Anda di halaman 1dari 110

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Guru merupakan salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran

sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi dan mutu pendidikan, karena guru

yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang

muaranya akan menghasilkan lulusan yang diharapkan. Produktivitas kinerja guru

harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan

kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin meningkat.

Kualitas pendidikan sangat bergantung pada tingkat produktivitas guru sebagai

sentral dalam kegiatan pendidikan khususnya proses belajar mengajar. Hal ini

mengandung konsekuensi jika ingin meningkatkan kualitas proses pendidikan tentunya

harus dimulai dari peningkatan produktivitas guru terlebih dahulu. Produktivitas kinerja

guru merupakan tolak ukur yang dapat dijadikan penilaian apakah seorang guru telah

bekerja secara optimal dengan hasil yang optimal pula. Produktivitas kinerja guru

berorientasi pada pelaksanaan kerja dan hasil kerja seorang guru dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya di sekolah, juga merupakan salah satu tolok ukur yang

dapat dijadikan penilaian apakah seorang guru telah bekerja secara optimal dengan hasil

yang optimal pula.

Pada dasarnya organisasi/sekolah bukan saja mengharapkan guru yang mampu,

cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan

untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan

guru tidak ada artinya bagi sekolah, jika mereka tidak mau bekerja dengan keras

1
2

dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimiliki. Oleh

karena itu, penyelenggaraan pendidikan memerlukan adanya guru yang selalu mampu

untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mendidik dengan penuh

tanggung jawab, berdayaguna dan berhasil guna. Untuk mencapai itu semua diperlukan

peran kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah.

Vroom dan Yetton dan Fiedler (dalam Robbins, 2006) mengemukakan faktor

kepemimpinan memegang peran sangat penting dalam upaya peningkatan kinerja

bawahannya. Makin efektif kepemimpinan seseorang makin tinggi pula kinerja

bawahannya. Soebagio Atmodiwirio (2000) berpendapat bahwa kepemimpinan sekolah

merupakan inti atau ujung tombak pendidikan di Indonesia. Hal senada menurut

Sukmadinata (2002:12) bahwa peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan

yang profesional di bidang pendidikan dengan kata lain pembenahan mutu pendidikan

harus dimulai pada profesionalitas pemimpin (kepala sekolah). Hal ini dapat

diinterpretasikan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru menuju peningkatan mutu

pendidikan dibutuhkan kompetensi Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah yang

profesional.

Peranan kepala sekolah dalam kaitannya dengan keberadaan sekolah sebagai

sebuah institusi bukan hanya sekedar seorang pemimpin, namun lebih dari itu kepala

sekolah berfungsi sebagai akumulator, konseptor, serta manajerial. Pada level ini maka

kepala sekolah bukan saja memerankan fungsi sebagai sosok yang bisa menggerakkan,

mempengaruhi dan memaksa bawahannya untuk melaksanakan tugas organisasi, namun

juga bertanggungjawab pada kontribusi masing-masing demi efektivitas dan efesiensi

kelangsungan pendidikan. Kepala sekolah yang tidak mampu menyesuaikan pola


3

kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi tentunya akan

berdampak pada situasi proses belajar mengajar di sekolah.

Seorang kepala sekolah harus mampu menentukan kapan harus bersikap otoriter,

serta demokratis. Oleh karenanya seorang kepala sekolah dalam menjalankan tugas

manajerialnya harus mempertimbangkan tingkat kompetensi guru yang dipimpinnya,

mengingat guru merupakan ujung tombak perubahan menuju perbaikan kinerja sekolah.

Jika kepala sekolah gagal menjadikan tingkat kompetensi guru sebagai salah satu

pertimbangan dalam memberikan tugas-tugas kepada para guru, maka akan

memunculkan berbagai konsekwensi negatif. Banyak guru yang sibuk dengan dirinya

sendiri. Apapun yang disampaikan oleh kepala sekolah senantiasa tidak mendapatkan

respon yang baik. Celakanya lagi, guru yang sengaja menghindar berhadapan dengan

kepala sekolah lantaran suka atau tidak sepaham dengan berbagai kebijakan yang

diambil. Fenomena perilaku guru dan kepala sekolah seperti tersebut di atas, dalam

pengamatan sementara peneliti, masih sering terjadi dalam dimensi ruang dan waktu yang

berbeda termasuk diantaranya di wilayah kota Tangerang.

Untuk menghasilkan produk pendidikan yang unggul dan kompetitif dibutuhkan

kinerja guru yang optimal. Dalam Permendiknas No. 74 tahun 2008 tentang guru pada

Bab I pasal 1 ayat (1) disebutkan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik. Mulyasa (2014: 98) mengatakan bahwa guru yang memiliki kinerja tinggi

akan bernafsu dan berusaha meningkatkan kompetensinya baik dalam kaitannya dengan

perencanaan, pelaksanaan maupun dengan penilaian pembelajaran sehingga diperoleh

hasil kerja yang optimal.


4

Guru merupakan garda terdepan dalam transformasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) untuk tumbuh dan berkembangnya tunas-tunas bangsa.

Profesionalisme guru dibutuhkan bukan saja dalam kaitannya dengan efektivitas kinerja,

namun juga sebagai langkah untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Fasli

Jalal (2007:1) mengatakan bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada

keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat.

Oleh karena itu keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem

dan praktik pendidikan yang bermutu. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

pendidikan yang bermutu dihasilkan dari keberadaan guru yang bermutu. Guru yang

bermutu, jelas guru yang kinerjanya tinggi dan profesional. Berpredikat guru profesional

atau guru yang bersertifikasi, mutlak seharusnya memiliki tingkat kompetensi guru yang

memadai.

Penelitian yang dilakukan Komariah Aan (2014) tentang “pengaruh

kepemimpinan transformasional, Iklim Organisasi Sekolah, kinerja guru terhadap

produktivitas sekolah” ditemukan bahwa ada pengaruh antara kepemimpinan

transformasioanal yang mantap, Iklim Organisasi Sekolah yang harmonis dan kinerja

guru yang berkualitas yang tentunya berdampak positif terhadap produktivitas sekolah

baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut diperlihatkan dengan

persentase pengaruh variabel bebas terhadap produktivitas sekolah sebesar 73% sisanya

27% dipengaruhi faktor lain.” Penelitian Enok Kurniasih, (2013) tentang “pengaruh iklim

organisasi dan Iklim Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas kinerja guru (Studi Pada

Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Wilayah Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya)”

ditemukan bahwa terdapat pengaruh 43% dari iklim organisasi dan 57% Iklim Organisasi

Sekolah terhadap Produktivitas kinerja guru. Penelitian di atas memberi gambaran bahwa
5

produktivitas sekolah atau sekurang-kurangnya Produktivitas kinerja guru dapat

mencapai hasil maksimal jika didukung oleh lingkungan atau Kepemimpinan Manajemen

kepala sekolah yang harmonis, motivasi yang tinggi baik dari luar atau dari dalam diri

dan juga bagaimana pemimpin dapat mentransformasikan dirinya dengan baik dalam

kepemimpinannya.

Berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa guru di Yayasan Gunung Jati

Perumnas 2 Kota Tangerang, menunjukan bahwa tidak semua guru: (1) mempersiapkan

pembelajaran semaksimal mungkin, (2) Setia menyusun silabus dan RPP, (3)

menggunakan metode yang variatif. (Penyusunan RPP dan Silabus hanya terjadi jika guru

mengetahui akan ada kunjungan dari pengawas), (4) Iklim Organisasi Sekolah yang

kurang kondusif (perdebatan, konflik antar guru dengan lambatnya penanganan

penyelesaian masalah), (5) kurangnya dukungan pimpinan dalam mewujudkan

produktivitas guru. Hal yang disebutkan di atas dapat dijelaskan bahwa tidak semua guru

Yayasan Gunung Jati memiliki kompetensi seperti yang diamanatkan dalam Undang-

Undang.

Iklim Organisasi Sekolah yang kurang mendukung serta dukungan pimpinan

yang kurang, tentunya berdampak pada produktivitas sekolah. Meski demikian data di

atas belum dapat menunjukan hasil keseluruhan dari produktivitas setiap sekolah. Karena

setiap sekolah berbeda manajemen kepemimpinannya. Melihat kenyataan yang ada,

diperlukan usaha dan upaya yang kuat dari para guru untuk menghasilkan pendidikan

yang berkualitas demi terciptanya produktivitas sekolah. Untuk mencapai produktivitas

sekolah diperlukan sekurang-kurangnya kompetensi guru yang berkualitas, terciptanya

Iklim Organisasi Sekolah yang harmonis dan kepemimpinan yang baik dari atasan.

Seorang guru harus memiliki kompetensi. Kompetensi yang dimilki guru membuatnya
6

mampu menerapkan seluruh kemampuan dan keahliannya dalam tugas profesinya sebagai

guru.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk meneliti

lebih lanjut mengenai Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi guru dan

Iklim Organisasi Sekolah, yang penulis beri judul: “PENGARUH KEPEMIMPINAN

MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH, KOMPETENSI GURU DAN IKLIM

ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS KINERJA GURU DI

YAYASAN GUNUNG JATI PERUMNAS 2 KOTA TANGERANG.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat diidentifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Tidak semua guru mempersiapkan pembelajaran semaksimal mungkin.

2. Beberapa guru tidak menyusun dan memiliki silabus dan RPP.

3. Guru tidak menggunakan metode yang variatif.

4. Penyusunan RPP dan Silabus hanya terjadi jika guru mengetahui akan ada kunjungan

dari pengawas.

5. Iklim Organisasi Sekolah yang kurang kondusif (perdebatan, konflik antar guru

dengan lambatnya penanganan penyelesaian masalah).

6. Lambatnya penanganan kepala sekolah dalam penyelesaian masalah.

7. Lemahnya motivasi kerja karena kurangnya dukungan pimpinan.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian ini dapat fokus dan

tidak meluas, peneliti hanya akan membatasinya pada:


7

1. Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah

2. Kompetensi guru

3. Iklim Organisasi Sekolah

4. Produktivitas kinerja guru

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah terhadap

Produktivitas kinerja guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang?

2. Seberapa besar pengaruh kompetensi guru terhadap Produktivitas kinerja guru di

Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang?

3. Seberapa besar pengaruh Iklim Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas kinerja

guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang?

4. Seberapa besar pengaruh Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi guru

dan Iklim Organisasi Sekolah secara bersama-sama terhadap Produktivitas kinerja

guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang?

1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi maksud dan

tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh Kepemimpinan Manajemen

kepala sekolah terhadap Produktivitas kinerja guru di Kantor Yayasan Gunung Jati

Perumnas 2 Kota Tangerang.

2. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh kompetensi guru terhadap


8

Produktivitas kinerja guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

3. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh Iklim Organisasi Sekolah

terhadap Produktivitas kinerja guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota

Tangerang.

4. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh Kepemimpinan Manajemen

kepala sekolah, kompetensi guru dan saran kerja secara bersama-sama terhadap

Produktivitas kinerja guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Secara Teoritis

Hasil penelitian ini, bermanfaat sebagai bahan masukan untuk memperluas

pengetahuan tentang Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi guru

dan Iklim Organisasi Sekolah serta pengaruhnya terhadap Produktivitas kinerja

guru.

1.6.2 Secara Praktis

a. Bagi Yayasan

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan acuan dalam

menentukan kebijakan berkaitan dengan pengelolaan manajemen dalam upaya

meningkatkan Produktivitas kinerja guru.

b. Bagi Kepala Sekolah

Selaku pemimpin di dalam organisasi, hasil penelitian ini dapat

menjadi pertimbangan dan acuan dalam upaya melakukan evaluasi terhadap

produktivitas sekolah yang dipimpinnya

c. Bagi Peneliti
9

Mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti,

untuk meneliti secara mendalam tentang Kepemimpinan Manajemen kepala

sekolah, kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas

kinerja guru.

d. Bagi Kampus UMT

Hasil penelitian dapat dijadikan tambahan koleksi di dalam

perpustakaan dan menjadi referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya

berkenaan dengan masalah yang sama.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan

Masalah, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terdiri dari Teori Manajemen, Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah,

Kompetensi guru, Iklim Organisasi Sekolah dan Produktivitas kinerja guru,

Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Terdiri dari Desain Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Populasi dan

Sampel, Teknik dan Alat Pengumpul Data, Teknik dan Alat Analisis Data,

Rancangan Uji Hipotesis, Jadwal dan Lokasi Penelitian.


10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Terdiri dari Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran-saran dari penulis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Menurut Wahyosumidjo (2011:95) ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan

dari definisi manajemen, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan

pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (1) Proses adalah suatu cara yang

sistematik dalam mengerjakan sesuatu manajemen sebagai suatu proses, karena semua

manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang khusus, mengusahakan berbagai

kegiatan yang saling berkaitan tersebut dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan

yang telah direncanakan. Kegiatan tersebut meliputi merencanakan,

mengorganisasikan, memimpin, melaksanakan, mengendalikan dan mendayagunakan;

(2) Sumber daya organisasi meliputi dana, perlengkapan, informasi maupun sumber

daya manusia yang masing-masing berfungsi sebagai pemikir, perencana, pelaku serta

pendukung untuk mencapai tujuan; (3) Mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu

mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tujuan individu ialah untuk dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan berupa materi dan non materi dari hasil kerjanya.

