Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH


Saptana, Hendiarto, Sunarsih, dan Sumaryanto1

ABSTRACT

The primer mover of agriculture development consist of four factors, which are natural resources, human
resource, technology, and institution. It is predicted that improvement of both food production and farm income
will be driven by the following pressure factors: (1) The implication of globalization and liberalization, as well as
international community coersion on environmental aspects; (2) The more limited of government expenditure, (3)
The increase of natural resources scarcity and its degradtion, and (4) The launching of autonomy and its
implication on decentralization of development. Historically, natural resources management has been managed
partially through centralistic and top-down style. Deal with water resources management, the approach affected
mal function of local institution, the out comes was ineficient irrigation. Irrigation should be managed
simultaneously both on supply and demand side. Refer to empirical studies it was convenient that enhancement
of demand side management will increase food production and farm income significantly. It is useful to review
irrigation performance, especially focused on institutional aspects.

Key words : historic, irrigation, irrigation systems, local government

ABSTRAK

Ada empat faktor penggerak utama dalam pembangunan pertanian, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, teknologi, dan kelembagaan. Upaya peningkatan produksi pangan dan pendapatan petani dihadapkan
pada arus globalisasi ekonomi, pelestarian lingkungan, anggaran pembangunan yang terbatas, kelangkaan
sumberdaya dan pelaksanaan otonomi daerah. Secara historis pengelolaan sumberdaya alam dengan
pendekatan sentralistik (top down) telah berdampak pada memudarnya kelembagaan lokal dan inefisiensi
pengelolaan sumberdaya alam dan air. Secara teoritis, pengelolaan air irigasi yang efisien membutuhkan
pendekatan simultan yakni dari penyediaan air (supply management) dan dari sisi pemanfaatan (demand
management). Secara empiris, pendekatan dari sisi pemanfaatan masih sangat membutuhkan perbaikan dan
mempunyai peluang yang besar untuk dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan produksi
pangan dan pendapatan petani. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan tinjauan historis kelembagaan irigasi,
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kelembagaan irigasi, menarik benang merah yang
merupakan simpul-simpul kritis dalam pengembangan kelembagaan irigasi, dan merumuskan pengembangan
kelembagaan irigasi di era otonomi daerah.

Kata kunci : historis, irigasi, sistem irigasi, pemerintah daerah, otonomi daerah

ngelolaan sumberdaya alam dan air. Hal ini


PENDAHULUAN
sangat terkait dengan kapasitas sumberdaya
manusia, baik kapasitas sumberdaya manusia
secara kolektif maupun secara individu. Kapa-
Pada masa krisis ekonomi seperti yang
sitas sumberdaya secara kolektif akan menen-
dialami Indonesia dewasa ini, sektor pertanian
tukan efektivitas kerja secara kelompok, se-
dapat dipandang sebagai motor penggerak
dangkan kapasitas individu akan menentukan
perekonomian nasional dan sekaligus sebagai
daya inovasi dan kreativitas.
jaring pengaman sosial di pedesaan. Meskipun
Indonesia kaya akan sumberdaya alam ternya- Ada tiga fenomena penting dalam pe-
ta mengalami krisis ekonomi yang paling parah ngembangan kelembagaan pengelolaan air iri-
di antara negara-negara tetangga yang terke- gasi, yaitu: (1) Kebijaksanaan pemerintah da-
na dampak krisis ekonomi global. Salah satu lam penggunaan air irigasi cenderung bias un-
faktor penyebab krisis ekonomi yang berke- tuk mendukung kesinambungan swasembada
panjangan adalah ketidakmampuan dalam pe- beras; (2) Besarnya tuntutan kepada masyara-

Masing-masing adalah Staf Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

50
kat petani dan organisasi pengelolaan air iriga- ponen utama kelembagaan. Selanjutnya Botto-
si untuk berpartisipasi aktif dalam menjamin more menyebutkan sedikitnya terdapat lima
keberlanjutan Operasi dan Pemeliharaan (OP) sistem kelembagaan yaitu: sistem komunikasi,
irigasi, sebagai akibat semakin terbatasnya da- sistem ekonomi, sistem kesepakatan, sistem
na pembangunan; dan (3) Kebijakan otonomi otoritas dan pembagian kekuasaan, serta sis-
daerah yang membawa implikasai pada de- tem sosial ritual untuk mempertahankan ikat-
sentralisasi penyelenggaraan pembangunan, an-ikatan sosial (social cohession) yang ada.
pengelolaan sumberdaya alam dan air dari pe- Dan definisi tersebut nampak jelas bahwa
merintah pusat kepada pemerintah daerah. Bottomore menekankan tentang pentingnya
fungsi dan peran kelembagaan dalam mewar-
Beberapa hasil penelitian empiris me-
nai tata kehidupan masyarakat.
nunjukkan kinerja pengelolaan irigasi pada le-
vel usahatani sangat beragam, akan tetapi Horton dan Hunt (1984) mendekati pem-
alokasi air irigasi pada level ini masih jauh dari bahasan kelembagaan dari norma-norma yang
optimal (Fagi dan Manwan, 1997; Pasandaran hidup dalam masyarakat, sehingga kelemba-
dan Hermanto, 1995; Pusposutardjo, 1995). gaan dipandang sebagai suatu sistem norma
Praktek-praktek pemberian air irigasi untuk yang diperlukan untuk mencapai sejumlah tu-
usahatani masih cenderung boros, sementara juan yang dianggap penting oleh masyarakat
itu kehilangan air di saluran irigasi (conve- yang bersangkutan. Mubyarto (1977) mendefi-
yance) juga masih sulit ditekan. Oleh karena nisikan kelembagaan (intitution) sebagai orga-
itu, pengembangan kelembagaan air irigasi nisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun
yang mengakar pada budaya lokal (local en- informal, yang mengatur perilaku dan tindakan
dowment) dalam kerangka mendukung pelak- anggota masyarakat tertentu baik dalam ke-
sanaan otonomi daerah penting dianalisis se- giatan rutin sehari-hari maupun dalam usaha-
cara mendalam. nya untuk mencapai tujuan tertentu. Kedua
batasan tersebut memberikan penekanan pa-
Berdasarkan permasalahan di atas, ma-
da aspek usaha pencapaian tujuan bersama.
ka tulisan ini bertujuan untuk: (1) Melakukan
analisis tentang sejarah perkembangan kelem- Dengan penekanan pada kaitannya de-
bagaan pengelolaan air irigasi; (2) Mengiden- ngan sistem ekonomi, menurut Shaffer dan
tifikasi faktor-faktor baik teknis, ekonomi dan Schmid dalam Pakpahan (1989) mengemuka-
sosial kelembagaan yang mempengaruhi ki- kan kelembagaan sebagai sistem organisasi
nerja kelembagaan irigasi; (3) Merumuskan yang dapat berfungsi untuk akses dan kontrol
simpul-simpul kritis dalam pengembangan ke- terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut
lembagaan irigasi dalam kerangka otonomi individu, kelembagaan sebagai gugus kesem-
daerah; dan (4) Mencoba merumuskan pe- patan bagi individu dalam membuat keputusan
ngembangan kelembagaan irigasi pada era dan melaksanakan aktivitasnya. Selanjutnya
otonomi daerah. Tulisan ini merupakan bagian Pakpahan (1989) mengemukakan suatu ke-
dari hasil penelitian Optimalisasi Air Irigasi Da- lembagaan dicirikan oleh 3 hal utama : (1) Ba-
lam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani tas yurisdiksi (yurisdiction of boundary); (2)
yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengem- Hak kepemilikan (property right); dan (3) Atur-
bangan Sosial Ekonomi Pertanian T.A. 2000. an representasi (rule of representation).
Batas yurisdiksi berarti hak hukum atas
(batas wilayah kekuasaan) atau (batas otori-
KELEMBAGAAN : KONSEPSI DAN
tas) yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau
SEJARAH KELEMBAGAAN
mengandung makna kedua-duanya. Penentu-
PENGELOLAAN AIR IRIGASI
an siapa dan apa yang tercakup dalam suatu
organisasi atau masyarakat ditentukan oleh
batas yurisdiksi. Dalam pengelolaan irigasi ba-
Konsepsi Kelembagaan
tas yurisdiksi akan menentukan siapa yang ter-
Bottomore (1975) dalam Taryoto (1995) cakup dalam wilayah pelayanan, berapa volu-
mendefinisikan kelembagaan sebagai a com- me dan lamanya air dialirkan, dan kewajiban-
plex or cluster of roles, yang menyebutkan kewajiban apa yang harus dipenuhi oleh petani
bahwa konsep peranan (role) merupakan kom- anggotanya.

