Anda di halaman 1dari 17

KEARIFAN LOKAL: PENGEMBANGAN KAPASITAS MITIGASI BENCANA DI

DESA UMBULHARJO, KABUPATEN SLEMAN, DIY

Achmad Nur, Dedi Setyadi, Yohana Suryana,


Marita Ahdiyana

Achmadnur40@gmail.com

Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK

Indonesia dilalui cincin api yang menjadikan sebagian wilayahnya rentan akan potensi bencana
gunung api. Pada sisi yang lain, kearifan local yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan rentan dapat
dijadikan modal dalam mitigasi bencana yang berkembang dewasa ini. Sehingga, penelitian ini
menjadi penting untuk dilakukan dengan menggunakan konsep pengembangan kapasitas oleh Merilee
S. Grindle. Penelitian ini mendeskripsikan kearifan lokal masyarakat lereng selatan Gunung Merapi
serta kapasitas mitigasi bencana masyarakat di Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY. Metode
yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dari Juli hingga
Agustus 2019 dengan pengambilan data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Desa Umbulharjo
merespon interaksi kearifan lokal yang sesuai dengan kebutuhan tindakan mitigasi diintegrasikan
dalam kerja-kerja mitigasi bencana bersama dengan masyarakat. Namun demikian, masih terdapat
masyarakat yang meyakini keyakinan mitos yang berkembang sedari dulu. Hal tersebut merupakan
tantangan disamping terdapat dukungan berupa kontribusi aktif pemuda desa.

Kata kunci: Mitigasi bencana, kearifan lokal, pengembangan kapasitas.

ABSTRACT

Indonesia is traversed by a ring of fire which makes parts of its territory vulnerable to potential
volcanic disasters. On the other hand, the local wisdom of the people around vulnerable areas can
actually be used as capital for the current disaster mitigation efforts. So, this research is important to
do. In this research, it describes the local wisdom of the Merapi slope community and the disaster
mitigation capacity of the Merapi slope community precisely in Desa Ambharharjo, Cangkringan,
Sleman, DIY.

The method used is descriptive-qualitative. The study was conducted for 2 months from July to
August 2019 with primary data collection from informants and secondary data from the literature
collected by interview, observation and documentation.

Local wisdom and disaster management organizations from the government carry out synergy and
more important that the interaction of local wisdom on disaster mitigation efforts is inseparable from
the role of the Umbulharjo Regional Government and the elements in society. In addition, the use of
local wisdom is also carried out in accordance with the willingness that not all local wisdom can be
used as a sign that an eruption will occur or provide benefits in mitigation.

Keywords: volcanic disaster mitigation, local wisdom, volcanic disaster mitigation, capacity
development.
PENDAHULUAN
Secara geografis, Indonesia berada pada kawasan rawan bencana. Keberadaan
gunungapi sebagai konsekuensi ring of fire cukup menggambarkan bahwa potensi bencana
dapat terjadi kapan saja. Bencana tersebut dapat berupa gempa bumi maupun letusan gunung
api. Namun demikian, belum tentu, setiap masyarakat rawan bencana sadar dan memiliki
kapasitas untuk menyelamatkan diri ketika dalam situasi gaduh akibat bencana alam. Pada sisi
lain, penanggulangan bencana memerlukan kemapanan konsep dan keberterimaan secara
umum oleh masyarakat rawan bencana. Bencana datang tiba-tiba, sehingga Bogard (1988:
164) menyatakan bahwa ketidakpastian akan senantiasa ada pada proses mitigasi.
Masyarakat lereng selatan Gunung Merapi memiliki kearifan lokal berkenaan dengan
mitigasi bencana letusan gunungapi. Pasca erupsi tahun 2010, Purnomo dan Hariyono (2014:
20), menyatakan setidaknya dapat dibedakan menjadi dua pemaknaan mitigasi kultural dan
struktural. Secara kultural, titen, misalnya, berdasarkan pengalaman hidup menjadi kelemahan
pada proses mitigasi karena eksistensinya dibatasi waktu. Sedangkan, secara struktural, pada
masa lampau lebih bersifat top down yang seakan-akan mengesampingkan pemahaman
masyarakat, yang justru akan memperbesar potensi jatuhnya korban jiwa. Hal ini selaras
dengan pendapat Bogards (dalam Kusumawardhani, et. al., 2012: 222), bahwa tinggi
rendahnya ancaman bahaya dari bencana alam dan kerentanan di satu pihak dan kapasitas di
pihak lain, akan menentukan besar kecilnya risiko yang akan terjadi.
Kearifan lokal yang sudah turun-temurun terjadi secara alamiah. Kearifan lokal sebagai
sebuah kecerdasan tradisional menjadi modal yang berharga pada upaya pengembangan
pengelolaan kebencanaan yang efektif (Setyawati, et., al., 2015: 108). Disisi yang lain,
kecerdasan tradisional dapat menjadi kekayaan yang keberadaannya perlu dipertahankan.
Kecerdasan tradisional masyarakat lereng selatan gunung merapi yang cukup familiar dewasa
ini berupa semiotika faunal dan semiotika fisikal. Hal ini direpresentasikan oleh perilaku
hewan yang melakukan migrasi ke daerah yang lebih jauh dari puncak gunung. Sedangkan,
semiotika fisikal yang ditandai dengan peningkatan suhu udara pada saat akan terjadi bencana
erupsi. Namun demikian, generasi muda kurang memahami kecerdasan tradisional, tetapi
tetap antusias dalam penanggulangan bencana (Kusumawardhani, et. al., 2012: 234). Dengan
melihat fenomena sosial tersebut, maka aspek pengembangan kapasitas dalam mitigasi
bencana akan menjadi bahasan penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana eksistensi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat sekitar dalam mitigasi bencana?
2. Bagaimana pembangunan kapasitas mitigasi bencana masyarakat berdasa pada kearifan
lokal yang dimiliki?

