Anda di halaman 1dari 11

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ا ْل ُعلُ َما ُء َو َر َث ُة ْاَأل ْنبِيَا ِء‬

“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu
‘anhu), Para ulama semakin langka, dan semakin banyaknya orang bodoh yang berambisi
untuk menjadi ulama. Simak risalah ini selanjutnya.

Di samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya, dengan rahmat dan
pertolongan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan para ulama sebagai pewaris
perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya
sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian salah seorang dari mereka mengakibatkan
terbukanya fitnah besar bagi muslimin.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang
diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

ً‫ُؤوسا ً ُجهَّاال‬
ْ ‫اس ُر‬ ُ َّ‫ق عاَلِما ً ات ََّخ َذ الن‬ ِ ‫ َحتَّى ِإ َذا لَ ْم يُ ْب‬.‫ض ا ْل ُعلَما َ ِء‬
ِ ‫ َولَ ِكنْ بِقَ ْب‬،‫ض ا ْل ِع ْل َم ا ْنتِ َزاعا ً يَ ْنتَ ِز ُعهُ ِمنَ ا ْل ِعبا َ ِد‬
ُ ِ‫ِإنَّ هللاَ الَ يَ ْقب‬
‫ض ُّلوا‬َ ‫ض ُّلوا َوَأ‬
َ ‫َفسُِألُوا فََأ ْفت َْوا بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم َف‬

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan
tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak
menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan
orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu.
Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan terjadi
hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu
ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman
dan terbaliknya semua urusan.”

Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (riwayatnya
sampai kepada Rasulullah): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat
adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal
Hikam, hal. 60)

Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini
menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan
barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
ُ ‫َمفاَتِ ْي ُح لِلِ َخ ْي ِر َو َمغاَلِ ْي‬
‫ق لِلش َِّّر‬

“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk
kejahatan.”

Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan
dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka
sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu
melainkan ilmu.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Ilmu


merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar,
akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu
tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut.
Dan engkau sekarang berada pada kurun (abad, red) ke-15, jika engkau termasuk dari ahli
ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini termasuk
dari keutamaan-keutamaan yang paling besar.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 16)

Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

ْ َ‫ثُ َّم َأ ْو َر ْثنا َ ا ْل ِكتا َ َب الَّ ِذيْن‬


َ ‫اصطَفَ ْينا َ ِمنْ ِعبا َ ِدنا‬

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-
hamba kami.” (Fathir: 32)

Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kemudian


Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang
agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami
pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir,
3/577)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap
hadits yang berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).”
(Fathul Bari, 1/83)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan: Maknanya adalah: “Kami telah


mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu Al-
Kitab (Al-Qur’an). Dan Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para
ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu… dan tidak
ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka
menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka
umat nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” (Fathul Qadir, hal. 1418)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٍّ ‫ ِإنَّ ْاَأل ْنبِيا َ َء لَ ْم يُ َو ِّرثُ ْوا ِد ْينا َ ًرا َوالَ ِد ْرهَما ً ِإنَّ َما َو َّرثُ ْوا ا ْل ِع ْل َم فَ َمنْ َأ َخ َذ بِ ِه فَقَ ْد َأ َخ َذ بِ َح‬،‫إن ا ْل ُعلُ َما ُء َو َرثَةُ ْاَأل ْنبِيَا ِء‬
‫ظ َوافِ ٍر‬

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar
dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan
tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-
Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi
di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan
dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah
mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih
Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih At-Targhib,
1/33/68)

Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan: “Kebijaksanaan Allah
atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang
mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya.
Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas
orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan
mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman
dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang
dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas
setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat.
Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka
dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas
perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka
dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi.” (Al-Manhaj
Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15)

Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan: “Kita wajib memuliakan ulama muslimin karena
mereka adalah pewaris para nabi, maka meremehkan mereka termasuk meremehkan
kedudukan dan warisan yang mereka ambil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
serta meremehkan ilmu yang mereka bawa. Barangsiapa terjatuh dalam perbuatan ini tentu
mereka akan lebih meremehkan kaum muslimin. Ulama adalah orang yang wajib kita
hormati karena kedudukan mereka di tengah-tengah umat dan tugas yang mereka emban
untuk kemaslahatan Islam dan muslimin. Kalau mereka tidak mempercayai ulama, lalu
kepada siapa mereka percaya. Kalau kepercayaan telah menghilang dari ulama, lalu kepada
siapa kaum muslimin mengembalikan semua problem hidup mereka dan untuk menjelaskan
hukum-hukum syariat, maka di saat itulah akan terjadi kebimbangan dan terjadinya huru-
hara.” (Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 140)

Ulama Pelita dalam Kegelapan

Waktu senantiasa mengikuti perjalanan umat manusia. Termasuk di dalamnya adalah umat
Islam, yang kini telah sampai pada perjalanan yang demikian panjang. Hari demi hari,
minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, jarak antara mereka dengan zaman risalah
semakin jauh. Jarak antara mereka dengan zaman keemasan umat ini telah demikian panjang,
sehingga kualitas mereka dengan kualitas umat yang hidup di masa keemasan itu pun
demikian jauh berbeda. Sungguh, melihat keadaan umat ini sekarang, benar-benar membuat
hati pilu dan dada sesak.

Kebodohan demikian merajalela, para ulama Rabbani semakin langka, dan semakin
banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Keadaan ini merupakan
peluang besar bagi pelaku kesesatan untuk menjerumuskan umat ke dalam kebinasaan.

Dulu, di saat ilmu agama menguasai peradaban manusia dan ulama terbaik umat memandu
perjalanan hidup mereka, para pelaku kesesatan dan kebatilan seolah-olah tersembunyi di
balik batu yang berada di puncak gunung dalam suasana malam yang gelap gulita. Namun
ketika para penjahat agama tersebut melihat peluang, mereka pun dengan sigap
memanfaatkan peluang tersebut, turun dari tempat “pertapaan” mereka dan menampilkan diri
seakan-akan mereka adalah para “penasihat yang terpercaya.”

Sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk mengobrak-abrik kekuatan dan
keyakinan kaum muslimin. Mereka menggelar permainan cantik, saling mengoper kesesatan
mereka. Kaum muslimin yang mayoritas kini berada dalam keterlenaan, menjadi mangsa
yang empuk buat mereka. Satu demi satu sampai akhirnya menjadi banyak, gugur dalam
amukan kesesatan tersebut. Para guru dengan merasa aman menggandeng tangan murid-
muridnya menuju kegagalan hidup. Sementara orang tua dengan bangga melihat anaknya
berjalan di tepi jurang menuju kehancuran dan kebinasaan.

Di masa-masa sekarang ini, gambaran kebenaran menjadi kejahatan yang harus dilabrak dan
dihanguskan, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi bid’ah yang harus di
kubur dan dimumikan. Tauhid menjadi lambang kesyirikan yang harus ditumbangkan dengan
segala cara. Situasi dan kondisi kini telah berubah. Para pengikut kebenaran menjadi asing di
tengah-tengah kaum muslimin. Kebatilan menjadi Al-Haq dan Al-Haq menjadi batil, berikut
terasingnya orang yang bertauhid dan mengikuti sunnah. Di sinilah letak ‘kehebatan’ para
penyesat dalam mengubah kebenaran hakekat agama, sehingga kaum muslimin menjalankan
agama ini bagaikan robot yang berjalan membawa anggota badannya.

Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak
akan membiarkan para pelaku dan penyebar kesesatan itu merusak agama dan menyesatkan
mereka secara menyeluruh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji di dalam Kitab-Nya
dan di dalam Sunnah Rasul-Nya untuk menjaga agama-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

َ‫لحاَفِظُ ْون‬ ِّ َ ‫ِإنَّا َن ْحنُ نَ َّز ْلنا‬


َ ُ‫الذ ْك َر َوِإنَّا لَه‬

“Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan Ad-Dzikri (Al-Qur’an) dan Kami pula yang
menjagannya.” (Al-Hijr: 9)

َ‫يُ ِر ْيد ُْونَ لِيُ ْطفُِئوا نُ ْو َر هللاِ بَِأ ْف َوا ِه ِه ْم َوهللاُ ُمتِ ُّم نُ ْو ِر ِه َولَ ْو َك ِرهَ ا ْل َكافِ ُر ْون‬