Mulyono mengutip dari Siagian (2012:18), manajemen adalah kemampuan dan

keterampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan

orang lain, sementara Hasibuan (2010: 2) mendefinisikan manajemen adalah ilmu

dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber

lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut

11
12

Sisk (2009: 10) management is the coordination of all resources through the

processes of planning, organizing, directing, and controlling in order to attain stated

objectives. Manajemen diartikan sebagai koordinasi semua sumber tenaga melalui

proses perencanaan, pengorganisasian, pemberian bimbingan dan pengendalian

untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

2.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen

Menurut Fatah (2010:13), fungsi manajemen secara umum yang sering digunakan

dalam sebuah lembaga atau instansi adalah perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan guruan.

1. Perencanaan

Menurut (Hidayat dan Machali, 2013:22) perencanaan adalah proses

kegiatan yang menyiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Istilah perencanaan mempunyai

bermacam-macam pengertian antara lain; perencanaan sebagai proses kegiatan

pemikiran yang sistematis mengenai apa yang akan dicapai, kegiatan yang harus

dilakukan, langkah-langkah, metode, pelaksanaan yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan kegiatan pencapaian tujuan yang dirumuskan secara rasional

dan logis serta berorientasi kedepan.

2. Pengorganisasian

Menurut Ranupandojo dalam (Hidayat dan Machali, 2013:26),

pengorganisasian adalah kegiatan untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh

sekelompok orang, dilakukan dengan membagi tugas, tanggung jawab, dan

wewenang diantara mereka, ditentukan siapa yang menjadi pemimpin, serta saling
13

berintegrasi secara aktif. Terry (2011) menjelaskan bahwa pengorganisasian

merupakan kegiatan dasar manajemen. Pengorganisasian dilakukan untuk

menghimpun dan menyusun semua sumber yang disyaratkan dalam rencana,

terutama sumber daya manusia. sedemikian rupa sehingga kegiatan pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Dan tujuan

organisasi dilakukan adalah membantu orang-orang untuk bekerjasama secara

efektif dalam wadah organisasi atau lembaga.

3. Pelaksanaan

Menurut Hidayat dan Machali (2013:27) pelaksanaan adalah salah satu

fungsi manajemen untuk merealisasikan hasil perencanaan dan pengorganisasian.

Pelaksanaan adalah upaya untuk menggerakkan atau mengarahkan tenaga kerja

serta mendayagunakan fasilitas yang ada, dengan maksud untuk melaksanakan

pekerjaan secara bersama. Fungsi penggerakan ini merupakan fungsi yang sangat

penting dalam merealisasikan segenap tujuan organisasi. Karena didalamnya

mencakup kepemimpinan, motivasi, komunikasi dan bentuk-bentuk lain untuk

mempengaruhi seseorang supaya melakukan sesuatu guna mencapai tujuan

organisasi. Kepemimpinan berfungsi sebagai pemberi arahan, komando, serta

pengambilan keputusan organisasi. Motivasi berguna sebagai cara untuk

menggerakkan agar tujuan organisasi tercapai. Komunikasi berfungsi sebagai alat

untuk menjalin hubungan dalam rangka fungsi penggerakan organisasi.

4. Guruan

Menurut Hidayat dan Machali (2013:27) guruan adalah proses pengamatan

dan pengukuran suatu kegiatan operasional dan hasil yang dicapai dibandingkan
14

dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya yang terlihat dalam rencana.

Guruan yang baik memerlukan langkah-langkah, yaitu:

a. Menentukan tujuan standar kualitas pekerjaan yang diharapkan. Standar tersebut

dapat berbentuk standar fisik, standar biaya, standar model, standar penghasilan,

standar program dan tujuan yang realistis.

b. Mengukur dan menilai kegiatan-kegiatan atas dasar tujuan dan standar yang

ditetapkan.

c. Memutuskan dan mengadakan tindakan perbaikan.

Menurut H. Koontz dan O’donnel menyatakan 5 fungsi manajemen yang

dikenal dengan POSC (Planning, Organizing, Staffing, Controlling, Directing).

Menurut William H. Newman menyatakan bahwa fungsi manajemen ada 5 dikenal

dengan POARDC (Planning, Organizing, Assembling, Resource, Directing,

Controlling).

Beberapa istilah fungsi manajemen diatas mempunyai pengertian diantaranya:

1. Planning, yaitu proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk

mencapai sasaran tadi.

2. Organizing, yaitu kumpulan dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara

yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.

3. Controlling, yaitu salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan

penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan

dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dan tujuan yang telah

digariskan semula.

4. Activating, yaitu suatu fungsi manajemen berupa bentuk kegiatan kerja nyata

dalam suatu kegiatan manajemen.


15

5. Staffing, yaitu penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian

keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi

kepada pejabat yang lebih tinggi.

6. Directing, yaitu usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi

kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing agar tugas dapat

dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah

ditetapkan semula.

7. Coordinating, yaitu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar

tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan

menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga

terdapat kerja sama yang terarah dalam mencapai suatu tujuan organisasi.

8. Reporting, yaitu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil

kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan

tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi.

9. Assembling, yaitu fungsi manajemen dimana terjadi pengurutan-pengurutan

dalam hal kegiatan yang berhubungan dengan manajemen itu sendiri.

10. Budgeting, yaitu fungsi manajemen berupa pengikhtisaran sistem anggaran

keuangan. Baik sistem keuangan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Pendapat-pendapat di atas merupakan sebagian dari sekian banyak pendapat yang

dikemukakan oleh para ahli. Para ahli tersebut memberikan pendapat yang beragam,

namun pada intinya mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut pada umumnya

digunakan pada lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia, dimana setiap manajer

dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan kepemimpinannya untuk mencapai


16

tujuan harus melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian

dengan baik.

2.2 Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah

2.2.1 Pengertian Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah

Dalam suatu organisasi harus ada seorang pemimpin yang memerintah dan

mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan individu, kelompok, dan organisasi.

Menurut Rivai dan Mulyadi (2012; 1) setidaknya ada empat alasan mengapa perlu

seorang pemimpin yaitu: (a). karena banyak orang yang memerlukan figur pemimpin,

(b). dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil untuk mewakili

kelompoknya, (c). sebagai tempat pengambilalihan risiko bila terjadi tekanan terhadap

kelompoknya, dan (d). sebagai tempat untuk meletakan kekuasaan.

Sunyoto (2013; 24) menyatakan bahwa pada umumnya kepemimpinan

didefinisikan sebagai suatu proses memengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok

untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Yukl yang dikutip Usman (2013; 309)

mendefinisikan kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami

dan menyetujui kebutuhan yang harus dipenuhi dan cara melakukannya, serta proses

memfasilitasi individu dan kelompok berusaha mencapai tujuan bersama. Selain itu

menurut Cane (1998; 181), kepemimpinan adalah “Seni untuk secara sadar tanggap

terhadap tuntutan pekerjaan, tim dan individu di dalam tim.” Dalam kepemimpinan ini

mencakup upaya yang tidak hanya memengaruhi dan memfasilitasi pekerjaan kelompok

atau organisasi yang sekarang tetapi dapat juga digunakan untuk memastikan bahwa

semuanya dipersiapkan untuk memenuhi tantangan di masa depan.


17

Kepemimpinan dipandang sebagai peran khusus dan proses pemberian

hubungan secara sosial. Setiap orang dapat memerankannya misalnya kepemimpinan

dapat dilakukan bersama atau didistribusikan, tetapi beberapa pembedaan peran

diasumsikan terjadi dalam berbagai kelompok atau organisasi. Baik proses rasional

maupun emosional ditinjau sebagai aspek yang esensial dalam kepemimpinan. Tidak

ada asumsi yang dilakukan atas hasil aktual dari proses hubungan, karena evaluasi

sangat sulit dilakukan dan sangat subyektif.

Andil kepemimpinan dalam pengembangan organisasi sangatlah besar, yaitu

karena pemimpin merupakan hal yang khusus, membutuhkan aktivitas yang tinggi,

menyatu dengan manajemen; kepemimpinan sangat penting dalam memberikan gagasan

pengembangan, penumbuhan, perubahan dan perbaikan organisasi; kepemimpinan tidak

dapat dipikirkan tetapi dapat dipelajari; kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat

komplek terkait interaksi pengetahuan, keterampilan dan kualitas; kualitas pemimpin

yang sukses adalah pemimpin yang punya kekuatan menghadapi tantangan,

pengambilan risiko, percaya diri, kreativitas dan kemampuan mengatasi persoalan yang

bercabang.

Dari berbagai pendapat tentang kepemimpinan, maka pada dasarnya

kepemimpinan meliputi :

1. Proses memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

2. Proses memfasilitasi individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

3. Seni memengaruhi orang lain dengan cara ketaatan, kepercayaan, keHormatan dan

kerja sama dalam mencapai tujuan bersama.

4. Kemampuan memengaruhi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.
18

5. Kemampuan mengarahkan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.

6. Kemampuan memberikan inspirasi kepada seseorang atau kelompok untuk

mencapai tujuan yang diharapkan

7. Melibatkan tiga hal yaitu, pemimpin, pengikut dan situasi tertentu.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bawa Kepemimpinan Manajemen kepala

sekolah adalah kemampuan seorang kepala sekolah mempengaruhi orang lain untuk

memahami dan menyetujui kebutuhan yang harus dipenuhi dan cara melakukannya,

serta proses memfasilitasi individu dan kelompok berusaha mencapai tujuan bersama.

2.2.2 Keterampilan Memimpin

Seorang pemimpin dituntut mempunyai keterampilan yang memadai. Menurut

Hidayat dan Imam Machali (2010; 114) diantaranya adalah keterampilan teknis,

keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual. Keterampilan teknis pada

umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan

teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya

menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan

lain-lain. Menurut Riva’i dan Mulyadi (2012; 23) yang termasuk dalam keterampilan

teknis adalah pengetahuan mengenai metode-metode, proses-proses, prosedur serta

teknik-teknik melakukan kegiatan khusus dari unit organisasi.

Keterampilan manusiawi meliputi keterampilan berkomunikasi atau

keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan

kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap

bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan


19

kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan

bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada

tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. Menurut Riva’i dan Mulyadi

(2012; 23) yang termasuk keterampilan antar pribadi adalah pengetahuan mengenai

perilaku manusia dan proses-proses kelompok, kemampuan untuk mengerti perasaan,

sikap serta motivasi dari orang lain dan kemampuan untuk mengkomunikasikan dengan

jelas dan persuasif.

Keterampilan konseptual merupakan keterampilan menajer tingkat atas (top

manager). Seorang manajer tingkat atas harus memiliki keterampilan untuk membuat

konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep

tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk

mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana

kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning.

Oleh karena itu, keterampilan konseptual juga merupakan keterampilan untuk membuat

rencana kerja.

Menurut Rivai dan Mulyadi (2012; 23) yang temasuk ke dalam keterampilan

konseptual adalah beberapa kemampuan kognitif seperti kemampuan analitis, berpikir

logis, membuat konsep, pemikiran yang induktif dan deduktif. Dalam arti umumnya

keterampilan konseptual termasuk penilaian yang baik, dapat melihat kedepan, intuisi,

kreatif dan kemampuan untuk menemukan arti dan sukses mengelola peristiwa-

peristiwa yang ambisius dan tidak pasti. Dalam dunia pendidikan, selain harus memiliki

ketiga keterampilan di atas, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin harus memiliki

kualitas tertentu. Kualitas tersebut menururt Rivai dan Murni (2010; 296) adalah

pertama, kepala sekolah harus tahu persis apa yang harus dicapainya (visi), dan
20

bagaimana mencapainya (misi), kedua, kepala sekolah harus memiliki sejumlah

kompetensi untuk melaksanakan misi guna mewujudkan visi itu, dan ketiga, kepala

sekolah harus memiliki karakter tertentu yang menunjukkan integritasnya.

Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat

besar dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Berkembangnya semangat

kerja, kerja sama yang harmonis, suasana kerja yang menyenangkan dan perkembangan

mutu profesional diantara para guru banyak ditentukan oleh Kepemimpinan Manajemen

kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut harus dapat mengelola sumber daya sekolah

secara optimal agar dapat berkembang dari waktu ke waktu. Segenap sumber daya yang

ada di sekolah harus diupayakan untuk dapat berfungsi secara optimal sehingga dapat

menghasilkan produk yang lebih baik sesuai harapan.

Peran kepala sekolah dalam organisasi persekolahan adalah bagaimana

menjadikan guru dan karyawan berkualitas dan meningkat kemampuannya. Hal

demikian menuntut kemampuan dan keahlian kepala sekolah seperti dikatakan Jones

(2004; 16): “Terdapat 10 dimensi yang dibutuhkan dalam kepemimpinan dan

pengajaran disekolah, yaitu pengetahuan dan pemahaman, perencanaan dan pengaturan

harapan, mengelola pembelajaran siswa, melakukan pengukuran dan penilaian, prestasi

siswa, menjalin hubungan dengan orang tua dan masyarakat, mengelola dan

mengembangkan kinerja, mengelola dan mengembangkan staf, mengelola sumber daya,

dan kepemimpinan strategik.”

Terkait dengan kutipan di atas Botia (2011; 11) menyatakan, bahwa tugas utama

kepala sekolah adalah mendukung pengembangan kompetensi guru, mengembangkan

Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah guru, mengevaluasi kegiatan mengajar guru,

dan melakukan supervisi akademik. Dalam Perturan Menteri Pendidikan Nasional


21

Nomor 13 Tahun 2007 disebutkan bahwa seorang kepala sekolah/madrasah harus

memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi menejerial, kompetensi kewirausahaan,

kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.

Kompetensi keperibadian meliputi (1) berakhlak mulia, mengembangkan budaya

dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia (2) memiliki integritas

kepribadian sebagai pemimpin (3) memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan

diri sebagai kepala sekolah/madrasah, (4) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas

pokok dan fungsi, (5) mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan

sebagai kepala sekolah/madrasah, (6) memiliki bakat dan minat jabatan sebagai

pemimpin pendidikan.

Kompetensi menejerial meliputi kemampuan: (1) menyusun perencanaan. (2)

mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan (3)

mendayagunakan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal (4) mengelola

perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang

efektif (5) menciptakan budaya dan Iklim Organisasi Sekolah/madrasah yang kondusif

dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik (6) mengelola guru dan staf (7) mengelola

sarana dan prasarana sekolah/ madrasah. (8) Mengelola hubungan sekolah/madrasah

dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan

sekolahmadrasah (9) mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik

baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik (10) mengelola

pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan

pendidikan nasional. (11) mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip

pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien. (12) mengelola ketatausahaan. (13)

mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah. (14) mengelola sistem informasi
22

sekolah/ madrasah. (15) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan

pembelajaran dan manajemen sekolah/ madrasah (16) melakukan monitoring, evaluasi,

dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang

tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya

Kompetensi kewirausahaan meliputi kemampuan: (1) menciptakan inovasi bagi

pengembangan sekolah/madrasah. (2) bekerja keras (3) memiliki motivasi yang kuat

untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin, (4)

pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang

dihadapi, (5) memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa

sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

Kompetensi supervisi meliputi kemampuan (1) merencanakan program supervisi

akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. (2) melaksanakan supervisi

akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang

tepat. (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka

peningkatan profesionalisme guru.

Kemampuan memimpin di atas, merupakan kemampuan yang harus dimiliki

oleh seorang pemimpin. Dengan kemampuan tersebut seorang pemimpin akan mampu

mengorganisasikan, mengarahkan dan memotivasi bawahan untuk berbuat guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2.2.3 Gaya Kepemimpinan

Menurut Rivai dan Mulyadi (2012; 42) gaya kepemimpinan adalah sekumpulan

ciri yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi

tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan
23

strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Sikap dan gaya

kepemimpinan ditampakkan dalam kegiatan sehari-hari seorang pemimpin. Kegiatan-

kegiatan tersebut diantaranya cara memberi perintah, cara membagi tugas dan

wewenang, cara berkomunikasi, cara memotivasi bawahan, cara memberi bimbingan

dan pengawasan, cara membina disiplin karyawan, cara mengambil keputusan dan

sebagainya. Tannembaum dan Schmid seperti yang dikutip Usman (2013; 361)

berpendapat bahwa ada tiga faktor yang dipertimbangkan pemimpin dalam memilih

gaya kepemimpinan yaitu kekuatan dirinya sendiri sebagai pemimpin, kekuatan

bawahannya, dan kekuatan situasinya.

Berdasarkan pendekatan perilaku yang dikemukakan Purwanto (2009; 32),

pendekatan perilaku (behavioral approach) merupakan pendekatan yang berdasarkan

pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya

kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Menurut teori

kepemimpinan situasional yang dikemukakan Rivai dan Murni (2010; 288), gaya

kepemimpinan seseorang cenderung mengikuti situasi, artinya seorang pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya ditentukan oleh situasi tertentu. Yang dimaksud situasi

adalah lingkungan kepemimpinan termasuk di dalamnya nilai-nilai hidup, nilai-nilai

budaya, situasi kerja, dan tingkat kematangan bawahan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan

sekumpulan ciri yang dilakukan seorang pemimpin untuk memengaruhi bawahannya

dengan cara melihat kekuatan dirinya sendiri sebagai pemimpin, kekuatan bawahannya,

dan kekuatan situasinya, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang dipimpinnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih gaya kepemimpinan adalah lingkungan

organisasi termasuk nilai-nilai budaya dan nilai-nilai hidup organisasi, kekuatan


24

bawahan meliputi sikap dan pengetahuannya pada pekerjaan, dan kekuatan pemimpin

itu sendiri. Selain itu pemilihan gaya kepemimpinan harus melihat waktu dan tempat

organisasi itu berada.

Gaya kepemimpinan sangat beragam, ada pemimpin yang berorientasi pada

tugasnya tinggi dan hubungan interpersonal dengan bawahannya tinggi, ada pemimpin

yang berorientasi pada tugasnya tinggi tetapi hubungan interpersonal dengan

bawahannya rendah, ada pemimpin yang berorientasi pada tugasnya rendah tetapi

hubungan interpersonal dengan bawahannya tinggi, ada juga pemimpin yang

berorientasi pada tugasnya rendah dan hubungan interpersonal dengan bawahannya juga

tinggi.

1. Pendekatan Kepemimpinan Perilaku.

Menurut Rivai dan Murni (2010; 287) teori perilaku menekankan kepada

analisis perilaku pemimpin, mengidentifikasi elemen-elemen kepemimpinan yang

dapat dikaji, dipelajari, dan dilaksanakan. Usman (2013;349) menyataan bahwa

pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku dapat dipelajari, sehingga pemimpin dapat

dilatih dengan perilaku kepemimpinan yang tepat agar menjadi pemimpin efektif.

Selain itu, Sunyoto (2013; 28) menyatakan bahwa teori perilaku menekankan pada

dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan orientasi

karyawan. Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-

tugas dilaksanakan dengan baik, dengan cara mengarahkan dan mengendalikan

secara ketat bawahannya. Orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang

menekankan pada pemberian motivasi kepada bawahan dalam melaksanakan

tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang


25

berkaitan dengan tugasnya, dan mengembangkan hubungan yang bersahabat saling

percaya mempercayai dan saling menghormati antar anggota kelompok.

Menurut Usman (2013; 350), kelemahan jika seorang pemimpin berorientasi

pada tugas yaitu kurang disenangi bawahannya karena bawahan dipaksa bekerja

keras agar tugas-tugas selesai dengan cepat dan baik. Kelebihannya yaitu pekerjaan

dapat diselesaikan tepat waktu. Sebaliknya, kelemahan jika pemimpin berorientasi

pada bawahan yaitu pekerjaan banyak yang tidak selesai pada waktunya.

Kelebihannya yaitu pemimpin disenangi oleh sebagian besar bawahannya. Untuk

menjadi pemimpin yang efektif digunakan keseimbangan gaya kepemimpinan yang

beriorientasi pada tugas dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada

bawahan. Pendekatan perilaku ini selanjutnya melahirkan berbagai teori tentang tipe

atau gaya kepemimpinan.

2. Teori Tannembaum dan Schmid

Tannembaum dan Schmid seperti yang dikutip Purwanto (2009:32)

mengemukakan bermacam-macam gaya kepemimpinan yang dapat dilukiskan

sebagai suatu kontinum. Menurut Usman (2013; 362) model kontimun Tannembaum

dan Schmit merupakan garis yang diawali dengan titik yang menunjukkan perilaku

terpusat pada pimpinan dan diakhiri dengan titik yang menunjukkan perilaku yang

terpusat pada bawahan dengan berbagai variasi diantara kedua titik tersebut.

3. Studi Universitas Ohio.

Diantara beberapa program penelitian kepemimpinan paling signifikan adalah

penelitian yang dipimpin oleh Freishman dan kawan-kawan di Universitas Ohio.

Menurut Usman (2013; 320) tim peneliti merumuskan kepemimpinan itu sebagai

suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu yang terdiri
26

atas dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif (inisiating structure) dan

perhatian (consideration).

Yang dimaksud inisiating structure menurut Purwanto (2009;33) adalah cara

pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola

organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai di dalam

organisasi. Selain itu menurut Sunyoto (2013;26), pemakarya struktur berkaitan

dengan sejauh mana pemimpin mengorganisir dan menentukan tugas, menetapkan

cara menyelesaikan tugas, membentuk jaringan komunikasi dan menilai prestasi

kelompok. Usman (2013; 320) menyatakan bahwa “Struktur pembuatan inisiatif

menunjukkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada pencapaian tugas”.

Adapun yang dimaksud consideration menurut Purwanto (2009; 33) adalah

perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling mempercayai, saling

menghargai, dan keintiman hubungan antara pemimpin dan bawahannya. Selain itu

menurut Rivai dan Mulyadi (2012; 9) konsiderasi melibatkan perilaku yang

menunjukkan persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan, dan

komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Usman (2013; 320) menyatakan

bahwa “Perhatian (consideration) menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan

manusiawi kepada bawahannya”. Penelitian Ohio menemukan empat gaya

kepemimpinan, seperti yang tertera pada gambar berikut:

tinggi
Struktur Rendah Perhatian Tinggi Struktur Tinggi Perhatian Tinggi
Pemimpin mendorong hubungan kerja Pemimpin mendorong mencapai
sama harmonis dan kepuasan dengan leseimbangan pelaksanaan tugas dan
kebutuhan sosial anggota kelompok. pemeliharaan hubungan kelompok yang
Ti bersahabat.
Struktur Rendah Perhatian Rendah Struktur Tinggi Perhatian Tinggi
Pemimpin menarik diri dan menempati Pemimpin memusatkan perhatian hanya
peranan pasif, pemimpin membiarkan kepada tugas. Perhatian kepada pekerja
keadaan sejadinya. tidak penting.
rendah Struktur inisiasi
27

tinggi

Gambar 2.1
Struktur Kepemimpinan Model Ohio
4. Studi Universitas Michigan.

Menurut Sunyoto (2013; 26) tujuan penelitian yang dilakukan oleh

Universitas Michigan adalah untuk mengetahui gaya perilaku pemimpin terhadap

prestasi dan kepuasan kerja kelompok. Ada dua gaya kepemimpinan yang dikenali

pada studi ini, yaitu gaya kepemimpinan pemusatan tugas dan gaya kepemimpinan

pemusatan karyawan.

Demikian juga menurut Usman (2013; 321), Penelitian ini mengidentifikasi

dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi

pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan pentingnya

hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting, diperhatikan

minatnya, diterima keberadaannya dipenuhi kebutuhannya. Pemimpin yang

berorientasi pada produksi menekankan pentingnya produksi dan aspek teknik-teknik

kerja. Pegawai diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut

Purwanto (2009; 35) disebut “The job centered (terpusat pada pekerjaan) dan the

employe centered (terpusat pada pekerja/bawahan)”.

Menurut Purwanto (2009: 30), hubungan antara kedua perilaku

kepemimpinan tersebut berpusat pada pekerjaan dan berpusat pada bawahan)

merupakan suatu kontinum. Artinya, makin tinggi derajat perilaku kepemimpinan

terpusat pada pekerjaan, makin rendah derajat perilaku kepemimpinan terpusat pada

bawahan dan sebaliknya.

5. Path-Goal Model.
28

Lussier dan Achua (2010: 163) menyatakan bahwa model Path-goal

didasarkan bahwa pemimpin dapat memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dari

masing-masing gaya. Bentuk asli model path-goal hanya memasukan gaya

kepemimpinan directive (didasarkan pada gaya struktur inisiasi, berpusat pada tugas)

dan gaya kepemimpinan supportive (berdasarkan pada gaya considerasi dan

karyawan) dari studi universitas Ohio dan Universitas Michigan. gaya kepemimpinan

yang lain yaitu yang berorientasi prestasi dan partisipatif ditambahkan pada tahun

1974 oleh House dan Mitchell.

Rivai dan Mulyadi (2012: 44) mengemukakan bahwa ada empat tipe atau

gaya kepemimpinan path-goal, yaitu (1) mengarahkan, gaya ini sama dengan gaya

otokratis, jadi bawahan mengetahui secara persis apa yang diharapkan dari mereka,

(2) mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan, (3) berpartisifasi,

pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan, (4) berorientasi pada tugas,

pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya.

Grifin dan Morhead yang dikutip Usman (2013: 366) menggambarkan model

kepemimpinan path-goal sebagai berikut:

Karakteristik personal bawahan:


Faktor situasional Fokus kontrol Perasaan mampu

Perilaku Kepemimpinan: Motivasi


Direktif, Pendorong, bawahan untuk
Partisiptif Orientasi prestasi bekerja

Karakteristik personal lingkungan:


Struktur tugas,
Faktor situasional
Sistem otonomi, Kelompok kerja

Gambar 2.2
Model Kepemimpinan Path-Goal
29

6. Gaya Direktif.

Menurut Sudadio (2013:27) gaya direktif adalah pemimpin menjelaskan apa

yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Gaya ini tepat apabila kita dihadapkan

dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi

untuk mengerjakan tugas tersebut. Menurut Lussier dan Achua (2010: 163)

kepemimpinan direktif sesuai jika orang yang dipimpin menginginkan pemimpin

yang otoritas, tanggung jawab rendah dan tugas yang rumit.

Pemimpin yang direktif (mengarahkan), akan berusaha memberitahukan

kepada bawahan jadwal kerja yang harus disesuaikan dengan standar kerja, serta

memberikan bimbingan atau arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan

tugas tersebut (termasuk di dalamnya: perencanaan, pengorganisasian, koordinasi,

dan pengawasan). Selain itu pemimpin direktif akan menunjukkan keterlibatan

pemimpin dalam komunikasi satu arah, menetapkan peranan bawahan, dan ketat

dalam mengawasi pelaksanaan tugas. Gaya kepemimpinan direktif diukur dari

dimensi-dimensi: mengganti bawahan yang tidak patuh dengan yang lebih patuh,

selalu mengecek kinerja bawahan baik disiplin maupun keseriusannya dalam bekerja,

dan memberikan sanksi kepada bawahan yang berselisih dengan rekannya.

7. Gaya Supportif.

Menurut Sudadio (2013; 27) gaya supportif merupakan sebuah gaya dimana

pemimpin memfasilitasi dan membantu bawahannya dalam melaksanakan tugas.

Dalam hal ini pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi

tanggungjawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan

bawahannya. Sejalan dengan pendapat Sudadio tersebut, Lussier dan Achua (2010;

164), pemimpin supportif akan sesuai apabila pengikut tidak menginginkan


30

pemimpin yang otoritas, pengikut memiliki tanggungjawab dan kemampuan yang

tinggi. Pemimpin supportif juga sesuai ketika karakteristik lingkungan sederhana,

otoritas formal dibangun, dan tim kerja tidak memenuhi kepuasan kerja.

Gaya kepemimpinan suportif merujuk pada keterlibatan pemimpin pada

komunikasi dua arah, mendengar, mendorong, serta melibatkan pengikut dalam

pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Gaya kepemimpinan suportif diukur

dari dimensi-dimensi: membantu pegawai baru untuk berinteraksi, membantu

bawahan untuk melaksanakan tugasnya, dan berusaha mengetahui dan memahami

keinginan dan aspirasi bawahan.

8. Gaya Partisipatif.

Gaya kepemimpinan ini memberi peluang kepada bawahan untuk memberi

masukan berupa saran dan gagasan sebelum mengambil keputusan atau

memengaruhi keputusan yang telah dan akan dibuat. Menurut Sudadio (2013; 26),

tipe pemimpin yang partisipatif lebih banyak mendesentralisasikan wewenang yang

dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat satu pihak.

Menurut Lussier dan Achua (2010; 164), gaya partisipatif mengikutkan

bawahan dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan partisifatif akan sesuai jika

pengikut ingin dilibatkan, tanggung jawab dan kemampuan yang tinggi ketika

lingkungan tugas yang rumit, otoritas baik kuat maupun lemah, dan kepuasan kerja

dari teman sekerja tinggi maupun rendah.

9. Gaya Orientasi Prestasi.

Pemimpin ini menetapkan tujuan menantang, mengupayakan bawahan

meningkatkan prestasi, serta mendorong bawahan untuk mencapai tujuan dan hasil

karya yang lebih tinggi. Gaya kepemimpinan berorientasi prestasi memiliki ciri yaitu
31

pemimpin memanfaatkan peluang dan sumberdaya yang ada dan memberikan

kesempatan untuk berprestasi kepada bawahannya. Menurut Lussier dan Achua

(2010; 164), pemimpin menetapkan tujuan yang menantang tetapi dapat dicapai,

diharapkan para pengikut dapat meningkatkan kinerjanya ke yang lebih tinggi, dan

memberi penghargaan atas pekerjaannya.

10. Teori Situasional.

Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dkembangkan oleh Harsey dan

Blanchard berdasarkan pendekatan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Menurut

Sunyoto (2013; 26) “Situasi yang didiagnosis oleh manajer meliputi empat bidang,

yaitu karakteristik manajerial, karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat

tugas, serta faktor-faktor organisasi”.

2.3 Kompetensi Guru

2.3.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi menurut Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu

yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan”. Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2012: 38)

kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi

yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal ini menunjukkan bahwa

kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki

peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis

pekerjaan tertentu.

Setiap pekerjaan apakah dilakukan sendiri maupun bersama-sama

membutuhkan kompetensi sebagai aset utama yang harus dimiliki setiap individu.
32

Namun harus disadari bahwa kompetensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang

bukan hanya sekedar aspek pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan juga

melibatkan aspek lainnya agar dapat dilaksanakan, seperti aspek lingkungan kerja,

peralatan kerja, dukungan dari pimpinan, pola dan sistem kerja, serta berbagai atribut-

atribut lainnya agar pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya tersebut dapat

terlaksana dengan baik.

Dari definisi di atas, kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk

melaksanakan suatu peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan,

ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, serta kemampuan untuk

membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman

pembelajaran yang dilakukan.

2.3.2 Konsep Dasar Guru

Menurut Ramayulis (2006: 58) dalam bahasa inggris dijumpai beberapa kata

yang berdekatan artinya dengan guru, kata “teacher” berarti guru, pengajar kata

“educator” berarti pendidik, ahli mendidik atau tutor. Menurut istilah guru diartikan

oleh Hadari Nawawi dalam Ramayulis adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau

memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang

bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam

membentuk anak-anak mencapai kedewasa. Dalam undang-undang nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidik adalah tenaga

kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, fasilitator, dan sebutan

lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaran

pendidikan (Depdiknas, 2003).


33

Seorang guru atau pendidik menurut Hasan (2011: 93) adalah: “orang dewasa

yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam

perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaanya, mampu

melaksanakan tugas sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai

makhluk sosial, dan sebagai individu yang berdiri sendiri.” Lebih jauh Ramayulis

(2006: 55) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam memberi gambaran pengertian guru

atau pendidik secara lebih luas yaitu tujuan utama pendidikan Islam adalah terciptanya

manusia insan kamil, jadi pendidik adalah orang yang mengaktualisasi tujuan tersebut.

Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak

hanya mentransformasikan pengetahuan, tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-

nilai. Guru merupakan orang dewasa yang mempunyai tugas dan tanggaung jawab

dalam mendewasakan anak didik. Dalam tugas mendewasakan tersebut guru dibekali

kemampuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral, agama dan

akhlak.

Selanjutnya Uno (2011: 15) mengartikan guru lebih spesifik pada kemampuan

dalam pembelajaran, guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab

dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru

adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta

mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya

mencapai pada tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir darai proses pendidikan.