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumalyanto

51
Konsep property atau pemilikan sendiri meningkatkan performa organisasi, (Tubbs
muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban 1984 dan Hanel, 1989). Dengan demikian se-
(obligations) yang diatur oleh hukum, adat, dan orang pimpinan dapat menjalankan fungsi-
tradisi, atau konsensus yang mengatur hubu- fungsi manajemen dengan efektif melalui pem-
ngan antar anggota masyarakat dalam hal ke- bagian kerja secara organik.
pentingannya terhadap sumberdaya (Pakpa-
han, 1990). Tidak seorangpun yang dapat me-
nyatakan hak milik tanpa pengesahan dari ma- Pengalaman Pengelolaan irigasi di
syarakat di mana dia berada. Hak kepemilikan Beberapa Negara
juga merupakan sumber kekuatan untuk akses
dan kontrol terhadap sumberdaya, schmid, Beberapa gambaran pengelolaan air iri-
1960 dalam Zakaria dan Waluyo, 1999. gasi dibeberapa negara perlu diungkap, seper-
ti yang diungkapkan (Pasandaran, 1991), un-
Hak kepemilikan atas air (water right) tuk menambah deskripsi dan informasi tentang
pada kelembagaan pengelolaan air irigasi da- kelembagaan air irigasi. Sehingga akan me-
pat dilihat dari hak yang diterima petani atas nambah masukan-masukan bagi penyempur-
air pada saat dibutuhkan dengan jumlah dan naan kelembagaan air irigasi di Indonesia khu-
kualitas tertentu. Di samping hak petani mem- susnya dalam menyongsong otonomi daerah.
punyai kewajiban-kewajiban, yang antara lain
membayar iuran IPPAIR/HIPPA dan memba- Pengalaman pengelolaan irigasi di Ame-
yar iuran untuk P3A dan ulu-ulu desa sesuai rika Serikat, misalnya, bertujuan melayani usa-
kesepakatan bersama. hatani komersial skala besar memerlukan pen-
dekatan hemat tenaga kerja dan yang me-
Aturan representasi (rule of representa- mungkinkan perhitungan pengembalian biaya.
tion) mengatur permasalahan siapa yang ber- Oleh karena itu sistem irigasi ditandai oleh
hak berpartisipasi terhadap apa dalam proses bangunan-bangunan pengukur air bangunan
pengambilan keputusan. Aturan representasi pengatur air, dan pelapisan saluran irigasi un-
menentukan alokasi dan distribusi sumber- tuk meningkatkan efisiensi penyaluran alokasi
daya. Dipandang dari segi ekonomi, aturan dan penggunaan sumberdaya air.
representasi mempengaruhi ongkos membuat
keputusan. Oleh karena itu, perlu dicari suatu Pengalaman di Jepang irigasi dibangun
mekanisme representasi yang efisien sehingga di lereng-lereng dan lembah-lembah yang me-
dapat menurunkan ongkos transaksi. Persoal- merlukan kerjasama masyarakat petani setem-
pat dalam mengatur air pada sistem irigasi
an representasi yang cukup penting bagi P3A
yang berukuran kecil. Keperluan untuk usaha
sebagai representasi dari petani anggotanya
adalah penentuan jadwal air, jumlah/debit air, bersama dalam pembangunan, pemeliharaan
dan dalam mengatasi konflik dalam pengguna-
lamanya waktu air dialirkan, besarnya iuran
an air mendorong munculnya masyarakat tani
air, dan lain-lain.
dengan struktur sosial yang ketat (Sengupta,
Kinerja kelembagaan pengelolaan air iri- 1985).
gasi sangat ditentukan oleh kapasitas sumber-
Pengalaman pengelolaan irigasi di India
daya. Kapasitas sumberdaya manusia secara
seperti yang dilaporkan Sengupta (1985) da-
kolektif akan menentukan efektivitas kerja se-
lam Pasandaran (1991), telah mengembang-
cara kelompok, efektivitas yang ada akan me-
kan irigasi sejak 3.000 tahun yang lampau,
ningkat jika ada pembagian kerja secara fung-
membangun tidak saja di lereng-lereng gu-
sional. Sementara itu kapasitas individu akan
nung dalam bentuk irigasi bendung yang ber-
menentukan daya inovasi dan kreativitas indi-
ukuran kecil tetapi juga waduk-waduk lapang-
vidu dalam aktivitas usahanya. Kapasitas indi-
an dan sumur-sumur di dataran rendah. Ben-
vidu sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan,
dung besar mulai dikembangkan di sungai-su-
pengalaman dan Iingkungan sosial seseorang.
ngai besar di dataran rendah sejak abad ke I
Pengambilan keputusan atas dasar masehi.
group process akan meningkatkan loyalitas,
Sementara itu, di Malaysia, kelembaga-
kerjasama, motivasi, dukungan anggota pada
an pengelolaan air irigasi masuk dalam salah
pimpinan dan mengurangi tekanan internal
satu cabang kegiatan dari Perkumpulan Per-
serta biaya transaksi yang pada akhirnya akan

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

52
tumbuhan Peladang. Hal yang menarik dari Sistem irigasi modern diperkirakan di-
petani yang disebut pertumbuhan peladang mulai pada pertengahan abad XIX sebagai
adalah bahwa hanya ada satu keorganisasian upaya mengatasi kelaparan yang terjadi di Ja-
petani di setiap desa yang mengelola berbagai wa Tengah. Perkembangan irigasi secara pe-
kegiatan ekonomi perdesaan, sehingga struk- sat terjadi pada permulaan abad XX setelah
tur pembangunan pertanian adalah masyara- dikumandangkannya politik etiks oleh pemerin-
kat petani. tah jajahan dan ditemukannya teknologi irigasi
di dataran rendah. Beberapa hal yang perlu
dicatat dalam kerangka persiapan pembentu-
Sejarah dan Perkembangan Kelembagaan kan organisasi pengairan pada zaman peme-
Pengelolaan Irigasi di Indonesia rintahan Hindia Belanda pada awal abad )0(
adalah (Pasandaran, 1991): (1) Wilayah kerja
Perkembangan kelembagaan air irigasi
organisasi pengairan tidak disesuaikan dengan
di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan
wilayah administrasi pemerintahan tetapi ada-
irigasi tradisional. Kelembagaan air irigasi
lah suatu wilayah yang didasarkan pada kesa-
yang ada sekarang merupakan kelanjutan pe-
tuan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan
ngembangan tradisi yang telah ada. Eksisten-
irigasi; (2) Pemisahan unit organisasi yang
sinya suatu kelembagaan irigasi sangat dipe-
menangani pekerjaan konstruksi dengan unit
ngaruhi oleh ciri-ciri geografis setempat, per-
yang menangani eksploitasi dan pemeliharaan
kembangan budidaya pertanian dan karena
irigasi; (3) Pembeaaan sistem irigasi menurut
campur tangan pemerintah yang begitu kuat
berbagai kategori untuk dapat memahami pro-
terhadap munculnya kelembagaan pengelola-
ses pembangunan yang terjadi.
an air irigasi. Di Indonesia, salah satu warisan
kelembagaan irigasi yang sudah cukup tua Perkembangan kelembagaan irigasi te-
adalah irigasi Subak di Bali dan irigasi-irigasi lah banyak mewarnai pergeseran sistem ke-
kecil di Jawa. Secara fisik irigasi-irigasi kecil lembagaan dan dinamika sosial ekonomi ma-
tersebut tidak dapat bertahan lama karena me- syarakat pedesaan di beberapa wilayah Indo-
ngalami proses inundasi, Iongsor oleh banjir. nesia. Keterkaitan antara perkembangan tek-
Di samping itu kebijaksanaan pemerintah yang nologi irigasi (fisik) dan kelembagaan (sistem
bersifat sentralistik dan bersifat general telah irigasi) mewujudkan suatu proses pembentu-
memudarkan kelembagaan pengelolaan irigasi kan kelembagaan baru. Berdasarkan argumen
lokal, meskipun ada yang tetap bertahan hing- di atas, maka pewujudan kelembagaan diper-
ga kini seperti kelembagaan Subak di Bali. lukan sebagai aturan main untuk mengatur pe-
Pasandaran dan Taryoto (1993) mengungkap- laku ekonomi dalam suatu komunitas.
kan bahwa berbagai pengaturan irigasi yang
Menurut Ambler (1991) organisasi pe-
berorientasi pada upaya generalisasi kebijak-
ngelola air bukan sekedar organisasi untuk
sanaan, tanpa memperhatikan norma-norma
kegiatan teknis semata, namun Iebih dari itu
setempat seringkali menghadapi hambatan.
merupakan suatu lembaga sosial, bahkan or-
Menurut Geertz (1963) dalam Pasanda- ganisasi pedesaan di Indonesia mempunyai
ran (1991), Subak merupakan perpaduan dari kaidah-kaidah yang lebih sarat daripada sara-
suatu masyarakat irigasi, unit produksi pertani- na fisiknya. Sebagai ilustrasi sistem irigasi su-
an, badan usaha yang otonom dan masyara- bak di Bali, irigasi kecil di Jawa, sistem hubu-
kat agama. Hasil kajian Windia (1996) bahwa ngan kerja ceblokan di Jawa Barat dan kedo-
sistem Subak dapat mendukung sistem usaha- kan di Jawa Timur, sistem panen dengan ba-
tani yang berorientasi agribisnis dan agroin- won di beberapa lokasi di Indonesia.
dustri. Selanjutnya, Sedana (1996) mengemu-
Pada dasarnya sistem jaringan irigasi
kakan bahwa Subak gede di Bali mempunyai
dapat dibedakan irigasi skala besar, seperti
potensi sebagai embrio lembaga perekonomi-
DAS Brantas dan DAS Jatiluhur, irigasi skala
an di pedesaan. Hal ini dilandasi bahwa sistem
sedang seperti waduk Sadang di Sulawesi Se-
Subak mengandung aturan tertulis yang dalam
latan, dan irigasi skala kecil seperti bendung
bahasa Bali disebut awig-awig dan aturan
Leuwinangka di Kabupaten Subang. Di sam-
yang tidak tertulis yang dalam bahasa Bali di-
ping itu pada daerah lahan sawah irigasi se-
sebut perarem yang didasarkan atas budaya
derhana dan tadah hujan berkembang irigasi
setempat.