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif digunakan
untuk menjelaskan gejala-gejala yang dijumpai secara terperinci. Metode deskriptif
dikombinasikan dengan metode deskriptif, yang berusaha mengungkap sebab akibat yang
timbul secara empirik di lapangan (Sunarto, 2011: 7-8). Data didapatkan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian terdiri dari BPBD Kabupaten Sleman, Kaur
Pemerintahan Pemerintah Desa Umbulharjo dan Tokoh Masyarakat. Obyek penelitian ini
adalah kearifan lokal dalam bentuk mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat lereng Gunung
Merapi tepatnya di wilayah Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengungkapkan eksistensi kearifan lokal di Desa
Umbulharjo dalam rangka mitigasi bencana yang dijabarkan sebagai berikut.
a. Eksistensi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat lereng selatan Gunung Merapi dalam
mitigasi bencana
Mitigasi bencana dilakukan dengan mengelola komunikasi dengan stakeholder yang
ada. Komunikasi dilakukan dengan beberapa cara. Dalam lingkup pemerintahan, secara
formal diakukan dengan forum koordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Komunikasi
non verbal juga dilakukan oleh Pemdes Umbulharjo. Pola komunikasi ini dilakukan dengan
menggunakan papan informasi maupun tanda-tanda yang mendukung internalisasi kesadaran
masyarakat dalam mitigasi bencana. Beberapa tanda tersebut seperti pada Gambar .menunjukkan
bahwa upaya Pemdes bukan hanya pada tataran konsep saja melainkan sudah melangkah lebih maju
dengan memanfaatkan ruang publik sebagai media edukasi. Penggunaan ruang publik seperti yang
dilakukan Pemdes Umbulharjo pada dasarnya merupakan tindakan preventif sekaligus edukatif.

Gambar 4.3 Sarana Komunikasi Non-verbal


Sumber: Peneliti

Kearifan lokal dalam kaitannya dengan mitigasi bencana dimaknai sebagai nilai-nilai
yang ada di lingkungan sosial masyarakat namun kini tidak lagi berwujud utuh tapi
masyarakat meyakini infomasi bencana dari apa yang dilihat. Ini merupakan hasil positif dari
intervensi ilmu pengetahuan modern dan teknologi jika kaitannya dengan upaya pengurangan
korban jiwa jika terjadi erupsi. Namun, jika pewarisan budaya tidak lagi dilakukan, generasi
masa depan tidak akan mengetahui nilai-nilai lama yang pernah berlaku di desa. Hal ini
dikatakan Pak Asih sebagai berikut.
“masyarakat kalau yang seperti itu tidak ada. Kalau secara langsung atau secara alami,
itu masyarakat kalau ada suara gemuruh atai dengar suara koyo batu ngglinding. Tapi
ndak kelihatanwong itu kabut. Itu ada sok gludak-gludak. Itu yang dipercaya
masyarakat tapi semisal pring gesekan, suoro jangkrik, sekarang sudah tidak dipercaya
lagi” (Wawancara pada 17 November 2019)
Pada dasarnya, menurut pendapat Pak Asih, nilai-nilai lokal sebagai konsensus akan
terjadi erupsi merapi sudah ada sejak dulu. Hanya saja masyarakat kini lebih realistis
memandang fenomena alam. Masyarakat tidak lagi mengambil tindakan hanya berdasar
intuisi melainkan mulai mencari bukti dari kabar berita yang diberikan lembaga publik. Akan
tetapi, bukan berarti tidak ada lagi kearifan lokal yang masih eksis di tengah-tengah
masyarakat Desa Umbulharjo.

Namun demikian bukan berarti masyarakat tidak menghargai warisan budaya


leluhurnya. Terdapat kearifan lokal yang menjadi sarana edukasi mitigasi bencana di Desa
Umbulharjo. Kearifan lokal tersebut dipertahankan karena memberi manfaat kepada
masyarakat. Manfaat yang didapat disesuaikan dengan bentuk aktivitas dari kearifan lokalnya.
Dua yang menjadi perhatian peneliti pada kajian kali ini adalah menjaga kelestarian tanaman
bambu dan Upacara Labuhan.

b. Pembangunan kapasitas mitigasi bencana masyarakat lereng selatan Gunung Merapi


berdasarkan kearifan lokal
Kerja-kerja mitigasi bencana di Desa Umbulharjo sudah mulai mengakui
kebermanfaatan penggunaan teknologi. Akan tetapi, tetap ada upaya menjalankan kearifan
lokal sebagai sarana komunikasi dengan masyarakat. Hal ini selaras dengan pernyataan Pak
Sriyono sebagai berikut. Sejalan dengan hal tersebut, BPBD Kabupaten Sleman senantiasa
menghimbau agar masyarakat patuh pada pemberitahuan dari Pemerintah seperti berikut.
“kita itu wajib hukumnya mensosialisasikan data-data yang dari BPPTKG ke
masyarakat. Setiap kali ada informasi maka setiap dukuh meyiarkan di masjid-masjid
atau mushola-mushola untuk diketahui masyarakat.” (Wawancara Bapak Joko tanggal 4
September 2019)
Sehingga informasi tersebut membantu proses mitigasi bencana. Penggunaan tempat-
tempat publik yang biasa digunakan masyarakat seperti masjida dan mushola merupakan cara
lain mendekatkan diri dengan masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang dahulu lebih
menggunakan titen lebih terbantu dengan adanya penyebarluasan informasi yang lebih cepat,
tepat dan informatif.
Kegiatan sosialisasi menjadi ujung tombak dalam mengurangi kerentanan masyarakat
terhadap bencana erupsi merapi. Pemdes Umbulharjo berupaya menjalin komunikasi dengan
masyarakat dengan menggunakan media sosial. Kebutuhan akan kecepatan dan ketepatan
berita menjadi dorongan mengapa sosialisasi dengan menggunakan media sosial dilakukan.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Sriyono berikut:
“dari pemerintah desa sendiri kita mensosialisasikan mengenai perkembangan merapi
kepada masyarakat baik melalui pak dukuh, tokoh masyarakat maupun melalui grub
whatsapps, menyebar beberapa publikasi seperti tim penanggulangan bencana dll agar
mempermudah komunikasi kita” (Wawanccara pada 30 Agustus 2019 )
Hal tersebut karena fleksibilitas sosialisasi yang dilakukan melalui kegiatan apa saja
yang dilakukan masyarakat. Akan tetapi, dalam interaksi sosial masyarkat masih
menggunakan weton sebagai penanggalan kegiatan rutinan. Masyarakat menilai penanggalan
jawa lebih mudah diingat dan akan memudahkan mereka untuk mengatur waktu agar dapat
hadir. Hal ini disampaikan oleh Pak Asih sebagai berikut.
“soale warga masyarakat ki nek nggo tanggal ke sok lali. Ning nek nganggo dino eee
malem minggu legi kui malah hapal. Soale apale dino. Dino pasaran. Bedo karo wong kota”
(Wawancara pada tanggal )
Pemdes Umbulharjo juga melakukan pelatihan keterampilan yang berkaitan dengan
mitigasi bencana. Pernyataan mengenai hal ini disampaikan oleh Bapak Sriyono berikut ini:
“pelatihan ada. Misalnya utuk pelayanan pengungsi, ada dapur umum, logistik,
ketesediaan obat-obatan seperti pertolongan pertama, ada manajemen (kebencanaan) juga.”
(Wawancara pada 30 Agustus 2019)
Pemdes Umbulharjo bekerjasama dengan pihak terkait yang akan membantu kesuksesan
pelatihan. Selain bekerjasama dengan instansi vertikal maupun horizontal, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) juga dilibatkan. Hanya saja, keterlibatan LSM sesuai dengan kerja-kerja
sosial yang diusung masing-masing. Pemdes Umbulharjo merespon positif kehadiran LSM
dalam upaya mitigasi seperti berikut:
“Kalau kemarin cukup membantu. Karena dia bisa menyediakan sesuatu yang belum
tenttu pemerintah bisa sediakan. Misalnya kayak tandon air. Itu dari IOM itu. Karena kita kan
butuh. Karena jaringan air kita terputus. Sementara kita mengandalkan dari tangki. Tapi
tangki kan perlu tandon. Sedangakan kalau harian kan kita jarang menggunakan tandon.
Karena saluran air kita lancar, jadi lebih sering menggunakan pipa.” (Wawancara pada 30
Agustus 2019 )
Penguatan kapasitas keorganisasian menjadi hal penting dalam proses mitigasi bencana
di Desa Umbulharjo. Penguatan tersebut didukung dengan karakteristik masyarakat yang
menokohkan seseorang tertentu sebagai panutan. Dahulu Mbah Marijan merupakan tokoh
yang dijadikan panutan. Setelah beliau wafat digantikan oleh Bapak Asih. Hal ini
disampaikan oleh Bapak Sriyono berikut.
“kita memposisikan (menokohkan) pak aseh (setelah Mbah Marijan), kebetulan pak
aseh kan ketua RT. Sehingga kalau ada pembinaan-pembinaan kita undang. Jadi kalau ada
sosialisasi tentang merapi, beliau kita undang.” (Wawancara pada 30 Agustus 2019)
Dalam rangka mendukung kegiatan mitigasi bencana, Pemdes Umbulharjo membentuk
Kampung Siaga Bencana (KSB) Desa Umbulharjo. Pembentukan KSB dilatar belakangi
bahwa Desa Umbulharjo berada pada kawasan rentan. KSB dibentuk pada tanggal 8 Agustus
2011 bertempat di Balai Desa Umbulharjo. KSM dibina oleh Dinas Sosial DIY. Pada tahun
ini, susunan tim KSB didasarkan pada Keputusan Kepala Desa Umbulharjo Nomor
45/Kep.KD/2018 Tentang Pembentukan Kampung Siaga Bencana Desa Umbulharjo Tahun
2018. Legalitas tersebut dilakukan dengna pertimbangan bahaw kondisi desa Umbulharjo
merupakan desa rawan bencana. Berikut adalah susuna tim KSB sesuai peraturan tersebut.
Tabel 4.6 Susunan Tim Kampung Siaga Bencana Desa Umbulharjo
Posisi Nama Keterangan
Penanggung Jawab : Suyatni Kepala Desa
Umbulharjo
Posisi Nama Keterangan
Koordinator : Sriyono Tagana
Wakil Koordinator : Cahyo Nugroho Ketua BPD
Sekretaris : Suranta Sekretaris Desa
Purnomo W. Anggota BPD
Bendahara : Erinawati Staf Kasi
Pemerintahan
Dasimun Tokok Masyarakat
Posko
Koordinator : Suryadi Kaur Perencanaan
Anggota : Trianita R. Staf Desa
Siti Nurul Jannah KT
Cindy KT
Surono Dukuh Gondang
Endri Pentingsari
Seksi Logistik
Koordinator : Suryadi BPD
Anggota : Paidi RN Kaur Tata Usaha dan
Misman Umum
Sutarno Kasu Pelayanan
Haryono BPD
Fitri Eryanti Staf Desa
Painten Staf Desa
Sunarto Karanggeneng
Soesy Hendarti Plosorejo
Tryandaru BW Karanggeneng
Pardi Bendosari
Aneta Putri A Tagana
KT
Seksi Dapur Umum
Koordinator : Dian Anggraini Ketua PKK
Anggota : Suharyatun Kedungsriti
Aminah Pelemsari
Sri Maryati Pangukrejo
Endang Gondang
Sri Lestari Grogol
Maryanti Balong
Anti Sukarni Plosorejo
Susi Karanggeneng
Sutinah Grogol
Listitik Pentingsari
Supriyati Bendosari
Joko KT
Dwi KT
Sriyanta BPD
Windarta BPD
Eko Riyono BPD
Ayu Munarwati Tagana
Yudiyanto Tagana
Parsi Tagana
Seksi Hunian
Sementara : Sugeng Sunarto Kasi Kesejahteraan
Posisi Nama Keterangan
Koordinator : Sugeng Setyono Tangkisan
Anggota Marsudi BPD
Trubus MG BOD
Samidi BOD
Giri Sukarno Grogol
Sutrisno Balong
Sarmin Plosokerep
Wagimin Karanggeneng
Samidi Karanggeneng
Mesiran KT
Seksi Evakuasi
Koordinator : Subagyo Pangukrejo
Anggota : Ramijo Pelemsari
Rejo Mulyono Pentingsari
Dalimin Kedungsriti
Irawan BPD
Nur Cahyo A KT
Bayu Hindra W KT
Eko Prasetyo KT
M Yusuf Gambretan
Seksi Keamanan
Koordinator : Slamet Riyadi Bhabinkamtibmas
Anggota : Parjana Babinsa
Tri Ningsih Linmas
Daliman Linmas
Ngatimin Linmas
Sumber: Keputusan Kepala Desa Umbulharjo Nomor 45/Kep.KD/2018 Tentang
Pembentukan Kampung Siaga Bencana Desa Umbulharjo Tahun 2018.
Kegiatan KSB mengacu kepada kebutuhan dari setiap bidang yang dilaksanakan.
Kegiatan tersebut dapat digolongkan kedalam kegiatan rutin dan kegiatan insidental yang
dijabarkan sebagai berikut.
1) Kegiatan rutin
a) Kegiatan rutin dan latihan Tim KSB
Tanggal : setiap tanggal 5 atau pada awal bulan
Tempat : Balai Desa Umbulharjo
b) Penataan lumbung sosial. Kegiatan ini dilakukan setiap sebulan sekali pada tanggal 1 akan
tetapi setiap hari senin koordinator akan mengecek kondisi lumbung.
2) Kegiatan Insidental
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menyesuaikan kebutuhan yang terbagi menjadi
tiga bagian, diantaranya:
a) Pra Bencana, meliputi:
- Kerja bakti (keterlibatann KSB dalam acara adat Labuhan Merapi)
- Kerja bakti pembersihan barak pengungsian
- Pembersihan jalan
- Dan lain sebagainya
b) Saat Bencana
Pada saat terjadinya bencana keterlibatan Tim KSB menyesuaikan bidang masing-
masing, meliputi:
- Posko
- Kesehatan
- Evakuasi dan transportasi
- Logistik
- Barak
- Dapur umum
- Komunikasi dan dokumentasi
- Keamanan
c) Pasca Bencana
Setelah terjadi bencana merupakan masa pemulihan dan penataan kembali wilayah desa.
Setelah bencana yang dilakukan Tim KSB diantaranya:
- Pembukaan jalan
- Pembersihan jalan
Penggunaan media sosial juga telah dioptimalkan. Pada sisi lain juga diupayakan
pengembangan metode komunikasi. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Bapak Sriyono
berikut
”kalau sekarang kita baru punya ini dari WA itu. Untuk kedepanya kita maumembangun
stasiun CCTV (disekitar desa). Stasiunnya nanti kita input lewat hp nanti kita sebarkan ke
warga.” (Wawancara Bapak Sriyono)
Selain itu, dikembangkan juga komunikasi dengan menggunakan HT dengan pembagian
frekuensi sebagai berikut:
1) Umbul 1 : Kepala Desa Umbulharjo
2) Umbul 2 : Sekretaris Desa Umbulharjo
3) Umbul 3 : Ka Bag. Pemerintahan Desa Umbulharjo
4) Titik 0 : Desa Umbulharjo
5) Posko Induk : Posko
6) Pelemsari 1 : Dukuh Pelemsari
7) Gondang 1 : Dukuh Gondang
8) Balong 1 : Dukuh Balong
9) Plosokerep 1 : Dukuh Plosokerep
10) Plosorejo 1 : Dukuh Plosorejo
11) Gambretan 1 : Dukuh Gambretan
12) Karanggeneng 1 : Dukuh Karanggeneng
13) Pentingsari 1 : Dukuh Pentingsari
14) Bagi komunitas menggunakan panggilan sesuai frekuensi masing-masing
Mitigasi bencana tentu memerlukan pendanaan. Dalam hal ini, Pemdes Umbulharjo
telah memiliki pos anggaran dalam alokasi dana desa. Pendanaan untuk mitigasi bencana
masuk pada anggaran Persiapan Kesiapsiagaan/Tanggap Bencana yang, pada tahun anggaran
berjalan, telah terealisasi sebesar Rp 168.520.500. Anggaran tersebut termasuk dalam urusan
Pembinaan Kemasyarakatan dengan jumlah total anggaran untuk tahun berjalan adalah
sebesar Rp 1.017.091.500. Sebagai langkah keterbukaan informasi publik, Pemdes
Umbulharjo membuat beberapa media sosialisasi supaya masyarakat mengetahui penggunaan
dana, salah satunya sebagai berikut.

Gambar 4.5 APBDesa Umbulharjo Tahun 2019


Sumber: Peneliti

Sumber pendapatan asli Desa Umbulharjo, seperti dikutip dari Pasal 3 Peraturan Daerah
Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Sumber Pendapatan Desa,
diperoleh dari:

1) Hasil usaha
2) Hasil aset desa
3) Swadaya dan partisipasi
4) Gotong royong
5) Lain-lain pendapatan asli desa
Alokasi penggunaan dana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, untuk pelaksanaan program
diarahkan, merujuk pada Pasal 9 ayat (3), sebagai berikut.
1) Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur atau prasarana dan sarana
fisik untuk penghidupan termasuk ketahanan pangan dan permukiman.
2) Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan prasarana dan sarana kesehatan.
3) Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan prasarana dan sarana pendidikan, sosial
dan budaya.
4) Pemgembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan
prasarana dan sarana produksi dan distribusi.
5) Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana energi terbarukan serta kegiatan
pelestarian lingkungan hidup.

Alokasi dana tersebut memiliki tujuan pemanfaatan yang sama, yaitu untuk mitigasi
bencana. Dana Desa akan lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan dana yang
diperoleh dari akumulasi swasaya masyarakat. Namun demikian, nominal yang
dipermasalahkan melainkan dengan adanya mekanisme patungan dari masyarakat nantinya
akan memberi rasa memiliki dari apa yang dihasilkan atas dana tersebut.

1. Pembahasan
a. Eksistensi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat lereng selatan Gunung Merapi
dalam mitigasi bencana
Masyarakat Desa Umbulharjo memiliki kearifan lokal yang bersandingan dengan
aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Kearifan lokal tersebut menjadi pembeda
masyarakat Desa Umbulharjo dengan komunitas masyarakat lainnya. Pengaplikasian kearifan
lokal tersebut dilakukan mengelola komunikasi dengan stakeholder yang ada. Komunikasi
dilakukan dengan beberapa cara. Dalam lingkup pemerintahan, secara formal diakukan
dengan forum koordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Pemerintah Desa (Pemdes)
Umbulharjo mengikuti forum dengan sesama desa di Kecamatan Cangkringan. Tempat
tinggal tersebut, masyarakat meningkatkan kewaspadaan dengan lebih mempersiapkan diri
ketika kondisi darurat.
Pasalnya masyarakat merasa trauma dengan erupsi gunung merapi pada tahun 2010
silam. Berkaca dari kondisi tersebut kini masyarakPemdes Umbulharjo menggunakan dua
mekanisme dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Cara pertama dilakukan dengan
menggunakan mekanisme formal, yaitu dengan mengedepankan sarana dan prasarana publik
yang memungkinkan. Sebagai contoh, sisi jalan sebagai ruang publik digunakan untuk
meletakkan materi pendidikan mitigasi bencana. Penggunaan pendekatan ini dinilai cukup
efektif karena masyarakat akan dengan mudah mengetahui informasi berkenaan dengan
mitigasi bencana langsung dari otoritas yang dibenarkan oleh negara.
Kedua, yaitu menggunakan cara-cara nonformal. Cara ini mengedepankan kedekapan
hubungan dengan masyarakat. Masyarakat didekati dengan menjaga dan mewarat eksistensi
kebudayaan. Misalnya, penggunaan penanggalan jawa dalam sosialisasi .kebencanaan adalah
bentuk konkrit langkah menjalin kedekatan tersebut. Pasalnya masyarakat merasa lebih sesuai
dengan penanggalan jawa karena dinilai lebih sesuai dengan kondisi sosial masyarakat desa.
Komunikasi seperti ini menjadi strategi dalam internalisasi semangat mitigasi bencana. Pada
sisi yang lain, kearifan lokal masyarakat senantiasa terjaga.
Masyarakat sadar bahwa tinggal di kawasan rawan bencana memerlukan kesiapsiagaan
untuk mengurangi kerentanan. Kenyataan ini diperparah dengan kondisi bahwa kubah merapi
lebih condong ke arah selatan, yang artinya kawasan Desa Umbulharjo merupakan kawasan
dengan tingkat kerentanan yang patut diperhitungkan. Dalam menyikapi kerawanan lokasi
temat menjadi lebih waspada. Masyarakat akan mengungsi ketika merasa tidak aman, dalam
artian tanpa ada pemberitahuan mereka dengan sigap segera mengungsi karena tidak ingin
menjadi korban bencana. Hal ini pada konteks peningkatan kapasitas mitigasi kebencanaan
mengandung dua makna. Pertama, bahwa masyarakat lebih berkapasitas karena sudah
mandiri dalam mitigasi bencana. Kedua, bagaikan sisi sebelah uang koin, hal tersebut
mengindikasikan bahwa masyarakat trauma dengan kondisi masa lalu, yaitu erupsi merapi
tahun 2010 menelan banyak korban jiwa.
Secara garis besar, kearifan lokal yang ada di Desa Umbulharjo memiliki andil dalam
mitigasi bencana. Kearifan lokal ini bahkan tidak jarang diketahui sejak kapan berlaku.
Namun keberadaan kearifan lokal tersebut kini mulai dipertentangkan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi. Hal tersebut memiliki dampak positif dalam
konteks upaya menyelamatkan manusia dari ganasnya erupsi Gunung Merapi pada era
modern. Kearifan lokal yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
akan tetap dipercayai. Sebaliknya, kearifan lokal yang tidak sesuai akan cenderung
ditinggalkan karena akan menghambat berlangsungnya mitigasi bencana itu sendiri.
Kearifan lokal dalam kaitannya dengan mitigasi bencana dimaknai sebagai nilai-nilai
yang ada di lingkungan sosial masyarakat namun kini tidak lagi berwujud utuh tapi
masyarakat meyakini infomasi bencana dari apa yang dilihat. Ini merupakan hasil positif dari
intervensi ilmu pengetahuan modern dan teknologi jika kaitannya dengan upaya pengurangan
korban jiwa jika terjadi erupsi. Namun, jika pewarisan budaya tidak lagi dilakukan, generasi
masa depan tidak akan mengetahui nilai-nilai lama yang pernah berlaku di desa. Kearifan
lokal yang masih dipercayai hingga kini dan mendukung proses mitigasi bencana,
diantaranya:
a) Menjaga kelestarian tanaman bambu
Bambu merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sekitar Desa Umbulharjo. Tanaman
bambu membantu dalam proses mitigasi bencana karena sifat alaminya yang dapat digunakan
dalam mendeteksi peningkatan suhu permukaan tanah akibat aktivitas vulkanik Gunung
Merapi. Tanaman bambu yang mengalami perubahan suhu akan mengeluarkan bunyi pletok-
pletok. Bunyi tersebut yang menjadi titen masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan mitigasi
bencana. Selain itu akar bambu akan mengarahkan arus aliran awan panas ketika terjadi erupsi.
Gambar 4.4 Keberadaan tanaman bambu di Desa Umbulharjo
Sumber: Peneliti
Dengan adanya bambu di sekitar Desa Umbulharjo akan semakin membantu Pemdes
Umbulharjo dalam proses mitigasi bencana. Keberadaan bambu tersebut setidaknya memiliki
tiga fungsi, yaitu diantaranya:
1) Sebagai pertanda datangnya awan panas saat terjadi erupsi (peringatan dini).
2) Sebagai “sabuk natural” yang mengalihkan arus awan panas dari erupsi gunug merapi yang
membawa material vulkanik
3) Melindungi bangunan masyarakat yang tinggal disekitar
b) Upacara Labuhan
Upacara Labuhan merupakan bentuk rasa syukur masyarakat lereng selatan gunung
merapi. Upacara ini rutin dilakukan setiap satu tahun sekali. Upacara labuhan merupakan
tradisi budaya dalam rangka peringatan Jumenengan Dalem (kenaikan tahta) Sri Sultan
Hamengku Bawono X yang digelar setiap tanggal 30 Rajab. Dalam pelaksanaannya upacara
ini mengandung ajakan untuk menjaga kelestarian alam sekitar. Bukan hanya itu, upacara
tersebut juga dipercaya dapat menjaga kedekatan masyarakat dengan Raja.
c) Nyadran
Nyadran merupakan luapan kesyukuran masyarakat. Bentuk kegiatannya hampir
memiliki kesamaan dengan Upacara Labuhan. Akan tetapi nyadran lebih sederhana karena
lebih menitikberatkan kegiatan berdoa bersama di makan leluhur. Nilai yang diusung adalah
manusia harus bersyukur atas kondisi sekarang dan tidak lupa menjaga kelestarian alam untuk
kebahagiaan masa depan.

Masyarakat yang mulai selektif tidak lagi dengan mudah mempercayai hal-hal ghoib
yang belum tentu akan memberi keselamatan. Namun masyarakat lansia masih ada yang
percaya akan hal tersebut. Hal ini karena keterbatasan dalam memahami perkembangan
zaman serta melakukan perubahan perilaku. Berikut adalah klasifikasi kearifan lokal yang ada
dan relevansinya terhadap upaya mitigasi bencana.

Tabel 4.7 Relevansi Kearifan Lokal dengan Upaya Mitigasi Bencana di Desa Umbulharjo
No. Kearifan Lokal Relevansi Keterangan
dengan
Mitigasi
1. Upacara Labuhan Relevan dan Dilakukan setiap tahun sebagai
masih wujud syukur masyarakat serta
dilakukan komitmen untuk senantiasa
menjaga kelestarian alam
2. Kelestarian tanaman Relevan dan Sebagai pertanda peningkatan
bambu masih suhu udara dengan suara pletok-
dilakukan pletok dan dapat mengarahkan
arus material vulkanik
menghindari kerusakan pada
kawasan pemukiman
3. Suara Jangkrik Tidak relevan Suara jangkrik tidak dapat
dan tidak menjadi tanda akan terjadi erupsi
dilakukan
4. Gesekan Pring Tidak relevan Gesekan Pring (bambu) tidak
(bambu) dam tidak dapat menjadi tanda akan terjadi
dilakukan erupsi
5. Nyadran Relevan dan Dilakukan setiap tahun sebagai
masih wujud syukur masyarakat serta
dilakukan komitmen untuk senantiasa
menjaga kelestarian alam
6. Bersih Desa Tidak relevan Bersih desa tidak dapat menjadi
dan masih tanda akan terjadi erupsi
dilakukan
7. Dandan Kali Tidak Relevan Bersih-bersih sungai tidak dapat
(sungai) dan masih menjadi tanda akan terjadi erupsi
dilakukan
8. Suara gemericik air Tidak Relevan Suara gemericik air kali (sungai)
kali (sungai) dan Tidak tidak dapat menjadi tanda akan
dilakukan terjadi erupsi
9. Selapanan Tidak Relevan Selapanan tidak dapat menjadi
dan masih tanda akan terjadi erupsi
dilakukan
10. Erupsi terjadi di Hari Tidak relevan Hari-hari tertentu tidak dapat
Jumat dan tidak menjadi tanda akan terjadi erupsi
dilakukan
11. Gotong Royong Relevan dan Semangat gotong royong dapat
masih saling menguatkan satu sama
dilakukan lain ketika tertimpa musibah
Sumber: Data yang diolah Peneliti
Dalam praktiknya kerjasama antar pemangku kepentingan turut dilakukan dalam upaya
mitigasi bencana. Pemerintah dengan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) mendelegasikan
kewenangan sesuai dengan tugas pokok masing-masing lembaga. Sebagai contoh, BPBD
sebagai pusat informasi kebencanaan, BPPTKG sebagai institusi khusus pengamatan Gunung
Merapi, Dinas Kesehatan sebagai pelaksana pemberi perobatan, dan Dinas Pendidikan dengan
program Sekolah Siaga Bencana melalukan edukasi mitigasi bencana sedari dini di sekolah
dasar di Desa Umbulharjo. Pada sisi lain, LSM memberikan kontribusi sesuai dengan fokus
aktivitas organisasinya masing-masing. Masyarakat secara kolektif menjadi kader mitigasi
dan pendamping bagi sesama masyarakat.
b. Pembangunan kapasitas mitigasi bencana masyarakat lereng selatan Gunung Merapi
berdasarkan kearifan lokal
Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Grindle, berikut adalah
penggambaran kondisi proses mitigasi di Desa Umbulharjo:
1) Human Resource Development
Masyarakat memiliki kecenderungan untuk menokohkan seseorang sebagai role model.
Peranan Mbah Marijan adalah sosok sakral dalam melakukan mitigasi bencana di Desa
Umbulharjo. Mbah Marijan merupakan perpanjangan tangan kraton untuk menjaga kondisi
masyarakat di lereng Gunung Merapi. Penokohan dilakukan ini memberi pengaruh pada geliat
masyarakat untuk bertindak selama kondisi darurat. Hal ini merupakan salah satu kunci
keberhasilan proses mitigasi di Desa Umbulharjo.
Penguatan kapasita SDM dilakukan dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan bagi
masyarakat. Pelatihan dan sosialisasi dilakukan oleh Pemdes Umbulharjo dan OPD dengan
mengacu pada kebutuhan masyarakat sesuai dengan Rencana Kontijensi yang dibuat secara
bersama-sama dengan BPBD Kabupaten Sleman. Sosialisasi ini diikuti oleh seluruh kalangan,
dari remaja hingga orang tua. Namun, kaum remaja menjadi peserta paling banyak pada setiap
kegiatan pelatihan maupun sosialisai. Hal ini memiliki pengaruh yang baik dalam hal
penyaluran ilmu pengetahuan kepada generasi penerus, akan tetapi bagi lansia akan
menghambat karena keterbatasan kemampuan untuk memahami.
Strategi yang dilakukan di Desa Umbulharjo adalah dengan membetuk Kampung Siaga
Bencana (KSB) Desa Umbulharjo. KSB ini merupakan langkah nyata dalam pendayagunaan
segenap SDM yang dimiliki Desa Umbulharjo. SDM tersebut diberi pelatihan yang akan
membantu proses mitigasi. Melalui tindakan tersebut masyarakat akan menjadi lebih sadar
akan kerentanan. Kesadaran yang semakin membaik akan menjadikan Desa Umbulharjo
sebagai desa yang rentan tapi telah siap untuk menghadapi bencana yang datangnya tidak
dapat diprediksi secara akurat. Pembentukan KSB sesuai dengan Keputusan Kepala Desa
Umbulharjo Nomor 45/Kep.KD/2018 Tentang Pembentukan Kampung Siaga Bencana Desa
Umbulharjo Tahun 2018.
2) Organizational Strengthening
Penguatan kapasitas dilakukan dengan mendayagunakan SDM yang ada di Desa
Umbulharjo. SDM yang ada didorong untuk mengisi pos-pos perbantuan sesuai dengan
kebutuhan mitigasi bencana. Pendanaan dari setiap kegiatan mitigasi bencana di Desa
Umbulharjo didanai dari skema Dana Desa dan swadaya masyarakat. Pendayagunaan SDM
selaras dengan semangat gotong royong yang ada di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat
tidak segan membantu sesama dengan dasar kemanusiaan. Hal ini menjadi kunci sukses
keberhasilan selain penokohan yang sudah disinggung dimuka.

Pembentukan KSB diperkuat dengan pembagian kerja masing-masing elemen


pembentuk untuk mengisi kebutuhan ketika mitigasi bencana. Elemen yang dimaksud adalah
segenap organisasi masyarakat yang ada di Desa Umbulhajo, meliputi (1) PKK, (2) Karang
taruna, (3) Gapoktan, (4) RT, (5) RW, (6) Dukuh, dan (7) LSM. Secara teknis, pembagian
tersebut disesuaikan menjadi beberapa hal sebagai berikut:

- Posko
- Sarana dan Prasarana
- Seksi Logistik
- Seksi Dapur Umum
- Seksi Evakuasi
- Seksi Keamanan
3) Institusional Reform
Penguatan kapasitas dari sisi ini ditandai dengan adanya peraturan yang mengatur
proses mitigasi bencana. Dalam kaitannya dengan KSB, Keputusan Kepala Desa Umbulharjo
Nomor 45/Kep.KD/2018 Tentang Pembentukan Kampung Siaga Bencana Desa Umbulharjo
Tahun 2018 telah mengatur tentang struktur organisasi, peran, tugas dan tanggungkawab yang
jelas. Pada peraturan tersebut juga diatur bagaimana pola kerjasama antar elemen yaitu
bekerja secara kolaboratif. Artinya, setiap unsur penopang adalah penting sehingga tindak ada
pembedaan peran. Kebijakan publik tersebut masih dilaksanakan dan memberi dampak positif
berupa turut memberi edukasi dan transfer ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
Secara sederhana, hubungan antara kapasitas dan faktor penting dalam mitigasi bencana
di Desa Umbulharjo dijabarkan pada tabel berikut:
Tabel .hubungan antara kapasitas dan faktor penting dalam mitigasi bencana di Desa
Umbulharjo

Kapasitas Faktor Penting


Sumber Daya Manusia Desa Umbulharjo memiliki SDM yang cukup dan telah
dilakukan pembagian tugas dengan delegasi yang jelas
Kepemimpinan Masyarakat memiliki kapasitas kepemimpinan dengan
adanya penokohan
Teknis Pemdes Umbulharjo telah membentuk sistem logistik
dan menggunakan teknologi informasi agar proses
mitigasi semakin mudah dilakukan
Keuangan Pemdes Umbulharjo memiliki dukungan keuangan
untuk kegiatan mitigasi bencana
Implementasi Pemdes Umbulharjo telah memiliki kebijakan yang
Kebijakan mengatur proses mitigasi bencana dengan membentuk
KSB
Kelembagaan Pemdes Umbulharjo telah membentuk struktur
organisasi sebagai mekanisme pembagian tugas yang
jelas serta mampu menjalin networking dengan
pemangku kepentingan yang lain
Sumber : Kusumasari (2014)
Dari penjabaran diatas, dapat dipahami bahwa interaksi kearifan lokal pada upaya
mitigasi bencana tidak terlepas pada Peran Pemdes Umbulharjo dan elemen yang ada di
masyarakat. Selain itu, penggunaan kearifan lokal juga dilakukan sesuai dengan relaita bahwa
tidak semua kearifan lokal dapat digunakan sebagai pertanda akan terjadi erupsi atau memberi
manfaat dalam mitigasi. Sehingga, peneliti menggambarkan pola interaksi tersebut seperti
pada gambar .

Gambar . Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal di Desa Umbulharjo


Sumber: Asian Disaster Preparedness Centre (2008)
A. Simpulan
Mitigasi bencana yang berada di Desa Umbulharjo, Kabupaten Sleman dilakukan
dengan keberadaan kearifan lokal yang mana saling berkaitan antara masyarakat dengan
pemerintah.
B. Daftar Pustaka
Bogard, William C. 1988. Bringing Social Theory to Hazards Research: Conditions and
Consequences of the Mitigation of Environmental Hazards. Sociological Perspectives.
Vol. 31, No. 2 (Apr., 1998), Hal. 147-168.
Buchari, A., M. Budiarti Santosa dan N. Marlina. 2017. Pengembangan Kapasitas
Kelembagaan Desa Tangguh Bencana Di Kabupaten Garut. Jurnal Analisis dan
Kebijakan Publik. Volume 3 Nomor 1 Juni 2017.
Kusumawardhani, et. al. 2012. Kajian Penguatan Kapasitas Masyarakat Dalam Pengurangan
Risiko Bencana Alam di Indonesia. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI Tahun 2012.
Purnomo, N., Hari dan Hariyono W. 2014. Pemaknaan Mitigasi Kultural dan Struktural
Masyarakat Lereng Selatan Gunungapi Merapi. Jurnal Tata Kota dan Daerah. Volume
6, Nomor 1, Juli 2014.
Setyawati, S., H. Pramono dan A. Ashari. 2015. Kecerdasan Tradisional dalam Mitigasi
Bencana Erupsi pada Masyarakat Lereng Baratdaya Gunungapi Merapi. SOCIA.
September 2015, Vol.12, No. 2, hal. 100-110.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta: Bandung.
Taufiqurokhman. 2014. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Lokal. SPEKTRUM.
Volume 11 No. 1. Januari 2014.
Hanafi, R. (2019, April 6). Keraton Yogya Awali Tradisi Labuhan Merapi Tahun Ini.
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Indonesia. Retrieved November 16, 2019, from
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d 4499113/keraton-yogya-awali-tradisi-
labuhan-merapi-tahun-ini
Nugroho, A. (2019, April 6). Labuhan Merapi Ketika Status Waspada. Kabupaten Sleman, DI
Yogyakarta, Indonesia. Retrieved November 16, 2019, from
https://jogja.tribunnews.com/2019/04/06/labuhan-merapi-ketika-status-waspada
Putra, L. M. (2017, Mei 8). Bambu Berperan dalam Mitigasi Erupsi Gunung Berapi.
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Indonesia. Retrieved November 16, 2019, from
https://sains.kompas.com/read/2017/05/08/16370031/bambu.berpera
n.dalam.mitigasi.erupsi.gunung.berapi?page=all
Riyanto, F. (2019, April 7). Ratusan Warga Ikuti Labuhan di Gunung Merapi. Kabupaten
Sleman, DI Yogyakarta, Indonesia. Retrieved November 16, 2019, from
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/travel/1137514-ratusan-warga-ikuti-labuhan-di-
gunung-merapi/

Anda mungkin juga menyukai