Anda di halaman 1dari 11

TUGAS HUKUM LINGKUNGAN

“ URGENSI PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN


DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN EKOREGION DALAM
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MEWUJUDKAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN”
Dibuat dalam Rangka Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester

DISUSUN OLEH:
RESTIYANI (E0016360)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
konstitusi merupakan hierarkhi hukum tertinggi yang berisi pedoman dasar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara terang, Pembukaan
Konstitusi alinea 4 juga memuat mengenai tujuan negara yang salah satunya
adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Salah satu parameter untuk
menciptakan kesejahteraan masyarakat adalah pemenuhan hak-hak dasar
masyarakat.
Mengutip pendapat Sri Soemantri, bahwasanya terdapat tiga hal pokok
yang wajib tercantum dalam konstitusi di seluruh dunia, yaitu (i) adanya
jaminan terhadap hak-hak manusia dan warga negara; (ii) susunan
ketatanegaraan yang sifatnya fundamental; serta (iii) pembagian dan
pembatasan tugas ketatanegaraan.1 Bahwasanya, hak atas lingkungan yang
baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana dijamin
di dalam Pasal 28H UUD NRI Tahun 1945. Dalam konteks pelaksanaan
urusan pemerintahan, hak atas lingkungan tersebut termasuk dalam rezim
pemerintah daerah kabupaten.
Berkaca pada kondisi saat ini, lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup di dalamnya telah
mengalami degradasi kualitas. Mengambil studi pada sumber daya air, contoh
permasalahan yang muncul yaitu pencemaran, banjir, dan kekeringan yang
kesemuanya timbul akibat konflik kepentingan manusia yang secara langsung
merusak siklus keseimbangan ekosistem kita.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin hari semakin mengancam
kelangsungan manusia dan makhluk hidup lainnya ini perlu ditindaklanjuti
dengan adanya suatu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
konsisten. Salah satu tahapan krusial dalam proses perlindungan dan

1
Miftakhul Huda. 2009. “Pengujian Undang-Undang dan Perubahan Konstitusi: Mengenal Lebih
Dekat Gagasan Sri Soemantri”. Jurnal Konstitusi Volume 6 Nomor 4, November 2009. Hlm. 173-
174.
pengelolaan lingkungan hidup itu ialah melalui penetapan wilayah ekoregion.
Ekoregion merupakan wilayah geografis yang memiliki ciri iklim, tanah, air,
flora dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
Tulisan ini nantinya akan berfokus pada analisis mengenai pentingnya
perspektif pembangunan berwawasan lingkungan yang perlu dikedepankan
melalui pendekatan ekoregion dalam sistem hukum pengelolaan sumber daya
air sungai dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah permasalahan pengelolaan sumber daya air sungai saat ini?
2. Bagaimanakah pendekatan ekoregion dalam pengelolaan sumber daya air
sungai dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menganalisis permasalahan pengelolaan sumber daya air sungai pada
rezim otonomi daerah
2. Mengkaji penerapan pendekatan ekoregion dalam pengelolaan sumber
daya air sungai untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengelolaan Sumber Daya Air Sungai pada Rezim Otonomi Daerah
Konstitusi sebagai sumber hukum materiil maupun formil teah
mengalami berbagai dinamika hingga diamandemen sebanyak empat
kali sebagai bentuk penyempurnaan dasar bernegara. Salah satu aspek
penting dari amandemen konstitusi ini adalah lahirnya gagasan
mengenai pentingnya lingkungan hidup (ecocracy) yang sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.gagsan kemudian dinormakan dalam
Pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”2
Pengaturan lingkungan hidup yang dijamin secara langsung
dalam konstitusi dapat dimaknai sebagai upaya serius dari pemerintah
untuk menjamin keberlangsungan fungsi lingkungan hidup bagi
generasi mendatang. Konsekuensi lebih lanjut dari diaturnya
lingkungan hidup di dalam konstitusi adalah bahwa setiap kebijakan
maupun program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah harus
memfokuskan pada aspek keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan
demikian, segala kebijakan yang termaktub di dalam Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah serta
pearturan perundang-undangan yang lain tidak boleh bertentangan
dengan amanah konstitusi yang pro lingkungan.3
Berkaitan dengan permasalahan mengenai pengelolaan sumber
daya air yang ditinjau dari perspektif ekoregion, maka setidaknya
terdapat empat sumber hukum yang perlu dikaji. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang

2
Jimmly Asshiddiqie. 2010. Green Constitution Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm. 117.
3
Nita Triana. 2014. Pendekatan Ekoregion dalam Sistem Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air
Sungai di Era Otonomi Daerah. Jurnal Pandecta Volume 9 Nomor 2. Hlm 158.
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentag
Pemerintahan serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.52/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Norma, Standar, Prosedur
dan Kriteria Pengendalian Pembangunan Ekoregion pada Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion.
Masalah utama yang timbul pada sumber daya air sungai adalah
terganggunya siklus hidrologi kita. Menurut Effendi, permasalahan air
sungai di Indonesia telah mencapai puncaknya. Di musim kemarau,
terjadi krisis air yang berkepanjangan, sedangkan ketika musim
penghujan datang,sungai meluao dan menyebabkan banjir. Masalah
lain yang muncul yaitu, tercemarnya air sungai akibat limbah-limbah
yang dibuang oleh manusia.4
Terjadinya krisis air menyebabkan perubahan yang signifikan
pada nilai air itu sendiri. Pada awalnya air, sebagai salah satu
penunjang kebutuhan primer yang bernilai sosial, kini telah berubah
fungsi dengan mengedepankan fungsi ekonomi. Keberadaan air bersih
yang semakin langka membuat permasalahan mendasar pada rantai
ekosistem kita.
Hasil pemantauan kualitas air melalui pengukuran Indeks
Kualitas Air pada 13 sungai dan 40 situ yang ada di wilayah DKI
Jakarta menunjukkan bahwa 83% sungai dan 79% situ berada dalam
kategori buruk. Hasil penelitian yang mengacu pada studi Departemen
Pekerjaan Umum ini perlu dicermati mengingat sungai memiliki peran
penting sebagai salah satu sumber daya alam pendukung kehidupan
manusia. Selain penurunan kualitas air, terjadi pula kecenderungan
peningkatan bencana di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti
tanah longsor, erosi dan sedimentasi. DAS saat ini memikul beban
yang cukup berat dengan meningkatnya kepadatan penduduk di sekitar

4
Effendi. 2008. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Jakarta:
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Hlm. 93.
DAS dan meningkatnya pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya
alam secara intensif. Sehingga kondisi DAS mengalami degradasi.5
Meruaknya kasus di daerah aliran sungai berkaitan dengan tata
ruang yang tidak terkendali dan kurangnya pemeliharaan di kawasan
infrastruktur menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan secara
makro. Banyaknya kasus over exploitation menunjukka ekonomi
menjadi salah satu pemicu terjadinya kerusakan lingkungan.
Jika melihat dari sudut pandang geografis, Indonesia memiliki
potensi sumber daya air sungai yang sangat besar. Mahakam, Kapuas,
Barito, Serayu dan sebaginya menyimpan potensi yang dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Namun, karena
banyaknya konflik kepentingan yang diinisiasi oleh manusia
menyebabkan keberlangsungan sumber daya air tersebut
dipertanyakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sam’un Jaja Raharja menyatakan
bahwa dilihat dari segi administrasi, sungai memiliki sifat yang
mengalir dan melintasi batas wilayah administratif, sehingga banyak
tumpah tindih hak yang akan berujung pada konflik kepentingan.6
Keadaan ini berpotensi memunculkan kompetisi dan konflik,
baik yang bersifat horisontal maupun vertikal. Konflik yang dimaksud
antara lain konflik kuantitas berkaitan dengan kelangkaan, konflik
kualitas karena pencemaran dan kerusakan lingkungan, konflik
organisasional, karena pengelolaan yang fragmentaris dan sektoral atau
kewilayahan administratif, konflik nilai berkaitan dengan pandangan
penguasaan dan pemanfaatan sumber air sebagai barang publik atau
privat dan komoditas ekonomi global. Ironisnya dan sekaligus juga
paradoks, yaitu manakala terjadi hal-hal negatif pada aliran sungai,

5
Asdak. 1999 Daerah Aliran Sungai Sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air
Sebagai Indikator Sentral. Seminar Sehari PERSAKI: DAS Sebagai Satuan Perencanaan Terpadu
Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air. Jakarta, 21 Desember 1999. Hlm. 47
6
Nita Triana. Ibid.
seperti pencemaran, banjir, dan kekeringan, masing-masing pihak
cenderung saling menyalahkan.7

I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Lintje Ana Marpaung


dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah membuka peluang terjadinya disintegrasi
bagi pengelolaan lingkungan hidup. Fokus dari otonomi daerah yang
terletak pada daerah Kabupaten/Kota, baik dari segi kewenangan
ataupun perimbangan keuangan membuat daerah provinsi semakin
jauh untuk turut serta dala mewujudkan serta melaksanakan kebijakan
dalam bidang lingkungan. Kebijakan lingkungan yang berbeda tiap
daerah juga mengakibatkan adanya potensi tumpang tindih kebijakan
terhadap penegakan hukum lingkungan, sebagaimana disebutkan di
atas tentang karakteristik sungai yang melewati banyak daerah.
Adanya otonomi daerah yang memberikan akses seluas-luasnya
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri menyebabkan
pengelolaan lingkungan hidup diarahkan untuk mengejar keuntungan
dan berorientasi paa pembangunan.
1.2 Pendekatan Ekoregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Air untuk
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Permasalahan daerah aliran sungai (DAS) harus segera ditangani
untuk kemudian dilindungi dan dikelola. Beberapa tujuan pengelolaan
dari DAS adalah mewujudkan kondisis tata air DAS yang optimal
meliputi kuantitas, kualitas, dan distribusi menurut ruang dan waktu,
mewujudkan kondisi lahan yang produktif secara berkelanjytan,
mewujudkan kesejahteraan masyarakat berkeadilan. Ruang lingkup
pengelolaan yang dimaksud yaitu penatagunaan lahan pengelolaan
sumber daya air, pengelolaan lahan dan vegetasi, pengelolaan dan

7
Sam’un Jaja Raharja. 2009. “Paradigma Governance dalam Penerapan Manajemen Kebijakan
Sektor Publik pada Pengelolaan Sungai”, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis &
Birokrasi, Mei-Agustus 2009, Volume 16, Nomor 2ISSN 0854-384. Hlm. 86
pengembangan sumber daya buatan, serta pemberdayaan masyarakat
dan pengembangan kelembagaan.
Ekoregion adalah batas darat dan perairan dimana batas tersebut
tidak ditentukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas
geografis dari komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area
ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas
biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem untuk menyokong
proses- proses ekologi yang penting seperti siklus nutrient dan limbah,
migrasi dan aliran arus. Untuk menjaga habitat dari spesies-spesies
yang penting dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat di
dalam pengelolaan alam, penggunaan dan memahami proses- proses
biologi.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menerangkan bahwa
Ekoregion adalah geografis ekosistem, artinya pola susunan berbagai
ekosistem dan proses di antara ekosistem tersebut yang terikat dalam
suatu satuan geografis. Penetapan ekoregion menghasilkan batas
(boundary) sebagai satuan unit analisis dengan mempertimbangkan
ekosistem pada sistem yang lebih besar. Penetapan ekoregion tersebut
menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam melihat
keterkaitan, interaksi, interdependensi dan dinamika pemanfaatan
berbagai sumberdaya alam antar ekosistem di wilayah ekoregion.
Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau RPPLH perlu memperhatikan keragaman dan
karakteristik fungsi ekologis, kepadatan penduduk, sebaran potensi
SDA, kearifan lokal dan aspirasi masyarakat serta perubahan iklim.
Analisis berbasis ekoregion yang mempunyai karakteristik tertentu,
akan memperkuat dalam mewujudkan pula arah penekanan perbedaan
Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada
pulau-pulau besar maupun kepulauan yang mempertimbangkan aspek
darat dan laut. UU Nomor 32 Tahun 2009 memberi peluang besar
untuk mengelola lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara lebih
efektif. Hal ini akan memperkuat pula perencanaan pembangunan
nasional dan wilayah, terlebih secara mandat dalam UU Nomor 32
Tahun 2009 dinyatakan bahwa RPPLH dijadikan dasar dan dimuat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Secara prinsip, pendekatan ekoregion juga bertujuan untuk
memperkuat dan memastikan terjadinya koordinasi horisontal antar
wilayah administrasi yang saling bergantung (hulu-hilir) dalam
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mengandung
persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun
permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, pendekatan ekoregion
mempunyai tujuan agar secara fungsional dapat menghasilkan
Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
pemantauan dan evaluasinya secara bersama antar sektor dan antar
daerah yang saling bergantung, meskipun secara kegiatan operasional
pembangunan tetap dijalankan sendiri-sendiri oleh sektor/dinas dan
wilayah administrasi sesuai kewenangannya masing-masing.
Dasar pendekatan ini juga akan mewujudkan penguatan
kapasitas dan kapabilitas lembaga (sektor/dinas) yang disesuaikan
dengan karakteristik dan daya dukung sumber daya alam yang sedang
dan akan dimanfaatkan. Pendekatan ekoregion juga terdapat dalam
Kajian Lingkungan Hidup Strategis atau KLHS. atau yang juga
dikenal sebagai Strategic Environmental Assessment (SEA). Konsep
KLHS telah di implementasikan secara efektif di negara-negara Eropa,
sebagian negara-negara di benua Afrika, Asia, dan Amerika serta di
Australia dan Selandia Baru. Sebagian besar dari mereka bahkan
menerapkannya sebagai directive ataupun mandatory policy. Definisi
KLHS yang secara umum dirujuk oleh sebagian besar pengguna
KLHS adalah sebagai berikut: ”Suatu proses sistematis dan
komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan, pertimbangan
sosial dan ekonomi, serta prospek keberlanjutan dari usulan kebijakan,
rencana, atau program pembangunan”.
BAB III
PENUTUP

1. Simpulan
Terjadinya krisis air menyebabkan perubahan yang
signifikan pada nilai air itu sendiri. Pada awalnya air, sebagai salah
satu penunjang kebutuhan primer yang bernilai sosial, kini telah
berubah fungsi dengan mengedepankan fungsi ekonomi.
Keberadaan air bersih yang semakin langka membuat
permasalahan mendasar pada rantai ekosistem kita.
Pendekatan ekoregion Bertujuan untuk memperkuat dan
memastikan terjadinya koordinasi horisontal antar wilayah
administrasi yang saling bergantung (hulu-hilir) dalam pengelolaan
dan perlindungan lingkungan hidup yang mengandung persoalan
pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun
permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, pendekatan ekoregion
mempunyai tujuan agar secara fungsional dapat menghasilkan
Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
pemantauan dan evaluasinya secara bersama antar sektor dan antar
daerah yang saling bergantung, meskipun secara kegiatan
operasional pembangunan tetap dijalankan sendiri-sendiri oleh
sektor/dinas dan wilayah administrasi sesuai kewenangannya
masing-masing.
2. Saran
a. Adanya harmonisasi peraturan berkaitan dengan kewajiban
perlindungan pengelolaan lingkungan hidup
b. Perlunya pengeraturan yang tegas antara kebijakan paerwisata
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkugan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Asdak. 1999 Daerah Aliran Sungai Sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi
Lingkungan: Air Sebagai Indikator Sentral. Seminar Sehari PERSAKI:
DAS Sebagai Satuan Perencanaan Terpadu Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Air. Jakarta, 21 Desember 1999.

Effendi. 2008.. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu.
Jakarta: Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air.

Jimmly Asshiddiqie. 2010. Green Constitution Nuansa Hijau Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta : Rajawali Pers.

Miftakhul Huda. 2009. “Pengujian Undang-Undang dan Perubahan Konstitusi:


Mengenal Lebih Dekat Gagasan Sri Soemantri”. Jurnal Konstitusi Volume
6 Nomor 4, November 2009.

Nita Triana. 2014. Pendekatan Ekoregion dalam Sistem Hukum Pengelolaan


Sumber Daya Air Sungai di Era Otonomi Daerah. Jurnal Pandecta Volume
9 Nomor 2.

Sam’un Jaja Raharja. 2009. Raharja Sam’un Jaja, “Paradigma Governance dalam
Penerapan Manajemen Kebijakan Sektor Publik pada Pengelolaan Sungai”,
Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi, Mei-Agustus
2009, Volume 16, Nomor 2ISSN 0854-384.

Anda mungkin juga menyukai