Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH DASAR KESEHTAN REPRODUKSI / KIA

“PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN


REPRODUKSI ( HIV / AIDS ) “

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi /


KIA

Oleh Ibu Thia Oktiani, S.ST

Disusun Oleh :

Agus Adam Malik 118.C.0005

Rizki Ageng Pangestu 118.C.0007

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

Jl. Terusan Sekar Kemuning no. 199 Karya Mulya Cirebon 45135

2019
LATAR BELAKANG
Salah satu pilar pembangunan kesehatan nasional adalah paradigma sehat. Dalam
perwujudan paradigma sehat yang diutamakan adalah upaya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif) tanpa mengabaikan pencegahan dan
penanganan penyakit menular termasuk HIV/AIDS. Menurut hasil survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 10-19 tahun mencakup
22,9% dari jumlah penduduk indonesia (DepkesRI, 2001) memerlukan informasi tentang
kesehatan reproduksi dan penting untuk disebarluaskan. Terutama Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) karena perempuan lebih mudah terkena infeksi saluran reproduksi
dibandingkan dengan pria.
Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman
penyebab infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat
berupa bakteri, jamur, virus dan parasit.
Infeksi saluran reproduksi, termasuk infeksi menular seksual masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di Negara-negara berkembang (World Health
Organization, 2007)
Penyebab penyakit ISR diantaranya yaitu: imunitas lemah (10%), perilaku kurang
hygiene saat menstruasi (30%) dan lingkunga tidak bersih serta penggunaan pembalut
yang kurang sehat saat menstruasi (50%) (Rahmatika, 2010). Bila alat reproduksi lembab
dan basah, maka keasaman akan meningkat yang memudahkan pertumbuhan jamur
(Kasdu,2005). Orang yang mengalami ISR/IMS mempunyai resiko lebih tinggi tertular
HIV atau menularkan HIV kepada pasangannya, orang-orang yang terinfeksi HIV
pengobatan ISR/IMS akan lebih sulit, yaitu berarti dalam keadaan serentak akan
meningkatkan penyebaran HIV.
Istilah ISR/IMS mencakup 4 tipe infeksi yaitu :
1. Infeksi yang merusak saluran reproduksi
2. Infeksi pada saluran reproduksi perempuan yang tidak disebabkan karena
penularan melalui hubungan seks tetapi merupakan pertumbuhan berlebih dari
bakteri yang normal ada dalam vagina (bakteri vaginosis dan jamur)
3. Infeksi melalui hubungan seks yang memberi dampak lebih luas selain alat
reproduksi (HIV/AIDS dan Sifilis)
4. Infeksi pada saluran reproduksi perempuan akibat komplikasi dari tindakan yang
dilakukan untuk membantu kasus persalinan, keguguran dan pengguguran(aborsi),
insersi AKDR (IUD) .
Keseriusan pemerintah dalam memberi perhatian akan penanganan permasalahan
kesehatan reproduksi, dituangkan juga melalui kebijakan lain, seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang menjamin pemenuhan hak
kesehatan reproduksi bagi setiap orang, dan menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi
agar melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta mengurangi angka kematian ibu.

Ruang lingkup kesehatan reproduksi menurut ICPD (1994) meliputi 10 hal, yaitu :

1. kesehatan ibu dan bayi baru lahir


2. Keluarga berencana(KB)
3. Pencegahan dan penanganan infertilitas
4. Pencegahan dan penanganan komplikasi keguguran
5. Pencegahan dan penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), Infeksi Menular
Seksual (IMS) dan HIV AIDS
6. Kesehatan seksual
7. Kekerasan seksual
8. Deteksi dini untuk kanker payudara dan kanker serviks
9. Kesehatan reproduksi remaja
10. Kesehatan reproduksi lanjut usia dan pencegahan praktik yang membahayakan seperti
Female Genital Mutilation (FGM)

Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan reproduksi


perlu dilaksanakan secara terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menghilangkan
hambatan dan missed opportunity klien untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan
reproduksi yang komprehensif(Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu). Sejalan dengan
kesepakatan Internasional tersebut, kebijakan kesehatan reproduksi memiliki peran yang
sangat penting, salah satunya dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi kesehatan reproduksi telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
1. Infeksi saluran reproduksi (ISR)

Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiakan kuman penyebab
infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa bakteri,
jamur, virus dan parasit.

