Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Pendidikan Anti Korupsi”

Dosen Pengampu : Marthen Kaseger, SE.,MM

OLEH :
Nama : REDINA AVRIELIA NAYOAN
NIM : 01901040017

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES GRAHA MEDIKA
KOTAMOBAGU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur  kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat sehat
sehingga makalah yang dengan judul “PENDIDIKAN ANTI KORUPSI” ini dapat
terselesaikan dengan baik. Kedua kalinya tak lupa pula kami haturkan solawat
beserta salam atas junjungan alam nabi kita nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa risalah sehingga kita dapat mengecap indahnya nikmat iman
seperti sekarang ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada dosen yang telah memberikan kami tugas
walaupun jauh dari kesempurnaan, serta terima kasih kami ucapkan kepada rekan-
rekan yang telah membantu kami membuat makalah ini dengan segenap tenaga
sehingga terbentuklah makalah ini. Maka dari itu besar harapan kami akan kritik
dan saran yang sifat nya membangun untuk tercapainya makalah yang lebih baik
lagi. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin
memperdalam pengetahuan nya atau sekedar menambah wawasan.

Kotamobagu, 4 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
B. Jenis korupsi
C. Perilaku korupsi
D. Strategi Pemberantasan Korupsi
E. Tahapan Tahapan Penindakan
F. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi
G. Penyebab dan Motivasi Terjadinya Korupsi
H. Ruang Lingkup Korupsi
I. Latar Belakang Pembentukan Kpk

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin "corruptio" (Fockema
Andrea:1951) atau "corruptus" {Webster Student Dictionary : 1960).
Selanjutnya dikatakan bahwa "corruptio“ berasal dari kata "corrumpere",
suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah "corruption,
corrupt" (Inggris), "corruption" (Perancis)dan "corruptie/korruptie"
(Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian.Di Malaysia dipakai kata “resuah” dari bahasa Arab “risywah”,
menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan sebagainya;
Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi, Korupsi sesungguhnya
sudah lama ada sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola
administrasi.
Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, sering kali
perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun
pemerintahan.
Perbuatan korupsi menyangkut :
1. Sesuatu yang bersifat amoral
2. Sifat dan keadaan yang busuk prilakunya
3. Menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah
4. Penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian
5. Menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan

B. Jenis korupsi
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan
pengusaha kepada penguasa. 
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki
kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat
peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara
secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan
sejumlah keuntungan pribadi.
Syed Hussein Alatas juga mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya
korupsi dikelompokkan menjadi tujuh jenis korupsi sebagai berikut :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi
dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah
kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-
orang dan hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau
jasa tanpa ada pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan
datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang
tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan yang
mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada
mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku
5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi
dengan pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan
diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang
dilaksanakan seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara
langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 menetapkan 7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi
yaitu :
1. Korupsi terkait kerugian keuangan negara,
2. Suap-menyuap,
3. Penggelapan dalam jabatan,
4. Pemerasan,
5. Pebuatan curang,
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan
7. Gratifikasi
C. Perilaku korupsi

Perilaku korupsi sesungguhnya dapat dikaji dari sudut pandang


lingkungan atau tempat terjadinya perilaku tersebut. Beberapa instansi
pemerintah misalnya dikenal memiliki “reputasi” tertentu dalam hal korupsi
yang dilakukan oleh pegawainya. Namun demikian, bukannya tidak ada
lingkungan kerja tertentu di perusahaan swasta yang tidak mendukung
munculnya korupsi. Mungkin yang berbeda dengan fenomena di birokrasi
pemerintahan adalah jenis penyebabnya. Di kalangan swasta, korupsi
umumnya baru dapat terjadi bila terdapat pengawasan yang lemah,
persaingan yang ketat, dan adanya kesempatan, (Tempo, 19 Februari 1983.
dalam Meliala, 1998).

Untuk konteks Indonesia, hidupnya budaya patrimonial yang


menempatkan atasan sebagai “bapak” dan bawahan sebagai “anak”, mau tak
mau, harus juga diakui kehadirannya. Dalam paham ini, sebagaimana
layaknya seorang bapak, atasan harus mengayomi anak-anaknya dari
marabahaya. Dari hubungan tersebut, muncullah “kekuasaan” (Anderson,
1984, h. 51, dalam Meliala, 1998). Untuk itu, sebagai balas jasa, anak-anak
harus memberi “upeti” kepada bapak. Pada konteks dewasa ini, pemberian
upeti tersebut telah dianggap termasuk kategori korupsi/ manipulasi.

Budaya patrimonial juga kerap sulit melihat perbedaan antara milik


pribadi dan milik bersama maupun perbedaan antara “milikmu” dan
“milikku”.
Terhadap pemegang kekuasaan, adalah legal bila mempergunakan
segala sumber atau akses yang dikuasainya dalam rangka pemusatan atau
penonjolan “kekuasaannya” (Anderson, 1984, h. 53, dalam Meliala, 1998).
Hal mana mengakibatkan, antara lain, tingginya kecenderungan dalam
penggunaan fasilitas Negara oleh pejabat yang disertai dengan lemahnya
control.

D. Strategi Pemberantasan Korupsi


Di dalam Rencana Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi, ada enam (6) strategi nasional yang telah dirumuskan guna
mewujudkan tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung
kapasitas pencegahan dan penindakan serta penanaman nilai budaya yang
berintegritas. Strategi tersebut adalah:
1. Pencegahan
2. Penegakan hukum
3. Harmonisasi peraturan perundang-undangan;
4. Kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil tindak pidana
korupsi;
5. Pendidikan budaya antikorupsi
6. Mekanisme pelaporan pelaksanaan pemberantasan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bukunya mengenai panduan


memberantas korupsi mengelompokkan strategi pemberantasan korupsi
tersebut ke dalam 3 strategi berikut ini :

1. Strategi Represif
Strategi ini adalah strategi penindakan tindak pidana korupsi di mana
seseorang diadukan, diselidiki, disidik, dituntut, dan dieksekusi
berdasarkan saksi-saksi dan alat bukti yang kuat.
2. Strategi Perbaikan Sistem
Perbaikan sistem dilakukan untuk mengurangi potensi korupsi.
Caranya dengan kajian sistem, penataan layanan publik melalui
koordinasi, supervisi, pencegahan, serta mendorong transparansi
penyelenggara negara.
3. Strategi Edukasi dan Kampanye
Strategi ini merupakan bagian dari upaya pencegahan yang memiliki
peran strategis dalam pemberantasan korupsi. Melalui strategi ini akan
dibangun perilaku dan budaya antikorupsi. Edukasi dilakukan pada
segenap lapisan masyarakat sejak usia dini.
E. Tahapan Tahapan Penindakan
1. Penanganan Laporan Pengaduan Masyarakat
Pengaduan oleh masyarakat merupakan hal yang sangat penting
bagi KPK, namun untuk memutuskan apakah suatu pengaduan bisa
dilanjutkan ke tahap penyelidikan harus dilakukan proses verifikasi dan
penelaahan.
2. Penyelidikan
Apabila penyelidik menemukan bukti permulaan yang cukup
mengenai dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat
tujuh hari kerja penyidik melaporkan ke KPK.
3. Penyidikan
Dalam tahap penyidikan seorang yang ditetapkan tersangka tindak
pidana korupsi wajib memberikan keterangan kepada penyidik.
4. Penuntutan
Dalam tahap penuntutan, penuntut umum melimpahkan kasus ke
pengadilan Tipikor disertai berkas perkara dan surat dakwaan. Dengan
pelimpahan ini, kewenangan penahanan secara yuridis beralih kepada
hakim yang menangani.
5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Eksekusi)
Eksekusi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan
oleh jaksa. Untuk itu panitera mengirimkan salinan putusan kepada jaksa.
Dalam memahami upaya represif ini ada beberapa istilah status yang
penting dipahami.
F. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi
A. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah eksis di negara kita
sebagai sebuah lembaga antikorupsi yang kokoh dan kuat sejak tahun 2003.
KPK telah melaksanakan Strategi Perbaikan Sistem dan juga strategi
Edukasi dan Kampanye.Perbaikan sistem dilakukan untuk mengurangi
potensi korupsi.Caranya dengan kajian sistem, penataan layanan publik
melalui koordinasi/supervisi pencegahan serta mendorong transparansi
penyelenggaraan negara.
B. Ombudsman
Kata Ombudsman berasal dari bahasa Swedia kuno yang artinya
perwakilan. Lembaga Ombudsman yang perannya adalah sebagai penyedia
sarana bagi masyarakat yang hendak mengadukan apa yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah dan pegawainya.Lembaga ini juga berfungsi
memberikan pendidikan pada pemerintah dan masyarakat, mengembangkan
standar perilaku bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum.
G. Penyebab dan Motivasi Terjadinya Korupsi
Penyebab dan motivasi terjadinya korupsi di Indonesia sudah
merupakan hal yang biasa bahkan sudah membudaya, padahal korupsi
merupakan perilaku yang bertentangan dan melanggar moral serta hukum.
Pelaku seolah-olah tidak takut terhadap sanksi moral maupun sanksi
hukum jika melakukan tindakan korupsi. (Korupsi dapat terjadi di berbagai
kalangan, baik perorangan atau aparat, organisasi, maupun birokrasi atau
pemerintahan).
Factor umum :
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, penyebab korupsi secara umum dapat dirumuskan
sesuai dengan pengertian korupsi itu sendiri yang bertujuan mendapatkan
keuntungan pribadi/kelompok/keluarga/golongannya sendiri.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Boulogne atau sering disebut
GONE Theory bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
sebagai berikut :
1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah
yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi
atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan
oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar
4. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
ditemukan melakukan kecurangan Faktor-faktor Greeds dan Needs
berkaitan dengaan individu pelaku (aktor) korupsi yaitu individu atau
kelompok, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi dan merugikan pihak korban.
H. Ruang Lingkup Korupsi
Korupsi yang sekarang merajalela diindonesia, berakar pada masa
tersebut ketika kekuasaan bertumpu pada birokrasi patrimonial (weber)
yang berkembang pada kerangka kekuasaan feudal dan memungkinkan
suburnya nepotisme. Dalam struktur kekuasaan yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan,korupsi dan pencurian akan dengan mudah
berkembang (mochtar lubis, 1995).
kesepahaman pencegahan tindak pidana korupsi antara kemenkes dan
kpk :
1. Mendorong transparansi harta kekayaan pejabat dan seluruh
pegawai melalui LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara),
dimana sampai dengan 31 juni 2016 kepatuhan pelaporan LHKPN
Kemenkes mencapai 91,65%.
2. Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di lingkungan
kemenkes dimana sampai dengan 31 juni 2016 telah terbentuk 157 UPG di
pusat maupun satker di seluruh Indonesia. Adapun pelaporan gratifikasi
yang masuk ke UPG kemenkes s/d 31 juni 2016 sebanyak104 laporan.
3. Pendidikan budaya anti korupsi dengan mewajibkan materi anti
korupsi bagi mahasiswa pada politeknik kesehatan dan para peserta
pelatihan baik teknis maupun penjenjangan.
4. Terlibat secara aktif dalam kolaborasi tunas integritas bersama
KPK dan Kementrian dan Lembaga lainnya.
5. Penandatanganan komitmen pengendalian gratifikasi dengan mitra
kerja.
6. Mendorong terbitnya regulasi terkait pengendalian gratifikasi
khsusnya sponsorship tenaga kesehatan.
7. Transparansi pengadaan barang dan jasa.
I. Latar Belakang Pembentukan Kpk
UU nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana yang
mengantikan hukum acara pidana yang termuat dalam HIR (Herzien
Inlandsch Reglemen) Staatsblad 1941 nomor 44, telah ditentukan para
pejabat penegak hukum yang terlibat dalam proses pelaksanaan hukum
acara pidana beserta dengan fungsi,tugas dan wewenang masing-masing
dalam rangka menciptakan tegaknya hukum,keadilan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia,ketertiban dan kepastian hukum
dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan Negara atau perekonomian Negara. Jadi, unsure
dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri
dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara
untuk kepentingannya.
DAFTAR PUSTAKA

Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point pengantar perkulihan dan


pengertian korupsi
Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point langkah-langkah pemberantasan
korupsi
Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point penyebab dan motifasi korupsi
Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point jenis, perilaku, dan cirri korupsi
Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point ruang lingkup korupsi
Marthen kaseger, SE,. MM.2020 Power point peran dan fungsi kpk

Anda mungkin juga menyukai