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

53
pompa. Pada irigasi skala besar, pengelolaan kait dalam membimbing organisasi petani da-
air irigasi pada jaringan utama (waduk, saluran lam menggunakan air irigasi yang ada untuk
primer dan saluran sekunder beserta bangun- pengembangan usaha pertanian. Selanjutnya
an penunjangnya) berada dibawah Perum Oto- kebijakan tersebut dijabarkan dalam bentuk
rita, dimana untuk DAS Brantas dibawah Pe- Permendagri No. 12 tahun 1992 tentang pem-
rum Jasa Tirta 1 dan DAS Jatiluhur dibawah bentukan organisasi petani yang menangani
Perum Jasa Tirta II. Sementara itu pada jari- pengelolaan air irigasi yang selanjutnya dise-
ngan tersier diserahkan pada kelembagaan but Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan Maka sejak pertengahan tahun 1980-an, mu-
Gabungan P3A. lailah pemerintah pusat menyusun strategi
membentuk organisasi petani (P3A) yang diha-
Gambaran yang sama pada irigasi skala
rapkan dapat membantu mengelola jaringan
sedang dan kecil, hanya pada jaringan utama
irigasi yang telah dibangun. Bahkan sejak ak-
dikelola oleh Dinas PU Pengairan, kecuali pa-
hir tahun 1990-an, sejumlah jaringan irigasi ke-
da wilayah-wilayah Perum Otorita tetap dikelo-
cil (di bawah 500 ha) telah diserahkan penge-
la Perum Otorita. Sedangkan pada jaringan
Iolaannya ke petani melalui Program Penye-
tersier pengelolaannya diserahkan kepada ke-
rahan Irigasi Kecil (PIK).
lembagaan P3A/Gabungan P3A. Sementara
itu pada sistem irigasi pompa, pengelolaan Dalam pelaksanaan pembentukan orga-
irigasi sebagian besar dilakukan swasta per- nisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
seorangan, Kelompok tani (Pemerintah) dan dan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai
Kelompok tani (LSM). Kelembagaan P3A iri- Air (P3A Gabungan) oleh pemerintah dalam
gasi pompa yang merepresentasikan kepenti- hal ini oleh Dinas PU Pengairan dan Perum
ngan petani berhadapan dengan pemilik porn- Otorita cenderung mengejar target kuantitas
pa (swasta). dan aspek kualitas terlupakan. Implikasinya
adalah kelembagaan P3A dan P3A Gabungan
belum slap untuk dapat melaksanakan operasi
KILAS BALIK KEBIJAKAN PENGELOLAAN dan pemeliharaan (OP) irigasi meskipun ter-
IRIGASI batas pada jaringan tersier apalagi untuk OP
pada jaringan sekunder dan tersier. Kelemah-
an mendasar dari proses pembentukan dan
Kebijaksanaan pemerintah dalam pe- pengembangan kelembagaan P3A/P3A Gabu-
ngembangan irigasi selama ini, secara explisit ngan adalah melalui pendekatan proyek dan
difokuskan kepada mempertahankan swasem- tidak melalui proses sosial yang matang, se-
bada beras. Sebagai ilustrasi selama periode hingga segera setelah program selesai maka
Pelita I dan II (1969-1979), perhatian difokus- eksistensi kelembagaan pengelolaan air irigasi
kan kepada rehabilitasi dan kontruksi baru sis- dipertanyakan.
tern irigasi untuk mendukung pecapaian prog-
Sangat dirasakan tidak adil dengan ke-
ram swasembada beras. Kemudian dilanjutkan
luarnya Inpres No. 3 Tahun 1999 tentang pem-
pada Pelita III-IV (1979-1989) disertai dengan
baharuan pengelolaan irigasi, terjadi peruba-
konsolidasi dalam kelembagaan pengelolaan
han yang sangat mendasar dimana kewenang-
air irigasi untuk mempertahankan swasembada
an dalam kegiatan OP mulai dari saluran pri-
beras (Febriamansyah, 1996). Selanjutnya pa- mer, sekunder, dan tertier dilimpahkan kepada
da periode Pelita V-VII dengan pelaksanaan P3A/P3A Gabungan dengan pendanaan yang
otonomi daerah ada kecenderungan muncul- berasal dari iuran pengelolaan air (IPPAIR dan
nya produk hukum tentang pengelolaan air iri-
luran P3A). Nampak bahwa, dalam pelimpa-
gasi di tingkat petani (petak tersier) yaitu P3A
han tesebut belum jelas baik ditinjau dad dasar
dan gabungan P3A (petak sekunder) yang ha- hukum, pedoman pelaksanaan, dan kesiapan
rus menggantikan tugas-tugas pemerintah da-
kelembagaan P3A. Ketidak jelasan dasar hu-
lam operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi.
kum, pedoman pelaksanaan, dan kesiapan ke-
Dalam rangka pembinaan kepada petani lembagaan mengakibatkan berbedanya penaf-
pemakai air maka pemerintah mengeluarkan siran implementasinya didaerah, apalagi dikait-
Inpres No. 2 tahun 1984 yang pada dasarnya kan dengan kebijakan otonomi daerah. Seper-
memberikan arah kepada seiuruh instansi ter- ti dikemukakan Rachman dan Pasandaran

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

54
(2000), di wilayah Jawa Timur, pembentukan Jasa Tirta II (POJ/PJT II) lebih eksis diban-
P3A Gabungan didasarkan pada batas ad- dingkan pada sistem irigasi skala kecil dan
ministrasi (P3A Gabungan mencakup satu pompa. Hubungan antara kinerja kelembagaan
Kecamatan), sedangkan di wilayah Jawa Te- P3A dengan derajat kelangkaan air tidak ber-
ngah, pembentukan P3A Gabungan berdasar- sifat linier. Kelembagaan P3A eksis pada pe-
kan hamparan hidrologis (saluran sekunder). tak-petak tertier yang ketersediaan air irigasi-
Hasil penelitian Saptana et. al. (2000) di Sid- nya cukup, semakin langka semakin kuat, dan
rap, Sulawesi Selatan pembentukan Gabung- tidak eksis kalau sangat langka (Sumaryanto
an P3A seperti di Jumpai di Jawa Timur. et al, 1999 dan Saptana et al., 2000).
Hasil kajian Sumaryanto et al. (1999) Beberapa faktor teknis yang menjadi
dan Saptana et al. (2000) tentang rekayasa kendala dalam pengembangan kelembagaan
optimalisasi alokasi air irigasi diperoleh bebe- air irigasi secara efisien dalam kerangka oto-
rapa gambaran, sebagai berikut: (1) Kinerja nomi daerah adalah: (1) Pola pemberian air
pengelolaan air irigasi pada level usahatani irigasi seringkali mengasumsikan bahwa pola
sangat beragam dan alokasi air irigasi pada le- distribusi curah hujan adalah ajeg; (2) Terja-
vel ini masih jauh dari optimal; (2) Sistem pe- dinya pendangkalan baik pada bangunan uta-
ngelolaan air irigasi pada jaringan irigasi skala ma (waduk) maupun pada saluran irigasi serta
besar dilakukan dengan sistem golongan, yaitu saluran pembuangnya; (3) Banyaknya jaringan
pembagian air dengan membagi wilayah laya- utama berikut bangunan penunjangnya, terma-
nan dengan sistem golongan; (3) Sistem pe- suk bangunan pengambilan ("offtake" atau
ngelolaan air irigasi pada jaringan irigasi skala "sadap"), saluran tertier yang mengalami ke-
kecil dan menengah tidak dilakukan sistem go- rusakan; (4) Banyaknya saluran kuarter atau
longan, pendistribusian air dilakukan dengan saluran cacing yang hilang dan tidak berfungsi
cara giring gilir antar petakan sawah dari yang lagi sehingga alokasi dan distribusi air irigasi
berada di hulu kemudian tengah dan baru se- tidak efisien; (5) Meningkatnya jumlah petani
lanjutnya bagian hilir; (4) Pada semua sistem, dan makin kecilnya rata-rata luas garapan sa-
jaringan irigasi petani belum siap untuk me- wah petani, terutama di Pulau Jawa; (6) Ada-
nanggung beban OP irigasi, dimana petani di- nya lahan-lahan sawah yang aksesnya ke air
hadapkan pada masalah meningkatnya harga- irigasi mulai diterlantarkan (kasus Luar Jawa).
harga masukan dan turunnya harga hasil per-
tanian khususnya gabah. Paling tidak kendala-kendala teknis yang
harus segera ditangani dalam rangka penyera-
Berdasarkan kepada peraturan kebijak- han kewenangan tersebut adalah perencana-
sanaan yang ada dan perkembangan kelem- an pola pemberian air yang didasarkan pola
bagaan pengelolaan air irigasi di beberapa distribusi curah hujan yang bersifat dinamik,
lokasi di Indonesia menunjukkan bahwa pe- yaitu adanya tahun normal, tahun basah dan
ngembangan kelembagaan air irigasi tidak di- tahun kering. Pemerintah pusat dan daerah
dasarkan budaya setempat, tidak melalui pro- harus melakukan pembangunan dan rehabili-
ses sosial yang matang, bersifat sentralistik, tasi kembali terhadap bangunan irigasi yang
dan hanya ditujukan untuk membantu pelaksa- rusak. Mengingat semakin terfragmentasinya
naan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi lahan garapan petani maka konsolidasi penge-
dan tidak diarahkan menjadi kelembagaan lolaan usahatani sangat penting dilakukan.
ekonomi pedesaan yang mandiri, khususnya
dalam menghadapi otonomi daerah. Beberapa faktor ekonomi yang menjadi
kendala dalam pengembangan kelembagaan
air irigasi dalam kerangka otonomi daerah
adalah: (1) Petani memilih komoditas yang pa-
KENDALA DALAM PENGEMBANGAN
ling menguntungkan, sementara itu sistem
KELEMBAGAAN AIR IRIGASI
irigasi yang dibangun bias ke komoditas padi;
(2) Petani memilih pola tanam dengan kombi-
Eksistensi kelembagaan P3A antar loka- nasi yang paling menguntungkan, sementara
si beragam, pada sistem jaringan irigasi besar itu, pada daerah irigasi teknis pola tata tanam
dan menengah seperti Perum Otorita Jatiluhur global dan pola tata tanam detail ditetapkan
yang sekarang berubah nama menjadi Perum oleh Panitia Irigasi, yang berorientasi pada

