Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan

kronis ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh

darah arteri. Hal ini mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk

mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Seseorang

dikatakan mengalami tekanan darah tinggi jika pemeriksaan tekanan darah

menunjukkan hasil di atas 140/90 mmHg atau lebih dalam keadaan istirahat,

dengan dua kali pemeriksaan, dan selang waktu lima menit (Sari, 2017).

Hipertensi merupakan pemicu berbagai penyakit diantaranya yaitu

stroke, diabetes, dan gagal ginjal (Irianto, 2015). Hipertensi menjadi sillent

killer karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala dan pada

akhirnya menjadi stroke dan serangan jantung yang mengakibatkan penderita

meninggal (Kurniadi, dan Nurrahmani, 2017).

2. Klasisifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan joint National Commite (JNC) 7

adalah sebagai berikut:

8
9

Klasifikasi tekanan darah Tekanan Darah Tekanan

Darah

Sistol (mmHg)

Diastol (mmHg)

Normal <120 < 80

Prehipertensi 120-130 80-89

Hipertensi Tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi Tahap 2 ≥160 ≥100

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNC 7

Pengelompokan ini menjadi hal penting karena akan mempengaruhi jenis

terapi yang perlu diberikan sesuai dengan kelompoknya (Kurniadi, dan

Nurrahmani, 2017).

Selain klasifikasi di atas, hipertensi diklasifikasikan berdasarkan

penyebabnya yaitu hipertensi primer/hipertensi esensial dan hipertensi

sekunder/hipertensi non esensial. Hipertensi primer disebut juga hipertensi

idiopatik karena hipertensi ini memiliki penyebab yang belum diketahui biasanya

sering dihubungkan dengan perilaku gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi

prim er merupakan hipertensi yang paling banyak terjadi yaitu sekitar 90% dari

kejadian hipertensi. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat

tertentu (Sari, 2017).


9

3.
10

4. Faktor Risiko Hipertensi

Penyakit hipertensi dapat dipicu oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang

memiliki potensi menimbulkan masalah atau kerugian kesehatan biasanya

disebut dengan faktor risiko. Beberapa faktor risiko hipertensi yaitu:

1. Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang

tidak dapat diubah. Pada umumnya, semakin bertambahnya umur

maka akan semakin besar pula risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut

disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh darah seperti

penyempitan lumen, serta dinding pembuluh darah menjadi kaku dan

elastisitasnya berkurang sehingga meningkatkan tekanan darah.

Menurut penelitian, terdapat kecenderungan bahwa pria dengan umur

lebih dari 45 tahun lebih rentan mengalami peningkatan tekanan darah,

sedangkan perempuan cenderung mengalami peningkatan tekanan

darah pada umur di atas 55 tahun. (Sari, 2017).

Sedangkan menurut Kurniadi dan Nurrahmani, kejadian hipertensi

akan meningkat seiring dengan pertambahan umur. Seseorang yang

berumur di atas 60 tahun sebanyak 50-60% memiliki tekanan darah

lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan

pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.

(Kurniadi, dan Nurrahmani, 2017).


11

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi

yang tidak dapat diubah. Dalam hal ini, pria cenderung lebih banyak

menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut

terjadi karena adanya dugaan bahwa pria memiliki gaya hidup yang

kurang sehat jika dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi,

prevalensi hipertensi pada perempuan mengalami peningkatan setelah

memasuki usia menopause. Hal tersebut disebabkan oleh adanya

perubahan hormonal yang dialami perempuan yang telah menopause

(Sari, 2017).

Menurut penelitian Peer dkk tahun 2013 menjelaskan prevalensi

hipertensi lebih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan karena

perempuan lebih baik dalam mengontrol hipertensi. Hal tersebut

dikarenakan perempuan lebih mudah menerima pengobatan dan lebih

mudah mengubah gaya hidup, sedangkan pada laki-laki lebih tertarik

pada urusan pekerjaan dibandingkan mengunjungi pelayanan

kesehatan, terutama saat jam kerja masih berlangsung. (Peer, 2013)

3. Riwayat Keluarga (Genetik)

Keturunan atau genetik juga merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah. Risiko terkena hipertensi

akan lebih tinggi pada orang dengan keluarga dekat memiliki riwayat

hipertensi. Selain itu, faktor keturunan juga dapat berkaitan dengan


12

metabolisme pengaturan garam (NaCl) dan renin membran sel (Sari,

2017).

Seseorang yang memiliki orang tua dengan hipertensi memiliki risiko

dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada seseorang

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu,

seseorang normotensi yang memiliki orang tua yang mengidap

hipertensi memiliki reaktivitas vaskuler yang lebih tinggi terhadap

stres mental maupun fisik dibanding seseorang dan orangtua yang

memiliki tekanan darah normal. Hal ini berkaitan dengan timbulnya

hipertensi di kemudian hari (Kurniadi, dan Nurrahmani, 2017) .

4. Konsumsi Garam Berlebih

Konsumsi garam berlebihan dapat menyebabkan hipertensi. Hal

tersebut dikarenakan garam (NaCl) mengandung natrium yang dapat

menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan sehingga

menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh. Hal inilah yang

membuat peningkatan volume dan tekanan darah (Sari, 2017).

Sumber natrium yang umum adalah penyedap rasa yang mengandung

monosodium glutamat yang dikenal dengan MSG (Widjadja, 2009).

Menurut WHO batas konsumsi garam adalah 2400 mg perhari.

(WHO, 2018).

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olah raga dan

dapat didefinisikan sebagai pergerakan otot yang menggunakan energi.


13

Aktivitas fisik berpengaruh secara langsung terhadap tekanan darah

karena latihan fisik dapat mempengaruhi tekanan darah dengan

menormalkan proses-proses tubuh lainnya. Aktivitas fisik atau olah

raga merupakan bentuk pemberian rangsang berulang pada tubuh.

Tubuh akan beradaptasi jika diberi rangsangan secara teratur dengan

takaran dan waktu yang tepat (Wahyuni, 2013).

6. Kafein Berlebih

Kafein diketahui dapat membuat jantung berpacu lebih cepat sehingga

mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya. Akan tetapi, dalam

hal ini kafein memiliki reaksi yang berbeda pada setiap orang (Sari,

2017).

Jumlah kafein yang dianggap aman untuk orang dewasa sehat

maksimal 400 miligram sehari. Jumlah itu kira-kira setara dengan

empat cangkir kopi seduh, 10 kaleng cola atau dua teguk minuman

energi (Savitri, 2016).

7. Penggunaan Alat Kontrasepsi

Hormonal Etylen Estradiol (EE) merupakan kandungan dari alat

kontrasepsi hormonal yang serupa dengan estrogen alami namun

memiliki banyak perbedan terutama efeknya pada pembuluh darah, EE

memiliki kemampuan untuk mempengaruhi sintesis hepatic

angiotensinogen dan menyebabkan retensi natrium dan air sehingga

malah menyebabkan peningkatan tekanan darah (MIMS Indonesia,

2008).
14

Zat yang terkandung dalam kontrasepsi oral kombinasi memiliki

mekanisme mereproduksi sifat steroid endogen. karena potensi

biologinya yang tinggi, dibandingkan dengan estradiol merupakan

estrogen alami (seribu kali lebih berpotensi), menghambat produksi

angiotensinogen hepatic, yang mengakibatkan sistem

renninangiotensin-salofosterone meningkatkan tekanan darah. Terlebih

lagi, progesterone terkait dengan kontrasepsi oral kombinasi yang

mengandung EE memiliki kemiripan, namun tidak mereproduksi

semua karakteristik dari progesterone alami (MIMS Indonesia, 2008)

Meskipun penggunaan alat kontrasepsi hormonal menyebabkan

peningkatan level tekanan darah antara 2-3 mmHg, rata-rata pada

perempuan sehat terapi angtihipertensi tidak dibutuhkan. Namun, pada

perempuan yang sebelumnya didiagnosis hipertensi, pemberian

kontrasepsi hormonal harus dihindari karena prognosisnya dapat

memburuk dan dapat terjadi peningkatan risiko hipertensi

(Formularium Obat, 2014).

8. Stres

Stres adalah rasa takut dan cemas dari perasaan dan tubuh terhadap

perubahan di lingkungan (Widjadja, 2009).

Stres juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi. Kejadian

hipertensi lebih besar terjadi pada individu yang memiliki

kecenderungan stres emosional. Keadaan seperti tertekan, murung,

dendam, takut, dan rasa bersalah dapat merangsang timbulnya hormon


15

adrenalin dan memicu jantung berdetak lebih kencang sehingga

memicu peningkatan tekanan darah (Sari, 2017).

Stres adalah rasa takut dan cemas dari perasaan dan tubuh terhadap

perubahan di lingkungan (Widjadja, 2009).

5. Komplikasi Penyakit Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi cenderung akan membawa risiko yang

berbahaya dan dapat menimbulkan komplikasi lain efek dari tekanan darah

tinggi. Berikut ini adalah beberapa komplikasi hipertensi yang dapat terjadi:

(Julianti, 2008)

1. Kerusakan dan gangguan pada otak

Hipertensi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh sulit

meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen. Pembuluh

darah otak sangat sensitif ketika semakin melemah maka menimbulkan

perdarahan.

2. Gangguan dan kerusakan mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah

dibelakang mata. Gejalanya, yaitu pandangan kabur dan berbayang.

3. Gangguan dan kerusakan jantung

Akibat tekanan darah tinggi, jantung harus memompa darah dengan

tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah sehingga

kehabisan energi untuk memompa lagi. Parahnya lagi, jika terjadi

pemyumbatanpembuluh akibat aterosklerosis. Gejalanya yaitu


16

pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan, dan

napas yang tersengal sengal.

4. Gangguan dan kerusakan ginjal

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat

sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi,

pembuluh darah kecil akan rusak. Ginjal juga tidak mampu lagi

menyaring dan mengeluarkan sisa. Umumnya, gejala kerusakan ginjal

tidak segera tampak. Namun jika dibiarkan, komplikasinya

menimbulkan masalah serius.

B. Kebiasaan Minum Kopi

1. Definsi Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan merupakan suatu tindakan atau pengulangan sesuatu yang

dilakukan seseorang secara berulang – ulang dan terus menerus dalam hal

yang sama (Joko, 2008). Masyarakat kota yang minum kopi lebih menyukai

kepraktisan dan kesenangan sehingga dapat dipenuhi oleh adanya kedai kopi

dan kafe yang mulai menjamur di berbagai sudut kota dan selalu ramai

dikunjungi konsumen.

Sebuah studi menunjukkan bahwa 100-200 mg kafein (1-2,5 cangkir

kopi) setiap hari adalah batas aman yang dianjurkan oleh beberapa dokter,

namun jumlah tersebut berbeda setiap individu dan para ahli sepakat bahwa

600 mg kafein (4-7 cangkir kopi) atau lebih setiap harinya adalah jumlah yang

terlalu banyak karena overdosis kafein berbahaya dan dapat membunuh (FDA,

2010).
17

Cara baik minum kopi adalah dengan meminimalkan deterpen dengan cara

minum kopi yang disaring atau kopi instan serta mengkonsumsinya dalam

jangka waktu 4-6 jam. Rekomendasi yang aman minum kopi bagi orang sehat

adalah 2-3 cangkir(Muchtadi,2009).

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Minum Kopi

Tinggi atau rendahnya tingkat konsumsi seseorang individu

dipengaruhi oleh berbagai hal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi

seorang individu untuk melakukan tindakan konsumsi yaitu;

1. Faktor Ekonomi

a. Pendapatan

Untuk membeli barang konsumsi individu menggunakan uang dari

penghasilan atau pendapatan. Tingkat pendapatan berpengaruh

terhadap besarnya pengeluaran konsumsi yang dilakukan. Pada

umumnya semakin tinggi pendapatan individu/rumah tangga maka

pengeluaran konsumsinya juga akan mengalami kenaikan (Pratama

dan Manurung, 2004).

b. Tingkat Harga

Apabila harga barang/jasa kebutuhan hidup meningkat maka

konsumen harus mengeluarkan tambahan uang untuk bisa

mendapatkan barang/jasa tersebut (Pratama dan Manurung, 2004).

c. Ketersediaan Barang dan Jasa

Meskipun konsumen memiliki uang untuk membeli barang

konsumsi, konsumen tidak dapat mengkonsumsi barang/jasa yang


18

dibutuhkan apabila barang/jasa tersebut tidak tersedia. Semakin

banyak barang/jasa tersedia, maka pengeluaran konsumsi

masyarakat/individu akan cenderung semakin besar (Pratama dan

Manurung, 2004).

2. Faktor demografi

a. Komposisi Penduduk

Dalam suatu wilayah jika jumlah orang dengan usia kerja produktif

berjumlah banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang

tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi

juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu

tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut ikut menjadi

tinggi (Pratama dan Manurung, 2004)

b. Jumlah Penduduk

Daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak maka tingkat

konsumsi masyarakat juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, suatu

daerah yang memiliki jumlah penduduk sedikit tingkat

konsumsinya tergolong rendah (Pratama dan Manurung, 2004).

c. Letak Demografi

Masyarakat di pedesaan dalam hal konsumsi akan lebih rendah

dibandingkan dengan masyarakat di perkotaan. Masyarakat di

pedesaan hanya mengeluarkan sebagian pendapatan untuk

mengkonsumsi makanan saja, untuk non makanan masih rendah.

Sedangkan masyarakat di perkotaan antara konsumsi makanan dan


19

non makanan bisa dikatakan hampir sama (Pratama dan Manurung,

2004).

3. Faktor Non Ekonomi

a. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

Kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi

seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup

sederhana biasanya masyarakatnya akan memiliki tingkat konsumsi

yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta

adat biasanya masyarakatnya memiliki pengeluaran konsumsi yang

besar (Pratama dan Manurung, 2004).

b. Gaya Hidup

Seseorang yang memiliki gaya hidup tinggi maka akan memiliki

pengeluran konsumsi yang tinggi pula. Gaya hidup perempuan dan laki

– laki memiliki perbedaan karena pengeluaran konsumsi yang

berbedabeda. Latar belakang keluarga dan adat istiadat yang berbeda

membuat pengeluaran konsumsi seseorang yang tinggal di rumah

bersama keluarga dengan seseorang yang tinggal di kos (Pratama dan

Manurung, 2004).

4. Kecenderungan Antara Tekanan Darah Dengan Kopi

Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan

darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin.

Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat

dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel


20

darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Nikotin

mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya

kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok,

nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan

kebutuhan oksigen jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta

menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf,

otak, dan banyak bagian tubuh lainnya (Tandra, 2003).

Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia

yang terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam

dinding arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak

(arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat

merangsang saraf simpati sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, serta peran karbon monoksida

yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung

memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (WHO, 2011).

Kopi mengandung kafein. Kafein merupakan zat yang dapat mengatasi

kelelahan dan meningkatkan konsentrasi serta menggembirakan suasana hati.

Namun konsumsi kafein yang berlebihan dalam jangka yang panjang dan

jumlah yang banyak diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi

atau penyakit kardiovaskuler (Pusparani 2016). Contoh makanan atau

minuman yang mengandung kafein yaitu kopi, teh, soft drink, dan cokelat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi kafein

secara teratur sepanjang hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi
21

dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi sama sekali. Hal ini terbukti

dengan mengonsumsi kafein di dalam dua sampai tiga cangkir kopi (200-250

mg) terbukti meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 3-14 mmHg dan

tekanan diastolik 4-13 mmHg pada orang yang tidak mempunyai hipertensi

(Pusparani, 2016).

C. Aktivitas Fisik

1. Definsi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Semakin tinggi aktivitas fisik

maka tekanan darah semakin meningkat. Kategori aktivitas fisik yang

ditetapkan WHO yaitu ringan, sedang, dan berat. Kurangnya aktivitas fisik

merupakan faktor resiko timbulnya penyakit kronis diperkirakan

menyebabkan kematiam secara global (WHO, 2010).

2. Jenis – Jenis Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan sebagai

berikut:

1. Aktivitas Fisik Ringan

Aktivitas fisik ringan yaitu aktivitas yang membutuhkan sedikit

tenaga dan tidak menyebabkan perubahan pada pernapasan atau

ketahanan (endurance). Aktivitas fisik dikatakan ringan apabila

nilai MET (metabolic Equivalent) <600.

2. Aktivitas Fisik Sedang


22

Aktivitas fisik sedang yaitu aktivitas yang membutuhkan tenaga

intens atau terus menerus. Aktivitas fisik sedang dilakukan

minimal 5 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik dikatakan sedang

apabila nilai MET (metabolic Equivalent) ≥600 sampai <3000.

3. Aktivitas Fisik Berat

Aktivitas fisik berat barangkali dihubungkan dengan olahraga

yang membutuhkan kekuatan (strength). Aktivitas fisik dengan

intensitas berat setidaknya dilakuikan selama 7 hari dan dapat

dikombinasikan dengan aktivitas fisik ringan dan sedang.

Aktivitas fsik dikatakan berat apabila nilai MET (Metabolic

Equivalent) ≥ 3000.

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Menrut British Heart Foundation (BHF,2014) yaitu:

1. Faktor Biologis

a. Usia

Semakin bertambahnya usia, maka semakin berkurang

aktivitas fisik yang dapat dilakukan.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki lebIh aktif dalam beraktivitas fisik daripada

perempuan.

2. Faktor Demografis

a. Status Sosial Ekonomi


23

Seseorang dengan status sosial ekonomi yang tinggi lebih

aktif daripada yang memiliki status sosial ekonomi yang

rendah. Sekitar 105 perbedaan diantara keduanya.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi rendahnya

aktivitas fisik.

3. Faktor Sosial

Partisipasi aktivitas fisik dipengaruhi oleh faktor pendukung

sosial dan orang-orang terdekat seperti:

a. Teman

b. Guru

c. Ahli Kesehatan

d. Pelatih olahraga profesional atau instruktur

4. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mampu memberikan efek yang positif

dalam aktivitas fisik diantaranya:

1) Akses untuk program dan fasilitas tersedia seperti lapangan,

taman bermain dan area untuk aktivitas fisik.

2) Adanya area berjalan dan jalan bersepeda 3) Adanya waktu

untuk bermain di tempat terbuka

4. Pengukuran Aktivitas Fisik

Terdapat berbagai metode yang dapat dilakukan untuk mengukur

aktivitas fisik. Secara umum metode tersebut dibagi menjadi yaitu metode
24

subjektif dan metode objektif. Penilaian aktivitas fisik secara subjektif

dilakukan dengan menggunakan kuesioner, diari aktivitas fisik, ataupun

dengan observasi secara langsung. Penilaian secara objektif dibagi menjadi

dua jenis yaitu penilaian langusg menggunakan metode laboratorium dan

berbagai metode lapangan misalnya dengan menggunakan pedometer,

pemantauan denyut jantung dan accelerometer. Pengukuran aktivitas fisik

dengan metode subjektif dan objektif dapat dikombinasikan untuk

memperoleh penilaian aktivitas fisik yang bersifat lebih menyekuruh

(Anggunadi dan Sutana, 2017).

Peneitian ini mengumpulkan data terkait nilai pengukuran aktivitas

fisik menggunakan metode subjektif yaitu kuesioner. Kuesioner aktivitas fisik

yang digunakan adalah lobal Physical Activity Quistionnaire (GPAQ). GPAQ

merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO dalam rangka

melakukan surveilans aktivitas fisik diberbagai negara.GPAQ mengumpulkan

informasi pada 4 domain. Domain – domain tersebut antara lain berisikan

aktivitas ditempat kerja, perjalanan ke dan dari tempat aktivitas, aktivitas

olahraga dan aktivitas menetap. Untuk keperluan analisis, domain dibagi lagi

menjadi enam sub-domain yang berbeda. Sub-domain tersebut antara lain

aktivitas berat (kode P1-P3), aktivitas sedang (kode P4- P6), perjalanan ke dan

dari tempat aktivitas (kode P7-P9), olahraga berat (kode P10-P12), olahraga

sedang (kode P13-P15) dan aktivitas menetap (kode P16) (WHO, 2012).

Menurut WHO (2012), level total, aktivitas fisik dikatakan tinggi apabila nilai

MET ≥ 1500 menit/minggu, dikatakan sedang apabila MET ≥600


25

menit/minggu dan ringan saat tidak memenuhi syarat keduanya. Untuk

menghitung pengeluaran energi keseluruhan menggunakan nilai hasi GPAQ,

nilai total MET menit/minggu yang digunakan yaitu:

Tabel 2.3 Total Aktivitas Fisik (WHO,2012)

Level Total Aktivitas Fisik Nilai Battas Aktivitas Fisik

Tinggi Jika : (P2 + P11) ≥ 3 hari dan total

aktivitas fisik MET menit

perminggu adalah ≥ 1500

Atau

Jika : (P2 + P5 + P8 + P11 + P14) ≥ 7

hari

dan total aktivitas fisik MET menit

perminggu adalah ≥ 3000

Sedang Jika : (P2 + P11) ≥ 3 hari dan ((P2 x P3)

(11 x P12)) ≥ 60 menit

Atau

jika : (P5 + P8 + P14) ≥ 5 hari dan

((P5 x

P6) + (P8 x P9) + (P14 x P15) ≥ 150

menit
26

Atau

Jika : (P2 + P5 + P8 + P11 + P14) ≥ 5

hari dan total aktivitas fisik MET

menit perminggu ≥ 600 sampai <3000

Rendah Jika nilai MET < 600

Atau

Jika nilai MET tidak mencapai kriteria

untuk aktivitas tinggi atau sedang.

Global Physical Activity Quistionare, 2012

5. Hubungan Aktivitas Fisik Dan Hipertensi

Stabilisasi tekanan darah dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik.

Frekuensi denyut jantung cenderung lebih tinggi pada seseorang yang tidak

berkativitas fisik daripada yang aktif melakukan aktivitas fisik secara rutin.

Frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi akan menyebabkan otot jantung

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Semakin besar usaha otot jantung

untuk memompa darah maka akan semakin besar pula tekanan darah yang

dibebankan pada dinding arteri, seingga terjadi peningkatan tahanan perifer

yang menyebabkan kenaikan tekanan darah (Triyanto, 2014).

Tekanan darah sistolik secara fisiologis akan meningkat setelah usia lebih dari

45 tahun sampai mencapai usia 70 tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya

perubahan pada tunika media. Terjadi peningkatan kolagen dan penipisan

serta kalsifikasi serat elastin yang menyebabkan kekakuan pada pembuluh

darah. Perubahan tersehut dapat meningkatkan resistensi terhadap aliran darah


27

dari jantung. Sehingga ventrikel kiri dipaksa untuk bekerja lebih keras. Selain

itu, baroseptor di arteri besar menjadi kurang efektif dalam mengontrol

tekanan darah. secara keseluruhan, perubahan tersebut akan menyebabkan

kekakuan pembulh darah menjadi meningkat, sehingga terjadi peningkatan

pada tekanan darah sistolik (Miller dan Hunter, 2012).

Sedangkan peningkatan tekanan darah diastolik terjadi pada usia 50

dan 60 tahun, kemudian menetap atau cenderung menurun (Khomarun et al,

2013). Hal tersebut dipengaruhi oleh kekakuan arteri yang memebuat

pembuluh darah arteri memiliki kemampuan terbatas saat ekspansi sehingga

arteri gagal menyangga secara efektif tekanan yang diberikan jantung dan

menghasilkan peningkatan tekanan darah sistole. Disisi lain, arteru sulit untuk

melakukan recoil selama diastole sehingga tekanan darah diastole akan lebih

rendah (Lionakis, 2012).

Anda mungkin juga menyukai