Gejala Umum :

a. Rasa sakit atau gatal di kelamin


b. Muncul benjolan, bintik atau luka disekitar kelamin
c. Keluar cairan yang tidak biasa dan bau dari alat kelamin
d. Terjadinya pembengkakan di pangkal paha
1. GEJALA PADA PEREMPUAN :
a. Dampaknya lebih serius dan sulit didiagnosa karena umumnya asimptomatik
b. Keluar cairan yang tidak biasa dan berbau tidak enak dari vagina
c. Keluar darah bukan pada masa haid
d. Sakit pada saat berhubungan seks
e. Rasa sakit pada perut bagian bawah
Menjadi beban tersembunyi bagi perempuan karena merasa bersalah dan malu berobat
2. GEJALA PADA LAKI-LAKI :
a. Terasa sakit pada saat BAK
b. Keluar cairan/nanah dari alat kelamin
c. Terjadi pembengkakan pada skrotum dan terasa sakit atau panas

Jenis –jenis IMS-ISR :


Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit
yang mendapat perhatian penting dalam kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Orang yang
mengalami ISR/IMS mempunyai resiko lebih tinggi tertular HIV atau menularkan HIV
kepada pasangannya.

Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah terminologi umum yang digunakan untuk tiga
jenis infeksi pada saluran reproduksi :

1. ISR Endogen
Jenis ISR yang paling umum di dunia. Timbul akibat pertumbuhan tidak normal organisme
yang seharusnya tumbuh normal didalam vagina, antara lain vaginosis bakteri dan
kandidiasis yang mudah disembuhkan. ISR endogen juga dihubungkan dengan
persalinan premature dan bayi berat lahir rendah (BBLR)
2. ISR iatrogenik (yang berhubungan dengan prosedur medis)
Timbul ketika penyebab infeksi (bakteri atau mikroorganisme lainnya) masuk ke dalam
saluran reproduksi melalui prosedur medis yang kurang/tidak steril. Misalnya induksi
haid, aborsi, pemasangan AKDR (IUD), saat melahirkan atau bila infeksi yang sudah
ada di saluran reproduksi bagian bawah menyebar melalui mulut Rahim hingga ke
saluran reproduksi bagian atas.

3. Sexual transmitted infection (STIs) / Infeksi menular seksual (IMS)


Disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan parasit yang sebagian besar ditularkan melalui
hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi. Beberapa diantaranya dapat
diobati akan tetapi banyak pula yang tidak dapat diobati seperti HIV/AIDS. STIs
dapat menyerang laki-laki maupun perempuan, dan ujuga dapat ditularkan dari
seorang ibu kepada anaknya selama kehamilan dan persalinan.
Faktor risiko terjadinya IMS pada seseorang :
1. Adanya Duh tubuh pada mitra seksual
2. Umur <21 tahun
3. >1 Pasangan seksual
4. Belum pernah menikah
5. Pernah seks anal
6. Pernah berhubungan seksual dengan PSK tanpa pelindung (kondom)
7. Pernah berhubungan seksual dengan ODHA
8. Riwayat menderita ulkus kelamin (GO)
Diantara penjelasan mengenai jenis-jenis ISR-IMS serta faktor risiko berikut penjelasan
mengenai IMS ( HIV/AIDS ) :
2.1 Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immuno–deficiency Virus) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak serta menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndrome) adalah kumpulan gejala menurunnya
gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2.2 Penyebaran Dan Tanda-tanda Terserang HIV/AIDS.
HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti
jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan
minum, gigitan nyamuk, kolam renang atau tinggal serumah bersama. Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA (Orang
hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-
teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki,
tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak,
90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat
menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-
tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko
besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
2.3 BAHAYA AIDS
Orang yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi pembawa dan penular AIDS
selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. AIDS juga dikatakan
penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang bisa
mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi virus AIDS akan merasakan tekanan mental
dan penderitaan batin karena sebagian besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau
menjauhinya. Dan penderitaan itu akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan.
Bahaya AIDS yang lain adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan
penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.
Secara etiologi, HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T manusia tipe III (HTLV-III)
atau viruslimfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus. Retrovirus  mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus
(Gbr. 15-1). Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein
HIV-1,Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-
2. Vpx meningkatkan infeksi-vitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari
protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali
diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985,
menyebabkan penyakit klinis tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Marlink, 1994).
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan
umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam
beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan
menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas
yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah
seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri
dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa
pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti
hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga
mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu
kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem
protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga
karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan
kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon
anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan
nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu
mengalami tensi rendah(impoten)
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes
simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan
rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit
(Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau
psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit
jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih,
menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya
yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang
mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory
disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
2.3 Cara Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS
Cara pencegahan:
1. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang
pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain.
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual.
3. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya jangan hamil.
Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya.
4. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus dijamin
sterilisasinya.
Pengobatan Penyakit AIDS:
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV
AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu
memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui
terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.
ISU KESEHATAN

ISR/IMS (Infeksi Menular Seksual) atau PMS (Penyakit Menular Seksual), dan
HIV/AIDS. IMS ini sering disebut juga penyakit kelamin atau penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Sebab IMS dan HIV sebagian besar menular melalui
hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun dubur. Untuk HIV sendiri bisa
menular dengan transfusi darah dan dari ibu kepada janin yang dikandungnya. Dampak
yang ditimbulkannya juga sangat besar sekali, mulai dari gangguan organ reproduksi,
keguguran, kemandulan, kanker leher rahim, hingga cacat pada bayi dan kematian.