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

55
komoditas padi; (3) Keterbatasan jumlah trak- kerja tanam dan panen dari luar daerah; (8)
tor dan tenaga kerja; (4) Keterbatasan modal, Kebiasaan petani menggunakan air secara
untuk menerapkan pola tanam dan intensitas berlebihan pada berbagai kegiatan atau per-
tanam optimal; (5) Naiknya harga input seperti tumbuhan tanaman, melampaui kebutuhan ag-
pupuk dan pestisida akan mempengaruhi ting- ronominya; (9) Belum eksisnya kelembagaan
kat adopsi teknologi usahatani; (6) Kenaikan P3A terutama di daerah irigasi semi teknis dan
tingkat upah sektor pertanian; (7) Merosotnya sederhana; (10) Tidak berkembangnya kelem-
harga beberapa komoditas hasil pertanian; (8) bagaan pompa air irigasi bantuan pemerintah
Relatif besarnya iuran air irigasi (IPPAIR dan maupun lembaga swadaya masyarakat yang
P3A), sementara risiko kegagalan panen ma- dikelola kelompok pada lahan sawah tadah
kin besar. hujan.
Adanya beberapa kendala ekonomi Berdasarkan kendala sosial kelemba-
yang bersifat mendasar di atas, nampaknya gaan tersebut, maka perlu dilakukan konsoli-
kurang beralasan kalau seluruh OP irigasi pa- dasi dalam internal kelembagaan petani. Da-
da jaringan tersier, sekunder, dan primer dise- lam jangka menengah dan panjang kelemba-
rahkan kepada kelembagaan air irigasi yang gaan petani diarahkan menjadi kelembagaan
dikelola oleh petani. Disarankan pelimpahan ekonomi pedesaan yang mandiri. Di samping
kewenangan kepada kelembagaan petani di- itu perlu dikembangkan sistem koordinasi baik
batasi pada jaringan tersier dan kuarter, se- antar P3A/P3A Gabungan maupun dengan ke-
dangkan pada jaringan sekunder dan primer lembagaan suprastrukturnya, sehingga distri-
tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah busi, alokasi dan penggunaan air irigasi ber-
Daerah/Pemerintah Pusat atau Perum Otori- jalan secara efisien. Untuk menunjang konsoli-
tas. Pembatasan tersebut juga didasarkan dasi dan koordinasi di atas diperlukan aturan
atas bahwa petani sudah tidak memperoleh perundang-undangan, petunjuk pelaksanaan
subsidi input produksi dan dihadapkan pada dan petunjuk teknis yang berkaitan dengan ke-
merosotnya harga hasil pertanian. Sehingga bijakan otonomi daerah.
satu-satunya insentif petani adalah penyedia-
an fasilitas infrastruktur irigasi dan pelayanan
SIMPUL-SIMPUL KRITIS DALAM
air irigasi. Nampaknya yang dipandang relevan
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
untuk diserahkan kepada kelembagaan petani
IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
terbatas pada irigasi skala kecil.
Sementara itu, faktor sosial kelembaga-
Simpul-simpul Kritis dalam Pengembangan
an yang menjadi kendala dalam pengembang-
Kelembagaan
an kelembagaan air irigasi dalam kerangka
otonomi daerah adalah: (1) Adanya kebijaksa- Dalam pengembangan kelembagaan iri-
naan otonomisasi daerah yang belum diikuti gasi yang efisien untuk peningkatan produksi
oleh perubahan kelembagaan dan peraturan pangan dan pendapatan petani serta dalam
perundang-undangan; (2) Menurunnya eksis- kerangka otonomi daerah perlu dipahami ada-
tensi kelembagaan di tingkat petani seperti nya beberapa simpul kritis mencakup 9 aspek.
Kelompok Tani dan P3A; (3) Masih lemahnya Kesembilan aspek tersebut adalah: (1) Karak-
hubungan kelembagaan P3A dengan aparat teristik sumberdaya air; (2) Sistem jaringan iri-
desa khususnya ulu-ulu desa; (4) Masih le- gasi; (3) Dinamika harga masukan dan keluar-
mahnya hubungan antar P3A, P3A dengan an pertanian; (4) Struktur dan kelembagaan
Gabungan P3A, dan P3A/Gabungan P3A de- penguasaan lahan; (5) Pola hubungan kerja
ngan kelembagaan Supra strukturnya; (5) Ma- pertanian; (6) Persepsi petani terhadap air
sih rendahnya partisipasi petani dalam mem- irigasi; (7) Organisasi pengelolaan air irigasi;
bayar iuran IPPAIR, iuran P3A, dan iuran un- (8) Pengembangan sistem informasi; dan (9)
tuk ulu-ulu desa; (6) Kebiasaan petani untuk Kebijakan otonomi daerah.
menikmati waktu luang (leisure) setelah pa-
nen; (7) Masih rendahnya partisipasi wanita ta-
Beberapa Karakteristik Sumberdaya Air
ni dalam berbagai kegiatan usahatani (kasus
wanita suku Bugis), sehingga kegiatan tanam Dibandingkan sumberdaya alam lainnya
dan panen sangat tergantung pada kelompok air memiliki beberapa sifat khusus sehingga

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

56
tidak mengherankan jika masalah air tidak cu- si menyangkut bentuk, besaran, dan konfigura-
kup diselesaikan secara lokal atau regional na- si dari sistem pengadaan air irigasi, distribusi
mun menyangkut kepentingan nasional, bah- irigasi, dan sistem drainase.
kan di beberapa belahan dunia menyangkut
Saptana et al. (2000) mengemukakan
hubungan antar beberapa negara. Air di bumi
sistem jaringan irigasi mempunyai implikasi
ada dalam bentuk "stock"berupa air tanah dan
"floe✓' atau aliran yang disebut juga air permu- yang sangat penting terhadap sistem kelem-
bagaan pengelolaan air irigasi. Irigasi skala
kaan. Air tanah menjadi penting terutama pada
besar dengan jaringan tata air kompleks mem-
saat musim kemarau karena sebagian besar
butuhkan kelembagaan pengelolaan air yang
air permukaan berasal dari air ini.
berbeda dari irigasi skala menengah dan kecil.
Sifat air yang cukup mencolok adalah Irigasi air permukaan (gravitasi) membutuhkan
adanya sating ketergantungan antar pemakai. kelembagaan pengelolaan air irigasi yang ber-
Sating ketergantungan ini menurut Howe beda dari irigasi pompa.
(1982) antara lain: (a) Ketergantungan aliran;
(b) Ketergantungan volume atau stock; (c) Ke-
Dinamika Harga Masukan dan Keluaran
tergantungan kualitas; dan (d) Ketergantungan
Pertanian
pasar. Selanjutnya Anwar (1995) dalam Su-
maryanto et al. (1999) menyatakan bahwa ke- Secara langsung harga masukan mem-
gagalan ekonomi pasar dalam pengelolaan air pengaruhi biaya produksi. Oleh sebab itu, per-
secara efisien berkaitan dengan karakteristik mintaan terhadap masukan usahatani merupa-
air sebagai berikut: (1) Mobilitas air: karena si- kan fungsi dart harga-harga masukan. Di sisi
fatnya yang mudah mengalir, menguap, mere- lain, harga keluaran menentukan total peneri-
sap, dan keluar melalui media tertentu; maka maan yang akan diterima oleh produsen. Oleh
penegasan hak-hak (property right) atas sum- sebab itu merupakan determinan dari penawa-
berdaya air secara eksklusif agar dapat men- ran produk yang dihasilkannya.
jadi komoditas ekonomi yang dapat dipertu-
karkan sulit diwujudkan; (2) Sifat skala eko- Dalam praktek, pengaruh dinamika har-
nomi yang melekat: dalam penyimpanan, pe- ga masukan dan keluaran bersifat simultan;
nyampaian (conveyance) dan distribusi air terutama jika referensi waktu yang digunakan
terjadi skala ekonomi yang melekat pada air termasuk dalam jangka panjang. Oleh sebab
sebagai komoditas ekonomi, kondisi ini me- itu, permintaan terhadap masukan maupun pe-
nyebabkan penawaran air bersifat monopoli nawaran terhadap keluaran produk yang di-
alami (natural monopoly); (3) Sifat penawaran hasilkannya merupakan fungsi dari harga-har-
ga keluaran dan masukan secara simultan.
air yang berubah-ubah: sifat penawaran air be-
rubah menurut waktu, ruang (tempat), dan Hasil penelitian Sumaryanto et al. (1999)
kualitasnya; (4) Kapasitas daya asimilasi dari dan Saptana et al. (2000) mengemukakan, ba-
badan air (water bodies) : sifat ini menyebab- gi petani dinamika harga masukan dan (eks-
kan air seringkali dipandang sebagai barang pektasi) harga keluaran menentukan keputus-
umum (public goods); (5) Penggunaan air an mengenai jenis, jumlah dan waktu serta
dapat dilakukan secara beruntun (sequential metode berproduksi dalam kegiatan usahatani.
use): bersamaan dengan sifat nomor (4), maka Luasan dan waktu pengusahaan dari tiap-tiap
dapat menimbulkan dampak eksternalitas; (6) jenis komoditas mempengaruhi kebutuhan air
Penggunaannya yang serbaguna (multiple irigasi maka secara langsung mempengaruhi
use); dan (7) Nilai kultural dalam masyarakat mekanisme pengelolaan air irigasi antar peng-
yang menganggap sumberdaya air sebagai guna yang tercakup dalam unit pengelolaan
anugerah Tuhan yang tidak patut dikomer- tersebut. Pada gilirannya hal ini mempenga-
sialkan dapat menjadi kendala dalam alokasi ruhi kelembagaan pengelolaan air irigasi.
air melalui sistem pasar.
Struktur dan Kelembagaan Penguasaan
Sistem Jaringan Irigasi Lahan
Adalah mustahil merekayasa sistem ke- Telah banyak bukti empiris yang menun-
lembagaan pengelolaan air irigasi tanpa mem- jukkan bahwa struktur dan kelembagaan pe-
pertimbangkan aspek ini. Sistem jaringan iriga- nguasaan lahan sangat menentukan sistem
TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

57
usahatani yang diterapkan petani. Oleh karena pemanfaatan air irigasi sulit diwujudkan. Hasil
itu, secara langsung maupun tidak langsung penelitian Saptana et.al. (2000) memberikan
menentukan permintaan petani terhadap air beberapa informasi pokok sebagai berikut: (1)
irigasi. Implikasinya, struktur dan kelembagaan Sudah ada pergeseran persepsi petani dari
penguasaan lahan mempengaruhi aturan rep- memandang air sebagai public goods kearah
resentasi dan dalam hal-hal tertentu juga ter- air sebagai barang ekonomi; (2) Persepsi peta-
hadap property right dari sumberdaya air. ni yang memandang air sebagai barang eko-
nomi semakin nyata pada daerah-daerah la-
Dalam praktek, luas penguasaan dan
han sawah yang relatif kekurangan air; (3)
konfigurasi lahan dalam satu unit hamparan
Perhitungan ekonomi sudah benar-benar dite-
pelayanan air irigasi sangat mempengaruhi de-
rapkan pada daerah-daerah sawah irigasi semi
rajat kesulitan yang dihadapi dalam sistem
teknis, irigasi sederhana dan sawah tadah hu-
pendistribusian air irigasi dan drainasenya.
jan yang menggunakan irigasi pompa.
Oleh sebab itu sangat menentukan aturan rep-
resentasi dalam pengelolaan air irigasi.
Organisasi Pengelolaan Air Irigasi
Pola Hubungan Kerja Pertanian Organisasi pengelolaan air mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak dalam
Sistem pengelolaan usahatani, khusus-
pengelolaan air irigasi. Secara normatif, orga-
nya sistem pengolahan tanah banyak menen-
nisasi pengelolaan irigasi haruslah kompatibel
tukan masa pengolahan tanah. Dalam usaha-
dengan bentuk kelembagaan yang diinginkan.
tani, pola hubungan kerja mempengaruhi pola
penggunaan tenaga kerja. Oleh karena pola Dalam konteks ini, organisasi yang di-
penggunaan tenaga kerja mempengaruhi pula maksud bukanlah organisasi dalam pengerti-
masa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan annya sebagai struktur penyelenggaraan ke-
pekerjaan maka secara tidak langsung mem- giatan saja, tetapi mencakup pula dinamika
pengaruhi pola permintaan air irigasi. lni sa- yang terjadi berkenaan dengan adaptasi ke-
ngat menonjol pada konteks pengolahan ta- lembagaan. Oleh sebab itu, yang terpenting
nah. bukan struktur formalnya tetapi kompatibilitas-
nya dengan fungsi-fungsi yang harus dijalan-
Adanya pergeseran pola hubungan kerja
kan. Sehingga yang perlu memperoleh perha-
dari sambat-sinambat ke sistem upah harian
tian serius adalah kajian-kajian tentang eksis-
dan dari upah harian ke borongan Saptana et
tensi kelembagaan pengelolaan air irigasi lokal
al. (2000), telah membantu dalam pengelolaan
(endogeneous local institution atau local en-
air irigasi secara efisien. Pergeseran tersebut
dowment), seperti subak, ulu-ulu desa, ulu-ulu
menunjukkan makin berjalannya pasar tenaga
fak dan lain-lain. Hal ini dilandasi bahwa seca-
kerja sektor pertanian di pedesaan. Mekanis-
ra historis pada setiap sistem irigasi, dahulu-
me tersebut telah mempengaruhi dalam mem-
nya eksis kelembagaan lokalnya. Namun ke-
percepat pengolahan tanah dan scat tanam.
lembagaan lokal tersebut memudar sebagai
Kesimpulan adalah bahwa secara tidak lang-
akibat kebijakan pembangunan pertanian yang
sung pola hubungan kerja pertanian juga
bersifat sentralistik atau top down.
mempengaruhi bentuk kelembagaan pengelo-
laan air irigasi, khususnya yang berkenaan
dengan masalah aturan representasi Pengembangan Sistem Informasi
Informasi merupakan input utama dalam
Persepsi Petani Terhadap Air Irigasi sistem kelembagaan. Pengembangan informa-
si dalam konteks ini bukan hanya mencakup
Secara teoritis maupun secara empiris,
bagaimana informasi tentang sistem penga-
persepsi petani terhadap air irigasi menentu-
daan, distribusi, dan drainase dalam unit ke-
kan sejauhmana petani menghargai air irigasi.
Iembagaannya sendiri tetapi juga dalam kon-
Jika petani menganggap bahwa air irigasi ada-
teks hubungan kelembagaan secara horizontal
lah barang ekonomi, maka mereka akan me-
maupun secara vertikal.
manfaatkannya secara lebih efisien. Sebalik-
nya apabila air masih dianggap bukan barang Pengembangan sistem informasi ber-
ekonomi maka upaya-upaya efisiensi dalam guna untuk mempermudah eksekusi suatu ak-

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

58
tivitas dan merupakan determinan dari sistem an air irigasi, kilas balik kebijakan pengelolaan
koordinasi yang harus dijalankan, baik koor- air irigasi dan identifikasi terhadap kendala-
dinasi internal organisasi maupun ekternal. kendala pokok dirumuskanlah beberapa sim-
pul krisis dalam pengembangan kelembagaan
air irigasi yang efisien dan dalam kerangka
Kebijakan Otonomi Daerah
otonomi daerah, maka ada beberapa alternatif
Dengan diberlakukannya Undang-Un- model Kelembagaan Air Irigasi yang didasar-
dang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah kan atas sistem jaringan irigasi dan type agro-
Daerah dalam beberapa hal turut mempenga- ekosistem lahan sawah.
ruhi batas yurisdiksi pengelolaan air irigasi,
Dalam konteks pengembangan kelem-
sebagai ilustrasi dalam pasal 1 bagian h di-
bagaan, Ostrom (1992) dalam Kurnia (2000)
katakan Otonomi Daerah adalah kewenangan
mengemukakan hal-hal pokok yang akan me-
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengu-
nentukan keberhasilan pengembangan kelem-
rus kepentingan masyarakat setempat menu-
bagaan adalah sebagai berikut: (1) Jelas batas
rut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi ma-
fisik dan sosialnya; (2) Biaya dan manfaat
syarakat sesuai dengan peraturan perundang-
terdistribusi secara proporsional; (3) Orang-
undangan. Selanjutnya dalam pasal 1 bagian
orang yang terkena aturan, selayaknya ikut di
Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat
dalam pembentukan aturan tersebut; (4) Pe-
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
laksana monitoring adalah semua pihak yang
berwenang mengatur dan mengurus kepenti-
terlibat termasuk para petani sendiri; (5) Pe-
ngan masyarakat setempat menurut prakarsa
langgaran terhadap aturan mendapat sanksi
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat da-
sesuai dengan tingkatan pelanggaran; (6) Ada-
lam ikatan Negara Kesatuan Republik Indo-
nya mekanisme yang mudah untuk penyele-
nesia (UU No. 22 Tahun 1999).
saian konflik; (7) Petani mempunyai hak untuk
Dengan diberlakukannya Undang-Un- menjalankan aturan-aturan mereka sendiri; (8)
dang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Organisasi disusun secara bertingkat.
Daerah dalam beberapa hal turut mempenga-
ruhi hak kepemilikan atas air, sebagai ilustrasi
Model Kelembagaan Irigasi pada Sistem
dalam pasal 10 ayat 1 daerah berwenang me-
Jaringan Irigasi Skala Besar dan Sedang
ngelola sumberdaya nasional yang tersedia di-
Beragroekosistem Lahan Sawah Irigasi
wilayahnya dan bertanggung jawab memeliha-
Teknis
ra kelestarian lingkungan (UU No.22 1999).
Kelembagaan yang telah ada, dimana
Dengan dikeluarkannya Inpres No.3 Ta-
Perum Otorita Jatiluhur telah ditransformasi-
hun 1999 tentang pembaharuan pengelolaan
kan ke arah Perum Jasa Tirta II, yang pada
irigasi yang pada dasarnya berupa penyera-
dasarnya fungsi dan peranannya sama de-
han kewenangan dalam kegiatan OP mulai
ngan POJ hanya perubahan mendasarnya
dari saluran primer, sekunder, dan tertier ke-
adalah terdapat pelaksanaan pengusahaan
pada kelembagaan P3A atau P3A Gabungan
air, lahan dan jasa lainnya, dapat terus dilak-
dengan mengandalkan pendanaan hanya dari
sanakan melalui koordinasi dengan Pemda.
iuran pengelolaan air (IPPAIR dan luran P3A),
Demikian juga dengan irigasi skala besar dan
tanpa melihat kondisi infra struktur irigasi dan
sedang di daerah atau wilayah lain.
kesiapan kelembagaan P3A dan P3A Gabung-
an, jelas akan mempengaruhi kinerja kelemba- Beberapa penyempurnaan yang perlu
gaan pengelolaan air irigasi. dilakukan untuk kelembagaan P3A dan Ga-
bungan P3A adalah : (1) Mengkonsolidasikan
kelembagaan lokal yang beragam dalam satu
PERSPEKTIF PENGEMBANGAN
wadah Koperasi, yang mempunyai salah satu
KELEMBAGAAN IRIGASI EFISIEN PADA
kegiatan atau cabang usaha Pelayanan Air
ERA OTONOMI DAERAH
irigasi sebagai bounded factor (2) Keorgani-
sasian Koperasi Pertanian diwujudkan melalui
Berdasarkan pendalaman terhadap kon- musyawarah dari berbagai wakil kelembagaan
sepsi kelembagaan, penelusuran terhadap se- lokal yang dikonsolidasikan; (3) Transformasi
jarah perkembangan kelembagaan pengelola- kelembagaan koperasi (koperasi desa, serba

