianggap oleh masyarakat sebagai tidak adil. Masalah keadilan dalam
distribusi pendapatan merupakan masalah yang rumit, sebab tidak ada satupun
tindakan yang tidak mempengaruhi pihak lain secara positif maupun negatif,
dikarenakan tingkat keadilan bagi seseorang dengan orang lain pasti berbeda.
Selanjutnya, pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter
berkewajiban untuk merubah keadaan masyarakat sehingga ketimpangan
distribusi pendapatan dapat diminimalisasi (Mangkusoebroto,2001:6)
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “KAUSALITAS ANTARA
INFLASI DENGAN KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI
INDONESIA TAHUN 2001-2018”
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Menurut Boediono (1999) inflasi adalah kecenderungan dari harga-
harga untuk menaik secara menyeluruh dan terus menerus. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan
tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga
barang-barang lain yaitu harga makanan, harga makanan jadi, minuman,
rokok, dan tembakau, harga sandang, harga kesehatan, harga pendidikan,
rekreasi, dan olahraga, harga transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat
dikatakan terjadi inflasi, yaitu :
a. Kenaikan harga, yaitu apabila harga suatu komoditas menjadi lebih
tinggi dari harga periode sebelumnya
b. Bersifat umum, yaitu kenaikan harga komoditas secara umum yang
dikonsumsi masyarakat bukan merupakan kenaikan suatu komoditas yang
tidak menyebabkan harga naik secara umum.
c. Berlangsung terus menerus, kenaikan harga yang bersifat umum
juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat misalnya kenaikan
harga pada saat lebaran atau tahun baru bukan merupakan inflasi. Kebalikan
dari inflasi adalah deflasi. Deflasi adalah suatu keadaan dimana jumlah
barang yang beredar melebihi jumlah uang yang beredar sehingga harga
barang-barang menjadi turun, dan nilai uang menjadi naik.

2. Efek Inflasi
Menurut Nopirin (2010) inflasi dapat menimbulkan efek bagi
pemerintahan maupun kondisi politik. Efek-efek inflasi tersebut
adalah :
a. Efek terhadap pendapatan
Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh
adanya inflasi, demikian juga orang yang menumpuk kekayaan dalam
bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi.
Sebaliknya pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan
adanya inflasi adalah yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan
persentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang
mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan
persentase lebih besar dari laju inflasi. Misalnya, seseorang yang
berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan gaji tetap Rp
3.000.000 dapat membelanjakan berbagai barang dan jasa, namun
dengan adanya inflasi gaji tersebut hanya dapat dibelanjakan beberapa
barang dan jasa.
b. Efek terhadap efisiensi
Permintaan terhadap barang tertentu mengalami kenaikan yang
lebih besar dari barang lain karena inflasi, yang kemudian mendorong
kenaikan produksi barang tersebut. Inflasi dapat mengakibatkan
alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien. Misalnya seseorang
yang berprofesi sebagai produsen roti, sebelum adanya inflasi untuk
memproduksi 1 roti hanya dibutuhkan biaya Rp 5000, namun dengan
adanya inflasi yang mengakibatkan harga bahan baku roti mahal
sehingga biaya Rp 5000 sudah tidak mencukupi untuk memproduksi 1
roti.
c. Efek terhadap output
Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Biasanya
kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan
mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup
tinggi dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output.
3. Kebijakan Mengatasi Inflasi
Menurut Sadono Sukirno (2011 : 354) beberapa kebijakan mengatasi
inflasi
adalah sebagai berikut :
a. Kebijakan fiskal yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi
pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter yaitu dengan menaikkan suku bunga dan
membatasi
kredit.
c. Dasar segi penawaran, yaitu dengan melakukan langkah-langkah
yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga
seperti mengurangi pajak impor, melakukan penetapan harga,
menggalakkan pertambahan produksi dan menggalakkan
perkembangan teknologi.

