Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ABORTUS INKOMPLIT
DI BANGSAL ANGGREK
RUMKIT TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

Disusun Oleh :
Nama : Danar Fauzan Adi Prayitno
NIM : SN211024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ABORTUS INKOMPLIT
DI BANGSAL ANGGREK
RUMKIT TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup diluar kandungan (Nugroho, 2013).
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim.
Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g,
atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu karena pada saat ini proses
plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami
abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam Rahim
(Manuaba, 2017 : 683).
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana
sebagaian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui
kanalis servikal yang tertinggal pada desidua atau plasenta ( Ai Yeyeh,
2012).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus. Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah
komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan
sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.Namun angka kejadian
abortus sangat tergantung kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana
kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami
keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan
kelahiran hidup (Manuaba, 2017 : 683).
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang
tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis
terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Pada USG didapatkan
endometrium yang tipis dan irregular (Dr. M. Hakim, Phd, keadaan
darurat ginekologi umum).
Abortus inkompletus yaitu pengeluaran produk konsepsi secara
spontan sebelum minggu ke 24 kehamilan (lebih sering terjadi minggu ke
8-12, lebih jarang trimester II karena mungkin etiologinya berbeda). (Dr.
M. Hakim, Phd, keadaan darurat ginekologi umum).

2. Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti,
tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian
janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil kosepsi dapat terjadi
karena:
1) Faktor kromosom: Gangguan terjadi sejak semula pertemuan
kromosom, termasuk kromosorn seks.
2) Faktor lingkungan endometritum.
Endometrium belum siap untuk menerima implasi hasil
konsepsi. Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek
jarak kehamilan.
b. Pengaruh luar
1) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil
konsepsi.
2) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
c. Kelainan pada plasenta
1) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta
tidak dapat berfungsi.
2) Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes
melitus.
3) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah palsenta
sehingga menimbulkan keguguran.
d. Penyakit ibu. Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta :
1) Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria,
sifilis.
2) Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O 2 menuju
sirkulasi retroplasenter.
3) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit diabetes melitus.
e. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin
dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus
arkatus, uterus septus, retrofleksi uteri, serviks inkompeten, bekas
operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks
post partum.
f. Faktor antibody autoimun, terutama :
Antibody antiphosfolipid :
1) Menimbulkan thrombosis, infrak plasenta, perdarahan
2) Gangguan sirkulasi dan nutrisi menuju janin dan diikuti
abortus
3) Antibody anticardiolipin, dalam lupus anticoagulant (LAC)
4) Menghalangi terbentuknya jantung janin sehingga akan
menyebabkan abortus (Kusmiyati, 2015).

3. Manifestasi Klinik
Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil
konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai
berikut:
a) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b) Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
c) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
d) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
e) Dapat terjadi degenerasi ganas/koriokarsinoma (Manuaba, 2010).
Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:
a) Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan darah .
b) Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
c) Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium bau busuk dari vulva
d) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
e) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri
atau  kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian
jaringan keluar.
f) Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan
dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2012).

4. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi
akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus.Sinekia
intrauterin dan infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan
sisa yang tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur
kehamilan setelah trimester pertama. Panas bukan merupakan
kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang
memadai segera dimulai.Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
kuretase antara lain :
a) Komplikasi Jangka pendek
1) Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah,
bradikardi dan cardiac arrest.
2) Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator.
Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula
dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan
sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya
pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien
dirawat.
3) Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila
pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4) Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5) Infeksi akut dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi.
Pengobatannya berupa pemberian antibiotika yang sensitif
terhadap kuman aerobik maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa
jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah
pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.
b) Komplikasi jangka panjang.
Infeksi yang kronis atau asimtomatik pada awalnya ataupun
karena infeksi yang pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan:
1) Infertilitas baik karena infeksi atau tehnik kuretase yang salah
sehingga terjadi perlengketan mukosa (sindrom Asherman)
2) Nyeri pelvis yang kronis (Kusmiyati, 2015).