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

59
usaha, atau koperasi pertanian) ditempuh me- irigasi sederhana bersifat lokal (terbatas pada
lalui proses sosial yang matang; (4) Proses beberapa desa) maka sangat beralasan untuk
pembentukan atau pengkonsolidasian kelem- merumuskan model kelembagaan yang berbe-
bagaan koperasi tersebut harus dilaksanakan da dengan sistem irigasi skala besar dan
secara demokratis, dan jauh dari campur ta- sedang.
ngan pemerintah otonom; (5) Pengelolaan ke-
lembagaan koperasi diserahkan pada mana-
Mengintegrasikan Kelembagaan Air Irigasi
ger profesional yang dipilih dari dan oleh ang-
ke Dalam Pemerintahan Desa
gota secara demokratis dan transparan; (6)
Organisasi kelembagaan yang menyangkut Model ini dapat dilaksanakan pada dae-
struktur dan cabang-cabang usaha atau ke- rah-daerah irigasi skala kecil yang hanya men-
giatan yang akan dipilih diidentifikasi oleh cakup satu sampai dengan lima desa, sehing-
manager dan pengurus dan diputuskan melalui ga tidak memerlukan sistem koordinasi yang
rapat anggota; (7) Kelembagaan koperasi ter- kompleks dan rumit. Model ini adalah sebagai
sebut disusun secara bertingkat dalam bentuk berikut : (1) Ulu-ulu desa atau Jaga tirtafak
gabungan di tingkat kecamatan dan federasi di yang dipilih harus mengakomodasikan bukan
tingkat kabupaten, sehingga kelembagaan saja kepentingan pemerintah desa tetapi
yang dibangun bisa mempunyai kemandirian kepentingan masyarakat petani; (2) Koordinasi
dalam berhadapan dengan lembaga pemerin- yang baik antar ulu-ulu desa yang telah di-
tah dan dunia usaha lainnya; dan (8) Kelem- tunjuk oleh masing-masing desa, sehingga
bagaan koperasi secara kolektif harus memiliki perlu dibentuk koordinator ulu-ulu desa; (3)
saham terhadap Perum Jasa Tirta II atau Penguatan kelembagaan kelompok tani seba-
Perusahaan lainnya, yang keuntungannya me- gai partner atau mitra kerja ulu-ulu desa atau
rupakan pendapatan koperasi dan pengguna- jaga tirta; (4) Adanya aturan main yang jelas
annya untuk O&P irigasi. tentang besarnya iuran air irigasi baik untuk
desa, untuk ulu-ulu dan kelompok tani serta
Dalam rangka pengelolaan alokasi air
dalam pelayanan air irigasi; (5) Pola ini dapat
irigasi secara optimal maka disarankan ada
diintegrasikan dengan Dana Pembangunan
unit usaha sarana produksi, unit usaha pela-
Desa yang salah satu komponennya adalah
yanan air irigasi, unit usaha jasa alsintan (trak-
untuk pembangunan dan pemeliharaan sarana
tor, power threser), unit usaha processing
dan prasarana desa, sehingga infrastruktur
(RMU) dan unit usaha pemasaran hasil. Agar
irigasi memperoleh prioritas; (6) Tanggung
koperasi sebagai usaha ekonomi desa bisa
jawab pembangunan infrastruktur air irigasi
berjalan dengan baik maka perlu dikembang-
dibebankan pada wilayah masing-masing de-
kan sistem informasi, yang mencakup sistem
sa, sedangkan pemeliharaan sumber air men-
informasi dalam perencanaan, pelaksanaan,
jadi tanggung jawab bersama.
pengawasan serta dalam kontek hubungan ke-
lembagaan (koordinasi) baik secara horisontal
maupun vertikal. Pembentukan Kelembagaan Irigasi Seperti
P3A atau lainnya yang Mengakar pada
Budaya Setempat
Model Kelembagaan Irigasi pada Sistem
Model ini dapat diaplikasikan pada dae-
Jaringan Irigasi Kecil dan Agroekosistem
rah-daerah irigasi skala kecil yang mencakup
Sawah Irigasi Sederhana atau Pedesaan
lebih dari 5 desa, karena sudah memerlukan
Pembentukan P3A yang dilaksanakan sistem koordinasi yang cukup kompleks dan
berdasarkan Inpres, Nomor 2 Tahun 1984 rumit. Model ini adalah sebagai berikut : (1)
telah mendorong pembentukan organisasi air Pada masing-masing desa dibentuk kelemba-
irigasi yang bersifat sentralistik, seragam dan gaan yang menangani air irigasi bisa dalam
kaku. Dampak pembangunan yang sentralistik bentuk P3A, kelompok tani maupun kelemba-
tersebut pada daerah-daerah lahan sawah gaan lainnya yang disepakati; (2) Keorganisa-
irigasi sederhana atau pedesaan banyak me- sian kelembagaan yang dibangun secara ber-
matikan atau paling tidak memudarkan kelem- sama harus ada pembagian kerja secara or-
bagaan lokal. Mengingat sistem jaringan irigasi ganik dalam bentuk unit usaha operasi dan
skala kecil pada agroekosistem lahan sawah pemeliharaan, unit iuran air irigasi dan unit

FAE Volume 19, No 2, Desember 2001 50 - 65

60
usaha ekonomi desa (sarana produksi, jasa Dalam pengembangan model kelemba-
alsintan, jasa processing, pemasaran, simpan- gaan irigasi pompa harus memperhatikan be-
pinjam, dll.); (3) Keorganisasian tersebut di- berapa fenomena empiris dalam sejarah pe-
konsolidasikan dalam satu Gabungan P3A ngembangan (Pasandaran dan Purwoto,
atau gabungan kelompok tani, yang meng- 1999). Beberapa fenomena empiris yang pen-
koordinasikan seluruh kegiatan P3A/kelompok ting untuk diungkapkan adalah: (1) Potensi air
tani baik secara horisontal maupun vertikal; (4) tanah dalam untuk aktivitas ekonomi, terutama
Pelaksanaan O&P irigasi dibagi habis sesuai pertanian adalah terbatas, di Indonesia diper-
batas keliling irigasi atau wilayah kerja ga- kirakan hanya mencakup areal seluas 168 ribu
bungan P3A/kelompok tani atau kelembagaan ha (Pakpahan et al., 1992); (2) Risiko dan ke-
sejenis lainnya; (5) Untuk menghindari banyak- tidakpastian usaha irigasi pompa dengan sum-
nya beban anggota, kegiatan seperti pember- ber air sadapan dari air permukaan adalah
sihan saluran dilakukan Iangsung oleh petani relatif tinggi, terutama pada musim kemarau;
anggota sebagai faktor sekaligus pengikat pe- (3) Munculnya gejala pemompaan berlebihan
tani anggotanya; (6) Pengelolaan dana O&P sehingga mengakibatkan penurunan permuka-
irigasi yang dikelola P3A/gabungan P3A atau an air "phreatic", fenomena ini memberikan
kelompok tani/gabungan kelompok tani harus isyarat bahwa pengembangan pompa yang
dikoordinasikan dengan Pemerintah Desa da- tidak tepat bisa menimbulkan eksternalitas; (4)
lam hal ini ulu-ulu desa; dan (7) Apabila dana Pangsa biaya air irigasi pompa dalam biaya
O&P jaringan irigasi yang bersumber dari total usahatani adalah cukup tinggi atau ber-
IPAIR tidak mampu untuk memenuhi anggaran kisar 22 — 40 persen (Hermanto et al., 1996);
kebutuhan nyata maka dapat diintegrasikan (5) Peran pihak swasta terbatas pada sistem
dengan Dana Pembangunan Desa, bantuan irigasi pompa berskala menengah dengan
Pemda maupun dari pusat terutama dalam sumber air sadapan dari air permukaan, yang
masa transisi otonomi daerah. mengindikasikan kurangnya insentif investasi
irigasi pompa; (6) Relatif rendahnya efisiensi
alokatif pemanfaatan air irigasi pompa, yang
Model Kelembagaan Irigasi pada Sistem masih terkonsentrasi pada daerah sentra pro-
Jaringan Irigasi Pompa Pada Agroeko- duksi padi; (7) Lemahnya organisasi pengelo-
sistem Sawah Irigasi Sederhana dan Tadah laan di tingkat petani.
Hujan
Terkait dengan point 7, hasil studi yang
Model kelembagaan air irigasi yang efi- dilakukan oleh Pakpahan et a/. (1992) me-
sien pada sistem jaringan irigasi pompa tipe nunjukkan bahwa ketidak-mampuan P3A me-
agroekosistem sawah irigasi sederhana dan ngadakan kapitalisasi atau internalisasi irigasi
tadah hujan didasarkan menurut siapakah iri- pompa sebagian besar disebabkan oleh kele-
gasi pompa tersebut dikembangkan dan siapa- mahan organisasi dalam menumbuh-kem-
kah investornya. Menurut inisiatif pengemba- bangkan Collective action khususnya yang
ngan dan investornya, sistem irigasi pompa di berhubungan dengan penanganan free rider,
Indonesia dapat dipilah menjadi dua yakni: (a) ongkos transaksi, komitmen, dan loyalitas.
Irigasi pompa pemerintah; (b) Irigasi pompa air
tanah yang dikembangkan melalui Proyek
Model Kelembagaan Irigasi Pompa Bantuan
Pengembangan Air Tanah (P2AT) atau Proyek
Pemerintah atau LSM Melalui Pendekatan
Irigasi Air Tanah (PIAT), dan (c) Irigasi pompa
Kelompok
non-PIAT, seperti yang diungkapkan oleh Su-
maryanto dan Pakpahan (1999). Dewasa ini Beberapa kelemahan mendasar dari mo-
ada irigasi pompa yang merupakan proyek del ini antara lain mencakup: (a) Melalui pen-
bantuan dari pemerintah Jepang yaitu Proyek dekatan keproyekan, sehingga segera setelah
SPL OECF. Irigasi pompa swadaya masyara- proyek selesai tidak ada keberlanjutan dalam
kat dapat dipilah menjadi 3 katagori, yaitu: (a) pembinaan; (b) Proses pembentukan kelom-
Irigasi pompa swasta; (b) Irigasi pompa swa- pok yang bersifat dadakan, sehingga tidak
daya petani; dan (c) Irigasi pompa bantuan melalui proses sosial yang mayu; (c) Persepsi
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). masyarakat bahwa kalau ada bantuan peme-
rintah menjadi barang public goods, sehingga

