Anda di halaman 1dari 22

PEMBUATAN MEDIUM DAN PERBANDINGAN PARAMETER TANAMAN

TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRIEN PADA HIDROPONIK TERONG


UNGU (Solanum melongena)

OLEH:
Shinta Fitriannisa
10618019
Kelompok 9

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hidroponik adalah metode bercocok tanam tanpa menggunakan media
tanah dan digantikan dengan larutan nutrisi yang mengandung mineral dan unsur hara
sebagai medium. Hidroponik juga dapat menggunakan bahan yang memiliki unsur hara
seperti sabut kelapa, serbuk kayu, serat mineral, dan lain-lain (Mulasari, 2018). Medium
yang digunakan dalam hidroponik harus mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka
medium harus mengandung makronutrien yaitu nitrogen, fosfor, potassium, hidrogen,
oksigen, karbon, sulphur, magnesium, dan kalsium. Selain itu, medium yang digunakan
juga harus mengandung mikronutrien seperti besi, chlorin, mangan, zink, copper,
molybdenum, nikel, dan natrium (Taiz & Zeiger, 2002).
Pada praktikum ini akan dilakukan pembuatan medium dengan kandungan nutrient
yang berbeda untuk hidroponik terong ungu (Solanum melongena) dan dilakukan
pengukuran parameter seperti tingkat penyerapan nitrogen berupa pengukuran kadar nitrat
dan ammonium, pengukuran luas daun, dan pengukuran kadar klorofil daun dari tiap
tumbuhan yang diberi perlakuan berbeda. Parameter-parameter tersebut diukur agar dapat
diketahui akibat dari kurangnya nutrient tertentu pada pertumbuhan tanaman, lalu
dibandingkan hasil pertumbuhan tiap perlakuan tersebut.
Percobaan ini penting dilakukan untuk dapat mengetahui nutrisi apa saja yang
dibutuhkan tanaman dan untuk mengetahui medium terbaik yang dapat digunakan dalam
hidroponik tanaman, khususnya pada tanaman terong ungu (Solanum melongena).
Pengetahuan tentang nutrisi dan medium terbaik tersebut dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan produksi pangan dan produksi tumbuhan untuk kepentingan lainnya.
1.2. Tujuan
Berikut merupakan tujuan dilakukannya praktikum hidroponik ini.
1. Membandingkan morfologi daun dengan pupuk komersil, defisiensi N, P, K, defisiensi
mikronutrien, dan lengkap nutrisi.
2. Membandingkan jumlah klorofil total pada sampel daun tanaman dengan Pupuk Komersil,
defisiensi N, P, K, defisiensi mikronutrien, dan lengkap nutrisi.
3. Membandingkan tinggi tanaman pada tanaman dengan Pupuk Komersil, defisiensi N, P,
K, defisiensi mikronutrien, dan lengkap nutrisi.
4. Membandingkan luas daun tanaman dengan Pupuk Komersil, defisiensi N, P, K, defisiensi
mikronutrien, dan lengkap nutrisi.
5. Membandingkan tingkat Penyerapan Nitrogen berdasarkan kadar Ammonium dan Nitrat
pada tanaman dengan Pupuk Komersil, defisiensi N, P, K, defisiensi mikronutrien, dan
lengkap nutrisi.

1.3 Hipotesis
Berikut ini merupakan hipotesis hasil praktikum hidroponik ini.
1. Daun yang mendapatkan nutrisi lengkap dan dengan pupuk growmore memiliki
morfologi daun hijau segar, daun dengan pupuk NPK dan defisiensi mikronutrien
memiliki daun dengan bercak kekuninngan, daun dengan defisiensi nitrogen memiliki
daun tua yang berwarna kuning, daun defisiensi fosfor memiliki ujung daun kebiruan,
defisiensi kalium memiliki pinggiran daun kecoklatan.
2. Jumlah klorofil total pada sampel daun tanaman dengan nutrisi lengkap > jumlah klorofil
pada sampel tanaman dengan pupuk komersil > jumlah klorofil pada sampel tanaman
dengan defisiensi mikronutrien > jumlah klorofil pada sampel tanaman dengan defisiensi
N, P, K.
3. Tinggi tanaman dengan nutrisi lengkap > tinggi tanaman dengan pupuk komersil > tinggi
tanaman dengan defisiensi mikronutrien > tinggi tanaman dengan defisiensi N, P, K.
4. Luas daun dengan nutrisi lengkap > luas daun dengan pupuk komersil > luas daun dengan
defisiensi mikronutrien > luas daun dengan defisiensi N, P, K.
5. Tingkat penyerapan nitrogen tumbuhan dengan nutrisi lengkap > tingkat penyerapan
nitrogen tumbuhan dengan pupuk komersil > tingkat penyerapan nitrogen tumbuhan
dengan defisiensi mikronutrien > tingkat penyerapan nitrogen tumbuhan dengan
defisiensi N, P, K.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidroponik
Hidroponik adalah metode bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah dan
digantikan dengan larutan nutrisi yang mengandung mineral dan unsur hara sebagai
medium. Pada dasarnya, hidroponik merupakan metode yang berfokus pada konsep bahwa
tumbuhan dapat hidup bila nutrisi yang dibutuhkannya terpenuhi. Maka dari itu hidroponik
tidak hanya menggunakan air sebagai medium tetapi juga dapat menggunakan bahan yang
memiliki unsur hara seperti sabut kelapa, serbuk kayu, serat mineral, dan lain-lain
(Mulasari, 2018).
Hidroponik memiliki banyak keuntungan, seperti dapat memaksimalkan hasil
panen dengan lahan yang minimal, hasil produksi yang lebih bersih, penggunaan air dan
pupuk yang lebih efisien, tidak bergantung pada cuaca, pertumbuhan lebih cepat, serta
resiko terserang hama dan penyakit yang lebih kecil. Namun hidroponik juga memiliki
beberapa kekurangan seperti mahalnya biaya awal pembuatan hidroponik, diperlukannya
ilmu tentang fisiologi, diperlukannya ketelitian dan kedisiplinan, dan system listrik yang
efisien (Barbosa et al., 2015).

2.2 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Hidroponik


Keberhasilan dari metode hidroponik bergantung pada banyak hal selayaknya
faktor yang mempengaruhi kehidupan tumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan hidroponik yaitu cahaya, tempeteratur, kelembapan, air, dan medium.
Cahaya yang baik untuk tumbuhan yang ditanam secara hidroponik bergantung pada
tumbuhan yang ditanam. Temperatur yang digunakan pada metode ini diusahakan berada
pada rentang 24-26°C. Kelembapan relatif yang dibutuhkan adalah sekitar 70%.
Kelembapan yang berlebihan akan mengganggu proses evapo-transporasi sehingga daya
serap akar tanaman berkurang. Sebaliknya jika kelembapan dibawah kebutuhan maka
pengadaan air yang kurang akan membuat tanaman layu (Pratiwi et al., 2006).
Selain itu, medium juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Medium yang
digunakan dalam hidroponik harus mampu memenuhi kebutuhan tanaman, maka medium
harus mengandung makronutrien yaitu nitrogen, fosfor, potassium, hidrogen, oksigen,
karbon, sulphur, magnesium, dan kalsium. Selain itu, medium yang digunakan juga harus
mengandung mikronutrien seperti besi, chlorin, mangan, zink, copper, molybdenum,
nikel, dan natrium (Taiz & Zeiger, 2002).

2.3 Medium Hidroponik dan Jenis-jenisnya


Medium hidroponik merupakan unsur penting yang berperan sebagai penyedia
nutrisi dan penopang akar. Pada hidroponik, banyak medium yang dapat digunakan,
contohnya air, sabut kelapa, serbuk kayu, serat mineral, dan lain-lain. Medium yang baik
untuk hidroponik memiliki syarat yaitu mampu mengikat air dan unsur hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman berupa makronutrien dan mikronutrien, memiliki
drainase dan aerasi yang baik, juga harus mampu menjaga kelembapan akar tanaman
namun tidak membuat akar lapuk (Agoes, 1994).
Hidroponik memiliki beberapa jenis yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Drip
irrigation system, aeroponik, deep water culture (DWC), wick system, dan Ebb & Flow
system. Nutrient Film Technique merupakan teknik hidroponik dengan aliran medium
berisi nutrisi yang dangkal dengan kemiringan, laju, dan panjang saluran tertentu. Sistem
ini memiliki keuntungan dimana tanaman akan terkena medium dengan pasokan nutrisi
yang cukup tanpa terjadi kebusukan akar. Teknik drip irrigation adalah metode pemberian
medium secara sedikit dan dialirkan secara lambat. Dengan metode ini kerugian berupa
borosnya medium dapat diminimalisir. Metode deep water culture adalah teknik
hidroponik dengan mengisi pot atau saluran dengan medium yang diisi air sebagai pelarut
nutrisi dan akar direndam didalamnya (Roidah, 2014).
Teknik wick system memiliki prinsip kapilaritas dengan menggunakan umbu yang
terendam dalam medium. Teknik Ebb & Flow system pada prinsipnya adalah merendam
akar dalam medium nutrient secara berkala.Sistem ini memiliki kekurangan berupa
seringnya terjadi kebusukan akar karena berjamur. Teknik aeroponik adalah proses
penumbuhan tanaman pada lingkungan akar tanpa tanah atau media padat lainnya.
Pemberian nutrisi dilakukan dengan cara penyemprotan langsung ke akar atau pemberian
kabut nutrisi di lingkungan akar. Metode ini baik digunakan untuk dapat meminimalisir
munculnya jamur dan alga (Delya et al., 2014).
2.4 Klasifikasi dan Deskripsi Tumbuhan Terong ungu (Solanum melongena)
Terong ungu (Solanum melongena) merupakan tumbuhan Magnoliopsida yang berasal dari
famili Solanaceae. Tumbuhan ini berasal dari India dan Sri Lanka. Buah dari tumbuhan ini secara
botami termasuk pada kelas beri dengan bentuk panjang berwarna ungu dan berbiji kecil. Buah
ini biasa dijadikan bahan pangan oleh masyarakat Asia lalu baru mulai menyebar ke dunia belahan
barat pada sekitar tahun 1500-an (Doijode, 2001).
Tumbuhan terung ungu dapat tumbuh hingga ketinggian 40-150 cm. Tumbuhan ini
memiliki daun yang melebar dengan panjang yang dapat mencapai panjang 20 cm dan lebar 10
cm. Bunga tumbuhan ini biasanya berwarna putih hingga ungu, memiliki lima helai mahkota
dengan benang sari berwarna kuning. Buah tumbuhan ini berbentuk panjang berwarna ungu
dengan bagian dalam berwarna putih dan memiliki biji yang kecil dalam jumlah banyak (Begum
et al., 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan
Penggaris dan alat tulis Kecambah terong ungu (Solanum melongena)

Baki percobaan kapasitas 5 L Air

Styrofoam Akuades

Gunting Ca(NO3)2 1 M

Cutter KNO3 1 M

Netpot MgSO4 1 M

Rock wool KH2PO4 1 M


pH meter FeEDTA
Styrofoam H3BO3
Mortar MnCl2.4H2O
Corong ZnCl2
Gelas ukur CuCl2.2H2O
Cuvet spektrofotometer Na2MoO4.2H2O
Spektrofotometer FeSO4.7H2)
Tabung erlenmeyer Na2EDTA
Timbangan digital Medium Growmore
Kain flanel Aseton 80%
Pipet Kertas saring
Mikropipet CaCO3
Kertas
Reagen Nessler
Reagen Seignette
Pelat KLT
Reagen Brussin Sulfat
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Penyediaan Tanaman Terong Ungu (Solanum melongena)
Pada percobaan ini, digunakan tanaman kecambah terong ungu (Solanum
melongena) dengan usia sekitar satu bulan dari masa semai. Pertama, bibit diseleksi agar
didapatkan bibit sehat dan pertumbuhannya seragam. Lalu, bibit dikeluarkan dari media
semainya dan dicuci bersih. Kemudian bibit tersebut dipindah ke media aklimatisasi.
Aklimatisasi dilakukan selama 48 jam sebelum dipindah ke medium air medium berisi
nutrient sesuai perlakuan.

3.2.2 Perlakuan Nutrien

Bibit yang telah diaklimatisasi dipindah ke dalam baki berisi medium nutrien
berupa larutan Hoagland dan medium komersial yang mana medium Hoagland berlaku
sebagai medium perlakuan kontrol. Bagian dalam baki ditandai tinggi air dengan diberi
spidol tahan air. Penambahan air diberikan sampai tanda spidol dan dilakukan seminggu
sekali selama 4 minggu pengamatan. Medium dijaga agar pHnya berada pada kisaran 6.0-
6.5 dengan penambahan larutan NaOH dan HCl. Tanaman uji ditanam dengan metode
water culture. Faktor fisik lingkugan seperti suhu dan kelembapan ruang diusahakan
konstan.

3.2.3 Pembuatan Medium


Pada percobaan ini, digunakan medium hoaglang yang terdiri dari bahan-bahan
yang terdapat pada Tabel 1 dan larutan makronutrien dan mikronutrien yang resepnya
berada pada Tabel 2. Resep pupuk growmore berada pada Tabel 3, sedangkan pupuk NPK
komersil digunakan sebanyak 2 g dalam 1 L air.

Tabel 1. Komposisi medium hidroponik Hoagland

Larutan Stok Volume yang dibutuhkan untuk medium 1L (mL)


Makronutrien
1. 1M Ca(NO3)2 10
2. 1M KNO3 10
3. 1M MgSO4 4
4. 1M KH2PO4 2
FeEDTA 2
Mikronutrien 2

Tabel 2. Komposisi larutan mikronutrien

Zat Satuan (g)


H3BO3 2,86
MnCl2.4H2O 1,81
ZnCl2 0,11
CuCl2.2H2O 0,05
Na2MoO4.2H2O 0,025

Tabel 3. Medium Growmore

Komposisi (N, P, K) Satuan (g) dalam 1 L air


6 30 30 1-2
32 10 10 1-2
20 20 20 1-2
10 55 10 1-2

3.2.4 Perangkaian Instalasi Hidroponik


Perangkaian dilakukan dengan mengukur lubang panjang dan lebar Styrofoam
sesuai ukuran tanaman yang digunakan lalu dipotong dengan cutter atau gunting.
Kemudian ditandai empat sisi styrofoam dengan ukuran 10x10 cm sebagai tempat
tanaman berdiri lalu dipotong dengan cutter.

3.2.5 Pengamatan Hidroponik

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun awal, panjang akar,


panjang batang (diukur dari pangkal akar hingga awal tangkai daun pertama) dan
keterangan morfologi misalnya, terdapat bercak kuning pada daun,terjadi nekrosis pada
daun, daun layu, dan sebagainya. Selain itu dilakukan pula pengukuran parameter
penyerapan nitrogem berupa pengukuran nitrat dan amonium, dan juga pengukuran kadar
klorofil.
Pengukuran nitrat dilakukan dengan diambil 10 mL sampel medium ditambah
dengan 2 mL NaCl, 10 mL H2SO4, dan 0,5 mL reagen Brussin Sulfat. Larutan tersebut
kemudian diaduk dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu didih selama 20 menit.
Setelah larutan kembali dingin, diambil sampel untuk dimasukan kedalam cuvet
spektrofotometer. Pengukuran kadar dilakukan pada panjang gelombang 507 nm.
Sedangkan pengukuran amonium dilakukan dengan diambilnya 25 mL sampel
ditambah dengan 2 tetes reagen Seignette dan 0,5 mL reagen nesler. Campuran diaduk dan
didiamkan selama 10 menit. Larutan tersebut diambil sebagian dan dimasukan kedalam
cuvet spektrofotometer. Pengukuran kadar dilakukan dengan panjang gelombang 425 nm
metode 380.
Pada pengukuran kadar klorofil daun, daun diambil dari tanaman seberat 1 g lalu
digerus dengan mortar kemudian diekstrak dengan 50 mL aceton 80% hingga seluruh
klorofil terlarut. Ekstraksi dilakukan selama 5 menit. Ekstrak kemudian disaring dengan
saringan kertas saring dan hasil saringan dipindahkan ke dalam labu ukur dan diberi
tambahan aseton hingga volume 100 mL. Kadar klorofil diukur menggunakan UV/visible
spektrofometer pada rentang panjang gelombang 663 nm dan 645 nm. Hasil nilai
absorbansi lalu diubah ke satuan mg/L menggunakan rumus berikut ini:

( 20,2 D645 + 8,02 D663 ) x Volume Ekstrak


Klorofil Total =
1000 x berat sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik perbandingan perubahan luas
daun dari tiap perlakuan. Grafik menunjukkan pertambahan luas daun pada ordinat dan waktu
pada absis. Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa tiap perlakuan secara umum mengalami
penurunan luas daun, kecuali kelompok kontrol yang mengalami kenaikan luas daun.

Perbandingan Perubahan Luas Daun


40,00
LUAS DAUN RATA-RATA (CM2)

30,00

20,00

10,00

0,00
0 1 2 3 4 5 6
WAKTU (MINGGU)
Kontrol NPK Growmore
Defisiensi N Defisiensi P Defisiensi K
Defisiensi Mikronutrien

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Pertambahan Luas Daun Tanaman

Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik perbandingan perubahan


tinggi tanaman dari tiap perlakuan. Grafik menunjukkan tinggi rata-rata tanaman pada ordinat
dan waktu pada absis.

Perbandingan Perubahan Tinggi Tanaman


40,00
TINGGI TANAMAN RATA-RATA (CM)

30,00

20,00

10,00

0,00
0 1 2 3 4 5 6
WAKTU (MINGGU)
Kontrol NPK
Growmore Defisiensi N
Defisiensi P Defisiensi K
Defisiensi Mikronutrien

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Pertambahan Tinggi Tanaman


Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik kadar nitrat dari medium tiap
perlakuan. Grafik menunjukkan kadar nitrat pada ordinat dan waktu pada absis. Pada grafik
tersebut dapat diketahui bahwa medium tiap perlakuan secara umum mengalami penurunan
kadar nitrat.

Perbandingan Kadar Nitrat


0,15
Kadar NItrat (mg/mL)

0,1

0,05

0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Waktu (Minggu)
Defisiensi N Defisiensi P Defisiensi K
Defisiensi Mikronutrien Kontrol Growmore
Pupuk NPK
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Tingkat Nitrat

Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik kadar ammonium dari medium
tiap perlakuan. Grafik menunjukkan kadar ammonium pada ordinat dan waktu pada absis. Pada
grafik tersebut dapat diketahui bahwa medium tiap perlakuan secara umum mengalami
kenaikan kadar ammonium pada minggu kedua dan penurunan kadar ammonium pada minggu
ketiga.

Perbandingan Kadar Amonium


0,8
Kadar Ammonium (mg/mL)

0,6

0,4

0,2

0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Waktu (Minggu)
Defisiensi N Defisiensi P
Defisiensi K Defisiensi Mikronutrien
Kontrol Growmore
Pupuk NPK

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Tingkat Ammonium


Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik kadarklorofil pada daun tiap
perlakuan. Grafik menunjukkan kadar klorofil pada ordinat dan waktu pada absis.

Perbandingan Kadar Klorofil


4,000
Tingkat Klorofil (mg/L)

3,000

2,000

1,000

0,000
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Waktu (Minggu)
Defisiensi N Defisiensi P Defisiensi K
Defisiensi Mikronutrien Kontrol Growmore
Pupuk NPK
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Tingkat Klorofil

Berikut ini merupakan hasil pengamatan berupa grafik jumlah individu hidup pada
tiap perlakuan. Grafik menunjukkan jumlah individu pada ordinat dan waktu pada absis.

Jumlah Individu Hidup


8
Jumlah Individu

0
minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5
Waktu (Minggu)

Defisiensi N Defisiensi P Defisiensi K


Defisiensi Mikronutrien Kontrol Growmore

Gambar 4.6 Grafik Jumlah Individu Hidup

4.2 Pembahasan
Pada metode hidroponik, hal penting yang harus terpenuhi agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik adalah nutrisi berupa air, makronutrien dan mikronutrien yang
harus terpenuhi pada medium yang digunakan. Nutrisi merupakan zat yang
dibutuhkan suatu organisme untuk dapat menghasilkan energi dan mengendalikan
proses metabolismenya. Makronutrien adalah nutrisi yang dibutuhkan organisme
dalam jumlah yang relatif besar. Sedangkan mikronutrien adalah nutrisi yang
dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit.
Makronutrien bagi tumbuhan yaitu nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, sulphur,
magnesium, karbon, oksigen dan hidrogen. Tanaman yang kekurangan nutrisi akan
menimbulkan gejala tertentu. Jika kekurangan nitrogen, daun tua pada tumbuhan akan
berwarna kuning. Kekurangan fosfor akan menimbulkan gejala timbulnya warna
keunguan pada daun tua karena penumpukan antosianin. Defisiensi kalium
menimbulkan gejala klorosis seperti pinggiran daun kecoklatan. Jika tumbuhan
kekurangan karbon pertumbuhan akan terhambat dan gejala ini tidak dapat dibantu
dengan pemupukan. Kekurangan magnesium akan menimbulkan gejala
menguningnya daun tua diantara tulang daun. Sedangkan defisiensi kalsium akan
menimbulkan gejala klorosis atau berubahnya warna pada beberapa bagian daun
menjadi kecoklatan (Jeyanny et al., 2009).
Mikronutrien bagi tumbuhan yaitu besi, klorin, mangan, zink, tembaga, boron,
molybdenum, dan nikel. Gejala kekurangan besi pada tumbuhan adalah
menguningnya daun muda namun urat daun tetap berwarna hijau. Defisiensi boron
akan menimbulkan gejala berubahnya warna pucuk atau lepasnya pucuk. Gejala
defisiensi mangan yaitu warna daun menjadi hijau pucat kekuningan. Jika tumbuhan
kekurangan zink, gejala yang ditimbulkan adalah warna daun hijau pucat kekuningan
dan terdapat bintik berwarna gelap pada daun. Sedangkan defisiensi molybdenum
akan menimbulkan warna kuning muda pada daun dengan bintik gelap pada seluruh
daun kecuali bagian urat daun (Jeyalakshmi & Radha, 2017).
Gejala defisiensi nutrisi yang timbul pada morfologi tumbuhan terjadi karena
terganggunya proses metabolisme tumbuhan. Nitrogen merupakan salah satu
makronutrien yang penting bagi tumbuhan dengan jumlah lebih dari 2% massa
jaringan tumbuhan. Zat ini berperan dalam penyusun membran sel, komponen
penyusun DNA, RNA, dan protein lainnya baik berupa enzim, dan pengatur
metabolisme lainnya termasuk klorofil. Sehingga jika tumbuhan kekurangan nitrogen,
maka proses metabolisme terganggu seperti pertumbuhan yang terhambat karena
kurangnya komponen penyusun sel maupun terganggunya pembentukan klorofil yang
menyebabkan daun berwarna kekuningan. Nitrogen termasuk nutrien yang bersifat
mobile yang artinya nutrisi ini dapat ditransport ke daun yang lebih muda sehingga
jika terjadi defisiensi gejalanya akan terlihat pada daun yang tua. Mekanisme tersebut
yang mengakibatkan gejala defisiensi nitrogen berupa menguningnya daun tua dan
terhambatnya pertumbuhan (Etienne et al., 2017).
Selain makronutrien, mikronutrien juga merupakan komponen penting yang
dibutuhkan oleh tanaman walaupun hanya dalam jumlah sedikit. Sebagian besar
mikronutrien berperan dalam proses berlangsungnya reaksi metabolisme. Tembaga
berperan sebagai aktivator beberapa jenis enzim sehingga jika enzim tidak teraktivasi
maka proses metabolisme yang menggunakan enzim tersebut tidak akan berlangsung
yang mengakibatkan daun pucat, layu, hingga gugur. Mikronutrien zink berperan
dalam sintesis IAA yang merupakan salah satu hormon pertumbuhan tumbuhan,
aktivator enzim, dan sintesis klorofil sehingga jika tumbuhan kekurangan zink warna
daun akan menjadi pucat dan akan muncul bintik gelap yang merupakan akbat dari
tidak terbentuknya klorofil secara optimum. Besi pada tumbuhan berperan dalam
terbentuknya suatu jenis protein pada sitokrom yang merupakan salah satu komponen
penting pada electron transport chain, dan dalam keberjalanan fungsi klorofil
sehingga kekurangan besi mengakibatkan klorosis dan terganggunya pembentukan
gula (Jeyalakshmi & Radha, 2017).
Pada praktikum ini, dilakukan proses hidroponik dengan 6 perlakuan dengan
berbagai defisiensi nutrient dan penggunaan pupuk komersil dan 1 kontrol dengan
medium bernutrisi lengkap. Pada kontrol dengan medium yang bernutrisi lengkap,
luas daun dan tinggi tanaman mengalami kenaikan seiring waktu. Begitu pula dengan
kadar klorofil yang juga mengalami kenaikan. Morfologi daun berwarna hijau segar
namun pada minggu-minggu terakhir permukaannya menjadi kering dan kasar yang
kemungkinan diakibatkan jamur tepung. Sedangkan kadar nitrat yang mengalami
penurunan dan kadar ammonium yang mengalami kenaikan seiring waktu.
Pada perlakuan medium berisi pupuk Growmore dan pupuk NPK memberi
hasil yang tidak jauh berbeda. Pada kedua perlakuan diketahui bahwa luas daun dan
tinggi tanaman mengalami penurunan namun terjadi kenaikan pada kadar klorofil
dengan peningkatan klorofil pada perlakuan pupuk NPK memberi hasil yang lebih
tinggi. Kadar nitrat yang mengalami penurunan dan kadar ammonium yang
mengalami kenaikan pada minggu kedua lalu penurunan pada minggu ketiga hingga
keempat. Morfologi tanaman dengan pupuk growmore memiliki daun yang awalnya
hijau namun setelah beberapa minggu daun layu dan kuning hingga beberapa lepas.
Sedangkan pada tanaman dengan pupuk NPK memiliki daun pucat hingga semakin
lama semakin sedikit karena kering.
Perlakuan dengan medium berisi pupuk Growmore memiliki kandungan
nitrogen sebanyak 32%, kalium 10%, fosfor 10%, dan beberapa mikronutrien seperti
kalsium, magnesium, sulphur, boron, tembaga, besi, mangan, dan zink. Sedangkan
pupuk NPK memiliki kandungan nitrogen, fosfor, kalium dengan perbandingan
tertentu, dan pada umumnya sedikit mikronutrien tertentu seperti magnesium atau zink
saja. Namun hasil yang didapat dari percobaan tidak sesuai dengan literatur yang
mengatakan bahwa seharusnya perlakuan dengan medium pupuk growmore
memberikan pertumbuhan yang lebih baik secara kualitatif maupun kuantitatif karena
pupuk NPK memiliki kekurangan berupa sedikitnya jenis mikronutrien yang akan
mengakibatkan tanaman mengalami defisiensi mikronutrien tertentu.
Pertumbuhan hidroponik pada perlakuan defisiensi nitrogen morfologi daun
muda yang setelah beberapa minggu berwarna hijau dengan bercak kuning sedangkan
daun tua menguning dan mati. Hasil pengamatan secara kuantitatif yaitu berupa
penurunan luas daun dan tinggi tanaman namun terjadi penambahan tingkat klorofil
pada minggu keempat setelah sengalami penurunan hingga minggu ketiga. Kadar
nitrat perlakuan ini mengalami penurunan hingga minggu ketiga lalu naik kembali
pada minggu keempat. Sedangkan kadar ammonium mengalami penurunan seiring
waktu. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa tanaman yang
mengalami defisiensi nitrogen akan mengalami degenerasi pertumbuhan dan
pengurangan klorofil karena nitrogen digunakan untuk membangun membrane sel dan
klorofil. Hasil kadar klorofil yang meningkat pada akhir perlakuan dapat terjadi karena
praktikan mengambil daun yang relatif muda untuk dijadikan sampel sedangkan daun
yang mengalami klorosis terjadi pada daun yang tua (Etienne et al., 2017).
Perlakuan defisiensi fosfor pada tanaman hidroponik Solanum melongena
memiliki morfologi ujung daun kebiruan, daun mengkerut dan menjadi kecil. Daun
pada perlakuan ini mengalami penurunan luas daun namun tidak mempengaruhi tinggi
tanaman. Kadar klorofil perlakuan ini sempat mengalami penurunan namun akhirnya
mengalami kenaikan. Kadar nitrat perlakuan ini mengalami penurunan sedangkan
kadar ammonium sempat mengalami kenaikan lalu kemudian mengalami kenaikan
pada minggu ketiga. Hasil penurunan luas daun sesuai dengan literatur dimana
kekurangan fosfor akan mengganggu pembelahan sel daun namun hasil meningkatnya
klorofil tidak sesuai karena seharusnya defisiensi fosfor akan mengganggu
terbentuknya klorofil dan menumpuk antosianin pada daun (Jeyanny et al., 2009).
Tanaman dengan perlakuan defisiensi kalium memiliki morfologi daun
berwarna kuning kecoklatan, berkerut, dan layu. Daun juga mengalami penurunan
rerata luas daun dan tinggi tanaman. Tingkat klorofil penurunan pada minggu kedua
lalu mengalami kenaikan hingga minggu keempat. Kadar nitrat perlakuan ini
mengalami penurunan sedangkan kadar ammonium mengalami kenaikan pada
minggu keempat lalu menurun pada minggu ketiga dan kembali naik pada minggu
keempat. Jika dibandingkan dengan literatur, seharusnya tingkat klorofil mengalami
penurunan karena defisiensi kalium akan membuat klorofil pada pinggiran daun
mengalami klorosis (Jeyanny et al., 2009).
Perlakuan defisiensi mikronutrien pada tanaman hidroponik Solanum
melongena memiliki morfologi berupa pinggiran daun menggulung muncul bercak
cokleat dan kuning, dan pada minggu terakhir terdapat pucuk yang mati. Daun juga
mengalami penurunan rerata luas daun dan tinggi tanaman namun meningkatkan kadar
klorofil daun. Kadar nitrat dan ammonium pada medium perlakuan ini mengalami
penurunan. Hal ini sesuai dengan literatur karena defisiensi mikronutrien akan
mengganggu proses aktivasi enzim, sintesis hormon, klorofil, maupun proses
pembentukan energi. Proses yang terganggu tersebut akan berakibat pada menurunnya
luas daun dan tinggi tanaman. Namun meningkatnya kadar klorofil daun bertentangan
dengan literatur (Jeyalakshmi & Radha, 2017).
Selama berlangsungnya praktikum penanaman Solanum melongena dengan
metode hidroponik, terdapat beberapa kematian tanaman. Kematian tanaman
terbanyak terjadi pada kelompok perlakuan medium menggunakan pupuk NPK. Satu-
satunya kelompok perlakuan dengan jumlah tanaman utuh adalah kelompok perlakuan
defisiensi nitrogen, Kematian pada tanaman hidroponik dapat terjadi karena beberapa
faktor seperti karena kekurangan nutrisi baik makronutrien maupun mikronutrien,
terjadi kebusukan akar, infeksi jamur dan alga, juga kondisi pencahayaan,
kelembapan, pH, dan suhu. Cara menghindari kematian pada tanaman hidroponik
dapat dilakukan dengan manjaga kondisi lingkungan tempat hidroponik dan menjaga
nutrisi tanaman agar terpenuhi segala kebutuhan nutrisinya. Kebusukan akar dan
tumbuhnya jamur dan alga dapat diihindari dengan menghindari penggunaan metode
hidroponik deep water culture bagi tanaman yang rawan mengalami hal ini karena
sistem ini memiliki sirkulasi udara yang kurang baik (Delya et al., 2014).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan modul ini yaitu
1. Daun yang mendapatkan nutrisi lengkap memiliki morfologi berwarna hijau segar dan
daun yang cukup banyak, daun tua dengan defisiensi nitrogen berwarna kekuningan dan
daun muda berbercak kekuningan, daun dengan defisiensi fosfor memiliki ujung kebiruan,
daun dengan defisiensi kalium berwarna kuning, berkerut, dan layu, daun dengan defisiensi
mikronutrien layu dan berwarna pucat, dan pinggiran menggulung, daun yang diberi pupuk
growmore memiliki daun yang sangat sedikit akibat layu dan kuning, dan daun yang diberi
pupuk NPK berwarna pucat dan berjumlah sedikit karena kering.
2. Jumlah klorofil total pada sampel daun terbanyak secara berturut-turut dimiliki oleh
tanaman dengan pupuk NPK dengan kadar klorofil 3,528 mg/mL, defisiensi mikro dengan
kadar 1,928 mg/ml, defisiensi nitrogen dengan kadar 1,843 mg/mL, kontrol dengan kadar
1,655 mg/mL, defisiensi fosfor dengan kadar 1,627 mg/mL, dengan pupuk growmore
dengan kadar 1,548 mg/mL, dan defisiensi kalium dengan kadar 1,292 mg/mL.
3. Kelompok dengan rata-rata tanaman tertinggi secara berturut-turut yaitu kelompok kontrol,
kelompok defisiensi fosfor, kelompok dengan pupuk growmore, defisiensi kalium,
defisiensi nitrogen, defisiensi mikronutrien, dan kelompok dengan pupuk NPK.
4. Kelompok dengan rata-rata luas daun tertinggi secara berturut-turut yaitu kelompok
kontrol, kelompok perlakuan defisiensi P, kelompok defisiensi mikronutrien, defisiensi
kalium, defisiensi nitrogen, kelompok dengan pupuk NPK, dan kelompok dengan pupuk
growmore.
5. Kelompok dengan penyerapan nitrogen terbesar berdasarkan kadar nitrat dan ammonium
secara berturut-turut yaitu kelompok dengan pupuk NPK dengan penyerapan sebesar 0.139
mg/mL, pupuk growmore sebesar 0.112 mg/mL, nutrisi lengkap sebesar 0.095 mg/mL,
defisiensi P sebesar 0.077 mg/mL, defisiensi makronutrien sebesar 0.075 mg/mL, defisien
K sebesar 0.053 mg/mL, dan defisiensi N sebesar 0.037 mg/mL.
5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk pelaksanaan praktikum ini adalah
1. Selama keberjalanan proses hidroponik, kondisi ruangan seperti suhu dan kelembapan
diharapkan juga diperhatikan agar faktor tersebut tidak mendukung kematian tanaman.
2. Pada proses pengambilan data kadar klorofil sebaiknya ditentukan apakah daun tua atau
yang muda yang dijadikan sebagai sampel agar data kadar klorofil lebih jelas dan dapat
ditentukan kesesuaiannya dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Barbosa, G.L., Gadelha, Kublik, N. 2015. Comparison of land, water, and energy requirements of
lettuce grown using hydroponics vs. conventional agriculture methods. International
Journal of Environmental Research and Public Health. 12(6): 56.
Begum, F., Islam, A.K.M.A., Rasul, M., Hossain, M. 2013. Morphological diversity of eggplant
(Solanum melongena) in Bangladesh. Emir. J. Food Agric. 25(1):45-51
Delya, B., Tusi, A.. Lanya, B., Zulkarnain, I. 2014. Design of Ebb And Flow Automatic
Hydroponic System for Chilli Pepper Cultivation. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 3(3)
: 205-212
Doijode, S. D. 2001. Seed Storage of Horticultural Crops. Philadelphia : Haworth Press.
Mulasari, S.A., Jones, C. 2011. Plant Nutrient Function and Deficiency and Toxicity Symptoms.
Montana: Montana State University.
Jeyalakshmi, S. & Radha, R. 2017. A Review on Diagnosis of Nutrient Deficiency Symptoms in
Plant Leaf Image Using Image Processing. Journal on Image and Video Processing. 7(4):
97.
Jeyanny, V., Rasib, A.G., Rasidah, K.W. 2009. Effects of Macronutrient Deficiencies on the
Growth and Bigour of Khaya Ivorensis Seedings. Journal of Tropical Forest Science.
21(2). 73-80.

Pratiwi D.A. 2006. Biologi SMA Jilid 3. Jakarta: Erlangga


Roidah, I.S., 2014. Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakansistem Hidroponik. Jurnal
Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(2) : 43
Taiz, L. & Zeiger, E. 2002. Plant Physiology 3rd Edition. London: Sinauer Associates Inc.

Anda mungkin juga menyukai