4. Faktor Inflasi
a. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Menurut Sadono Sukirno (2011 : 21) kurs atau lebih dikenal
dengan istilah nilai tukar merupakan sebuah istilah dalam bidang
keuangan. Kurs memiliki pengertian sebagai nilai tukar mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar atau
kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat atau sebaliknya. Kurs
atau nilai tukar terdiri atas dua bagian yaitu kurs jual dan kurs beli.
Kurs jual adalah harga jual mata uang valuta asing oleh bank atau
money changer, sedangkan kurs beli adalah kurs yang diberlakukan
bank jika melakukan pembelian mata uang valuta asing. Kurs mata
uang asing mengalami perubahan nilai yang terus menerus dan relatif
tidak stabil. Perubahan nilai ini dapat terjadi karena adanya perubahan
permintaan dan penawaran atas suatu nilai mata uang asing pada
masing-masing pasar pertukaran valuta (pasar valuta asing) dari waktu
ke waktu. Sedangkan perubahan permintaan dan penawaran itu sendiri
dipengaruhi oleh adanya kenaikan relatif tingkat bunga, baik secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap negara. Kurs mata
uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata
uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata
uang negara lain ditentukan sebagaimana halnya barang yaitu oleh
permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini
juga berlaku untuk kurs rupiah, jika permintaan akan rupiah lebih
banyak daripada penawarannya maka kurs rupiah akan terapresiasi,
demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi
apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh
mekanisme pasar.

b. Indeks Harga Konsumen


Menurut Mankiw, Quah & Wilson (2012), Indeks Harga
Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang dibeli konsumen dalam suatu periode
tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga barang-
barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam suatu
periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi
bobot (weighted) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa
yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar.
c. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia ditetapkan oleh
pemerintah, sedangkan yang mensubsidi dan mengatur penjualan
bahan bakar bensin, solar, dan minyak tanah secara eceran adalah PT
Pertamina (Persero), (wikipedia.org). Harga BBM dapat
mempengaruhi kinerja ekonomi di Indonesia, karena harga BBM
sebagai komoditas penting yang digunakan hampir setiap orang.
Harga bahan bakar minyak juga menjadi penentu bagi besar kecilnya
defisit anggaran. Tetapi harga bahan bakar minyak pada sisi yang lain
dapat membebani rakyat miskin, apabila penetapannya tergolong
tinggi. Tak jarang penetapan harga bahan bakar minyak selalu diikuti
kenaikan harga-harga bahan lainnya, walaupun tidak
ada komando bagi kenaikannya sebagaimana kenaikan harga bahan
bakar minyak.
d. Tarif Tenaga Listrik (TTL)
Tarif tenaga listrik atau biasa disingkat TTL, adalah tarif yang
boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan Perusahaan
Listrik Negara (PLN). PLN adalah satu-satunya perusahaan yang
diperbolehkan untuk menjual listrik secara langsung kepada
masyarakat Indonesia, maka TTL bisa dibilang adalah tarif untuk
penggunaan listrik di Indonesia. Pada awal 2008 , diberlakukan tarif
non subsidi untuk pelanggan listrik dengan daya 6600 Volt Ampere
(VA) ke atas, dan sejak 1 Juli 2010, pemerintah memutuskan
menaikkan TTL rata-rata 10%. Hal ini didasarkan pada Pasal 8 UU
No.2 Tahun 2010

Faktor Penyebab Terjadinya Inflasi

Kenaikan harga barang terus menerus atau inflasi terjadi bukan


tanpa sebab. Secara umum, ada beberapa faktor penyebab terjadinya
inflasi, antara lain:

1. Meningkatnya jumlah permintaan atau demand pada suatu jenis


barang tertentu. Saat permintaan naik, namun stok atau suplai terbatas,
pasti akan terjadi lonjakan harga.   

2. Biaya produksi sebuah barang atau jasa mengalami kenaikan. Hal


ini disebabkan karena terjadi peningkatan harga bahan baku maupun
upah pekerja. Dari situlah, produsen akan mengambil tindakan
mengerek harga jual barang atau jasa.

3. Saat jumlah uang yang beredar di masyarakat cukup tinggi. Ketika


jumlah uang yang ada di masyarakat meningkat hingga dua kali lipat,
harga barang pun akan mengalami peningkatan yang setara. Hal ini
disebabkan karena kenaikan daya beli masyarakat, tetapi stok barang
tetap statis.