“Mereka berkeinginan memadamkan cahaya (Agama) Allah dan Allah tetap akan
menyempurnakannya walaupun orang-orang kafir itu benci.” (Ash-Shaff: 8)

ْ ‫ق لِيُ ْظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّد ْي ِن ُكلِّ ِه َولَ ْو َك ِرهَ ا ْل ُم‬


َ‫ش ِر ُك ْون‬ ِّ ‫س ْولَهُ بِا ْل ُهدَى َو ِد ْي ِن ا ْل َح‬ َ ‫ُه َو الَّ ِذي َأ ْر‬
ُ ‫س َل َر‬

“Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk
Allah menangkan atas seluruh agama.” (Ash-Shaff: 9)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada Khabbab bin Art radhiallahu
‘anhu:

‫ْئب َعلَى َغنَ ِم ِه َولَ ِكنَّ ُك ْم‬ ِّ ‫ض َر َم ْوتَ الَ يَخاَفُ ِإالَّ هللاَ َو‬
َ ‫الذ‬ ْ ‫ص ْنعا َ َء ِإلَى َح‬
َ ْ‫ب ِمن‬ ِ َ‫َوهللاِ لَيُتِ َّمنَّ هللاُ َه َذا ْاَأل ْم َر َحتَّى ي‬
ُ ‫س ْي َر ال َّرا ِك‬
َ‫ستَ ْع ِجلُ ْون‬ ْ َ‫ت‬

“Demi Allah, Allah akan benar-benar menyempurnakan urusan-Nya (agama) sehingga orang
yang berkendaraan dari Shan’a1 menuju Hadhramaut (Yaman) tidak takut melainkan hanya
kepada Allah atau kepada serigala yang akan menerkam kambingnya, akan tetapi kalian
tergesa-gesa.” (HR. Al-Bukhari)

Bentuk pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap agama-Nya

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Segala puji bagi
Allah, tidaklah seseorang melakukan kebid’ahan melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan pemberian nikmat-Nya membangkitkan orang yang akan membongkar kebid’ahan
tersebut dan akan melumatkan dengan kebenaran. Dan ini merupakan perwujudan dari
firman-Nya: “Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan Adz-Dzikr dan Kami pula yang
akan menjaganya.” Inilah bentuk pemeliharaan Allah terhadapnya.” (Syarh Al-’Aqidah Al-
Wasithiyyah, hal. 25)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫سنَ ٍة َمنْ يُ َج ِّد ُد لَها َ ِد ْينَها‬ ِ ‫ث فِ ْي َه ِذ ِه ْاُأل َّم ِة َعلَى َرْأ‬


َ ‫س ُك ِّل ِماَئ ِة‬ ُ ‫ِإنَّ هللاَ َي ْب َع‬

“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan di setiap awal seratus tahun orang yang akan
memperbaharui agama umat ini.” (HR. Abu Dawud dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1874)

Dari sini diketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga kemurniaan agama-Nya dari
rongrongan para perusak agama dengan mengangkat ulama pada tiap generasi yang akan
menjadi pembimbing umat ini.

Abu Muslim Al-Khaulani rahimahullah mengatakan: “Ulama di muka bumi ini bagaikan
bintang-bintang di langit. Apabila muncul, manusia akan diterangi jalannya dan bila gelap
manusia akan mengalami kebingungan.” (Tadzkiratus Sami’, hal 34)

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan: “Telah sampai kepada kami bahwa Abu
Dawud adalah termasuk ulama dari ulama-ulama yang mengamalkan ilmunya sehingga
sebagian imam mengatakan bahwa Abu Dawud serupa dengan Ahmad bin Hanbal dalam hal
bimbingan dan kewibawaan. Dalam hal ini Ahmad menyerupai Waki’, dalam hal ini pula
Waki’ menyerupai Sufyan dan Sufyan menyerupai Manshur dan Manshur menyerupai
Ibrahim, Ibrahim serupa dengan ‘Alqamah dan ‘Alqamah dengan Abdullah bin Mas’ud.
‘Alqamah berkata: “Ibnu Mas’ud menyerupai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam bimbingan dan arahannya.” (Tadzkiratul Huffadz, 2/592, lihat Wujub Irtibath bil
‘Ulama karya Hasan bin Qashim Ar-Rimi)

Dalam setiap generasi dan jaman, Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih sejumlah orang yang
dikehendaki-Nya sebagai pelita dan lentera kegelapan dan perahu dalam mangarungi lautan
yang diliputi guncangan ombak dahsyat sebagai tali penghubung antara diri-Nya dengan para
hamba-Nya. Sebagai penunjuk jalan dan pemandu dalam perjalanan setiap insan menuju
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka adalah ulama.

Kedudukan Ulama

Permbahasan ulama, kedudukan mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan
permasalahan yang menjadi bagian dari agama. Mereka adalah orang-orang yang menjadi
penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka adalah sederetan orang yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah,
menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang lurus. Oleh karena itu ketika seseorang
melepaskan diri dari mereka berarti dia telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh
dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya. Ini semua merupakan malapetaka yang dahsyat
yang akan menimpa individu ataupun sekelompok orang Islam. Berarti siapapun atau
kelompok mapapun yang mengesampingkan ulama pasti akan tersesat jalannya dan akan
binasa.

Al-Imam Al-Ajurri rahimahullah dalam muqaddimah kitab Akhlaq Al-Ulama mengatakan:


“Amma ba’du, sesungguhnya Allah dengan nama-nama-Nya yang Maha Suci telah
mengkhususkan beberapa orang dari makhluk yang dicintai-Nya lalu menunjuki mereka
kepada keimanan. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memilih dari seluruh orang-
orang yang beriman yaitu orang-orang yang dicintai-Nya dan setelah itu memberikan
keutamaan atas mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-
Sunnah, mengajarkan kepada mereka ilmu agama dan tafsir Al-Qur’an yang jelas. Allah
Subhanahu wa Ta’ala utamakan mereka di atas seluruh orang-orang yang beriman pada
setiap jaman dan tempat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat mereka dengan ilmu, menghiasi mereka dengan
sikap kelemahlembutan. Dengan keberadaan mereka, diketahui yang halal dan haram, yang
hak dan yang batil, yang mendatangkan mudharat dari yang mendatangkan manfaat, yang
baik dan yang jelek. Keutamaan mereka besar, kedudukan mereka mulia. Mereka adalah
pewaris para nabi dan pemimpin para wali. Semua ikan yang ada di lautan memintakan
ampun buat mereka, malaikat dengan sayap-sayapnya menaungi mereka dan tunduk. Para
ulama pada hari kiamat akan memberikan syafa’at setelah para Nabi, majelis-majelis
mereka penuh dengan ilmu dan dengan amal-amal mereka menegur orang-orang yang lalai.

Mereka lebih utama dari ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang
zuhud. Hidup mereka merupakan harta ghanimah bagi umat dan mati mereka merupakan
musibah. Mereka mengingatkan orang-orang yang lalai, mengajarkan orang-orang yang
jahil. Tidak pernah terlintas bahwa mereka akan melakukan kerusakan dan tidak ada
kekhawatiran mereka akan membawa menuju kebinasaan. Dengan kebagusan adab mereka,
orang-orang yang bermaksiat terdorong untuk menjadi orang yang taat. Dan dengan nasihat
mereka, para pelaku dosa bertaubat.

Seluruh makhluk butuh kepada ilmu mereka. Orang yang menyelisihi ucapan mereka adalah
penentang, ketaatan kepada mereka atas seluruh makhluk adalah wajib dan bermaksiat
kepada mereka adalah haram. Barangsiapa yang mentaati mereka akan mendapatkan
petunjuk, dan barang siapa yang memaksiati mereka akan sesat. Dalam perkara-perkara
yang rancu, ucapan para ulama merupakan landasan mereka berbuat. Dan kepada pendapat
mereka akan dikembalikan segala bentuk perkara yang menimpa pemimpin-pemimpin kaum
muslimin terhadap sebuah hukum yang tidak mereka ketahui. Maka dengan ucapan ulama
pula mereka berbuat dan kepada pendapat ulama mereka kembali.

Segala perkara yang menimpa para hakim umat Islam maka dengan hukum para ulama-lah
mereka berhukum, dan kepada ulama-lah merekalah kembali. Para ulama adalah lentera
hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, lambang2 sebuah negara, lambang kekokohan
umat, sumber ilmu dan hikmah, serta mereka adalah musuh syaithan. Dengan ulama akan
menjadikan hidupnya hati para ahli haq dan matinya hati para penyeleweng. Keberadaan
mereka di muka bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang akan bisa menerangi dan
dipakai untuk menunjuki jalan dalam kegelapan di daratan dan di lautan. Ketika bintang-
bintang itu redup (tidak muncul), mereka (umat) kebingungan. Dan bila muncul, mereka
(bisa) melihat jalan dalam kegelapan.”

Dari ucapan Al-Imam Al-Ajurri di atas jelas bagaimana kedudukan ulama dalam agama dan
butuhnya umat kepada mereka serta betapa besar bahayanya meninggalkan mereka.

Dalil-dalil tentang keutamaan ilmu dan ulama

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٍ َ ‫يَ ْرفَ ِع هللاُ الَّ ِذيْنَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذيْنَ ُأوتُوا ا ْل ِع ْل َم د ََرجا‬
‫ت‬

“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberikan ilmu ke beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “(Kedudukan) ulama berada di atas orang-orang yang
beriman sampai 100 derajat, jarak antara satu derajat dengan yang lain seratus tahun.”
(Tadzkiratus Sami’, hal. 27)

2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ ِ‫ش ِه َد هللاُ َأنَّهُ الَ ِإلَهَ ِإالَّ ه َُو َوا ْل َمالَِئ َكةُ َوُأولُوا ا ْل ِع ْل ِم قَاِئما ً بِا ْلق‬
‫ص ِط‬ َ

“Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Dia dan
para malaikat dan orang yang berilmu (ikut mempersaksikan) dengan penuh keadilan.” (Ali
‘Imran: 18)

Al-Imam Badruddin rahimahullah berkata: “Allah memulai dengan dirinya (dalam


persaksian), lalu malaikat-malaikat-Nya, lalu orang-orang yang berilmu. Cukuplah hal ini
sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan, keagungan dan kebaikan (buat mereka).”
(Tadzkiratus Sami’, hal 27)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di dalam
ayat ini terdapat penjelasan tentang keutamaan ilmu dan ulama karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyebut mereka secara khusus dari manusia lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menggandengkan persaksian mereka dengan persaksian diri-Nya dan malaikat-malaikat-
Nya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan persaksian mereka (ulama) sebagai bukti
besar tentang ketauhidan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agama, dan balasan-Nya. Dan wajib
atas setiap makhluk menerima persaksian yang penuh keadilan dan kejujuran ini. Dan dalam
kandungan ayat ini pula terdapat pujian kepada mereka (ulama) bahwa makhluk harus
mengikuti mereka dan mereka (para ulama) adalah imam-imam yang harus diikuti. Semua
ini menunjukkan keutamaan, kemuliaan dan ketinggian derajat mereka, sebuah derajat yang
tidak bisa diukur.” (Tafsir As-Sa’di, hal 103).

Al-Qurthubi rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di dalam ayat ini ada dalil
tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Maka jika ada yang lebih mulia dari mereka,
niscaya Allah akan menggandengkan nama mereka dengan nama–Nya dan nama malaikat-
malaikat-Nya sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan nama ulama.”
(Tafsir Al-Qurthubi, 2/27)

3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ َ‫قُ ْل َه ْل ي‬
َ‫ستَ ِوى الَّ ِذيْنَ يَ ْعلَ ُم ْونَ َوالَّ ِذيْنَ الَ يَ ْعلَ ُم ْون‬

“Katakan (wahai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) apakah sama antara orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan unsur


kesamaan antara ulama dengan selain mereka sebagaimana Allah menafikan unsur
kesamaan antara penduduk surga dan penduduk neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: “Katakan, tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu.” (Az-Zumar: 9), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Tidak akan
sama antara penduduk neraka dan penduduk surga.” (Al-Hasyr: 20). Ini menunjukkan
tingginya keutamaan ulama dan kemuliaan mereka.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/221)

