Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Harga Diri Rendah


1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah hati
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak
mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Iyus Yosep, 2016)
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2011).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga
diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk
berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah
melihat lingkungan dengan cara negatif dan mengangga sebagai ancaman (Keliat,
2011).

2. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan
respons yang maladaptive
3. Rentang Respon Adaptif-Maladaptif

4. Tanda dan Gejala


Menurut Damaiyanti, 2014, tanda dan gejala harga diri rendah adalah sebagai berikut:
1. Mengkritik diri sendiri.
2. Perasaan tidak mampu.
3. Pandangan hidup pesimis.
4. Penurunan produktifitas.
5. Penolakan terhadap kemampuan diri.
6. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
7. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat.
8. Menunda keputusan.
9. Sulit bergaul.
10. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
11. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cembur, curiga dan halusinasi.
12. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup.
13. Merusak atau melukai orang lain.
14. Tidak menerima pujian.
15. Kurang memperhatikan perawatan diri.
16. Berpakaian tidak rapi.
17. Berkurang selera makan.
18. Tidak berani menatap lawan bicara.
19. Lebih banyak menunduk.
20. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

5. Patomekanisme
Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Biologi (gen, virus, Psikologi (kegagalan, Sosiokultural (Pola asuh,


cacat lahir) kehilangan) ekonomi, lingkungan)

Struktur otak abnormal Dianggap Stressor

Gangguan Vasokontriksi
Sirkulasi di otak Pembuluh Darah

Vasokontriksi pembuluh Gangguan perfusi Perubahan potensial


6. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi

2) Terapi Modalitas

3) Terapi Somatik
7. Konsep Standar Asuhan Keperawatan Jiwa (SAK Jiwa)
1) Pengertian standar asuhan keperawatan
Standar adalah suatu pernyataan diskriptif yang menguraikan penampilan
kerja yang dapat diukur melalui kualitas struktur, proses dan hasil (Gillies,
1989,h.121). Standar merupakan pernyataan yang mencakup kegiatan-kegiatan
asuhan yang mengarah kepada praktek keperawatan profesional (ANA,1992,h.1)
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif , ditujukan
kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup kehidupan manusia (lokakarya Nasional 1983)
Standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan
suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelyanan keperawatan yang diberikan
untuk klien ( Gillies, 1989h. 121). Fokus utama standar praktek keperawatan
adalah klien. Digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan
keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan.
Melalui standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atan tindakan
keperawatan itu yang telah diberi sesuai dengan yang direncanakan dan apakah
klien dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Beberapa tipe standar telah digunakan untuk mengarahakan dan
mengontrol praktek keperawatan. Standar dapat berbentuk ‘normatif’ yaitu
menguraikan praktek keperawatan yang ideal yang menggambarkan penampilan
perawat yang bermutu tinggi, standar juga berbentuk ‘empiris’ yaitu
menggambarkan praktek keperawatan berdasarkan hasil observasi pada sebagaian
besar sarana pelayanan keperawatan (Gillies 1989,h.125).
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja
yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai Standar
asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat
dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien Hubungan antara
kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui
standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk
(Wilkinson, 2006).
2) Tujuan standar asuhan keperawatan
a. Memberi bantuan yang efektif kepada semua orang yang memerlukan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional
b. Menjamin bahwa bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dan mengurangi/menghilangkan kesenjangan
c. Mengembangkan standar asuhan keperawatan yang ada
d. Memberi kesempatan kepada semua tenaga keperawatan untuk
mengembangkan tingkat kemampuan profesional
e. Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua kalangan
kesehatan
f. Melibatkan pasien dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan penting lainnya
mencakup pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan
efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan
pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang
bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan
tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi
pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan.
Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan
sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan
(Kawonal, 2000).
3) Pelaksanaan standar asuhan keperawatan
Upaya peningkatan mutu asuhan keperawatan, tidak cukup hanya dengan
tersedianya Standar Asuhan Keperawatan tetapi perlu didukung sistem
pemantauan dan penilaian penerapan standar tersebut, yang dilaksanakan
secara sistematis, objektif dan berkelanjutan
 Standar I: pengkajian keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentangstatus kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkatdanberkesinambungan.
Kriteria proses:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, dan mempelajari data penunjang ( pengumpulan
data diperoleh dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
lab, dan mempelajari catatan klien lainnya ).
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan,
rekam medis dan catatan lain.
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
 Status kesehatan klien saat ini
 Status kesehatan masalalu
 Status fisiologis, psikologis, sosial, dan spiritual
 Respon terhadap alergi
 Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
 Resiko tinggi masalah
 Standar II: diagnosa keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

kriteria proses:
 Proses diagnosis terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah
klien dan perumusan diagnosis keperawatan.
 Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari: Masalah (P), Penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
 Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosis keperawatan.
 Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
 Standar III: perencanaan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi maslaah dan
meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses:
 Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana
tindakan keperawatan.
 Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
 Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
 Mendokumentasikan rencana keperawatan.
 Standar IV implementasi:
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan
Kriteria proses:
 Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
 Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status kesehatan
klien
 Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien.
 Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah
tanggung jawabnya.
 Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk mencapai
tujuan kesehatan.
 Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada.
 Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang
digunakannya.
 Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
 Standar V: evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan
dan merevisi data dasar serta perencanaan
Kriteria proses:
 Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara kompeherensif,
tepat waktu dan terus menerus.
 Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus menerus. Menggunakan data dasar dan respon klien
dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan. Memvalidasi dan
menganalisis data baru dengan sejawat dan klien.
 Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
 Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
B. Skizofrenia
1. Definisi
Skizofrenia berasal dari kata “skizo” dan “frenia”. Skizo yang artinya retak atau
perpecahan, sedangkan frenia adalah jiwa. Skizofrenia menurut Videbeck (2008)
adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Menurut Herman
(2015) mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi dan perilaku sosial.
Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna skizo artinya terbagi,
terpecah dan phrenia artinya pikira. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah (rudyanto,
2007). Skizofrenia adalah penyakit otak neurobiological yang serius dan menetap,
ditandai dengan kognitif dan persepsi serta efek yang tidak wajar (Laraia, 2009).
Penyakit ini bersifat kronik dan melalui 3 yaitu fase prodromal, fase aktif, dan fase
residual. Fase prodromal dimulai dengan perubahan perasaan dan mood, fase aktif
biasanya disebut dengan psikosis yaitu munculnya gejala halusinasi, delusi, dan ilusi
(Sadock&Sadock, 2010).
Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, ras,
maupun tingkat sosial ekonomi (Maramis, 2005). Skizofrenia dikarakteristikan
dengan psikosis, halusinasi, delusi, disorganisasi pembicaraan dan perilaku, afek
datar, penurunan kognitif, ketidakmampuan bekerja atau kegiatan hubungan sosial
yang memburuk (Bustillo, 2008).
2. Etiologi
a. Teori somatogenik
1) Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu
orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan
kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998).
2) Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia
pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3) Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak
sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
4) Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu
membuat sediaan.
b. Teori Psikogenik
1) Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis
yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang
inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia.
Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan
orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
2) Teori Sigmund Freud
Pada penderita skizofrenia terdapat :
a) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatic
b) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Ide yang
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
c) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
3) Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini
yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi
2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
3. Rentang Respon Adaptif-Maladaptif

4. Tanda dan Gejala Skizofrenia


Tanda dan gejala skizofrenia menurut Keliat (2012) adalah sebagai berikut:
a) Gejala positif:
1) Waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,
dipertahankan dan disampaikan berulang-ulang (waham kejar,
waham curiga, waham kebesaran).
2) Halusinasi: gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus
eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman dan perabaan).
3) Perubahan arus pikir:
 Arus pikir terputus: dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan pembicaraan.
 Inkohoren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara
(bicara kacau).
 Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti
oleh diri sendiri tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
4) Perubahan perilaku:
 Hiperaktif.
 Agitasi.
 Iritabilitas.
b) Gejala negatif:
1) Sikap masa bodoh (apatis).
2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking).
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial).
4) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari.
Dapus
Yosep &Sutini. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC.
Damaiyanti & Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Herdman, T. heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Bustillo, J.R. 2008. Schizophrenia. http://www.schizophrenia.com. Diaskes pada
tanggal 24 Maret 2018.
Maramis, W F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Rudyanto. 2007. Skizofrenia&Diagnosa Banding. Jakarta: FKUI.
Sadock, BJ., Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai