Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TINJAUAN YURIDIS HILANGNYA STATUS KEWARGANEGARAAN


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Ganjil

Hukum Perorangan dan Perkawinan 2021/2022

Disusun Oleh:
Muhammad Ridwan Rasyid (1910611225)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Sulastri, SH,MH

Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional Veteran “Jakarta”

Jakarta

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah hukum perorangan & perkawinan sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi nilai ulangan tengah semester (UTS) ini yang
berjudul “TINJAUAN YURIDIS HILANGNYA STATUS KEWARGANEGARAAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA”. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Sulastri, SH,MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Perorangan & Perkawinan atas bimbingannya dalam proses pembuatan makalah
ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah hukum perorangan & perkawinan ini


masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan waktu yang dimiliki. Oleh
karenanya, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan
senang hati. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan dan dapat digunakan sebaiknya sebagai referensi
memahami pembahasan terkait.

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................... 2

Daftar Isi ................................................................................................................ 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

Pendahuluan .......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

BAB II .................................................................................................................... 7

Pembahasan ........................................................................................................... 7

A. Konsep kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia dalam sistem


ketatanegaraan Republik Indonesia
............................................................................................................. 7
B. Hilangnya Status kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
............................................................................................................. 11

BAB III ................................................................................................................. 15

Penutup ................................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

B. Saran ................................................................................................ 15

Daftar Pustaka ....................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang telah diketahui, Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara hukum sendiri memiliki
makna bahwa didalamkan menghendaki segala tindakan atau perbuatan mempunyai dasar
hukum yang jelas atau adanya legalitasnya baik berdasarkan hukum tertulis maupun hukum
yang tidak tertulis. Terkait dengan penegasan bahwa Indonesia merupakan negara hukum
tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
19451 berisi bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum yang mengandung pengertian
bahwa segala tatanan dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara
didasarkan atas hukum yang berlaku.

Dalam pelaksanaan kekuasaan di dalam negara hukum penting diketahui bahwa


adanya jaminan dalam konstitusi sebagai norma dasar penyelenggaraan negara. Esensi
dengan dipilihnya suatu negara menganut konsep negara hukum itu pada dasarnya ada
dua, yaitu perlindungan terhadap hak asasi manusia dan adanya pembagian kekuasaan
negara dengan sistem checks and balances dengan tujuan; pemerintah dapat memberi
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pada konstitusi yang berlaku di Indonesia, telah
diatur mengenai perlindungan hak asasi manusia, salah satunya ditentukan mengenai
kebebasan setiap warga negara dalam memilih status kewarganegaraannya.

Setiap individu tentu memiliki kepentingan, yaitu suatu tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Disebabkan manusia yang memiliki kepentingan
ini, mengakibatkan meluasnya interaksi manusia di dunia dan memberikan peluan terjadinya
perkawinan antar bangsa yang berbeda kewarganegaraan. Keadaan seperti ini sulit
dibendung karena merupakan bagian dari hak asasi manusia itu sendiri bagi seseorang
untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Perkawinan campuran antar bangsa ini tidak
jarang memunculkan suatu masalah, permasalahan ini kerap muncul ketika menentukan
status kewarganegaraan karena perbedaan sistem asas kewarganegaraan yang dianut.
Dalam hal negara tempat asal seseorang dengan negara tempat dimana seseorang itu
melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan

1
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

4
menimbulkan persoalan. Persoalan akan terjadi apabila kedua negara yang bersangkutan
memiliki sistem yang berbeda, maka dalam hal ini dapat terjadi keadaan yang menyebabkan
seseorang menyandang status dwi- kewarganegaraan (bipatride) atau sebaliknya malah
menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (apatride).

Sejalan dengan berkembangnya zaman, membuat mobilitas antar warga negara


semakin marak dan luas, hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat di Indonesia yang
berpergian ke luar negari. Tujuan dari masyarakat tersebut untuk berpergian ke luar negari
sangatlah beragam, mulai dikarenakan Pendidikan serta pekerjaan, bahkan tidak jarang
menghasilnkan perkawinan antar warga negara. Tidak hanya itu, seiring dengan
berkembangnya teknologi, maka berkembang pula cara manusia berinteraksi dengan
manusia lainnya sehingga tumnbuhlah suatu hubungan romantis antar negara karenanya.2

Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk
menjadi warga negara. Di Indonesia hak-hak dasar dari warganya diatur dalam UUD 1945
sebagai konstitusi dasar negara.3 Terkait dengan syarat-syarat menjadi warga negara dalam
ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan
asas ius-soli. Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Sedangkan asas ius
sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa kewarganegaraan
seseorang ditentukan oleh orang tuanya.4

Terkait dengan masalah kewarganegaraan dan tidak berkewarganegaraan baik itu


menyangkut masalah memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan, walaupun sudah
diatur oleh hukum kewarganegaraan nasional maupun hukum internasional (international
law), ternyata masih banyak menyisakan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Kewarganegaraan merupakan suatu masalah yang sangat penting bagi hidup seseorang
karena menyangkut kehidupan sehari-hari seseorang dalam lapangan hukum publik dan
lapangan hukum privat.

2
Sylvana Murni D Hutabarat. Pendampingan penggunaan media sosial yang cerdas dan
bijak berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Diseminasi: Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat. 2020. Volume 2 Nomor 1
3
Suherman, Dwi Aryanti R, dan Yuliana Yuli W. 2014. Hak-Hak Personal Dalam Hukum
Perdata Ekonomi di Indonesia. Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1. Hlm, 126.
4
Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta, 2015,
hlm. 110.

5
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia dalam sistem


ketatanegaraan Republik Indonesia?

2. Bagaimanakah status hilangnya kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor


12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?

C.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsep kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia dalam sistem


ketatanegaraannya

2. Untuk mengetahui status dari hilangnya kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia dalam sistem


ketatanegaraan Republik Indonesia

Belanda dan Jerman, menerapkan Undang-Undang Kewarganegaraan


berasas tunggal, tetapi memberlakukan dwi kewarganegaraan sebagai hukum
pengecualian. Sebaliknya Belgia, Finlandia, Italia, Polandia dan Yunani, menerapkan
hukum kewarganegaraan berasas ganda, yang secara implisit memperbolehkan
setiap subyek hukum negara-negara tersebut memiliki kewarganegaraan lebih dari
satu, berapapun banyaknya. Lebih khusus lagi, Yunani dan Polandia menerapkan
aturan bahwa sekali seseorang menjadi warga negara Yunani atau Polandia, maka
selama hayat dikandung badan yang bersangkutan akan tetap warganegara Yunani
atau Polandia, sekalipun yang bersangkutan telah memiliki kewarganegaraan lain
dan/atau sudah tidak bertempat tinggal lagi di Yunani ataupun Polandia. Bahkan
untuk Yunani, jika seseorang dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah
keturunan Yunani, dimanapun ia berada di muka bumi ini, maka yang bersangkutan
berhak mendapatkan kewarganegaraan Yunani5

Perihal kewarganegaraan di Indonesia, sebelum Amandemen Undang-


Undang Dasar 1945, diatur dalam Pasal 26 ayat (1)6 yang menyatakan bahwa, yang
menjadi warga negara alah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang. Ketentuan semacam ini
memberikan penegasan bahwa untuk orang-orang bangsa Indonesia asli secara
otomatis merupakan warga negara, sedangkan bagi orang-orang bangsa lain untuk
menjadi warga negara Indonesia harus disahkan terlebih dahulu dengan Undang-
Undang.

Setelah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, pengaturan mengenai


kewarganegaraan diatur dalam Pasal 26, yang mengamanatkan bahwa:

5
Indonesian Diaspora Network, Hukum (Dwi) Kewarganegaraan di Uni Eropa (Sebuah
Masukan Untuk Team Penyusun Naskah Akademik dan/atau Team Penyusun Rancangan Undang
Undang mengenai Perubahan UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia), Tas Force
Imigrasi dan Kewarganegaraan Indonesian Diaspora Network-European Union (TFIK IDN-EU), 2015,
hlm. 3.
6
Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

7
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia.

3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang- undang.

Selanjutnya, sebagai pelaksana dari Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuklah Undang- Undang Nomor
12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 1
ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini mengatur mengenai pengertian
warga negara, adapun yang dimaksud dengan warga negara adalah warga suatu
negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain itu
ditentukan juga dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa, Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang- orang
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang- undang
sebagai warga negara. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006,
yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak
sendiri.

Ketegasan siapa orang-orang bangsa Indonesia asli sebagaimana diatur


dalam Pasal 2 berikut penjelasannya berdasarkan Undang- Undang Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia telah memperjelas dan
mempertegas kedudukan dan kepastian hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia
yang sejak kelahirannya di wilayah Republik Indonesia dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri tersebut sejalan dengan ketegasan
yang diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19457 yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan, sehingga dengan demikian pada tataran yuridis konstitusional
interpretasi tentang pengertian “bangsa Indonesia asli” menjadi lebih jelas. 8
Kewarganegaraan ini juga memperhatikan asas- asas kewarganegaraan umum atau
universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli dan campuran. Asas-asas
kewarganegaraan tersebut tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang
Kewarganegaraan ini juga memperhatikan asas- asas kewarganegaraan umum atau
7
Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
8
Noor M. Aziz, 2011, Laporan Kompedium Hukum Bidang Kewarganegaraan, BPHN
Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 43

8
universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli dan campuran. Asas-asas
kewarganegaraan tersebut tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang
Kewarganegaraan ini.

Berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan, kewarganegaraan ganda (Bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride) tidaklah dikenal. Namun, Kewarganegaraan ganda yang
diberikan pada anak-anak merupakan suatu pengecualian.12 Maka sebab itu,
bedasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan,
Indonesia secara tegas tidak menerapkan status kewarganegaraan ganda atau
bipatride, kecuali pada anak dalam kondisi tertentu atau yang dikenal dengan prinsip
Kewarganegaraan ganda terbatas. Adapun yang dimaksud dengan terbatas disini
ialah bahwa terhadap anak-anak yang merupakan hasil dari perkawinan campuran
akan diberikan batas waktu terakhir sampai anak tersebut berusia 21 tahun untuk
memilih salah satu kewarganegaraan yang dimiliki yaitu memilih antara
berkewarganegaraan Indonesia atau berkewarganegaraan asing. 9

Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda


(bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda
yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu
pengecualian. Selain asas tersebut diatas, beberapa asas khusus juga menjadi
dasar penyusunan Undang- Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
yaitu:

a. Asas kepentingan nasional: Asas yang menentukan bahwa peraturan


kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad
mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita- cita
dan tujuannya sendiri.

b. Asas perlindungan maksimum: Asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib


memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam
keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.

c. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan: Asas yang menentukan


bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam
hukum dan pemerintahan.

9
Hans Kelsen, 2010. Hukum dan Ilmu Negara.Bandung :Nusa Media 13 Eka Martiana
Wulansari, Konsep Kewarganegaran Ganda Tidak Terbatas (Dual Nasionality) Dalam Sistem
Kewarganegaraan Di Indonesia, Jurnal RechtsVinding online, Media Pembinaan Hukum Nasional

9
d. Asas kebenaran substantif: Merupakan prosedur pewarganegaraan seseorang
tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat- syarat
permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

e. Asas nondiskriminatif: Asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama,
golongan, jenis kelamin dan gender.

f. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia: Asas yang
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga
negara pada khususnya.

g. Asas keterbukaan: Asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.

h. Asas publisitas: Asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar
masyarakat mengetahuinya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan10 Republik Indonesia telah menghapus semua aturan
kewarganegaraan yang diskriminatif. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ini, secara yuridis memberi batasan
atau kriteria orang-orang bangsa Indonesia asli berdasarkan tempat kelahiran dan
sepanjang yang bersangkutan memenuhi ketentuan undang-undang tersebut demi
hukum semua Warga Negara Indonesia termasuk juga Warga Negara Indonesia
keturunan adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan menjadi anggota penuh
warga bangsa Indonesia yang harus diperlakukan sederajat dengan Warga Negara
Indonesia lainnya yang berasal dari berbagai golongan masyarakat, tanpa
membedakan segi agama, ras, suku, etnis, kultur bahasa maupun profesi yang
dimilikinya. Selain memperlakukan warga keturunan sama seperti warga bangsa
Indonesia lainnya, undang- undang ini juga melakukan terobosan penting, yakni
dengan memberi kewarganegaraan ganda bagi anak dari hasil perkawinan
campuran antara Warga Negara Indonesia dengan warga negara Asing sebelum
anak berusia 18 tahun dan belum menikah. Tujuan ditentukan pengaturan ini salah
satunya adalah untuk melindungi hak-hak anak.
10
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

10
B. Hilangnya Status kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pada hakikatnya, hukum kewarganegaraan merupakan seperangkat kaidah


yang mengatur tentang muncul dan berakhirnya hubungan antara Negara dan
warganegara. Dengan kata lain, hukum kewarganegaraan mempunyai ruang lingkup
cara-cara memperoleh dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan.11

Perihal suatu penentuan status kewarganegaraan dilakukan dengan merujuk


pada asas kewarganegaraan yang telah dipakai dalam suatu negara. Selain itu
perlu disadari bahwa setiap negara mempunyai kebebasan untuk menentukan asas
kewarganegaraan ini terkait dengan penentuan persoalan kewarganegaraan
seseorang.12

Warga negara dapat bertempat tinggal di negaranya sendiri ataupun tinggal


dan berada di negara lain, demikian pula penduduk yang tinggal di suatunegara
dapat mempunyaikewarganegaraan Negara yang bersangkutan ataupun negara lain.
Oleh karena itu, warga negara dan kewarganegaraan mempunyai konsep yang
berbeda dari pengertian penduduk dan kependudukan. Dalam berbagai literatur
hukum di Indonesia, biasanya cara memperoleh status kewarganegaraan hanya
digambarkan terdiri atas dua cara, yaitu: status kewarganegaraan dengan kelahiran
di wilayah hukum Indonesia, atau dengan cara pewarganegaraan atau naturalisasi.

Dalam berbagai literatur hukum di Indonesia, biasanya cara memperoleh


status kewarganegaraan hanya digambarkan terdiri atas dua cara, yaitu: status
kewarganegaraan dengan kelahiran di wilayah hukum Indonesia, atau dengan cara
pewarganegaraan atau naturalisasi. Akan tetapi di samping itu, menurut Jimly
Asshiddiqie dapat dikatakan bahwa dalam praktik, terdapat adanya 5 (lima) prosedur
atau metode perolehan status kewarganegaraan, yaitu sebagai berikut :

a) Citizenship by birth, yaitu pewarganegaraan berdasarkan kelahiran dimana


setiap orang yang lahir di wilayah suatu negara, dianggap sah sebagai warga negara
yang bersangkutan. Asas yang dianut disini adalah ius soli, yaitu tempat kelahiranlah
yang menentukan kewarganegaraan seseorang.

11
Moh. Mahfud MD, 2010, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers,
Jakarta, edisi rev, hlm. 233
12
Isharyanto. 2015. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan
Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan). Bantul: CV. Absolute Media.
Hlm, 8.

11
b) Citizenship by descent, yaitu pewarganegaraan berdasarkan keturunan
dimana seseorang yang lahir di luar wilayah suatu negara dianggap sebagai warga
negara karena keturunan apabila pada waktu yang bersangkutan dilahirkan kedua
orang tuanya adalah warga negara tersebut. Asas yang dipakai disini adalah ius
sanguinis dan hukum kewarganegaraan di Indonesia pada pokoknya menganut asas
ini, yaitu melalui garis ayah.

c) Citizenship by naturalisation, yaitu pewarganegaraan orang asing yang


atas kehendak sadarnya sendiri mengajukan permohonan untuk menjadi warga
negara dengan memenuhi segala persyaratan yang ditentukan untuk itu.

d) Citizenship by registration, yaitu pewarganegaraan bagi mereka yang telah


memenuhi syarat- syarat tertentu dianggap cukup dilakukan melalui prosedur
administrasi pendaftaran yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode
naturalisasi yang lebih rumit. Misalnya seorang wanita asing yang menikah dengan
pria berkewarganegaraan Indonesia.

e) Citizenship by incorporation of territory, yaitu pewarganegaraan karena


terjadinya perluasan wilayah negara. Misalnya ketika Timor Timur menjadi wilayah
Negara Republik Indonesia, maka proses pewarganegaraan Timor Timur itu
dilakukan melalui prosedur yang khusus ini.13

Setalah ditelaah kembali berdasarkan BW, maka ahli waris, termasuk


kedalam perkawinan campuran, berhar mendapatkan warisannya sebagaimana
dijelaskan diatas bahwa dapat berpindahnya kewarganegaraan akibat perkawinan
campuran ini.14

13
Jimly Asshiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Press PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 394-396, edisi revisi
14
Suprima, Wardani Rizkianti, Khoirur Rizal Lutfi. Implikasi Hukum Penunjukan Ahli Waris
Berdasarkan Klausul Asuransi Dalam Perspektif Hukum Waris Perdata. 2019. Volume 1 Nomor 1

12
Di samping itu, seseorang dapat pula kehilangan kewarganegaraan karena
tiga kemungkinan cara, yaitu sebagai berikut:

a) Renunciation, yaitu tindakan sukarela seseorang untuk menanggalkan


salah satu dari dua atau lebih status kewarganegaraan yang diperolehnya dari dua
negara atau lebih. Misalnya dalam hal terjadi keadaan bipatride, yang bersangkutan
dapat menentukan pilihan kewarganegaraan secara sukarela dengan menanggalkan
salah satu statusnya warga negara (renunciation).

b) Termination, yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan


hukum, karena yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan dari negara lain.
Jika seseorang mendapatkan status kewarganegaraan dari negara lain, negara yang
bersangkutan dapat memutuskan sebagai tindakan hukum bahwa status
kewarganegaraannya dihentikan.

c) Deprivation, yaitu suatu penghentian paksa, pencabutan, atau pemecatan


dari status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena
terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara perolehan
status kewarganegaraan atau apabila orang yang bersangkutan terbukti tidak setia
atau berkhianat kepada negara dan undang-undang dasar

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan


Republik Indonesia, pengaturan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
ditentukan dapat melalui kelahiran, permohonan, pernyataan, pemberian oleh
negara, dan pengangkatan anak. Disamping ketentuan mengenai memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia, seseorang dapat pula kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia. Kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat terjadi karena kehilangan
kewarganegaraan dengan sendirinya, dengan adanya permohonan, dan kehilangan
kewarganegaraan akibat dari suatu perkawinan campuran.

Pada suatu hal terjadinya suatu peristiwa perkawinan campuran,


mengingat adanya peraturan Undang-Undang Perkawinan dan diiringi dengan
adanya perkembangan paradigm pemikiran masyarakat, maka dari itu arti dari

13
perkawinan campuran tidak lagi sebatas perkawinan beda agama, namun dapat juga
perkawinan beda kewarganegaraan15

Perempuan WNI dan laki-laki WNI yang menikah dengan WNA dapat
keilngan kewarganegaraan Indonesia, jika ingin tetap mnjadi WNI harus menyatakan
keinginannya kepada pejabat. Namun jika tidak mengajukan maka ia akan pada
perspektif Instrumen Internasional mengenai HAM, yang ada pada Deklarasi
Internasional tentang Hak Hak asasi Manusia yang diadopsi Majelis Umum PBB
tanggal 10 Desember 1948 pada Pasal 15 diterangkan “bahwa setiap orang berhak
atas kewarganegaraan, Tidak seorangpun dengan semena mena dapat dikeluarkan
dari kewarganegaraanya atau ditolak hak nya untuk mengganti kewarganegaraan”.16

15
M. Nur Kholis Al Amin. 2016. Perkawinan Campuran Dalam Kajian Perkembangan Hukum:
Antara Perkawinan Beda Agama Dan Perkawinan Beda Kewarganegaraan di Indonesia. Al-Ahwal
Vol. 9, No. 2. Hlm, 218.
16
Amalia Diamantina. 2014 Politik Hukum Kewarganegaraan Indonesia Dalam Menjamin Hak
Kewarganegaraan Perempuan. Masalah-Masalah Hukum, Vol 43 No.1. Hlm, 19.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep kewarganegaraan dalam sistem ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia
berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia telah memperjelas dan mempertegas kedudukan dan kepastian hukum bagi
setiap Warga Negara Indonesia yaitu sudah sesuai dengan yang diamanatkan dalam
ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat terjadi karena
kehilangan kewarganegaraan dengan sendirinya, dengan adanya permohonan, dan
kehilangan kewarganegaraan akibat dari suatu perkawinan campuran. Di dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pengaturan
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia ditentukan dapat melalui : kelahiran,
permohonan, pernyataan, pemberian oleh negara, dan pengangkatan anak. Disamping
ketentuan mengenai memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, seseorang dapat
pula kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia. Kehilangan kewarganegaraan
Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat terjadi karena kehilangan kewarganegaraan
dengan sendirinya, dengan adanya permohonan, dan kehilangan kewarganegaraan akibat
dari suatu perkawinan campuran.

B. Saran
Pemerintah dalam membentuk suatu produk perundang-undangan, baik itu berupa
peraturan maupun keputusan yang berlaku umum ataupun individual, sebaiknya melihat
dengan cermat asas- asas yang akan digunakan sebagai bahan rujukan pembuatan produk
perundang- undangan tersebut. Asas-asas yang digunakan berlaku sebagai nilai-nilai yang
terkandung dalam produk perundang- undangan tersebut. Apabila terdapat kurang cermat
dan kurang kehati-hatian dalam pemilihan asas-asas yang akan digunakan, ditakutkan akan
memberikan dampak yang tidak diinginkan. Suatu produk perundang-undangan diharapkan
dapat bermanfaat, berdaya guna, adil dan tidak menimbulkan kerugian bagi semua pihak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum diciptakan untuk melindungi, melayani, dan adil
untuk semua kepentingan masyarakat, bukan hanya kepentingan suatu golongan tertentu
saja.

15
Daftar Pustaka

Yurisprudensi

Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Artikel/Jurnal

Hutabarat , Sylvana Murni D. Pendampingan penggunaan media sosial yang cerdas dan bijak
berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Diseminasi: Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat. 2020. Volume 2 Nomor 1

Suherman, Dwi Aryanti R, dan Yuliana Yuli W. 2014. Hak-Hak Personal Dalam Hukum
Perdata Ekonomi di Indonesia. Jurnal Yuridis Vol. 1 No. 1. Hlm, 126.

Indonesian Diaspora Network, Hukum (Dwi) Kewarganegaraan di Uni Eropa (Sebuah


Masukan Untuk Team Penyusun Naskah Akademik dan/atau Team Penyusun Rancangan Undang
Undang mengenai Perubahan UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia), Tas Force
Imigrasi dan Kewarganegaraan Indonesian Diaspora Network-European Union (TFIK IDN-EU), 2015,
hlm. 3.

Aziz, M. Noor. 2011. Laporan Kompedium Hukum Bidang Kewarganegaraan, BPHN


Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 43

Kelsen, Hans.2010. Hukum dan Ilmu Negara.Bandung :Nusa Media 13 Eka Martiana
Wulansari, Konsep Kewarganegaran Ganda Tidak Terbatas (Dual Nasionality) Dalam Sistem
Kewarganegaraan Di Indonesia, Jurnal RechtsVinding online, Media Pembinaan Hukum Nasional

Suprima, Wardani Rizkianti, Khoirur Rizal Lutfi. Implikasi Hukum Penunjukan Ahli Waris
Berdasarkan Klausul Asuransi Dalam Perspektif Hukum Waris Perdata. 2019. Volume 1 Nomor 1

M. Nur Kholis Al Amin. 2016. Perkawinan Campuran Dalam Kajian Perkembangan Hukum:
Antara Perkawinan Beda Agama Dan Perkawinan Beda Kewarganegaraan di Indonesia. Al-Ahwal
Vol. 9, No. 2. Hlm, 218.

Diamantina, Amalia. 2014 Politik Hukum Kewarganegaraan Indonesia Dalam Menjamin Hak
Kewarganegaraan Perempuan. Masalah-Masalah Hukum, Vol 43 No.1. Hlm, 19.

Isharyanto. 2015. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan


Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan). Bantul: CV. Absolute Media.
Hlm, 8.

Buku

Moh. Mahfud MD.2010. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta,
edisi rev, hlm. 233

Asshiddiqie, Jimly. 2011.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Press PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 394-396, edisi revisi

Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bumi Aksara, Jakarta, 2015, hlm. 110.

16

Anda mungkin juga menyukai