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumatyanto

61
masyarakat hanya berfikir jangka pendek terus dikembangkan. Beberapa hal yang perlu
dalam pemanfaatannya dan pemeliharaan ku- diperhatikan adalah : (1) Pengaturan jumlah
rang, sehingga cepat rusak dan tidak terjadi pompa dalam suatu wilayah sesuai dengan
rekapitabilisasi, (d) Secara umum kelembaga- ketersediaan air sadapan, luas areal lahan
an P3A irigasi pompa di lokasi penelitian me- garapan dan jenis komoditas yang diusaha-
nunjukkan kinerja yang tidak balk. kan; (2) Perlindungan terhadap petani atas
biaya air yang ditanggung, sehingga tidak
Berdasarkan beberapa kelemahan men-
menciptakan pasar air yang bersifat monopoli
dasar tersebut di atas maka arah pengemba-
atau oligopoli; (3) Dalam rangka otonomi dae-
ngan model kelembagaan air irigasi pompa
rah, maka harus ada sebagian dana yang di-
bantuan dari Pemerintah atau LSM melalui
peruntukkan pemerintah desa, namun sebagi-
pendekatan kelompok dilakukan melalui prin-
an dikembalikan untuk pembangunan infra-
sip-prinsip dasar pengembangan kelembaga-
struktur irigasi seperti saluran dari pompa atau
an, antara lain adalah : (1) Proses pembentu-
sumber sadapan ke petak-petak lahan; dan (4)
kan kelompok harus dilakukan secara wajar,
Perlindungan terhadap air dan sumber air
bertahap dan melalui proses sosial yang ma-
sehingga air yang diambil dapat dipertahankan
tang; (2) Pemilihan ketua dan pengurus dipilih
jumlah dan kualitasnya.
secara demokratis oleh anggota; (3) Penge-
lolaan dilakukan secara terbuka atau transpa-
ran; (4) Partisipasi petani sebagai anggota dari Model Kelembagaan Irigasi Pompa Petani
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan Secara Swadaya
pengawasan sehingga petani merasa memiliki
dan tahu hak dan kewajibannya; (5) Mem- Tidak dapat dipungkiri bahwa keswada-
bangkitkan kesadaran masyarakat petani balk yaan petani yang sangat tinggi dalam investasi
secara individu maupun kolektif bahwa inves- irigasi pompa merupakan bukti empiris bahwa
petani memiliki kemandirian yang tinggi. Be-
tasi irigasi pompa adalah bentuk usaha eko-
berapa argumen pokok kenapa petani secara
nomi guna mencari keuntungan, sehingga
swadaya melakukan investasi irigasi pompa
terjamin keberlanjutannya; (6) Mekanisme
adalah : (1) Salah satu cara untuk mengurangi
kerjasama antara pemilik pompa (kelompok
risiko usahatani, karena sifatnya sebagai
tani) dengan pemilik lahan (petani anggota)
suplesi; (b) Pendukung utama keberhasilan
dapat mengikuti pola kerjasama antara swasta
dan pemilik lahan melalui kesepakatan; dan usahatani, karena sifatnya sebagai sumber air
(7) Sistem reward dan punishment harus dite- utama pada musim kemarau (gadu); (3) Motif
untuk meningkatkan pendapatan; dan (4)
gakkan, sehingga hak-hak petani anggota ser-
Berkembangnya beberapa komoditas komer-
ta kewajibannya dapat diperoleh dan dijalan-
sial seperti cabe, tomat, semangka, melon dll.
kan dengan balk.
Berdasarkan hal-hal pokok di atas maka
model kelembagaan air irigasi pompa petani
Model Kelembagaan Air Irigasi Pompa
secara swadaya, dapat terus dikembangkan.
Swasta
Beberapa penyempurnaan yang dapat dilaku-
Pola kerjasama antara pemilik pompa kan adalah : (1) Melakukan transformasi dari
irigasi swasta dengan petani pemilik lahan petani individu kepada kelompok petani terba-
bervariasi dalam suatu lokasi dan antar lokasi tas pada hamparan lahan yang berdekatan,
penelitian. Hasil penelitian di lapang paling sesuai kapasitas pompa; (2) Karena harga air
tidak ada tiga pola kerjasama, yaitu: (a) De- pada irigasi pompa lebih mahal dari sistem
ngan sistem sewa berdasarkan lamanya peng- irigasi gravitasi maka pemilihan komoditas
gunaan atau banyaknya bahan bakar (solar pertanian yang bernilai ekonomi tinggi pada
yang dipakai); (b) Dengan sistem sewa ber- hamparan tersebut dapat meningkatkan pen-
dasarkan luas lahan yang dialiri; (c) Dengan dapatan petani; (3) Harus ada mekanisme
sistem bagi hasil antara pemilik pompa dengan yang jelas tentang apa yang menjadi hak-hak
pemilik lahan yang bervariasi antara 1 : 3 dan kewajiban-kewajiban diantara yang ber-
sampai dengan 1 : 4. syarikat; dan (4) Besaran iuran air harus dida-
sarkan pada keberlanjutan usaha dan kemam-
Model yang sudah berjalan pada kelem-
puan melakukan rekapitalisasi kembali.
bagaan air irigasi pompa swasta ini dapat

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 : 50 - 65

62
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kelompok Tani; (c) Lemahnya koordinasi balk
KEBIJAKSANAAN horisontal maupun vertikal; (d) Rendahnya
partisipasi petani dalam iuran IPPAIR dan
iuran untuk P3A; (e) Kebiasaan menikmati
Sejarah dan perkembangan kelemba- waktu luang (leisure) setelah panen; (f) Ke-
gaan air irigasi di Indonesia menunjukkan biasaan petani yang bersifat boros dalam
sangat kuatnya kepentingan pemerintah pusat penggunaan air.
dalam pencapaian swasembada beras dan
Beberapa simpul kritis yang sangat perlu
usaha untuk mempertahankan, sehingga pem-
dipahami dalam rangka pengembangan ke-
bangunan jaringan irigasi dan pengembangan
lembagaan yang efisien adalah: (a) Karak-
kelembagaan pengelolaan irigasi bias ke
teristik sumberdaya air; (b) Sistem jaringan
komoditas padi, sementara itu pengembangan
irigasi; (c) Dinamika harga masukan dan ke-
kelembagaan P3A yang dilaksanakan secara
luaran pertanian; (d) Struktur dan kelemba-
sentralistik dan seragam antar daerah, antar
gaan penguasaan lahan; (e) Pola hubungan
sistem jaringan irigasi dalam beberapa hal
kerja pertanian; (f) Persepsi petani terhadap
telah mendorong perkembangan kelembagaan
air irigasi; (g) Organisasi pengelolaan air irigasi
pengelolaan irigasi khususnya pada sistem
dan (h) Pengembangan sistem informasi.
jaringan irigasi sedang dan besar, namun
dalam banyak hal menyebabkan memudarnya Penyempurnaan sistem kelembagaan
kelembagaan lokal khususnya pada sistem pengelolaan irigasi yang efisien dalam kerang-
jaringan irigasi kecil, irigasi sederhana, dan ka otonomi daerah haruslah dibangun mengi-
irigasi pompa. kuti kaidah-kaidah pengembangan kelemba-
gaan, yaitu: (a) Jelas batas fisik dan sosialnya;
Beberapa faktor teknis utama yang men-
(b) Proses pembentukan atau pengkonsoli-
jadi kendala dalam menunjang pengembangan
dasian dilaksanakan secara demokratis,
kelembagaan irigasi yang efisien dalam ke-
buttom up dan melalui proses sosial yang ma-
rangka otonomi daerah adalah: (a) Keterse-
tang, serta didasarkan atas local institution
diaan air irigasi yang pola distribusi curah
endoument; (c) Biaya dan manfaat terdistribusi
hujan antar waktu yang polanya tidak ajeg; (b)
secara adil; (d) Pelaksana monitoring dan
Terjadinya pendangkalan balk pada bangunan
evaluasi dilaksanakan oleh semua pihak yang
utama maupun penunjangnya; (c) Terjadinya
terlibat; (e) Adanya aturan main (rule of the
kerusakan balk pada bangunan utama mau-
game) yang jelas, dan adanya reward bagi
pun penunjangnya, dan (d) Banyaknya saluran
yang mematuhi dan adanya punishment bagi
kuarter atau cacing yang hilang dan tidak
yang melanggar; (f) Pengembangan sistem
berfungsi lagi.
informasi yang baik, sehingga koordinasi ber-
Sedangkan beberapa faktor ekonomi jalan harmoni baik secara horisontal maupun
utama yang menjadi kendala utama adalah: secara vertikal.
(a) Petani umumnya rasional, dalam memilih
komoditas dan pola tanam yang paling me-
nguntungkan, sementara itu sistem jaringan DAFTAR PUSTAKA
irigasi di desain untuk tanaman padi; (b) Untuk
mempercepat waktu pengolahan tanah diha-
dapkan pada kendala keterbatasan jumlah Ambler. 1991. Dinamika Kelembagaan Petani,
traktor dan tenaga kerja; (c) Belum berkem- dalam Irigasi di Indonesia, disunting oleh
bangnya pasar modal di Pedesaan; (d) Naik- Effendi Pasandaran. LP3ES, Jakarta.
nya harga-harga masukan dan tingkat upah;
Anonim. 1999. Undang-Undang Pemerintah
dan (e) Merosotnya harga komoditas perta-
Daerah dan Perimbangan Keuangan
nian.
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sementara itu faktor sosial kelembagaan Pariba, Jakarta.
yang menjadi kendala utama dalam pengem-
Fagi, Achmad M., Ibrahim Manwan. 1997.
bangan kelembagaan irigasi yang efisien ada-
Teknologi Pertanian dan Alternatif Pe-
lah: (a) Adanya kebijaksanaan otonomi dae-
nanggulangan Dampak Negatif Kemarau
rah; (b) Belum eksisnya kelembagaan P3A/
Panjang. dalam Baharsjah et al (1997):

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

63
Sumberdaya Air dan Iklim Dalam Mewu- Pasandaran, E. dan A.H. Taryoto. 1993.
judkan Pertanian Efisien. Departemen Petani dan Irigasi : Dua Sisi Mata Uang.
Pertanian dan PERHIMPI. Lokakarya Pembangunan Berkelanjutan
dan Penanggulangan Kemiskinan di
Febriansyah, R. 1996. Meningkatkan Manfaat
Tingkat Lokal, Bogor 15-17 Juni 1993
Ekonomi Air Irigasi dan Menjamin Keber-
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Perta-
lanjutan OP Irigasi : Beberapa Pemikiran
nian, Badan Penelitian dan Pengem-
Awal. Rancangbangun dan Manajemen
bangan Pertanian. Bogor.
Irigasi Mendukung Sistem Usahatani
Rakyat yang Berorientasi Agribisnis dan Pasandaran, E. dan Adreng Purwoto. 1999.
Agroindustri. Fakultas Teknologi Pertani- Isu dan Arah Kebijakan Pengembangan
an, Universitas Gajah Mada. Yogya- Irigasi Pompa. Prosiding Seminar Pers-
karta. pektif Keswadayaan Petani dalam Pe-
ngembangan Irigasi Pompa. Hasil Kerja-
Hanel, A. 1989. Organisasi Koperasi: Pokok-
sama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pokok Pikiran Mengenai Organisasi Ko-
Pertanian dengan Ford Foundation.
perasi dan Kebijaksanaan Pengembang-
Bogor.
annya di Negara-Negara Berkembang.
Universitas Pajajaran. Bandung. Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik untuk
Penelitian Rekayasa Sosial Perspektif
Horton, B. Paul and Chester I. Hunt. 1984.
Ekonomi Institusi. Prosiding Patanas
Sociology. Mc Graw-Hill, Inc. Singapore.
Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Te-
Hsieh, S. C. 1966. Management Decision on ngah Perkembangan Teknologi Pertani-
Small Farms in Taiwan. A/D/C Reprint. an. Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
The Agricultural Development Council, Bogor.
Inc., New York. May 1966, 19 p.
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Lan-
Mubyarto. 1977. Pengantar Ekonomi Pertani- dasan Konseptual dalam Rekayasa
an. LP3ES. Jakarta. Institusi (Koperasi). Makalah disampai-
kan pada Seminar Pengkajian Masalah
Nippon Koei Co. Ltd. 1993. The Study for
Perkoperasian Nasional, Badan Litbang
Formulation of Irrigation Development
Koperasi di Jakarta 23 Oktober 1990.
Program in The Republic of Indonesia.
Pusat Peneltitian Sosial Ekonomi Perta-
Directorete General of Water Resource
nian, Badan Penelitian dan Pengemba-
Development, Ministry of Public Work,
ngan Pertanian. Bogor.
Jakarta.
Pakpahan, A., Sumaryanto, Hendiarto, dan
Pasandaran, Effendi. 1991. Pengembangan
Supena Friyatno. Studi Kebijaksanaan
Pengairan Jangka Panjang Tahap Ke-
Irigasi Pompa di Indonesia. Kerjasama
dua: Pemikiran Tentang Kebijaksanaan
Ford Foundation dengan Pusat Pene-
Strategi Pengembangan Sumberdaya
litian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Air Jangka Panjang di Indonesia.
Makalah disampaikan pada Seminar Pusposutardjo, Suprodjo. 1995. Efisiensi Air
Nasional "Kebijakan Strategi Pengemba- Irigasi di Saluran dan Petak (Sawah).
ngan Sumberdaya Air Jangka Panjang di dalam Ganjar Kurnia (Ed.). 1995. Ganjar
Indonesia" di Bappenas, 4 — 5 Desember Kurnia (Ed). 1995. Hemat Air Irigasi:
1991. Jakarta. Kebijakan, Teknis, Pengelolaan, dan
Sosial Budaya. Pusat Dinamika Pemba-
Pasandaran, E. dan Hermanto.1995. Pengelo-
ngunan. UNPAD. Bandung.
laan Sistem Irigasi Hemat Air dalam
Rangka Mempertahankan Swasembada Rachman, B. dan Effendi P. Kelembagaan
Beras. dalam Ganjar Kurnia (Ed). 1995. Pengelolaan Air Irigasi dalam Perspektif
Hemat Air Irigasi: Kebijakan, Teknis, Otonomi Daerah dan Ketahanan Pa-
Pengelolaan, dan Sosial Budaya. Pusat ngan. Makalah disampaikan pada :
Dinamika Pembangunan. UNPAD. Ban- Kongres dan Seminar KNI-ICID 16-17
dung. November 2000. Bogor.

FAE. Volume 19, No. 2, Desember 2001 50 - 65

64
Saptana, dkk. 2000. Rekayasa Optimalisasi Taryoto, A. H. 1995. Analisis Kelembagaan
Alokasi Air Irigasi dalam Rangka Pe- dalam Penelitian Sosial Ekonomi Perta-
ningkatan Produksi Pangan dan Penda- nian Suatu Pengantar. Prosiding Pe-
patan Petani. Laporan Teknis PSE. ngembangan Hasil Penelitian: Kelemba-
Badan Litbang Departemen Pertanian. gaan dan Prospek Pengembangan
Beberapa Komoditas Pertanian. Pusat
Sumaryanto dan Agus, P., 1999. Peran Stra-
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
tegic Irigasi Pompa dalam Mendukung
Bogor.
Pengembangan Produksi Pangan. Prosi-
ding Perspektif Keswadayaan Petani Tubb, S. L. 1984. A System Approach to
dalam Pengembangan Irigasi Pompa. Small Group Interaction Second Edition.
Hasil Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Addison Wesley Publishing Company.
Ekonomi Pertanian dengan Ford Massa Chusetts. 338 halaman.
Foundation. Bogor.
Windia, W. 1996. Pengelolaan Irigasi dalam
Sumaryanto, Saptana, R.S. Rivai, V. Siagian, Sistem Subak di Bali untuk Menunjang
dan N. Kusnadi. 2000. Rekayasa Sistem Usahatani Rakyat yang Ber-
Optimalisasi Alokasi Air Irigasi dalam orientasi Agribisnis dan Agroindustri.
Rangka Peningkatan Produksi Pangan Rancangbangun dan Managemen Irigasi
dan Pendapatan Petani. Laporan Hasil Mendukung Sistem Usahatani Rakyat
Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Eko- yang Berorientasi Agribisnis dan Agro-
nomi Pertanian, Badan Penelitian dan industri. Fakultas Teknologi Pertanian,
Pengembangan Pertanian. Bogor. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Schmid, A. A. 1960. Evolution on Michigan Valera, A. dan T.H. Wickham.1984. Peng-
Water Laws: Response to Economic gunaan Air dan Lama Waktu Pengerjaan
Development. Departement of Agricultu- Tanah untuk Padi Sawah. dalam
ral Economic. Circular Bulletin 227. Pasandaran, E. dan D.C. Taylor (Ed).
Michigan Agr. Expt. Station: 1-22. 1984. Irigasi Perencanaan dan Pengelo-
laan. P.T. Gramedia. Jakarta.
Sedana, I. G. 1996. Subak Gede Sebagai
Embrio Lembaga Perekonomian di Pe- Zakaria, W. A. dan Waluyo. 1999. Adaptasi
desaan. Rancangbangun dan Manage- dan Inovasi Kelembagaan Sistem Irigasi
men Irigasi Mendukung Sistem Usaha- Pompa. Studi Kasus pada Beberapa
tani Rakyat yang Berorientasi Agribisnis P3A Irigasi Pompa di Jawa. Prosiding
dan Agroindustri. Fakultas Teknologi Seminar Perspektif Keswadayaan Petani
Pertanian, Universitas Gajah Mada. dalam Pengembangan Irigasi Pompa.
Yogyakarta. Hasil Kerjasama Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian dengan Ford
Foundation. Bogor

TINJAUAN HISTORIS DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN IRIGASI DI ERA OTONOMI DAERAH
Saptana, Hendiarto, Sunarsih dan Sumaryanto

65

Anda mungkin juga menyukai