4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِّ ‫سَألُوا َأ ْه َل‬
َ‫الذ ْك ِر ِإنْ ُك ْنتُ ْم الَ تَ ْعلَ ُم ْون‬ ْ ‫فَا‬

“Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir (ahlinya/ ilmu) jika kalian tidak mengetahui.”
(An-Naml: 43)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan:


“Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada siapa saja yang tidak mengetahui untuk
kembali kepada mereka (ulama) dalam segala hal. Dan dalam kandungan ayat ini, terdapat
pujian terhadap ulama dan rekomendasi untuk mereka dari sisi di mana Allah
memerintahkan untuk bertanya kepada mereka.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 394)

5. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫َو َما يَ ْعقِلُ َها ِإالَّ ا ْل َعالِ ُم ْون‬

“Dan tidak ada yang mengetahuinya (perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah)
melainkan orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Melainkan


orang-orang yang berilmu secara benar di mana ilmunya sampai ke lubuk hatinya.” (Tafsir
As-Sa’di, hal 581)

6. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ِإنَّ َما يَ ْخشَى هللاَ ِمنْ ِعبَا ِد ِه ا ْل ُعلَمآ ُء‬

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir:
28)

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya aku mengira bahwa
terlupakannya ilmu karena dosa, kesalahan yang dilakukan. Dan orang alim itu adalah
orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal.
28)

Abdurrazaq mengatakan: “Aku tidak melihat seseorang yang lebih bagus shalatnya dari Ibnu
Juraij. Dan ketika melihatnya, aku mengetahui bahwa dia takut kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal 28)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa


mereka (para ulama) adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan mereka dari mayoritas orang. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-
hamba-Nya adalah ulama, sesungguhnya Allah Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (Fathir:
28). Ayat ini merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah ulama.”
(Miftah Dar As-Sa’adah 1/225)

7. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ضوا َع ْنهُ َذلِ َك لِ َمنْ َخ‬


ُ‫ش َي َربَّه‬ ِ ‫َج َزاُؤ ُه ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َجنَّاتُ َع ْد ٍن ت َْج ِري ِمنْ ت َْحتِ َها ْاَأل ْن َها ُر َخالِ ِديْنَ فِ ْي َها َأبَدًا َر‬
ُ ‫ض َي هللاً َع ْن ُه ْم َو َر‬
“Ganjaran mereka di sisi Allah adalah jannah Adn yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada
Allah, demikian itu adalah bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al-Bayyinah: 8)

Badruddin Al-Kinani rahimahullah berkata: “Kedua ayat ini (Fathir ayat 28 dan Al-Bayyinah
ayat 8) mengandung makna bahwa ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang yang takut kepada Allah adalah sebaik-baik
manusia. Dari sini disimpulkan bahwa ulama adalah sebaik-baik manusia.” (Tadzkiratus
Sami’ hal. 29)

Ucapan yang serupa dan semakna dibawakan oleh Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Miftah Dar
As-Sa’adah, jilid 1 hal. 225.

8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َمنْ يُ ِر ِد هللاُ بِ ِه َخ ْي ًرا يُفَقِّ ْههُ فِي ال ِّد ْي ِن‬

“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan
mengajarkannya ilmu agama.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan, barangsiapa yang tidak
dijadikan Allah faqih dalam agama-Nya, menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan
kepadanya kebaikan.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/246)

9. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ا ْل ُعلُ َما ُء َو َرثَةُ ْاَأل ْنبِيَا ِء‬

“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu)

Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Cukup derajat ini menunjukkan satu


kebanggaan dan kemuliaan. Dan martabat ini adalah martabat yang tinggi dan agung.
Sebagaimana tidak ada kedudukan yang tinggi daripada kedudukan nubuwwah, begitu juga
tidak ada kemuliaan di atas kemuliaan pewaris para nabi.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)

Dan masih banyak dalil-dalil yang menjelaskan tentang kedudukan mereka dalam agama dan
peran mereka dalam kehidupan umat.

Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai