Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM BISNIS

KERJASAMA BISNIS FRANCHISE

Dosen Pembimbing
Hj. Susiladewi, SE.MM.MH

Kelompok I (Satu)
Disususn Oleh:
Helmi Fuadi : 18310823
Monica Wulan S : 18310869
Sherly Amelia : 18310818

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
tentang “Kerjasama Bisnis Franchise” ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembuat dan pendengar
ataupun bagi kita semua. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Demikian kami ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca hasil karya ilmiah Saya.

Banjarbaru, 26 September 2019

Kelompok I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..…i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1. Latar Belakang...................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3. Tujuan Dan Manfaat..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3

2.1. Ciri-Ciri Kontrak Franchise................................................................................3

2.2. Ruang Lingkup Kontrak Franchise…………………………….……………....3

2.3. Teori yang Mendesak Kontrak Franchise ......................................................…4

2.4. Cara Berakhirnya Kontrak Franchise …………………………………………6

2.5. Penyelesaian Sengketa Kontrak Franchise ……………………………………7

BAB III PENUTUP.....................................................................................................10

3.1. Kesimpulan......................................................................................................10

3.2. Saran.................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keadaan sosial ekonomi Indonesia telah menunjukkan pada kita semua bahwa sebagian besar
aktifitas dunia usaha di Indonesia ini dilakukan oleh para pelaku usaha yang menyadarkan
diri pada Buku II dan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini membuat kita
mengakui bahwa beberapa bagian dari ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, khususnya yang mengatur tentang kebendaan dan perikatan ternyata masih relevan
bagi kehidupan dan aktifitas ekonomi. Meskipun dalam praktik kehidupan masyarakat saat
ini tumbuh dan berkembang kontrak innominat.

Secara rinci pembagian atau penggolongan kontrak ada yang membagi berdasarkan sumber,
nama, bentuk, aspek kewajiban maupun aspek larangannya. Di dalam pasal 1319 BW dan
artikel 1355 NBW ditegaskan dua jenis kontrak menurut namanya yaitu kontrak nominat dan
kontrak innominat. Kontrak nominat adalah kontrak yang dikenal dengan sebutan BW
misalnya sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam
meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan perdamaian. Sedangkan kontrak
innominat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, misalnya
seperti leasing, beli sewa, kontrak Rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan dan
production.

Segala sesuatu didunia ini erat hubungannya satu sama lain. Antara manusia dengan manusia,
manusia dengan kelompok, dan lain-lain. Dalam makalah ini akan membahas tentang
kontrak innominat, yang dikhususkan kepada franchise.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi ciri-ciri kontrak Franchise?
2. Apa saja ruang lingkup kontrak Franchise?
3. Apa saja teori yang mendukung tentang kontrak Franchise?
4. Bagaimana cara beralihnya kontrak Franchise?
5. Bagaimana penyelesaian sengketa kontrak Franchise?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Supaya kita mengetahui kerjasama bisnis Franchise.
2. Membahas tentang kerjasama bisnis Franchise.

Manfaatnya:
Agar mahasiswa dapat lebih memahami masalah tentang kerjasama bisnis ini dan juga
agar lebih meningkatkan pengetahuan yang lebih luas tentang hukum-hukum bisnis di
Negeri berkembang ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Ciri-Ciri Kontrak Franchise


1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari Franschise
Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis secara
sukses yang selurus aspeknya berasal dari franchisor. Franchisor akan mengembangkan
suatu cetak biru sebagai dasar pengelolaan waralaba format bisnis tersebut.
2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis yang
sesuai dengan konsep franchisor.
Franschise akan diberikan pelatihan mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk
mengelola bisnis sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat franchisor. Pelatihan ini
biasanya menyangkut pelatihan penggunaan peralatan khusus, medote pemasaran,
penyiapan produk, dan penerapan proses.
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak franchisor.
Franchisor akan terus menenurus memberikan berbagai pelayanan, tergantung pada tipe
format bisnis yang diwarabalakan.

2.2. Ruang Lingup Kontrak Franchise

Jika dilihat dari ruang lingkup dan konsepnya, kontrak Franchise berada pada kontrak lisensi
dan distributor. Dengan adanya pemberian izin oleh pemegang Hak Milik Intelektual atau
know-how lainnya kepada pihak lain untuk menggunakan merek ataupun prosedur tertentu
merupakan unsure dari perjanjian lisensi, sedangkan disisi lain adanya quality control dari
franchisor terhadap produk-produk pemegang lisensi yang harus sama dengan produk-produk
lisensor yang seakan-akan franchisor merupakan distributor.

Sebagaimana dalam kontrak lisensi, pemegang Franschise wajib membayar sebuah royalty
untuk penggunaan merek dagang dan proses pembuatan produk yang besarnya ditetapkan
berdasarkan perjanjian. Royalty kadang-kadang bukan dari persentase keuntungan melainkan
dari berapa unit. Selain membayar royalty, pemegang Franschise juga dikenakan kewajiban
yang telah ditetapkan oleh franchisor untuk mendesain perusahaannya sedemikian rupa
sehingga menyerupai dengan desain franchisor. Berkaitan dengan manajemen, franchisor
memberikan asistensi dalam hal manajemen kepada pemegang franchise yang franchisor
telah menetapkan harga dan menarik tarif untuk asistensi tersebut. Berkaitan pembuatan
produk, pemegang Franchise diwajibkan membeli bahan baku dari franchisor, hal ini
dilakukan demi quality control. Namun, dipihak lain melalui kontrak lisensi maupun
Franchise diharapkan terjadinya alih teknologi antara lisensor/franchisor terhadap
lisensi/franchise.
2.3. Teori yang Mendukung Kontrak Franchise

Kontrak Sosial: Hobbes


Hobbes menyatakan bahwa secara kodrat manusia ini sama satu sama lainnya. Masing-
masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang
menggerakkan tindakkan mereka. Appetites manusia yaitu hasrat atau nafsu akan kekuasaan,
akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions mnausia yaitu
keengganan untuk hidup sensara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia
itu tidak terbatas. Untuk memenusi hasrat atau nafsu tidak terbatas itu, manusia memiliki
suatu power. Setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan
menggunakan powernya masing-masing, maka yang telah terjadi adalah benturan kekuatan
antar manusia, yang memiliki tingkat keengganan untuk mati.
Mengenai semua hal di atas, Hobbes menulis sebagai berikut:
“So that in the first place, I put a general inclination of all mankind, a perpetuall and
restlesse desire of Power after Power, that ceaseth in Death. And the cause of this, is not
intensive delight, than he has already attained to: or that he cannot with a moderate power,
but because he cannot assure the power and means to live well, which he hath present,
without the acquisition of more” ( Thomas Hobbes, Leviathan, Harmandsworth, Middlesex:
Penguin Book Ltd, 1651, cetak ulang tahun 1983, h, 161)

Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah, terdapat perjuangan
unntuk kekuatan dari manusia atas manusia yang lain. Dalam kondisi alamiah seperti itu
manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam.

Karena kondisi alamiah tidak makan dengan akal manusia berusaha menghindari kondisi
perang satu dengan yang lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan
penciptaan ini manusia tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi
sipil. Caranya yaitu dengan anggota masing-masing masyarakat mengadakan kesempatan
diantara mereka untuk melepaskan hak-hak mereka dan mentranfes hak-hak itu kepada
beberapa orang atau lembaga yang akan menjaga kesepakata agar terlaksana denga
sempurna. Untuk itu orang atau lembaga harus diberi hak sepenuhnya untuk menggunakan
semua kekuatan dari masyarakat.

Beberapa orang atau lembaga itulah yang memegang kedaulatan penuh. Tugasnya adalah
menciptakan dan menjaga keselamatan rakyat (the safety of the people Hobbes:376).
Masyarakat sebagai pihak yang menyerahkan hak-hak mereka, tidak mempunyai hak lagi
untuk menarik kembali atau menuntut ataupun mempertanyakan kedaulatan penguasa, karena
pada prinsipnya penyerahan total kewenangan itu sendiri pilihan masuk akal dari upaya
mereka untuk lepas dari perang satu dengan kainnya yang mengancam hidup mereka. Di lain
pihak, pemegang kedaulatan tidak bisa digugat, karena pemegang kedaulatan itu tidak terikat
kontrak dengan masyarakat. Jelasnya, yang mengadakan kontrak adalam masyarakat sendiri,
sehingga istilahnya adalah kontrak social, bukan kontrak antara pemeritah dengan yang
diperintah.

Kontrak Sosial: Locke


Locke memulai dengan mengatakan kodrat manusia adalah sama antara satu dengan lainnya.
Akan tetapi berbeda dari Hobbes, Locke mengatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin
memenuhi hasrat dengan power tanpa memindahkan manusia lainnya. Menurut Locke,
manusia di dalam dirinya mempunyai akal dalam dirinya yang mengajar prinsip bahwa
menjadi sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak kehidupan
manusia lainnya. Oleh karena itu, kondisi alamiah menurut Locke sangat berbeda dari
kondisi alamiah menurut Hobbes. Menurut Locke, dalam kondisi alamiah sudah terdapat
pola-pola pengaturan dan hokum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang
dapat menentukan apa yang benar dan apa yang salah dalam pergaulan antar sesame.

Masalahnya ketidak nyamanan dan ketidak tentraman kemudian muncul. Menurut Locke,
karena beberapa hal. Pertama, apabila semua orang dipandu oleh akal murninya maka tidak
akan terjadi masalah. Akan tetapi, yang terjadi beberapa orang dipandu oleh akal yang telah
dibiarkan (terbias) oleh dorongan-dorongan kepentingan pribadi, sehingga pola-pola
pengaturan dan hokum alamiah menjadi kacau. Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu
dapat memberi sanksi kepada pelanggar aturan dan hokum yang ada, karena pihak yang
dirugikan itu tidak mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan sanksi.

Oleh karena kondisi alamiah, beberapa orang yang memiliki kekuatan tidak menjamin
keamanan penuh, maka seperti halnya Hobbes, Locke juga menjelaskan tentang upaya untukl
lepas dari kondisi yang tidak aman, menuju ke kondisi yang aman secara penuh. Manusia
menciptakan kondisi artifisial (buatan) dengan cara mengadakan kontrak social. Masing-
masing abggota masyarakat tidak menyerahkan sepenuhnya semua hak-haknya, akan tetapi
hanya sebagian saja. Antara pihak (calon) pemegang pemerintahan dan masyarakat tidak
hanya hubungan kontraktual, akan tetapi hubungan saling percaya (fiduciary trust).

Locke menegaskan bahwa ada 3 pihak dalam hubungan saling percaya, Yaitu:
1. Yang menciptakan kepercayaan (the trustor).
2. Yang diberi kepercayaan (the trustee).
3. Ysng menarik manfaat dari pemberian kepercayaan (the beneficiary).

Antara trustor dan trustee terjadi kontrak yang menyebutkan bahwa trustee harus patuh
pada beneficiary, sedangkan antara trustee dan beneficiary tidak terjadi kontrak sama
sekali. Trustee hanya menerima obligasi dari beneficiary secara sepihak.

Dari pemahaman dari hubungan yang saing percaya dan kontraktual itu hanya tampak
bahwa pemegang pemerintahan atau yang diberi kepercayaan mempunyai hak-hak dan
kewenangan yang dangat terbatas, karena menurut Lock masyarakatlah yang dapat
bertindak sebagai trustor sekaligus beneficiary.

Dari uraian Locke, tampak nyata bahwa sumber kewenangan dan pemegang kewenangan
dari teori Locke tetaplah masyarakat. Oleh karena itu kewajiban dan kepatuhan politik
masyarakat kepada pemerintah hanya berlangsung selama pemerintah masih dipercaya.
Apabila hubungan kepercayaan (fiduciary trust) putus, pemerintah tidak mempunyai dasar
untuk melaksanakan kewenangannya, karena hubungan kepercayaan dan kontraktual sifatnya
adalah sepihak. Kesimpulan demikian ini tentu amat bertolak belakang dari kesimpulan yang
dihasilkan oleh Hobbes.

2.4. Cara Berakhirnya Kontrak Franchise

Berakhirnya kontrak selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak,
yaitu pihak kreditur dan pihak debitur tentang sesuatu hal. Pihak kreditur adalah pihat atau
orang yang berhak atas suatu prestasi. Sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban
untuk memenuhi prestasi. Sesuatu hal disini bisa berarti segala perbuatan hokum yang
dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli utang oiutang, sewa menyewa dan lain-lain.

Di dalam Rancangan Undang-Undang Kontrak telah ditentukan tentang berakhirnya kontrak.


Pengakhiran kontrak dalam rancangan itu diatur dalam Pasal 7.3.1 aampai dengan pasal
7.3.5.
Ada 5 hal yang diatur dalam pasal tersebut, yaitu:
1. Hak untuk mengakhiri kontrak.
2. Pemberitahuan pengakhiran.
3. Ketidak pelaksanaan yang sudah di antisipasi.
4. Jaminan yang memadai dati ketidak pelaksanaan tersebut.
5. Pengruh dari pengakhiran secara umum.

Hak untuk mengakhiri kontrak diatur pada Pasal 7.3.1 yang berbunyi “suatu pihak dapat
mengakhiri kontrak tersebut dimana kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajibanpada
tingkat ketidak pelaksanaan yang mendasar, yaitu:
1. Ketidak pelaksanaan tersebut pada prinsipnya telah menghilangkan hak dari pihak
yang dirugikan untuk mengharapkan apa yang terjadi sesuai dengan kontrak tersebut,
kecuali pihak lainnya tidak dapat menduga bagaimana hasilnya.
2. Kesesuaian yang sangat ketat dengan kewajiban yang tidak dilaksanakan yaitu
penting sesuai dengan kontraknya tersebut.
3. Ketidak pelaksanaan tersebut telah dilakukan secara sengaja atau karena
kecerobohan.
4. Ketidak pelaksanaannya tersebut memberikan kepada pihak yang dirugikan.
Alasannya agar percaya bahwa pihak tersebut tidak dapat menyadarkan diri pada
pelaksanaan dimasa yang akan dating pada pihak lainnya.
5. Pihak yang tidak dapat melaksanakan akan menderita kerugian yang tidak
proporsional sebagai persiapan dari pelaksanaan apabila kontral, diakhiri (Pasal 7.3.1
Rancangan Undang-Undang Kontrak).

Setiap kontrak yang diakhiri salah satu pihak maka ia haus memberitahukannya kepada pihak
lainnya. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional juga diatur
secara rinci tentang berakhirnya perjanjian internasional.
Ada 8 cara berakhirnya perjanjian internasional, yaitu:
1. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang diciptakan dalam perjanjian.
2. Tujuan perjanjian telah tercapai.
3. Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian.
4. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian.
5. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama.
6. Muncul norma-norma baru dalam Hukum Internasional.
7. Objek perjanjian hilang.
8. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Disamping ke delapan cara berakhirnya perjanjian sebelum waktunya. Di dalam pasal itu
disebutkan bahwa:
“Perjanjian internasional berakhir sebelum waktunya, berdasarkan kesepakatan para pihak,
tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan
belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut”.

2.5. Penyelesaian Sengketa Kontrak Franchise

A. Jalur pengadilan
Proses di pengadilan ini pada umumnya akan diselesaikan melalui usaha perdamaian oleh
hakim pengadilan perdata. Perdamaian biasa dilakukan di luar pengadilan. Jika hal ini
bisa tercapai, maka gugatannya akan dicabut oleh penggugat atau tanpa persetujuan
tergugat. Tetapi perdamaian pun dapat terselesaikan di muka pengadilan. Perdamaian ini
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan vonis hakim.

Apabila jalan perdamaian tidak dapat terselesaikan oleh para pihak, proses
penyelesaiannya biasanya akan memakan waktu yang panjang. Sebab memalui tiga
tingkatakn proses pengadilan. Minimal akan di jalani sampai pada proses final, yaitu
memulai dari gugatan pengadilan negeri, proses banding ke pengadilan tinggi, dan
berakhir ke proses kasasi ke Mahkamah Agung. Kondisi demikian ini sering terjadi di
Indonesia. Artinya proses pengadilan yang diharapkan Undang-Undang dilaksanalan
secara sederhana, ringan, dan cepat, tetapi belum dapat terwujud.
B. Jalur Arbitrase
Kata arbitrase sebenarnya berasal dari bahasa latin arbirare, yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaannya. Kebijaksanaan yang dimaksud
tidaklah berarti mengindahkan nomra-norma hukum dan semata-mata hanya
bersandarkan kebijaksanaan saja. Dengan kata lain, Arbitrase adalah proses penyelesaian
atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang berdasarkan
persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada keputusan yang diberikan oleh para
hakim yang mereka pilih atau mereka tunjuk.

Hukum arbitrase yaitu bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila 2 orang atau pihak
yang terlibat dalam suatu sengketa mengadakan persetujuan dan mereka menunjuk
seorang pihak ke tiga yang mereka berikan wewenang untuk memutuskan sengketa. Para
pihak dalam perjanjian yang menghendaki agar penyelesaian sengketa yang timbul akan
diselesaikan dengan arbitrase, dapat mempergunakan salah satu dari 2 cara yang dapat
membuka jalan timbulnya perwasitan, yaitu:
 Dengan mencantumkan klausul dalam perjanjian pokok, yang berisi bahwa
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akan diselesaikan dengan peradilan
wasit. Cara ini disebut dengan pactum de compromittendo.
 Dengan suatu perjanjian tersendiri, di luar perjanjian pokok. Perjanjian ini dibuat
secara khusus bila telah timbul sengketa dalam melaksanakan perjanjian pokok.
Surat perjanjian semacam ini disebut “akta kompromis”.

Dengan menggunakan lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa, minimal ada 3


keuntungan yang dapat diperoleh, yaitu:

 Waktu yang cepat.


 Adanya orang-orang ahli.
 Rahasia para pihak terjamin.

Dalam prakteknya ada 2 macam arbitrase, yaitu:

1. Arbitrase aad-holc voluntair


Arbitrase adholc/voluntair adalah suatu majelis wasit atau wasit tunggal yang di
dalam menjalankan tugasnya hanya sekali saja, setelah itu bubarlah majelis arbiter
wasit tunggal itu. Selain tidak mempunyai peraturan atau prosedur tentang tata cara
pengangkatan arbiter, mereka juga tidak mempunyai peraturan atau prosedur yang
mengatur bagaimana tata cara pemeriksaan sengketa.
2. Arbitrase sebagai permanent body arbitration
Merupakan suatu badan arbitrase yang mempunyai peraturan atau prosedur dan tata
cara pemeriksaan sengketa. Yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing yaitu
putusan yang dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase atau arbiter perorangan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, ataupun putusan suatu badan arbitrase atau
arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum RI dianggap sebagai suatu putusan
arbitrase asing yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Kepres No. 34 Tahun
1981 Lembaga Negara Tahun 1981 No. 40 Tanggal 5 Agustus 1981(pasal 2 Perma 1
Tahun 1990).
Adapun syarat agar putusan arbitrase asing dapat dilakukan, ysitu:
 Putusan itu dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan
disuatu Negara yang dengan Negara Indonesia terikat dalam suatu konversi
internasional perihal pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase asing.
 Keputusan tersebut terbatas pada ketentuan hukum Indonesia yang termasuk
dalam ruang lingkup dagang.
 Putusan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban hukun.
 Putusan tersebut dapat dilaksanakan setelah memperoleh exequatur dari
Mahkamah Agung.
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Dalam perkembangan zaman, banyak hal yang berubah dari segala hal, maupun dari cara pandang,
cara hidup, bahkan aturan-aturan barupun bermunculan, sehingga banyak hal yang berubah,
sehingga aturan yang mengaturpun ikut berubah. Namun dari hal ini hanya membahas bentuk
kontrak diluar Kibat Undang-Undang Perdata, yaitu Franchise yang memberi wawasan yang sangat
baik untuk perkembangan ilmu pendidikan saat ini.

Dalam kontrak inipun akan membawa kita tentang semua hal yang baru, karena kontrak ini adalah
kontrak yang baru berkembang dalam dunia usaha. Dengan begitu makalah ini akan membimbing
kita semua kea rah yang lebih modern dalam menjalani perjanjian sehari-hari. Dengan contoh yang
ada makan akan lebih mempermudahkan kita dalam mempelajari kontrak ini.

3.2.Saran

Pada masa sekarang dalam menjalani kehidupan tidak hanya terpaku dalam sebuah permasalahan
yang lama saja, seperti kontrak yang hanya ada dalam BW saja, tetapi kontrak semua ini sudah
berkembang secara pesat dalam masyarakat saat ini.

Maka diharapkan kepada semua teman-teman kelas reg c pagi ini semoga dapat memahami semua
isi yang tertulis dalam makalah ini agar dapat memahami kontrak-kontrak yang ada di luar dari
hukum perdata yang telah diatur dalam BW.
DAFTAR PUSTAKA

 http://adityoariwibowo.wordpress.com./2013/02/05/551/
 http://radhitisme,blogspot.com/2009/02/teori-kontrak-sosial-ldari-hobbes-locke.html
 http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/berakhirnya-perjanjian.html
 http://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/02/09/tinjauan-tentang-perjanjian-kontrak-
franchise-waralaba/
 https://www.academia.edu/14785349/Makalah_hukum_bisnis?auto=donwload

Anda mungkin juga menyukai