Kelompok 3:
Yohannes Radisman Parulian Aruan 2110531002
Harry Syahputra Harahap 2110531027
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
A. PENDAHULUAN
Kegiatan produksi pertanian seperti tanaman pangan dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap budidaya dan tahap pasca panen. Batas antara kedua tahapan
tersebut ditandai dengan kegiatan pemanenan atau pemanenan. Karena adanya
waktu langsung antara kegiatan panen dan kegiatan pasca panen, kegiatan panen
biasanya termasuk dalam kelompok pasca panen. Tahap budidaya dimulai dengan
pengolahan tanah, pembibitan, penanaman dan perawatan hingga tanaman siap
panen. Tahap pengolahan pasca panen selanjutnya adalah rangkaian kegiatan mulai
dari panen produk hingga persiapan konsumsi (produk segar) atau persiapan
pengolahan (sebagai bahan produk olahan).
Misalnya untuk buah-buahan, bisnis utamanya adalah panen, pengemasan,
pengangkutan dan distribusi ke pengecer. Ketika operasi memiliki efek buruk pada
produk, yaitu kualitas berkurang, operasi harus dipertimbangkan dan dipelajari
dengan benar. Pada tahap pemanenan, kondisi, umur dan cara pemanenan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan kualitas
produk yang baik. Setelah panen, sortasi, sortasi, pengemasan, dll. dilakukan di
lokasi, atau produk langsung dibawa ke pabrik pengemasan untuk pra-pendinginan,
pencucian, waxing, pematangan, sortasi dan penilaian, pengemasan, persiapan
pengemasan dan penyimpanan, biasanya peralatan mekanik yang digunakan, yang
mungkin merupakan bagian dari fasilitas pabrik pengemasan. Produk yang dikemas
kemudian diangkut ke industri pengolahan makanan untuk diproses, disimpan di
gudang atau dijual langsung melalui pengecer.
Di Indonesia, teknologi pasca panen dalam pengolahan produk hortikultura
belum diterapkan dengan baik, meskipun secara teknis pelaku usaha pertanian
hortikultura dapat dengan mudah menerapkan teknologi tersebut. Teknologi pasca
panen masih diterapkan sebagian, yaitu hanya teknologi yang memiliki biaya
investasi rendah atau hampir tidak ada, atau secara ekonomi menguntungkan. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa konsumen produk hortikultura umumnya
tidak mau membayar untuk produk hortikultura yang diproses dengan teknologi
tepat guna. Ini berarti konsumen hortikultura tidak mau membayar lebih untuk
produk hortikultura olahan yang lebih baik. Karena itu, untuk konsumen berkebun,
daripada menghabiskan lebih banyak uang untuk produk berkualitas tinggi, lebih
baik membeli produk berkualitas tinggi biasa dengan harga murah.
1. Setiap daerah penghasil tidak memiliki jadwal panen yang saling melengkapi,
sehingga produk sering membanjiri pasar pada saat yang bersamaan, yang
menyebabkan turunnya harga (terutama buah-buahan musiman).
2. Pemanenan tidak dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan kondisi produk,
tetapi lebih dipengaruhi oleh fluktuasi harga, sehingga produk terkadang tidak
mencapai kondisi terbaik (misalnya buah sudah masak tetapi masih memiliki rasa
asam), bahkan melebihi kondisi terbaik karena penundaan, dan mudah rusak.
3. Penanganan yang kasar, pelemparan yang merata, dan pengepakan yang terlalu
rapat.Kemasan transportasi menggunakan bahan sementara, sehingga produk yang
dikemas tidak dapat dilindungi selama transportasi.
Selama transportasi, kendaraan kelebihan beban, menyebabkan produk terjepit dan
mengalami beban tekan yang lebih besar. Ditambah lagi dengan jalan berlubang,
produk berkebun yang diangkut bisa menimbulkan banyak goresan.Pengangkutan
dilakukan dengan menggunakan truk pickup, memaparkan produk ke sinar
matahari dan mempercepat proses penurunan kualitas.
B. PEMBAHASAN
1. Pentingnya Teknologi Penanganan Pascapanen
Teknologi pasca panen adalah suatu alat yang digunakan untuk
meningkatkan mutu pengolahan, yang bertujuan untuk mengurangi kerugian akibat
penurunan mutu produk yang berhubungan dengan proses fisiologis normal
dan/atau respon terhadap kondisi yang tidak sesuai yang disebabkan oleh perubahan
fisik, kimia dan lingkungan biologis. Teknik pasca panen diperlukan untuk
mengurangi atau menghilangkan kerugian pasca panen jika memungkinkan.
Kehilangan pasca panen produk hortikultura bervariasi dari 15% sampai 25%,
tergantung pada jenis produk yang digunakan dan teknologi pasca panen.
Dalam konteks pengembangan produk-produk perkebunan hilir yang
berdaya saing, inovatif teknologi, berorientasi pasar berbasis sumber daya lokal,
maka pengembangan pengolahan pasca panen harus dipandang sebagai bagian dari
suatu sistem yang menyeluruh, di mana setiap mata rantai pengolahan memiliki
keterkaitan satu sama lain. memengaruhi. Produk yang ditanam, seperti produk
pertanian pada umumnya, akan tetap mengalami aktivitas metabolisme setelah
panen, jika tidak segera diproses akan menyebabkan kerusakan fisik dan kimia.
Sifat produk yang mudah rusak menyebabkan kerugian yang tinggi setelah panen
dan umur simpan yang terbatas, sehingga serangga dan hama akan menurunkan
kualitas produk.
Kondisi hasil panen dipengaruhi oleh faktor pra panen, seperti pemilihan
varietas, sistem tanam dan teknik budidaya. Faktor lingkungan dan adanya hama
dan penyakit juga sangat mempengaruhi hasil panen segar hasil pertanian. Ketiga
faktor tersebut tidak cukup untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi,
sehingga disinilah peran teknologi pasca panen menjadi sangat penting. Semua sub-
sistem ini harus terintegrasi untuk mendapatkan produk yang berkualitas tinggi dan
stabil.
Pengolahan pasca panen hasil tanaman perkebunan didefinisikan sebagai
kegiatan pengolahan hasil perkebunan, mulai dari pemanenan hingga persiapan
sebagai bahan baku atau produk akhir untuk dikonsumsi, termasuk distribusi dan
pemasaran. Lingkup teknologi pasca panen dibagi menjadi dua jenis kegiatan besar,
yaitu jenis pertama: pengolahan primer, meliputi pengolahan komoditas menjadi
produk setengah jadi atau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk
hanya mengalami perubahan fisik, sedangkan perubahan kimia biasanya terjadi
pada tahap ini tidak akan terjadi. Kedua: Perlakuan Sekunder, yaitu kegiatan
lanjutan dari pengolahan primer Pada tahap ini, bentuk fisik dan komposisi kimia
produk akhir akan berubah melalui proses pengolahan. Contoh pengolahan utama
tanaman perkebunan (seperti kakao atau kakao) adalah proses pengeringan, yang
tujuan utamanya adalah menguapkan air untuk mendapatkan produk dengan kadar
air 6-7% dalam kakao berbasis basah. Pada saat yang sama, dalam prosesnya,
pengeringan kakao dapat dikombinasikan dengan sinar matahari dan pengeringan
buatan untuk mendapatkan kadar air terbaik dan penampilan yang baik. Hasil akhir
dari perlakuan primer kakao adalah kakao kering dengan kadar air optimal dan
warna coklat mengkilat yang seragam. Pengolahan sekunder kakao adalah
pengolahan lanjutan kakao kering menjadi produk hilir. Dalam proses ini, biji kakao
olahan utama digunakan sebagai bahan baku pembuatan nugget kakao, yang
akhirnya menjadi produk olahan berupa bubuk kakao, mentega kakao, permen
gandum dan cokelat, serta produk olahan lainnya.
o Kelemahan
Dinamika perubahan yang mewarnai perekembangan agribisnis
akan berpengaruh pula pada ciri alsintan yang dibutuhkan selain itu ada pula
kelemahan lain dari mekanisasi pertanian diantaraya yaitu:
1. Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit
dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu
untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.
2. Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang
dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian
mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen.
3. Tenaga kerja
Kader, A.A. 1995. TEP 440 : TEKNIK PASCA PANEN. URL : http://web.ipb.ac.id.
Diakses tanggal 19 September 2021.