5. Patofisiologi dan Pathway


Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi
korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul
beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati
lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang
cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus
dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila
pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose,
dalam hal ini amnion tampak berbenjol – benjol karena terjadi hematoma
antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan
amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan
adalah terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek,
perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah
– merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan
yang terjadi sudah berlangsung lama (Prawirohardjo, 2015).
Pathway

Perdarahan
nekrosis

Hasil konsepsi
terlepas dari uterus

Uterus berkontraksi

Hasil konsepsi keluar Hasil konsepsi keluar


sempurna (abortus tidak sempurna (abortus
kompletus) inkompletus)

Merasa kehilangan
perdarahan

Ansietas
Duka cita Kekurangan
volume
Stress cairan

Risiko
Nyeri infeksi
Akut

Risiko syok
Intoleransi
aktifitas

Sumber : (Prawirohardjo, 2015).


6. Penatalaksanaan
Penanganan umum :
a. Kuretase dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi
dalam uterus  Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan
diberikan obat anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu
singkat, sekitar 2-3 jam. Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase
dilakukan.Ketika melakukan kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi
dokter. Pertama, sendok kuret dan kanula/selang. Sendok kuret
biasanya dipilih oleh dokter untuk mengeluarkan janin yang usianya
lebih dari 8 minggu karena pembersihannya bisa lebih maksimal.
Sedangkan sendok kanula lebih dipilih untuk mengeluarkan janin yang
berusia di bawah 8 minggu, sisa plasenta, atau kasus endometrium.Alat
kuretase baik sendok maupun selang dimasukkan ke dalam rahim
lewat vagina. Bila menggunakan sendok, dinding rahim akan dikerok
dengan cara melingkar searah jarum jam sampai bersih. Langkah ini
harus dilakukan dengan saksama supaya tak ada sisa jaringan yang
tertinggal. Bila sudah berbunyi “krok-krok” (beradunya sendok kuret
dengan otot rahim) menunjukkan kuret hampir selesai. Sedikit berbeda
dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot secara melingkar
searah jarum jam. Umumnya kuret memakan waktu sekitar 10-15
menit.
b. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat
darurat, komplikasi berat atau masih cukup stabil)
c. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien
sebelum melakukan tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)
d. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk kerumah sakit.
1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan
hebat segera atasi komplikasi tersebut
2) Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam
fisiologis atau Ringer (Fajar, 2017).
Penatalaksanaan berdasarkan jenis abortus (abortus inkomplitus)
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan
cairan NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul
dengan transfuse darah
b. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
c. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular
untuk mempertahankam kontraksi otot uterus
d. Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi
e. Bila tak ada tanda–tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis
(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
f. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8
jam (Fajar, 2017).
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan :
a. Melakukan vulva hygiene untuk mengurangi terjadinya infeksi pada
area vagina minimal 2x sehari
b. Menganjurkan pasien istirahat yang cukup
c. Menjelaskan kepada klien tentang penyebab abortus dan penaganan
terhadap abortus
d. Monitor intake dan output cairan klien (Fajar, 2017).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan
perawatan bagi klien (Manuaba, 2017).
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ;
nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien
pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti
perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus
lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah
dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di
mana tindakan tersebut berlangsung.
4) Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit
yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan
penyakit-penyakit lainnya
5) Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui
genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
6) Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan
adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala
serta keluahan yang menyertainya
7) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas : Kaji bagaimana
keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
8) Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis
kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
9) Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-
obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
10) Pola aktivitas sehari-hari: Kaji mengenai nutrisi, cairan dan
elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene,
ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
11) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak
hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera
pendengaran dan penghidung.Hal yang diinspeksi antara
lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan
warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya
b) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar
tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan
kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal
c) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak
langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan
informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan
bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau
konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada
tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau
tidak.
d) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan
menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar:
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus
atau denyut jantung janin (Johnson & Taylor, 2015: 39).
d. Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan
penunjang: rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga berencana:
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis
apa (Nugroho, 2013).
e. Data lain-lain :
1) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di RS.
2) Data psikososial : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana
pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban
pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
3) Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
4) Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan
YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
(Nugroho, 2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Pre Kuretase
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
b. Post Kuretase
1) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
perdarahan (D.0036)
2) Berduka berhubungan dengan kehilangan (D.0081)
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
4) Risiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer : ketuban pecah sebelum waktunya
(D.0142)
5) Risiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
(D.0039)
Sumber : (SDKI, 2017).

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Tujuan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Pain Management
agen pencedera fisik 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
keperawatan selama 3 x 24 jam dan faktor presipitasi,.
diharapkan nyeri akan berkurang 2. Kaji kontraksi uterus dan
1. Pain level ketidaknyamanan (awitan, frekuensi,
2. Pain control durasi, intensitas, dan gambaran
3. Comfort level ketidaknyamanan)
Kriteria Hasil : 3. Observasi reaksi nonverbal dari reaksi
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
2. Menyatakan rasa nyaman 4. Kontrol lingkungan yang dapat
3. Mengungkapkan penurunan mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
4. Menggunakan tehnik yang tepat 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
untuk mempertahankan kontrol 6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
nyeri. keluhan dan tindakan penanganan nyeri
yang tidak berhasil

Analgesic administration
1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
2. Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat analgesik pada klien
3. Monitor ttv sebelum dan sesudah
diberikan analgesik

2. Ansietas berhubungan dengan Anxiety Reduction


krisis situasional 1. Kaji, sifat, sumber dan manifestasi
kecemasan.
Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan informasi tentang
keperawatan selama 3 x 24 jam penyimpangan genetic khusus, resiko
Ansietas klien teratasi dengan yang dalam reproduksi dan
kriteria hasil : ketersediaan tindakan/pilihan diagnosa
1. Klien mampu mengidentifikasi 3. Kembangkan sikap berbagi rasa secara
dan mengungkapkan gejala terus menerus.
cemas 4. Berikan bimbingan antisipasi dalam
2. Mengidentifikasi dan hal perubahan fisik/psikologis.
menunjukkan tekhnik untuk
mengontrol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah,
dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan
3. Risiko ketidakseimbangan cairan Fluid Management
berhubungan dengan perdarahan 1. Monitor vital sign
2. Monitor status hydrasi (kelembaban
Setelah dilakukan tindakan selama 3 membrane mukosa, nadi adekuat,
x 24 jam, masalah teratasi dengan tekanan darah ortostatik), jika
kriteria hasil : diperlukan
1. Mempertahankan urin output 3. Monitor masukan makanan/ cairan dan
dalam batas normal sesuai dengan hitung intake kalori harian
usia, dan BB, 4. Kolaborasi pemberian cairan IV
2. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas 5. Dorong masukan oral
normal 6. Berikan penggantian nasogastric sesuai
3. Tidak ada tanda dehidrasi output
4. Elastisitas turgor kulit baik. 7. Atur kemungkinan transfusi
Membrane mukosa lembab, tidak 8. Persiapan untuk transfuse
ada rasa haus tambahan.

Hypovolemia Management
1. Monitor intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor adanya kelebihan cairan
4. Monitor BB
5. Monitor tingkat HB dan hemtokrit
6. Pasang urin kateter jika diperlukan
7. Kolaborasikan pemberian diuretic
sesuai interuksi

4. Berduka berhubungan dengan Grief Work Facilitation


kehilangan 1. Identifikasi perasaan kehilangan klien
2. Dengarkan cerita pasien terhadap
Setelah dilakukan tindakan perasaan kehilangan yang dialaminya
keperawatan selama 3 x 24 jam 3. Buat pernyataan empati tentang
masalah dukacita klien teratasi dukacita yang dialami klien
dengan kriteria hasil : 4. Dorong diskusi tentang pengalaman
1. Mencari solusi terhadap perasaan kehilangan atau dukacita sebelumnya
kehilangan yang pernah dialami klien
2. Melisankan perasaan dan 5. Ajarkan secara bertahap proses berduka
penerimaan terhadap kehilangan sebagai progresi dukungan yang tepat
3. Mengekspresikan harapan positif 6. Sertakan orang lain yang dekat dengan
terhadap masa depan klien untuk berdiskusi
7. Komunikasikan kepada klien untuk bisa
menerima terhadap kehilangan yang
dialami

