Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rahma Putri Sholichah

NIM : 200111600497
Offering / Prodi : C20 / Bimbingan dan Konseling
Mata Kuliah : Konseling Humanistik
TUGAS PTM 16 ( RESUME KONSELING GESTALT )

RESUME KONSELING GESTALT

1. SEJARAH KONSELING GESTALT

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian


komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.
Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi
pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels,
dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.

Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan


konsepsi aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah proses
diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –
bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih
dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Contohnya  kalau kita bertemu dengan seorang teman
misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang
baru , melainkan teman kita itu secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya
hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya baju yang baru.

2. KONSEP DASAR
a. Di Sini dan Sekarang (Here and Now)

Perls mengatakan bahwa “kekuatan ada pada masa kini” (power is in the present). Pendekatan
gestalt mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang,
karena masa lalu telah berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang penting.
Pendekataan gestalt mengapresiasi pengalaman pada masa ini. Menurut gestalt, kebanyakan orang
kehilangan kekuatan masa sekarangnya karena individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh
tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana masa depan yang tidak ada
ujungnya. Oleh karena itu, kekuatan individu untuk melihat masa sekarang menjadi berkurang bahkan
hilang.
Selanjutnya Perls berpendapat bahwa kecemasan yang dialami individu terjadi karena ada jarak antara
kenyataan masa sekarang deng harapan masa yang akan datang. Menurutnya ketika individu memulai
berpikir, merasa dan bertindak dari masa kini namun dikuasai oleh harapan-harapan masa depan.
Kecemasan yang dialami individu diakibatkan oleh harapan katastropik dan harapan anastropik.
Harapan katastropik, yaitu kecemasan akan kejadian-kejadian buruk dan tidak menyenangkan yang
akan terjadi di masa yang akan datang. Harapan anastropik, yaitu harapan-harapan yang berlebihan
bahwa hal-hal yang baik dan menyenangkan akan terjadi di masa depan .

Dalam model konseling gestalt, untuk membantu konseli melakukan kontak dengan masa sekarang,
konselor menggunakan kata tanya “apa” (what) dan “bagaimana” (how). Jarang sekali koselor
menggunakan kata “mengapa” (why). Masa lalu tidak penting kecuali bila berhubungan dengan
fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang. Dengan demikian ketika konselor
membahas masa lalu yang signifikan tersebut, konselor membawanya ke masa sekarang. Misalnya,
ketika membicarakan trauma masa kecil yang dialami konseli berkaitan dengan ayahnya, konselor
bukan hanya membicarakan pengalaman masa lalunya tetapi bagaimana trauma itu berpengaruh
ketika konseli berbicara dengan ayahnya di masa sekarang. Dengan proses ini, individu mendapatkan
kelegaan dari kesatikat dan potensi untu berubah serta mencapai resolusi baru.

b. Urusan yang Tidak Selesai (unfinished business) dan penghindaran (avoidance)

Urusan yang tidak selesai (unfinished business) adalah perasaan-perasaan yang tidak dapat


diekspresikan pada masa lalu seperti kesakitan, kecemasan, perasaan bersalah, kemarahan, dan
sebagainya. Walaupun perasaan-perasaan tersebut tidak diekspresikan, namun berkaitan dengan
ingatan dan fantasi. Hal ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus mengganggu kehidupan
masa sekarang, dan membuat individu tidak dapat melakukan kontak dengan orang lain dengan
autentik. Urusan yang tidak kunjung selesai memiliki efek yang dapat mengganggu individu, seperti
kecemasan yang berlebihan sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal penting lain, tingkah
laku yang tidak terkontrol, terlalu berhati-hati dan menyakiti diri sendiri.

Penghindaran berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran adalah individu yang selalu


menghindari untuk menghadapi unfinished business dan dari mengalami pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan yang berkaitan dengan unfinished business. Perls mengatakan bahwa individu
cenderung lebih memilih menghindari pengalaman yang menyakitkan secara emosional dari pada
melakukan sesuatu yang ia butuhkan untuk berubah.

c. Bentuk-bentuk Pertahanan Diri

Individu memiliki lima bentuk pertahanan diri yang beroperasi dalam dirinya, yaitu :
 Introyeksi (Introjection)

Introyeksi adalah memasukkan ide-ide, keyakinan-keyakinan dan asumsi-asumsi tentang diri individu,
seperti apa individu seharusnya dan bagaimanan individu harus bertingkah laku. Dalam proses
interaksi dengan lingkungan, individu yang sehat dapat membedakan dan memberikan batasan antara
dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi, individu yang melakukan proses introyeksi pada
diri (self) individu, yaitu bila individu memasukkan ide-ide, keyakinan, dan nilai yang dianut
lingkungan terhadap dirinya tanpa proses filterisasi, sehingga individu tidak dapat membedakan
dirinya dengan lingkungan. Hal ini membuat self mengadopsi semua nilai lingkungan yang top
dog, sehingga self berusaha untuk mempertahankan diri dalam posisi under dog.

 Proyeksi

Proses dimana individu melakukan atribusi kepada pemikiran, perasaan, keyakinan dan sikap orang
lain yang sebenarnya adalah bukan milik individu. Proyeksi juga berarti individu tidak dapat
membedakan dirinya dan lingkungan, mengatribusikan diri kepada orang lain serta menghindari
tanggung jawab terhadap perasaan dan diri individu sebenarnya, serta membuat individu tidak
berdaya untuk membuat perubahan.

 Retrofleksi (retroflection)

Retrifleksi adalah proses di mana individu mengembalikan implus-implus dan respon-respon kepada
dirirnya karena ia tidak dapat mengekspresikannya kepada orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini
individu menekan perasaanya karena ia tidak dapat menerima kehadiran perasaan tersebut, atau
individu mengetahui dan mempercayai bahwa perasaan itu tidak dapat diterima oleh orang lain
disekitarnya.

 Defleksi (deflection)

Defleksi adalah metode penghindaran, yaitu cara mengubah pertanyaan atau pernyataan menjadi
memiliki makna lain sehingga individu dapat menghindari dari merespon pertanyaan atau pernyataan
tersebut. Defleksi merupakan cara untuk menghindari kontak dengan kenyataan. Defleksi dapat
terlihat dari penggunaan humor yang berlebihan, menjawab pertanyaan dengan tersenyum atau
tertawa melakukan generalisasi abstrak, menghindari kontak mata.

 Confluence dan Isolasi (isolation)

Confluence secara harfiah berarti menyatu. Hal ini bermakna bahwa individu berada dalam hubungan
dengan linngkungan, menjadi orang lain, tempat, objek, atau ideal-ideal. Individu tidak dapat
membedakan antara dirinya dengan lingkungan, selalu sesuai dan tidak ada konflik antara keyakinan
dan pikiran orang lain dengan dirinya. Orang yang mengalami confluence biasanya tidak pernah
mengekspresikan perasaan sebenarnya. Orang yang mengalami confluence biasanya mengisolasi diri
dari lingkungan. Ia menarik diri dari lingkungan dalam rangkan mengamankan perasaanya dari
kondisi yang tidak dapat ditoleransi oleh dirinya.

3. PANDANGAN TENTANG MANUSIA

Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung
jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.

Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

a) Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.


b) Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu.
c) Aktor bukan reaktor
d) Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya.
e) Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
f) Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

4. TUJUAN KONSELING

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa
konseli haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya
pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

a) Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara


penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya.
Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan
sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik
tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insight secara penuh.
b) Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c) Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang
lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d) Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku menurut
prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul
dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
5. PROSES KONSELING
a) Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan konseli
sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu
tugas konselor adalah mendorong konseli untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya
serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar
menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua
alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat
apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
b) Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
c) Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar konseli menjadi
matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan konseli tidak dapat
berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu konseli untuk melakukan
transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri.
Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.
d) Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan kekalahannya
terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh,
atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau
menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
 Fase-fase proses konseling :
a) Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang
diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai
keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang
harus dipecahkan.
b) Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan
konselor dalam fase ini, yaitu :
 Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi kesempatan untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap
ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin
tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
 Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan kepada konseli
bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-
alasannya secara bertanggung jawab.
c) Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat
ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan
pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan
celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
d) Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir
konseling.
 Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
 Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya
pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-
perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
 Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk
“melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.

Anda mungkin juga menyukai