Rumus Menghitung Inflasi

Inflasi di suatu negara dapat dihitung berdasarkan Indeks Harga


Konsumen (IHK), Indeks Biaya Hidup, dan Indeks Harga Produsen.
Rumus menghitung inflasi berdasarkan IHK adalah: Pit adalah harga
barang pada periode tertentu, Qit adalah bobot barang pada periode
tertentu, Pio adalah harga barang pada periode dasar, dan Qio adalah
bobot barang pada periode dasar.
Setelah mendapatkan nilai IHK, baru nilai inflasi dapat diketahui
dengan menggunakan rumus:

Inflasi = (IHK periode 1- IHK periode 2) / IHK periode 2) x 100

Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai inflasi dalam suatu


negara dapat diketahui dengan tepat. Jadi, saat nilai inflasi berada
pada tingkat yang melebihi target, pemerintah dan Bank Indonesia
(BI) dapat mengambil langkah tepat agar inflasi tidak semakin
memburuk

Bulan Tahun Tingkat Inflasi


Maret 2020 2. 96 %
Februari 2020 2.98 %
Januari 2020 2.68 %
Desember 2019 2.72 %
Nopember 2019 3.00 %
Oktober 2019 3.13 %
September 2019 3.39 %
Agustus 2019 3.49 %
Juli 2019 3.32 %
Juni 2019 3.28 %
Mei 2019 3.32 %
April 2019 2.83 %
Maret 2019 2.48 %
Februari 2019 2.57 %
Januari 2019 2.82 %
Desember 2018 3.13 %
Nopember 2018 3.23 %
Oktoberr 2018 3.16 %
September 2018 2.88 %
Agustus 2018 3.20 %
Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Inflasi Aktual
Tahun Target Inflasi
(%, yoy)
2001 4% - 6% 12,55
2002 9% - 10% 10,03
2003 9+1% 5,06
2004 5,5+1% 6,40
2005 6+1% 17,11
2006 8+1% 6,60
2007 6+1% 6,59
2008 5+1% 11,06
2009 4,5+1% 2,78
2010 5+1% 6,96
2011 5+1% 3,79
2012 4,5+1% 4,30
2013 4.5+1% 8,38
2014 4.5+1% 8,36
3,35
2015 4+1%
2016 4±1% 3,02

2017* 4±1% 3,61

2018* 3,5±1% 3,13

2019* 3,5±1% 2,72

2020* 3±1%

2021*
Dampak Inflasi
Ada beberapa dampak inflasi terhadap perekonomian dan masyarakat,
yakni:

 Pertumbuhan ekonomi negara jadi terhambat.

 Harga mengalami kenaikan sehingga masyarakat berpenghasilan rendah


tidak bisa menjangkau barang.

 Nilai mata uang turun karena barang mengalami kenaikan harga.

 Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

 Turunnya nilai riil tabungan dan pinjaman.


BAB III

PEMBAHASAN

1. Data Inflasi Tahun 2009 - 2018

Data Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir

TahunInflasiNilai Uang

Rp1 juta Berkurang Akumulasi Harga

Rp1 juta Bertambah

2008 11,06% Rp889.400 Rp1.110.600

2009 2,78% Rp864.675 Rp1.141.475

2010 6,96%. Rp804.493 Rp1.220.921

2011 3,79% Rp774.003 Rp1.267.194

2012 4,30%. Rp740.721 Rp1.321.684


2013 8,36%. Rp678.797 Rp1.432.176

2014 8,36% Rp622.049 Rp1.551.906

2015 3,35%. Rp601.211 Rp1.603.895

2016 3,02% Rp583.054 Rp1.652.333

2017 3,61% Rp562.006 Rp1.711.982

2018 3,13 % Rp544.415 Rp1.765.567

Data Inflasi Indonesia Sejak 2001

TahunInflasi

2001 12,55%

2002 10,03%

2003 5,06%

2004 6,40%

2005 17,11%

2006 6,60%

2007 6,59%

2008 11,06%

2009 2,78%

2010 6,96%

2011 3,79%

2012 4,30%

2013 8,36%
2014 8,36%

2015 3,35%

2016 3,02%

2017 3,61%

2018 3,13%

2019 2,72%

Dari data di atas, mengacu ke periode 2007-2016, rata-rata inflasi tahunan


umum Indonesia selama 10 tahun adalah 5,86% per tahun. Menggunakan
kalkulasi akumulasi penurunan nilai setelah inflasi 10 tahun, nilai uang secara
akumulatif turun -45,54% atau -5,90% YoY (year over year). Untuk alasan agar
mudah diingat, dalam setiap artikel/diskusi kita bulatkan inflasi tahunan 10
tahun adalah 6% per tahun. Inflasi tahunan umum adalah rata-rata kenaikan
harga dari seluruh barang yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik dalam
setahun. Karena bersifat rata-rata inflasi umum, kita harus paham bahwa
mungkin ada biaya yang naiknya kurang dari rata-rata itu; di sisi lain, ada biaya
yang kenaikannya lebih besar dari angka tersebut.
Kenaikan harga terjadi setiap saat, di mana saja, tak peduli negara dan
rezim siapa. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kenaikan harga juga terjadi. Yang berbeda
adalah persentase kenaikannya dan kecepatan naiknya. Kenaikan Harga Setelah
Inflasi 6% per Tahun Dengan asumsi inflasi indonesia 10 tahun sebesar 6% per
tahun, jika harga asal Rp1 juta, maka dalam beberapa tahun kenaikannya akan
seperti:

Dalam 5 tahun harganya akan jadi Rp1,2 juta

Dalam 10 tahun harganya akan jadi Rp1,8 juta

Dalam 20 tahun harganya akan jadi Rp3,2 juta


Dalam 30 tahun harganya akan jadi Rp5,7 juta.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Inflasi yaitu merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk menaik


secara menyeluruh dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga barang-barang lain yaitu
harga makanan, harga makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, harga
sandang, harga kesehatan, harga pendidikan, rekreasi, dan olahraga, harga
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi dapat menimbulkan efek
bagi pemerintahan maupun kondisi politik. Efek-efek inflasi tersebut yaitu
mulai dari Efek terhadap pendapatan, efisiensi dan efek terhadap output.
Adapun Faktor Inflasi yaitu yang terdiri dari Nilai Tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika atau kurs atau lebih dikenal dengan istilah nilai tukar
merupakan sebuah istilah dalam bidang keuangan, Indeks Harga Konsumen
atau angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang dibeli
konsumen dalam suatu periode tertentu, Harga Bahan Bakar Minyak Indonesia
yang ditetapkan oleh pemerintah, dan Tarif tenaga listrik atau biasa disingkat
TTL yaitu tarif yang boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan
Perusahaan Listrik Negara (PLN). Inflasi di suatu negara dapat dihitung
berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Biaya Hidup, dan Indeks
Harga Produsen. Rumus menghitung inflasi berdasarkan IHK adalah:

Inflasi = (IHK periode 1- IHK periode 2) / IHK periode 2) x 100


Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai inflasi dalam suatu negara
dapat diketahui dengan tepat. Jadi, saat nilai inflasi berada pada tingkat yang
melebihi target, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dapat mengambil langkah
tepat agar inflasi tidak semakin memburuk. Dari data pembahasan diata, yaitu
data. Inflasi dari tahun 2008-2018 dapat disimpulkan bahwa :

Pada tahun 2008 terdapat inflasi 11,06% Rp889.400 Rp1.110.600

Pada tanun 2009 maka inflasi yang terjadi ysitu 2,78% Rp864.675
Rp1.141.475

Pada tahun 2010 inflasi yang terhadi yaitu 6,96%. Rp804.493


Rp1.220.921

Pada tahun 2011 inflasi yang terjadi yaitu 3,79% Rp774.003


Rp1.267.194

Pada tahun 2012 inflasi yang terjadi yaitu 4,30%. Rp740.721 Rp1.321.684

Pada tahun 2013 inflssi yang terjadi yaitu 8,36%. Rp678.797 Rp1.432.176

Pada tahun 2014 inflasi yang terjadi 8,36% Rp622.049 Rp1.551.906

Pada tahun 2015 inflasi yang terjadi 3,35%. Rp601.211 Rp1.603.895

Pada tahun 2016 inflasi yang terjadi yaitu 3,02% Rp583.054


Rp1.652.333

Pada tahun 2017 inflasi yang terjadi 3,61% Rp562.006 Rp1.711.982

Pada tahun 2018 inflasi yang terjadi yaitu 3,13 % Rp544.415


Rp1.765.567

Dari hasil mini riset yang kami dapat maka dapat disimpulkan dari hasil
data yang didapatkan dengan kenaikan harga setelah inflasi 6 % pertahun maka
setiap tahunnya akan mengalami kenaikan bahkan lebih besar dari tahun
ketahun.

Anda mungkin juga menyukai