5. Intoleransi aktifitas berhubungan Activity theraphy


dengan kelemahan 1. Kaji tingkat kemampuan klien untuk
beraktivitas
Setelah dilakukan tindakan 2. Evaluasi perkembangan kemampuan
keperawatan selama 3 x 24 jam klien melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat toleransi 3. Bantu klien untuk memenuhi
dengan aktivitas dengan kriteria kebutuhan aktivitas sehari-hari
hasil: 4. Bantu klien untuk melakukan tindakan
1. Mampu melakukanaktifitas sesuai dengan kemampuan/kondisi
sehari-hari secara mandiri klien
2. Berpatisipasi dalam aktivitas 5. Kaji pengaruh aktivitas terhadap
fisil tanpa disertai peningkatan kondisi uterus/kandungan
TD, N, RR
3. Mampu berpindah dengan atau
alat bantu

6. Risiko Infeksi berhubungan Infection control


dengan ketidakadekuatan 1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang
pertahanan tubuh primer : keluar ; jumlah, warna, dan bau
ketuban pecah sebelum waktunya 2. Terangkan pada klien pentingnya
perawatan vulva selama masa
Setelah dilakukan tindakan perdarahan
keperawatan selama 3 x 24 jam 3. Lakukan perawatan vulva
diharapkan diharapkan tidak terjadi 4. Amati luka dari tanda infeksi
infeksi (flebitis)
Kriteria Hasil : 5. Anjurkan pada pasien untuk
1. Tidak ditemukan tanda-tanda melaporkan dan mengenali tanda-
adanya infeksi. tanda infeksi
2. Jumlah Leukosit dalam batas
normal Infection Control
1. monitor tanda dan gejala infeksi
2. Pantau hasil laboratorium
3. Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
4. monitor Vital Sign
5. Kontrol infeksi
6. Ajarkan tehnik mencuci tangan
7. Batasi pengunjung
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien
9. Tingkatkan masukan gizi yang cukup
10. Anjurkan istirahat cukup
11. Pastikan penanganan aseptic daerah
IV
12. Berikan penkes tentang risiko infeksi

7. Risiko syok berhubungan dengan Syok prevention


kekurangan volume cairan 1. Monitor status sirkulasi, warna kulit,
suhu, denyut jantung, HR, dan ritme,
Setelah dilakukan tindakan nadi perifer
keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
risiko syok teratasi dengan kriteria jaringan
hasil: 3. Monitor suhu dan pernafasan
1. TTV dalam batas yang 4. Berikan cairan iv atau oral yang tepat
diharapkan
2. Mata cekung tidak ditemukan
demam tidak ditemukan
3. Irama jantung dalam batas
normal

Sumber : (SIKI-SLKI, 2017)


DAFTAR PUSTAKA

Affandi B, Adriaansz G, Gunardi ER, Koesno H. 2013. Buku Panduan Praktis


Kontrasepsi Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Carpenito, Lynda, 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin, EJ. 2013. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi
& Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). St.
Louise, Misouri: Mosby, Inc.
JNPK_KR. 2018. Pelayanan obsetri dan neonatal emergensi dasar (PONED).
Kusmiyati, Dkk. 2017. Perawatan ibu hamil. Yogjakarta : Fitramaya.
Manuaba, 2017. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC.
McCloskey, Joanne C, 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). St.
Louise, Misouri: Mosby, Inc.
Nugroho, taufan. 2017. Buku ajar obstetric. Yogjakarta : Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
1

Anda mungkin juga menyukai