TERAPI KOMPLEMENTER
RINI ROSANI
180101029
DOSEN PEMBIMBING :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang karena rahmat dan karunia–Nya
kepada Penulis sehingga berhasil menyelesaikan Buku Terapi Profesionalisme, Penulis
menyadari bahwa buku ini jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun Penulis harapkan untuk kesempurnaan buku ini. Akhir kata Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang berperan dalam penyusunan buku ini.
Penulis
2
KONSEP DASAR
A. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal), (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
( Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya berakibat
akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini
melalui tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk
kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible, (Baradero, Mary).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung
lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan
keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.
B. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi
3
prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan
uretra)
C. Anatomi dan fisiologi ginjal
1. Anatomi ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan
Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang
terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak
yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior
dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran
normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua
pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub
bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai
kapsula renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen
dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap
ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm
(4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan
beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas
dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi
lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi
menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid-
piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna
bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks)
dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam
perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu
membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri
atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya
sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur
dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang
mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke
4
duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai
kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung urine ini
dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular. Kapsula
bowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng
dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih
besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar
dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan - tonjolan atau kaki -
kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana
basalis pada jarak - jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah - daerah yang terdapat diantara
pedosit biasanya disebut celah pori - pori.
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis.setiap
arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang
tersebut menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan
selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis
pyramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola-
arteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini
selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai
kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu
membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk sistem
portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui system portal akan dialirkan ke
dalam jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya
mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml
permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
5
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
7
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berpperan dalam pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan
darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel - sel otot
polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi
sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka
sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam
darah dan bekerja dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang
terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensi I
kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi
aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian
volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi
iskemia ginjal.
D. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron
rusak maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal
mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah
gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk
menstimulasi usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya terjadi
hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin
sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin
berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan
mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di
deteksi dengan memeriksa clerence kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat
terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
8
uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam
akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi
fosfat dan asam organic yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi
dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin
yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan
penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).
E. Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat
dari berbagai fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher,
gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi,
serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul,
pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan
stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan
9
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan
kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga
terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
F. Stadium gagal ginjal kronik
1. Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) dan Le Mone dan Burke (2000) adalah :
a. Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik.
Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas
normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan kreatinin 32,5-130
ml/menit. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b. Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR
besarnya 25 % dari normal, kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal. Pasien mengalami nokturia dan poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3:1
atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 %-25 % . faal ginjal
jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai
terganggu.
c. Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul karena 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar
10
200.000 nefron yang utuh, Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit
atau kurang, uremia akan meningkat dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala
gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh, dengan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
2. Sedangkan tahap cronic kidney disease (CKD) menurut kidney.org/professionals (2007) dan
Kidney.org.uk (2007) adalah :
a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR
> 90 ml/menit/1,73 m.
b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
c. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
d. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
e. Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin
(Catapses), Beta Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid (Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone
(Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril).
c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida.
g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium asetat, alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
11
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin (dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon),
androgen (nandrolan dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse Packet
Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu :
2. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebihan.
3. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
6. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
I. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), Le
Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal
ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit
hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
12
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi
toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control
tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan
warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul,
sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan
kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), Carpenito (2000) dan Smeltzer dan
Bare (2001) adalah
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia,
pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
c) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap adanya edema
pulmoner dan asites.
d) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan.
e) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja
miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi
jaringan lunak.
f) Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti akumulasi toksin (urea, amonia)
g) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit,
gangguan status metabolik.
h) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
i) Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal kronik berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, salah interpretasi informasi dan kurangnya informasi.
16
3. Fokus Intervensi dan rasional
Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999), Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare
(2001) adalah
Dignosa
No Tujuan Kriteria hasil Intervensi rasional
keperawatan
1. Kelebihan Kelebihan Pembatasan diet 1) kaji status cairan Pengkajian merupakan dasar
volume cairan cairan/edema dan cairan. berkelanjutan untuk memantau
Timbang berat badan harian
berhubungan tidak terjadi. Turgor kulit perubahan dan mengevaluasi
dengan normal tanpa Keseimbangan masukan dan haluaran. intervensi.
penurunan edema. Turgor kulit dan adanya edema.
haluaran urine Tanda-tanda vital
dan retensi cairan normal. Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
dan natrium.
2) batasi masukan cairan
Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urine dan respons terhadap
terapi.
Sumber kelebihan cairan yang tidak
3) identifikasi sumber potensial cairan, diketahui dapat diidentifikasi
medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan, oral dan intravena Pemahaman meningkatkan kerjasama
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan. pembatasan cairan.
5) Bantu pasien dalam menghadapi
17
2. Perubahan nutrisi Mempertahan Pengukuran 1) Kaji status nutrisi Menyediakan data dasar untuk
kurang dari kan masukan antropometri memantau perubahan dan
perubahan berat badan
kebutuhan tubuh nutrisi yang dalam batas mengevaluasi intervensi.
berhubungan adekuat normal. pengukuran antropometrik
dengan intake Perlambatan atau nilai laboratorium (elektrolit serum,
inadekuat, mual, penurunan berat BUN, kreatinin, protein, transferin dan
muntah, badan yang cepat kadar besi).
anoreksia. tidak terjadi. 2) Kaji pola diet dan nutrisi pasien Pola diet sekarang dan dahulu dapat
Pengukuran dipertimbangkan dalam menyusun
biokomis dalam riwayat diet
menu.
batas normal makanan kesukaan
(albumin, kadar
elektrolit). hitung kalori. Menyediakan informasi mengenai
Peneriksaan faktor lain yang dapat diubah atau
3) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah
laboratorium dihilangkan untuk meningkatkan
masukan nutrisi:
klinis dalam batas masukan diet.
Anoreksia, mual dan muntah
normal.
pematuhan Diet yang tidak menyenangkan bagi
makanan dalam pasien
Kurang memahami diet.
18
pembatasan diet dalam batas-batas diet. diet.
dan medikasi
5) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah Mengurangi makanan dan protein
sesuai jadwal
protein, rendah natrium, diantara waktu yang dibatasi dan menyediakan kalori
untuk mengatasi
makan. untuk energi, membagi protein untuk
anoreksia.
pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan.
Meningkatkan pemahaman pasien
6) Jelaskan rasional pembatasan diet dan tentang hubungan antara diet, urea,
hubungannya dengan penyakit ginjal dan kadar kreatinin dengan penyakit
peningkatan urea dan kadar kreatinin. renal.
7) Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan Daftar yang dibuat menyediakan
secara tertulis dan anjurkan untuk pendekatan positif terhadap
memperbaiki rasa tanpa menggunakan pembatasan diet dan merupakan
natrium atau kalium. referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
8) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Faktor yang tidak menyenagkan yang
selama waktu makan. berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan.
19
3. Gangguan Setelah Membran mukosa 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian Memberikan informasi tentang derajat
perfusi jaringan dilakukan warna merah kapiler, warna kulit dan dasar kuku. atau keadekuatan perfusi jaringan dan
berhubungan tindakan muda. membantu menentukan. kebutuhan
dengan keperawatan Kesadaran intervensi.
penurunan suplai perfusi kompos mentis. Meningkatkan ekspansi paru dan
O2 dan nutrisi jaringan Tidak ada keluhan 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai memaksimalkan oksigenasi untuk
ke jaringan adekuat sakit kepala. toleransi. kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke
sekunder Tidak ada tanda organ vital) menurunkan sirkulasi
terhadap sianosis ataupun perifer.
penurunan COP. hipoksia Kenyamanan klien atau kebutuhan
Capillary refill rasa hangat harus seimbang dengan
kurang dari 3 3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan kebutuhan untuk menghindari panas
detik. suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai berlebihan pencetus vasodilatasi
Nilai laboratorium dengan indikasi. (penurunan perfusi organ).
dalam batas Memaksimalkan transport oksigen ke
normal (Hb 12-15 jaringan.
gr%). Mengetahui status transport O2
Konjungtiva tidak 4) Kolaborasi untuk pemberian O2
anemis.
Tanda-tanda vital
stabil: TD: 120/80
mmHg, nadi: 60-
80x/menit.
20
4. Perubahan pola Setelah analisa gas darah 1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan perubahan
nafas dilakukan dalam rentang kecepatan, adanya gerak, dispnea, pada vital dapat terjadi sebagai akibat
berhubungan tindakan normal. sianosis, dan perubahan tanda vital. dari patofisiologi dan nyeri.
dengan keperawatan tidak ada tanda 2) Catat pengembangan dada dan posisi Pengembangan dada atau ekspansi
hiperventilasi klien sianosis maupun trakea paru dapat menurunkan apabila terjadi
paru. menunjukkan dispnea. asietas atau udema pulmoner.
pola nafas bunyi nafas tidak Sokongan terhadap dada dan otot
3) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk
efektif mengalami abdominal membuat batuk lebih
atau nafas dalam.
penurunan efektif dan dapat mengurangi trauma.
TTV dalam batas Meningkatkan ekspansi paru.
normal: RR 16-24
x/menit 4) Pertahankan posisi nyaman misalnya Untuk mengetahui elektrolit sebagai
posisi semi fowler indikator keadaan status cairan.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium Mengkaji status pertukaran gas dan
(elektrolit) ventilasi serta evaluasi dari
implementasi.
6) Kolaborasikan pemeriksaan analisa gas Menghilangkan distress respirasi dan
darah dan foto thoraks
21
5. Resiko Setelah Tanda-tanda vital 1) Auskultasi bunyi jantung dan paru, Mengkaji adanya takikardi, takipnea,
penurunan curah dilakukan dalam batas evaluasi adanya edema perifer atau dispnea, gemerisik, mengi dan edema.
jantung tindakan normal: tekanan kongesti vaskuler dan keluhan dispnea,
berhubungan keperawatan darah: 120/80 awasi tekanan darah, perhatikan postural
dengan curah jantung mmHg, nadi 60- misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
ketidakseimbang dapat 80 x/menit, kuat, 2) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan
an cairan dipertahankan teratur. lokasi dan beratnya.
Hipertensi ortostatik dapat terjadi
mempengaruhi Akral hangat sehubungan dengan defisit cairan.
sirkulasi, kerja
Capillary refill
miokardial dan
kurang dari 3 3) Evaluasi bunyi jantung akan terjadi
tahanan vaskuler
detik friction rub, tekanan darah, nadi perifer,
sistemik, Mengkaji adanya kedaruratan medik.
gangguan Nilai laboratorium pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu
frekuensi, irama, dalam batas tubuh dan mental,
konduksi jantung normal (kalium 4) Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap
(ketidakseimban 3,5-5,1 mmol/L, aktivitas.
gan elektrolit). urea 15-39 mg/dl) Kelelahan dapat menyertai gagal
jantung kongestif juga anemia.
indikasi.
22
6. Resiko kerusakan Setelah Klien 1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, Memandakan adanya sirkulasi atau
intregitas kulit dilakukan menunjukkan turgor dan perhatikan adanya kemerahan, kerusakan yang dapat menimbulkan
berhubungan tindakan perilaku atau ekimosis, purpura. pembentukan dekubitus atau infeksi.
dengan keperawatan tehnik untuk 2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit Mendeteksi adanya dehidrasi atau
akumulasi toksik tidak terjadi mencegah dan membran mukosa. hidrasi berlebihan yang
dalam kulit dan integritas kulit kerusakan atau mempengaruhi sirkulasi dan integritas
gangguan turgor cidera kulit. jaringan pada tingkat seluler.
kulit (uremia) Tidak terjadi Jaringan edema lebih cenderung rusak
kerusakan atau robek.
integritas kulit. Menurunkan tekanan pada edema,
3) Inspeksi area tubuh terhadap edema.
Tidak terjadi meningkatkan peninggian aliran balik
edema. statis vena sebagai pembentukan
edema.
4) Ubah posisi dengan sering menggerakkan
klien dengan perlahan, beri bantalan pada
tonjolan tulang. Menurunkan iritasi dermal dan resiko
kerusakan kulit.
Menurunkan resiko cedera dermal
7. Intoleransi Berpartisipasi Berpartisipasi 1) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan Menyediakan informasi tentang
aktivitas dalam dalam indikasi tingkat keletihan
anemia
berhubungan aktivitas yang meningkatkan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
23
dengan keletihan, dapat tingkat aktivitas retensi produk sampah
anemia, retensi ditoleransi dan latihan
depresi
produk sampah Melaporkan
dan prosedur peningkatan rasa 2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
dialisis. sejahtera perawatan diri yang dapat ditoleransi,
Melakukan bantu jika keletihan terjadi.
istirahat dan 3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil Meningkatkan aktivitas ringan/sedang
aktivitas secara istirahat. dan memperbaiki harga diri.
bergantian Mendorong latihan dan aktivitas
Berpartisipasi dalam batas-batas yang dapat
dalam aktivitas ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
perawatan mandiri 4) anjurkan untuk beristirahat setelah dislisis. Dianjurkan setelah dialysis, yang bagi
yang dipilih. banyak pasien sangat melelahkan.
8. Gangguan Setelah analisa gas darah 1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan perubahan
pertukaran gas dilakukan dalam rentang kecepatan, adanya gerak, dispnea, pada vital dapat terjadi sebagai akibat
berhubungan tindakan normal sianosis, dan perubahan tanda vital. dari patofisiologi dan nyeri.
dengan keperawatan tidak ada tanda 2) Auskultasi bunyi nafas Untuk mengetahui keadaan paru.
penurunan klien sianosis maupun
ekspansi paru menunjukkan hipoksia
sekunder pertukaran gas taktil fremitus 3) Catat pengembangan dada dan posisi
trakea Pengembangan dada atau ekspansi
24
terhadap adanya efektif. positif kanan dan paru dapat menurunkan apabila terjadi
edema pulmoner. kiri asietas atau udema pulmoner.
bunyi nafas tidak
mengalami 4) Kaji taktil fremitus
Taktil fremitus dapat negative pada
penurunan
klien dengan edema pulmoner.
auskultasi paru
sonor.
TTV dalam batas 5) Sokongan terhadap dada dan otot
Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk
normal: RR 16-24 abdominal membuat batuk lebih
atau nafas dalam.
x/menit efektif dan dapat mengurangi trauma.
25