Dari data yang di dapat mengenai HIV AIDS dan PIMS pada tahun 2014 dilaporkan
32.711 kasus HIV baru, sehingga sampai dengan desember 2014 secara kumulatif telah
teridentifikasi 160.138 orang yang terinfeksi HIV, meskipun sudah banyak yang
meninggal. Jumlah layanan yang ada hingga tahun 2014 meliputi 1583 layanan KTHIV ,
465 layanan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) yang aktif melaksaanakan
pengobatan ARV, 90 layanan PTRM 1290 layanan IMS dan 214 layanan PPIA.

Dari hasil modeling prevalensi HIV secara nasioanl sebesar 0,4% (2014), tetapi untuk
tanah papua 2,3% (STBP Tanah Papua 2013). Perkiraan prevaliansi HIV provinsi-
provinsi di Indonesia cukup bervariasi berkisaran antara <0,1% - 4% . Hal ini
menunjukan bahwa tingkat resiko infeksi HIV maupun beban terkait HIV ini berbeda
diantara provinsi-provinsi di Indonesia.

MASALAH KESEHATAN ISR (HIV/AIDS) DI INDONESIA

Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/
AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2%) dari 514 kabupaten/kota di 34
provinsi di Indonesia.

Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak
301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun dan
20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta
(55.099), diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa
Tengah (24.757).

Jumlah kasus HIV yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara jumlah
AIDS relatif stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak orang
dengan HIV /AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase terinfeksi
(HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS. HIV hanya memiliki obat yang
berguna untuk menekan jumlah virus HIV tersebut, antiretroviral (ARV) namanya. Obat
ARV mampu menekan jumlah virus HIV di dalam darah sehingga kekebalan tubuhnya
(CD4) tetap terjaga. Sama seperti penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, kolesterol,
atau DM, obat ARV harus diminum secara teratur, tepat waktu dan seumur hidup, untuk
meningkatkan kualitas hidup ODHA serta dapat mencegah penularan. ARV dijamin
ketersediaannya oleh pemerintah dan gratis pemanfaatannya. Pelayanan ARV sudah dapat
diakses di RS dan Puskesmas di 34 provinsi, 227kab/kota. Total saat ini terdapat 896
layanan ARV, terdiri dari layanan yang dapat menginisiasi terapi ARV dan layanan
satelit. Dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan terdekat sangat dibutuhkan agar
ODHA tetap semangat dan jangan sampai putus obat.

Data Kementerian Kesehatan tahun 2017 mencatat dari 48.300 kasus HIV positif yang
ditemukan, tercatat sebanyak 9.280 kasus AIDS. Sementara data triwulan II tahun 2018
mencatat dari 21.336 kasus HIV positif, tercatat sebanyak 6.162 kasus AIDS. Adapun
jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 sampai
dengan Juni 2018 tercatat sebanyak 108.829 kasus.

SOLUSI PENANGGULANGAN MASALAH INFEKSI SALURAN REPRODUKSI


( HIV/AIDS )
1. Konseling dan test HIV sukarela (KTS)
Konseling merupakan komponen penting pada layanan test HIV, konseling dilaksanakan bagi
klien baik sebelum test, sesudah test dan selama perawatan HIV yang dilakanakan
oleh tenaga terlatih. Kualitas konseling perlu dipantau dengan mentoring dan
pembinaan yang teratur. Konseling diutamakan bagi mereka yang berisiko dan
menolak test, klien dengan kebutuhan khusus, serta telah dilakukan test HIV
berupakonseling lanjutan bagi ODHA. Layanan konseling pada test HIV dilakukan
berdasarkan kepentingan klien/pasien baik kepada mereka yang HIV positif maupun
negatif.
2. Penawaran test HIV secara rutin
Penawaran test HIV secara rutin dan konseling berarti menawarkan test HIV kepada semua
klien pengunjung layanan medis, yang masih aktif secara seksual tanpa memandang
keluhan utamanya.
3. Pembagian kondom gratis
Dalam rangka mencegah PMS dan IMS yang dimulai pada tahun 2013 tidak terdapat data
mengenai penderita PMS dan IMS setelah melakukan konseling

PROGRAM DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN


MASALAH HIV/AIDS

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk mencegah
penularan HIV/AIDS yaitu: memberikan penyuluhan-penyuluhan atau informasi kepada
seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan AIDS, yaitu melalui
seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang berhubungan
dengan AIDS, ataupun melalui iklan diberbagai media massa baik media cetak maupun
media elektronik.penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar seluarh masyarakat dapat
mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu yang
bisa menimbulkan virus AIDS.
Strategi pemerintah terkait dengan program pengendalian HIV/AIDS :
1. Meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini.
a. Daerah dengan epidemi meluas dilakukannya penawaran tes HIV perlu
dilakukan kepada semua pasien yang datang ke layanan kesehatan baik rawat
jalan/rawat inap serta semua populasi kunci setiap 6bulan 1x
b. Daerah dengan terkonsentrasi maka penawaran test HIV rutin dilakukan pada
ibu hamil, pasien TB, pasien Hepatitis, warga binaan permasyarakatan, pasien
IMS pasangan tetap ataupun tidak tetap dan populasi kunci seperti WPS,
Waria, LSL dan Penasun
c. Kabupaten atau kota dapat menetapkan situasi epidemi di daerahnya dan
melakukan intervensi sesuai penetapan tersebut, melakukan monitoring dan
evaluasi serta surveilanse berkala
d. Memeperluas akses pelayanan KTHIV dengan cara menjadikan Test HIV
sebagai standart layanan di seluruh fasilitas kesehatan (Faskes) pemerintah
sesuai status epidemi dari tiap kabupaten/kota
e. Dalam hal tidak ada tenaga medis/teknis laboratorium yang terlatih, maka
bidan atau perawat terlatih dapat melakukan test HIV
f. Memperluas dan melakukan layanan KTHIV sampai ke tingkat puskesmas
g. Bekerjasama dengan populasi kunci, komunitas dan masyarakat umum untuk
meningkatkan kegiatan pengjangkauan dan memberikan edukasi tentang
manfaat test HIV dan terapi ARV
h. Bekerjasama dengan komunitas untuk meningkatkan upaya pencegahan
melalui layanan IMS dan PTRM
2. Meningkatkan cakupan pemberian dan retensi terapi ARV, serta perawatan kronis
a. Menggunakan rezimen pengobtan ARV kombinasi dosisi tetap (KDT-Fixed
Dose Combination-FDC), di dalam satu tablet mengandung tiga obat. Satu
tablet setiap hari pada jam yang sama, hal ini mempermudah pasien supaya
patuh dan tidak lupa meminum obat
b. Inisiasi ARV pada fasyankes seperti puskesmas
c. Memulai pengobatan ARV sesegera mungkin berapapun jumlah CD4 dan
apapun stadium klinisnya:

- Kelompok populasi kunci, yaitu : pekerja seks, lelaki seks, pengguna NAPZA
suntik, dan waria, dengan atau ttanpa IMS lainnya

- Populasi khusus, seperti: wanita hamil dengan HIV, pasien koinfeksi TB HIV,
pasien koinfeksi hepatitis (Hepatitis B) ODHA yang pasangannya HIV (negatif),
bayi atau anak dengan HIV (usia <5 tahun)

- Semua orang yang terinfeksi di daerah dengan epidemi yang luas

d. Mempertahankan kepatuhan pengobatan HRV dan pemaikan kondom,


konsisten melalui kondom sebagai bagian dari paket pengobatan
e. Memberikan konseling kepatuhan minum obat ARV

3. Memperluas akses pemeriksaan CD4 dan viraload (VL), termasuk Early Infan
Diagnosis (EID) , hingga ke layanan sekunder terdekat untuk meningkatkan jumlah
ODHA yang termasuk dan tetap dalam perawatan dan pengobatan ARV sesegera
mungkin, melalui sistem rujukan pasien/rujukan spesimen pemeriksaan

4. Peningkatan kualitas layanan fasyankes dengan melakukan monitoring klinis yang


dilakukan oleh Rumah Sakit atau FKTP

5. Mengadvokasi pemerintah lokal untuk mengurangi beban biaya terkait layanan tes
dan pengobatan HIV-AIDS

DAFTAR PUSTAKA

dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10568/TESIS%20FULL%20FINAL.pdf

depkes.go.id/article/hari-aids-sedunia-momen-stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat.

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

http://repository.upi.edu/15624/4/Ta_JKR_1205962_Chapter1.pdf

Kementrian kesehatan indonesia direktorat jendral pencegahan dan pengendalian penyakit


2016

Peraturan mentri kesehatan RI no 74 tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai