Anda di halaman 1dari 20

AKTIVITAS ENZIM ɑ-AMILASE PADA BIJI KACANG HIJAU (Vigna radiata),

KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris), DAN KACANG KEDELAI (Glycine max L.)
SERTA KARAKTERISASI PIGMEN PADA DAUN BAYAM (Amaranthus hybridis L.),
BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.), UMBI KUNYIT (Curcuma longa Linn.),
BUAH BIT (Beta vulgaris L.), KULIT BUAH NAGA (Hylocereus sp.), KULIT JERUK
(Citrus sp.), DAN KULIT BUAH TOMAT (Capsicum annuum L.)

OLEH:
Shinta Fitriannisa
10618019
Kelompok 9

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Organisme hidup termasuk tumbuhan membutuhkan berbagai reaksi metabolisme untuk
dapat melangsungkan kehidupan. Untuk dapat melakukan reaksi metabolisme, enzim
merupakan faktor yang sangat penting. Enzim merupakan protein yang berperan sebagai
katalis reaksi biologis. Enzim menempel pada substrat dan merubahnya menjadi produk lalu
berkerja dengan mencari jalan agar energi aktivasi yang dibutuhkan unutk menjalankan reaksi
menjadi lebih kecil (Tymoczko, 2002). Pada tumbuhan, reaksi metabolisme juga didukung
oleh adanya metabolit sekunder berupa pigmen. Pigmen tumbuhan merupakan molekul-
molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dengan panjang gelombang tertentu dan
memantulkan cahaya yang tidak diserap. Pigmen tumbuhan berguna untuk proses fotosintes is.
Contoh pigmen tumbuhan yaitu klorofil, karetonoid, dan anthosianin (Grotewold, 2006).
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
ɑ-amilase, pengujian aktivitas enzim ɑ-amilase secara kuantitatif dengan metode Bernfeld,
dan karakterisasi pigmen tumbuhan. Praktikum ini penting untuk dilakukan untuk dapat
mempelajari cara kerja enzim dan pigmen pada tumbuhan. Mempelajari cara kerja enzim
dapat dimanfaatkan untuk merekayasa metabolisme tumbuhan agar dapat mendapatkan
tumbuhan yang tumbuh lebih baik. Mempelajari karakterisasi pigmen penting dilakukan agar
dapat mengetahui jenis cahaya yang paling baik bagi pertumbuhan tumbuhan sehingga
pertumbuhannya dibuat semaksimal dan seefisien mungkin.

1.2. Tujuan
Berikut ini merupakan tujuan dilakukannya praktikum modul enzim ɑ-amilase dan
karakterisasi pigmen tumbuhan
1. Menentukan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim α-amilase
2. Menentukan persentase pati yang terurai oleh enzim α-amilase dengan metode Bernfeld
3. Menentukan jenis dan karakteristik pigmen ekstrak sampel melalui nilai absorbansi dan
Rf
1.3 Hipotesis
Berikut ini merupakan hipotesis hasil praktikum modul enzim ɑ-amilase dan
karakterisasi pigmen tumbuhan.
1. Seiring peningkatan suhu, aktivitas enzim ɑ-amilase akan bertambah hingga mencapai
suhu tertentu, pada suhu rendah, aktivitas enzim ɑ-amilase akan berkurang.
2. Pati yang terurai oleh enzim ɑ-amilase dengan metode Benfeld pada kacang kedelai
memiliki persentase lebih tinggi dibanding pati pada kacang merah dan kacang hijau
3. Berdasarkan nilai absorbansi dan Rf dari ekstrak sampel, pada bayam hijau terdapat klorofil
yang memantulkan cahaya hijau, bayam merah mengandung anthosianin yang
memantulkan cahaya merah, umbi kuning mengandung xanthofil yang memantulka n
cahaya kuning.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim
Pada makhluk hidup, hampir setiap reaksi yang terjadi pada metabolis m
membutuhkan enzim untuk dapat terjadi. Enzim adalah protein yang berperan sebagai
katalis reaksi biologis (Tymoczko, 2002). Enzim menempel pada substrat dan merubahnya
menjadi produk. Hal ini terjadi secara spesifik, yang artinya suatu enzim hanya dapat
menempel pada satu jenis substrat tertentu. Contohnya enzim α-amilase hanya mampu
menempel pada substrat amilosa dan merubahnya menjadi glukosa.
Enzim berkerja dengan cara mencari jalan agar energi aktivasi yang dibutuhka n
unutk menjalankan reaksi menjadi lebih kecil. Hal ini dilkaukan dengan menggunakan efek
elektrostatik terutama pada lingkungan yang relative polar yang diorientasikan ke distribus i
muatan keadaan transisi atau dalam kata lain dengan cara menstabilisasikan keadaan
transisi reaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu konsentrasi substrat
dan enzim, pH, suhu, keberadaan kofaktor dan ion logam (de Bolster, 1997).

2.2 Enzim ɑ-Amilase dan Perannya dalam Perkecambahan


Enzim ɑ-amilase merupakan enzim ekstraseluler pemecah pati, tepatnya pemecah
ikatan ɑ-1,4-glikosidik. Pada biji-bijian, enzim ɑ-amilase sangat berperan pada proses
perkecambahan. Perkecambahan merupakan proses awal pertumbuhan individu baru pada
tanaman. Perkecambahan sangat membutuhkan air untuk diabsorbsi dan digunakan untuk
memicu aktivitas enzim metabolisme kecambah. Pada awal perkecambahan, air akan
menginduksi hormon asam giberelin untuk bekerja. Hormon giberelin adalah suatu
senyawa organik yang berperan sebagai pengontrol perkecambahan. Asam giberelin
kemudian pada aeuron akan menghasilkan enzim ɑ-amilase. Enzim ɑ-amilase kemudian
bekerja untuk memecah memecah pati yang ada pada endosperm biji menjadi dekstrin dan
maltose yang dibutuhkan untuk sumber energi kecambah untuk dapat tumbuh menjadi
tumbuhan yang mampu menghasilkan makanannya sendiri (Abidin et al., 2000).
2.3 Uji Kualitatif dan Kuantitatif Aktivitas Enzim ɑ-Amilase
a. Metode Bernfeld
Untuk menguji keberadaan dan aktivitas enzim alfa amilase dapat dilakukan uji
kuantitatif maupun uji kualitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan pemberian reagen I2 /KI
yang jika positif akan menghasilkan warna biru akibat terbentuknya kompleks antara I 2 /KI
dengan pati dimana intentitas warna akan semakin berkurang jika aktivitas enzim amilase
semakin tinggi. Sedangkan secara kuantitatif dilakukan metode Bernfeld.
Metode Bernfeld merupakan salah satu metode pengukuran aktivitas amilase. Pada
prinsipnya Metode Brenfeld mengukur aktivitas enzim berdasarkan jumlah amilosa yang
tersisa atau yang tidak terhidrolisis menjadi maltosa. Amilosa yang diberikan lugol atau
I2 /KI dapat membentuk suatu kompleks berwarna biru, larutan berwarna biru yang
kepekatanya menunjukkan jumlah kompleks yang terbentuk tersebut lalu diukur dengan
spektrofotometri (Negi & Bonerjee, 2010).

b. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi merupakan metode pemisahan senyawa dengan pemanfaatan fasa
diam dan fasa gerak. Prinsip dari kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu pemisahan
berdasarkan perbedaan kelarutan antara fasa gerak dan fasa diam (stasioner) dengan
memanfaatkan kapilaritas senyawa yang lebih larut dalam pelarut stasioner akan bergerak
lebih lambat sehingga dapat dipisahkan.
Nilai Rf (faktor retardasi/retention factor) merupakan ukuran kecepatan migrasi zat
dalam kromatografi. Rf juga dapat diartikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh
komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut. Jika suatu sampel diteteskan pada fase
stasioner kemudian dilakukan proses kromatografi dengan direndam pada fase gerak yang
bersifat nonpolar, sampel akan terpisah menjadi beberapa zat penyusun yang berhenti pada
titik yang sesuai dengan tingkat kepolarannya. Semakin tinggi Rf menandakan zat yang
semakin nonpolar (Wulandari, 2011).
2.4 Pigmen Tumbuhan
Pigmen tumbuhan adalah molekul-molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya
dengan panjang gelombang tertentu dan memantulkan cahaya yang tidak diserap. Contoh
pigmen tumbuhan yaitu klorofil, karetonoid, dan anthosianin. Klorofil adalah pigmen
utama pada tumbuhan yang menyerap cahaya merah dan biru dan amementulkan cahaya
hijau, terbagi atas klorofil a dan b. Karotenoid merupakan tetraterpenoid yang berwarna
memantulkan cahaya merah, orange, atau kuning. Anthosianin memantulkan warna merah
sampai biru tergantung pH (Grotewold, 2006).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Mikropipet Biji dan kecambah kacang hijau,
merah, dan kedelai
Mortar Akuades dan es
Magnetic stirrer 0,1 M dan 1 N HCl
Sentrifuga 0,1 M NaCL
Tabung reaksi 1% PVP
Corong gelas Enzim alfa amilase
Kertas saring Larutan pati
Aluminium foil Larutan buffer fosfat pH 5,6
Spektrofotometer Plat silica gel 3x7 cm
Heksan : Etil asetat (1:1)
I2 KI
Pipa kapiler
0,05 M sodium fosfat buffer pH 7,0
Daun bayam hijau, bayam merah,
kunyit, buah bit, buah naga, kulit jeruk,
dan kulit tomat
Alkohol 96%
Aseton
Dietil eter : H2 O (1:1)
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Pertama, disiapkan 3 buah tabung reaksi berisi larutan enzim sebanyak 1 ml dan
diberi 3 perlakuan berbeda. Tabung reaksi pertama dimasukkan ke oven dengan suhu 65o C.
Tabung kedua dimasukkan ke dalam es, sedangkan tabung ketiga diinkubasi pada suhu
ruang. Selanjutnya, disiapkan pula 3 tabung reaksi berisi 3 ml larutan pati + larutan buffer
fosfat pH 6. Ketiga tabung tersebut diinkubasi pada 3 suhu berbeda bersamaan dengan
tabung berisi enzim. Tabung 1 ml larutan enzim dimasukkan ke dalam tabung reaksi
larutan pati dan dikocok hingga homogen. Selanjutnya larutan tersebut diuji diatas pelat
tetes dan diberi larutan I2KI.

3.2.2 Uji aktivitas enzim amilase secara kuantitatif (Metode Bernfeld)


Disiapkan 3 buah tabung reaksi (dilabeli KH+HCl, HCl+KH, B untuk kacang hijau;
KM+HCl, HCl+KM, B untuk kacang merah; KD+HCl, HCl+KD, B untuk kacang kedelai).
Enzim yang digunakan adalah enzim yang sudah diesktraksi dari kacang hijau, kacang
kedelai, atau kacang merah. Dilakukan uji aktivitas amilase dengan:
a. Tabung KH+HCl Larutan 0,5 mL 0,05 M sodium phosphate buffer pH 6 dan 1,0 mL
1% pati ditetesi 0,5 mL ekstrak enzim, kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu
ruang. Selanjutnya reaksi dihentikan dengan penambahan 3,5 mL 1 N HCl.
b. Tabung HCl+KH Larutan 0,5 mL 0,05 M sodium phosphate buffer pH 6 dan 1,0 mL 1%
pati dicampurkan dengan 3,5 mL 1 N HCl. Kemudian ditetesi 0,5 mL ekstrak enzim, lalu
diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang.
c. Tabung B Tabung ini digunakan sebagai blanko, dengan mencampurkan 0,5 mL 0,05 M
sodium phosphate buffer pH 7,0 dan 1 mL H2O sebagai pengganti pati. Kemudian ditetesi
0,5 mL ekstrak enzim. Kemudian dilakukan deteksi pati dengan ditambahkan 0,5 mL
larutan I2KI ke setiap tabung. Absorbansi sampel kemudian diukur pada panjang
gelombang 580 nm.
3.2.3 Karakterisasi Pigmen dalam Daun dan Bunga dengan Spektrofotometer
Bahan yang akan digunakna oleh kelompok ditimbang masing-masing 1 g. Bahan
kemudian digerus dengan mortar. Gerusan direndam dalam 5 mL alkohol 96% selama
30 menit kemudian ditambahkan alkohol sampai volume 10 mL. Ekstrak tersebut disaring
dengan corong gelas (yang telah disumbat kapas pada lehernya) ke dalam tabung reaksi
sehingga diperoleh ekstrak alkohol daun dan bunga. Ekstrak tersebut lalu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 400 – 700 nm dengan UV/VIS Spektrofotometer
Hasil pengukuran diplotkan hingga diperoleh spektrum absorpsi. Lalu serapan maksimum
setiap ekstrak (larutan pigmen tersebut) ditentukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Kuantitatif Aktivitas Enzim ɑ-Amilase


4.1.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Uji Aktivitas Enzim

Absorbance (A) % Starch


Treatment Ektstrak X-Y =
Y Lost (100 *
Number enzim X (awal) Z
(akhir) Z/X)
kacang
1 hijau 1.83 1.685 0.145 7.92349727
kacang
2 0.918 0.891 0.027 2.94117647
hijau
kacang
3 merah 0.811 0.737 0.074 9.12453761
kacang
4 merah 0.497 0.455 0.042 8.45070423
kacang
5 kedelai 1.881 0.326 1.555 82.6687932
kacang
6 kedelai 0.774 1.063 -0.289 -37.338501
kacang
7 0.302 0.038 0.264 87.4172185
hijau
kacang
8 hijau 0.219 0.087 0.132 60.2739726
kacang
9 hijau 0.331 0.223 0.108 32.6283988
kacang
10 0.314 0.145 0.169 53.8216561
merah
kacang
11 merah 0.24 0.068 0.172 71.6666667
kacang
12 merah 0.288 0.149 0.139 48.2638889
kacang
13 kedelai 0.326 0.229 0.097 29.7546012
kacang
14 kedelai 0.316 0.154 0.162 51.2658228

4.1.2 Penjelasan Hasil


Pada eksperimen yang dilakukan, nilai aktivitas enzim ɑ-amilase dapat
ditentukan berdasarkan besarnya persentase pati yang terhidrolisis. Berdasarkan hasil
pengamatan, dapat diketahui bahwa enzim ɑ-amilase yang memiliki aktivitas paling tinggi
adalah enzim ɑ-amilase yang berasal dari kacang kedelai, diikuti oleh enzim ɑ-amilase dari
kacang hijau, dan pada urutan terakhir yaitu enzim ɑ-amilase dari kacang merah. Hal ini
diketahui dari besarnya persentase pati yang terhidrolisis yaitu sebesar 54% pada enzim ɑ-
amilase dari kacang kedelai, 38,28% pada enzim ɑ-amilase dari kacang hijau dan 38,26%
pada enzim ɑ-amilase dari kacang merah.
Hasil yang didapat sesuai dengan literatur. Enzim ɑ-amilase yang berasal dari
kacang kedelai (Glycine max L.) memiliki aktivitas enzim yang paling tinggi yaitu dengan
energi aktivasi 6,09 kcal/mol pada suhu 25-85°C dan konstanta Michaelis-Menten (Km)
untuk pati sebesar 0,71 mg/mL (Kumari et al., 2010). Selanjutnya enzim ɑ-amilase yang
berasal dari kacang hijau (Vigna radiata) memiliki aktivitas enzim dengan energi aktivasi
sebesar 7,03 kcal/mol pada rentang suhu 15-55°C dan konstanta Michaelis-Menten (Km)
untuk pati sebesar 1.6 mg/mL pada buffer sodium asetat dengan pH 5,5 (Tripathi et al.,
2007). Sedangkan enzim ɑ-amilase dengan aktivitas enzim paling rendah adalah enzim ɑ-
amilase yang berasal dari kacang merah (Phaseolus vulgaris) dengan energi aktivasi
sebesar 39,5 kcal/mol (Chichester, 1982).

4.2 Uji Kualitatif Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase
4.2.1 Hasil pengamatan kualitatif pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

Gambar 4.1
Hasil Pengamatan Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim ɑ-Amilase dari Kacang Hijau

4.2.2 Penjelasan Hasil


Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan diantara ketiga perlakuan enzim ɑ-amilase yang berasal dari
kacang hijau dan pati dimana ketiga sampel menghasilkan warna biru tua setelah
pemberian lugol atau I2 /KI pada campuran enzim dan pati yang telah diberi perlakuan
berbeda. Warna biru pada hasil eksperimen menandakan terdapatnya kompleks yang
terbentuk antara I2 /KI dengan pati atau amilosa. Hal ini berarti enzim ɑ-amilase yang
diberikan pada pati dengan suhu normal, dingin, maupun panas tidak bekerja atau tidak
berhasil menghidrolisis amilosa menjadi maltosa.
Berdasarkan literatur, enzim ɑ-amilase yang berasal dari kacang hijau (Vigna
radiata) akan bekerja pada rentang suhu 15-55°C. Hal ini berarti hasil eksperimen
seharusya akan menunjukkan warna biru pada enzim dan pati yang diberi perlakuan dingin
(direndam dalam es) dan perlakuan panas (dioven pada suhu 65°C), sedangkan pada
campuran pati dan enzim yang diinkubasi pada suhu ruang dan kemudian diberikan lugol
seharusnya menunjukkan warna kuning kecoklatan atau warna lugol itu sendiri yang
mengartikan enzim berhasil merubah amilosa menjadi maltosa. (Tripathi et al., 2007).
Perbedaan antara hasil eksperimen dengan literatur dapat terjadi kemungkina n
dikarenakan kurangnya pemberian enzim ɑ-amilase pada pati atau kecilnya aktivitas enzim
ɑ-amilase yang mengakibatkan hanya sedikit amilosa yang berubah menjadi maltose
sehingga maltose yang tersisa masih dalam jumlah yang banyak. Sisa maltosa yang dapat
membentuk kompleks dengan I2 /KI yang mengakibatkan larutan berwarna biru.

4.3 Karakterisasi Pigmen Tumbuhan dengan Spektrofotometri


4.3.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.2 Hasil Uji Absorbansi Pigmen Tumbuhan

Absorbansi pada λ (nm)


Ekstrak 400 425 450 475 500 525 550 575 600 625 650 675 700
Bayam
Hijau 4 4 3,608 3,102 1,788 1,375 1,651 1,928 2,373 2,649 3,529 3,978 1,705
(Kel 1)
Bayam
Hijau 4 4 4 3,766 1,071 0,630 0,736 1,193 1,805 2,239 3,092 2,900 0,213
(Kel 8)
Bayam
Merah 4 4 4 4 4 4 4 4 3,556 3,140 4 4 1,820
(Kel 2)
Bayam
Merah 4 4 4 3,673 0,976 0,695 0,751 1,051 1,442 1,757 2,813 2,845 0,329
(Kel 9)
Kunyit
4 4 4 4 4 1,445 1,299 1,340 1,467 1,500 1,642 1,581 1,531
(Kel 3)
Kunyit
(Kel 4 4 4 3,835 3,309 0,722 0,299 0,159 0,092 0,068 0,061 0,053 0,043
10)
Umbi
Bit 2,586 4 4 4 4 4 4 4 3,134 1,970 1,892 1,783 1,711
(Kel 4)
Umbi
Bit
1,042 1,899 3,754 4 4 4 3,978 3,577 0,954 0,181 0,095 0,082 0,077
(Kel
11)
Kulit
Buah
1,231 0,942 1,067 1,334 1,608 1,589 1,792 1,609 1,521 1,497 1,635 1,576 1,533
Naga
(Kel 5)
Kulit
Buah
Naga 0,278 0,299 0,271 0,241 0,242 0,279 0,258 0,201 0,149 0,136 0,127 0,121 0,119
(Kel
12)
Kulit
Buah
1,933 1,134 1,127 1,291 1,350 1,117 1,317 1,418 1,566 1,589 1,727 1,664 1,604
Jeruk
(Kel 6)
Kulit
Buah
0,816 0,692 0,572 0,407 0,102 0,082 0,071 0,078 0,068 0,070 0,081 0,079 0,063
Jeruk
(Kel 13
Kulit
Buah
0,375 0,843 0,914 1,103 1,180 0,971 1,187 1,286 1,443 1,478 1,619 1,561 1,517
Tomat
(Kel 7)
Kulit
Buah
Tomat 0,4 0,209 0,172 0,144 0,091 0,086 0,075 0,078 0,069 0,071 0,076 0,071 0,068
(Kel
14)

Gambar 4.2 Grafik Absorbansi Pigmen Tumbuhan

4.3.2 Penjelasan Hasil


Pada eksperimen, dilakukan pengukuran absorbansi pigmen pada beberapa sampel
tumbuhan berwarna terhadap panjang gelombang berbeda. Berdasarkan hasil eksperimen
tersebut, didapat hasil bahwa pigmen dari bayam hijau yang digunakan kelompok 1 dan 8
memiliki absorbansi maksimum pada rentang panjang gelombang 400-450 yaitu panjang
gelombang warna ungu. Hal ini menandakan bahwa pigmen pada bayam hijau adalah
warna komplementer ungu hingga biru yaitu warna hijau kekuningan. Pigmen berwarna
hijau kekuningan yang mungkin berdasarkan hasil tersebut adalah klorofil yang terdiri dari
klorofil a dan b.
Pada hasil percobaan kelompok 2 dan 9 yang menggunakan bayam merah,
absorbansi maksimum ada pada rentang 400-475 nm yang berarti pigmen pada bayam
merah menyerap warna ungu hingga biru. Hal ini menandakan bahwa pigmen pada bayam
merah adalah warna komplementer ungu hingga biru, yaitu warna hijau kekuninga n.
Pigmen berwarna hijau kekuningan yang mungkin berdasarkan hasil tersebut adalah
klorofil yang terdiri dari klorofil a dan b.
Pada pigmen kunyit, absorbansi maksimum ada pada rentang 400-500 nm yang
berarti pigmen pada kunyit menyerap warna biru hingga biru kehijauan. Hal ini
menandakan bahwa pigmen pada kunyit berwarna kuning hingga jingga yang
berkomplemen dengan warna biru hingga biru kehijauan. Maka pigmen yang mungk in
berada pada kunyit adalah karoten. Karoten merupakan pigmen yang memantulkan warna
kuning hingga jingga (Wati et al., 2017).
Pada pigmen umbi bit yang diuji oleh kelompok 4 dan 11, pigmen tersebut memilik i
absorbansi maksimum pada rentang 475-525 nm yang berarti pigmen pada umbi bit
menyerap warna hijau kebiruan hingga hijau. Hal ini menandakan bahwa pigmen tersebut
memiliki warna merah hing mendapatkan absorbansi maksimum berada pada rentang 500-
550 nm yang berarti pigmen tersebut menyerap warna hijau dan pigmen tersebut berwarna
ungu kemerahan. Pigmen yang mungkin berada pada umbi bit dan kulit buah naga adalah
anthosianin yang memantulkan warna ungu kemerahan.
Pada pigmen yang terdapat pada kulit buah jeruk memiliki absorbansi maksimum
pada kurang lebih 400 nm. Hal ini berarti pigmen pada kulit jeruk menyerap warna ungu
dan pigmen tersebut berwarna hijau kekuningan. Pigmen yang mungkin terdapat pada kulit
jeruk sesuai dengan absorbansi tersebut adalah klorofil. Namun berdasarkan teori, pada
kulit jeruk terdapat pigmen karotenoid seperti alfa-karoten, beta-karoten, dan beta-
cryptoxhantin (Wati et al., 2017).
Pengujian pigmen yang berada pada kulit tomat mengalami perbedaan antara hasil
uji kelompok 7 dan kelompok 14. Pada pengujian kelompok 7, absorbansi maksimum
berada pada rentang 650-700 nm yang berarti pigmen tersebut menyerap warna merah dan
memiliki warna hijau kebiruan. Sedangkan pada pengujian yang dilakukan oleh kelompok
14, didapatkan hasil bahwa absorbansi maksimum berada pada rentang 400-425 nm yang
berarti pigmen tersebut menyerap warna ungu dan memiliki warna hijau kekuninga n.
Berdasarkan pengujian ini maka pigmen yang sesuai adalah klorofil karena memantulka n
warna hijau kekuningan.

4.4 Karakterisasi Pigmen Tumbuhan dengan Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)


4.4.1 Hasil Pengamatan

Gambar 4.3
Hasil KLT Pigmen Tumbuhan Kelompok 1-7 M enggunakan Silica Gel

Gambar 4.4
Hasil KLT Pigmen Tumbuhan Kelompok 8-14 M enggunakan Silica Gel
Gambar 4.4
Hasil KLT Pigmen Tumbuhan Kelompok 9 M enggunakan Kertas Saring

Berdasarkan hasil KLT pigmen tumbuhan hasil perlakuan 1-14, berikut merupakan
hasil perhitungan rf (retention factor) tiap kelompok jika jarak yang ditempuh eluen
adalah 12,2 cm

Jarak komponen yang tertahan pada fase diam


𝑅𝑓 =
Jarak yang ditempuh eluen

Kelompok 1= 0,07
Kelompok 2= 0,07 dan 0,27
Kelompok 3=0,07 dan 0,25
Kelompok 4= -
Kelompok 5= -
Kelompok 6= 0,19 dan 0,32
Kelompok 7= -
Kelompok 8= 0,05; 0,18; 0,3; 0,47; 0,51; dan 0,56
Kelompok 9= 0,18 dan 0,45
Kelompok 10= 0,07; 0,2; dan 0,95
Kelompok 11= 0,02
Kelompok 12= -
Kelompok 13= 0,15 dan 0,23
Kelompok 14= -

Sedangkan pada hasil KLT kelompok 9, digunakan bayam merah (Amaranthus


tricolor L.) dan didapat pemisahan antara 2 zat. Rf dari zat pertama yang berwarna hijau
adalah sebesar 0,96 dan zat yang berwarna kuning adalah sebesar 0,74.
4.4.2 Penjelasan Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan, Rf pada tumbuhan kelompok 1 menunjukkan hasil
Rf yang sangat kecil yang menandakan kepolaran zat. Diperkirakan tumbuhan tersebut
mengandung pigmen klorofil b karena sifatnya yang sangat polar. Pada tumbuha n
kelompok 2 dan 3, terdapat 2 komponen dengan Rf yang juga sangat kecil yang berarti
zat sangat polar. Kemungkinan pigmen pada tumbuhan ini adalah klorofil a dan klorofil
b dengan molekul yang lebih polar adalah klorofil b. Pada kelompok 4 dan 5 hasil
kromatografi tidak terbaca sehingga tidak dapat dianalisis (Ghamande et al., 2018).
Pada kelompok 6 hasil kromatografi menunjukkan 2 komponen zat dengan Rf
0,19 dan 0,32. Kemungkinan pigmen yang dianalisis kelompok 6 adalah klorofil a (Rf
0,19) dan lutein yang berwarna kuning (Rf 0,32). Pada kelompok 7, 12, dan 14 hasil
kromatografi tidak terbaca sehingga tidak dapat dianalisis. Pada kelompok 8, terdapat 6
komponen zat yang terpisah dengan Rf berbeda. Pigmen yang memungkinkan adalah
klorofil a (Rf 0,05), klorofil b (Rf 0,18), lutein (0,47) dan karoten (0,56). Pada kelompok
9, pigmen yang memungkinkan adalah klorofil a dan b. Pada kelompok 10, pigmen yang
memungkinkan adalah klorofil a, klorofil b, dan karoten. Pada kelompok 11, pigmen yang
memungkinkan adalah klorofil b. Sedangkan pada kelompok 13 pigmen yang
memungkinkan adalah klorofil dan lutein (Mezgebe & Shura, 2015).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan modul ini yaitu.
1. Berdasarkan eksperimen, tidak ada pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim ɑ-amilase
dari kacang hijau.
2. Rata-rata persentase pati yang terurai oleh enzim α-amilase yang beraasal dari kacang
kedelai adalah 54%, pati yang terurai enzim α-amilase yang berasal dari kacang hijau
sebesar 38,28%, dan pati yang terurai oleh enzim α-amilase dari kecang merah sebesar
38,26%.
3. Berdasarkan nilai absorbansi dan Rf bayam hijau dan bayam merah mengandung
pigmen klorofil a dan klorofil b, kunyit mengandung karoten, umbi bit dan kulit buah
naga mengandung anthosianin, kulit jeruk mengandung karoten, dan pigmen pada kulit
tomat tidak dapat ditentukan.

5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk pelaksanaan praktikum ini adalah
1. Saat pengujian kromatografi lapis tipis dari pigmen tumbuhan, gunakan etanol sebagai
pengganti methanol jika hasil KLT tidak terlihat oleh mata. Penggunaan ethanol akan
menunjukkan warna yang lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 2000. Kinetika Hidrolisis Enzim Alpha-Amilase dari Biji Sorgum. Akta Agrosia, 4(1),
pp. 25-33.
Chichester, C., 1982. Advances in Food Research, Vol 28. New York: Academic Press.
de Bolster, M., 1997. Glossary of Terms Used in Bioinorganic Chemistry: Cofactor. International
Union of Pure and Applied Chemistry, 2(7), p. 10.
Ghamande, M., Hyder, S. & Subhash, P., 2018. Plant Pigment Paper Chromatography.
International Journal of Management , 8(10), p. 2094.
Grotewold, E., 2006. The Genetics and Biochemistry of Floral Pigments. Annual Review of Plant
Biology, pp. 761-780.
Kumari, A., Singh, V. & Fitter, J., 2010. Alpha-Amylase from Germinating Soybean (Glycine
max) Seeds - Purification, Characterization and Sequantial Similarity of Conserved and
Catalytic Amino Acid Residues. Phytochemistry, Volume 71, pp. 1657-1666.
Mezgebe, T. & Shura, G., n.d. Separation of Leaves Pigment In Case of "Endod" Leaves By Using
Thin Layer Chromatography. International Journal of Technology Enhancement and
Emerging Engineering Research, 3(6).
Negi, I. & Bonerjee, R., 2010. Optimization of Culture Parameters to Enhance Production of
Amylase and Protease in a single Fermentation. African Journal of biochemistry Research,
pp. 73-80.
P., T., Le Leggio, L. & Mansfield, J., 2007. Alpha-Amylase from Mung Beans (Vigna radiata)--
Correlation of Biochemical Properties and Tertiary Structure by Homology Modelling.
Phytochemistry, 68(12).
Tymoczko, J., 2002. Biochemistry. 5th ed. San Fransisco: W.H. Freeman.
Wati, D. A., Martasari, C., Kendarini, N. & Saptadi, D., 2017. Identifikasi Warna Kulit buah 14
Aksesi Jeruk (Citrus sp.) Terseleksi dengan Marka Molekuler. Jurnal Produksi Tanaman,
5(6), pp. 981-988.
Wulandari, L., 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.

Anda mungkin juga menyukai