Menurut Mujib dan Mudzakir (2006: 90) dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan

dengan sebutan ”Guru” (Gu dan Ru), yang berarti ”digugu dan ditiru”. Dikatan digugu

(dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya

guru memilikiwawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatan
34

ditiru (diikuti), karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya

segalatindak tanduk seorang guru patut dijadikan panutan dan suri tauladan yang

baik oleh peserta didiknya. Seorang guru juga mempunyaitanggung jawab yang berat,

yakni guru wajib mempunyai kualifikasi akademik,kompetensi, sertifikat pendidik,

sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional (Depdiknas, 2006: 7).

Dari berbagai pendapat diatas dapat penulis simpulkan guru adalah pendidik

yang berarti orang dewasa yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mempunyai

kemampuan untuk dalam membimbing, mengarahkan dan mentransfer ilmu dan nilai

dengan tanggung jawab kepada peserta didik kearah kedewasaan dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan.

2.3.3 Hakikat Kompetensi Guru

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks

pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional bangsa

Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang menempati

posisi yang standarategis dalam pembukaan UUD 1945. Dalam situasi pendidikan,

khususnya pendidikan formal di sekolah, guru merupakan komponen yang penting

dalam meningkatkan mutu pendidikan. Ini disebabkan guru berada di barisan terdepan

dalam pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain, guru merupakan komponen yang

paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.

Dengan demikian upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan

pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh

guru yang profesional dan berkompeten.


35

Menurut Trianto dan Tutik (2007: 71) satu kunci pokok tugas dan kedudukan

guru sebagai tenaga profesional menurut ketentuan pasal 4 UU Guru dan Dosen adalah

sebagai agen pembelajaran (Learning Agent) yang berfungsi meningkatkan kualitas

pendidikan nasional. Sebagai agen pembelajaran guru memiliki peran sentral dan cukup

standarategis antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa

pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Usman (2011: 14)

mengemukakan bahwa guru yang profesional pada intinya adalah guru yang memiliki

kompetensi dalam melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi berasal

dari kata competency, yang berarti kemampuan atau kecakapan. Menurut kamus bahasa

Indonesia, kompetensi dapat diartikan (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau

memutuskan suatu hal.

Menurut Kunr (2007: 51) Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak

makna yang diantaranya, Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi

atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Kompetensi juga

berarti sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak. Johnson dalam Usman (2011: 14) mengemukakan

bahwa kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang

dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Roestiyah (2012: 4)

kompetensi merupakan suatu tugas yang memadai atas kepemilikan pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.

Sedangkan pengertian kompetensi guru menurut para ahli adalah sebagai

berikut:

1. Menurut Usman (2011: 14) kompetensi guru adalah kemampuan seorang


pendidik dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung
jawab dan layak.
2. Rastodio dalam Usman (2011: 15) mendefinisikan kompetensi guru sebagai
36

penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang


direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan
profesi sebagai pendidik.
3. Kunr (2007: 55) menyatakan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat
penguasaaan kemampuan yang harus ada dalam diri pendidik agar dapat
mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.
4. Menurut Majid (2009: 15) kompetensi adalah seperangkat tindakan inteligen
penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam pekerjaan tertentu. Sikap
inteligen harus ditunjukkan sebagai kemahiran, ketepatan dan keberhasilan
bertindak. Sifat tanggungjawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan
baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, panulis menyimpulkan pengertian

kompetensi guru adalah, kemampuan seseorang pendidik dalam melaksanakan

kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan kewenangan

pendidik dalam melaksanakan profesi kependidikannya agar dapat mewujudkan

kinerjanya secara tepat dan efektif.

2.3.4 Macam-macam Kompetensi Guru

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pasal

2 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimaksud adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan

diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas keprofesionalannya.

Kompetensi guru sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui

pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005). Kompetensi guru bersifat terpadu dan

holistik.
37

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

(Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru, dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara

utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: a) pedagogik, b) kepribadian, c) sosial, dan d)

profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru

berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral,

emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus

mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki

karakter, sifat, dan interest yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum,

seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan

masing-masing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu

mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di

kelas, dan harus mampu melakukan kegiatan penilaian terhadap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan

dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu (Depdiknas, 2003: 5):

a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,

b. Pemahaman terhadap peserta didik,

c. Pengembangan kurikulum atau silabus,

d. Perancangan pembelajaran,

e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,

f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran,


38

g. Evaluasi hasil belajar, dan

h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

Sementara itu berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007,

kompetensi pedagogik terdiri dari:

a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,

emosional, dan intelektual.

b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang

diampu serta menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

d. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

e. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki.

f. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

g. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

h. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Kompetensi Kepribadian

Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan

bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi

kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang

dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar dalam melaksakan tugas

sebagai seorang guru. Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua
39

berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat

mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan

berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu

pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi dan sebagai

anggota masyarakat.

Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan

sikap mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut harus mampu

membelajarkan siswanya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku,

menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan

belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga

disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai

kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang

guru. Aspek-aspek yang diamati pada kompetensi ini adalah (Depdiknas, 2003: 6): 1)

beriman dan bertakwa; 2) berakhlak mulia; 3) arif dan bijaksana; 4) demokratis; 5)

mantap; 6) berwibawa; 7) stabil; 8) dewasa; 9) jujur; 10) sportif; 11) menjadi teladan

bagi peserta didik dan masyarakat; dan 12) secara obyektif mengevaluasi kinerja

sendiri; dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi kepribadian

terdiri dari:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat.


40

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa.

d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru,

dan rasa percaya diri.

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3. Kompetensi Sosial

Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh

dan merupkan suritauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki

kemampuan sosial dengan masyakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran

yang efektif. Dengan dimilikinya kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah

dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan

orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat kesulitan. Kemampuan sosial

meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik,

dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kompetensi sosial merupakan

kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi

kompetensi untuk:

a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua atau wali peserta didik;

d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma

serta sistem nilai yang berlaku; dan


41

e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan (Depdiknas,

2003: 8).

Sementara itu berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007,

kompetensi sosial terdiri dari:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia.

b. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,

dan status sosial ekonomi.

c. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

d. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya.

e. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan

dan tulisan atau bentuk lain.

4. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai

pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang

diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi;

a. Penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar

isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata

pelajaran yang akan diampu; dan

b. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang

secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,


42

mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu

(Depdiknas, 2008: 9). Sementara itu berdasarkan Permendiknas Nomor 16

Tahun 2007, kompetensi profesional terdiri dari:

c. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

mata pelajaran yang diampu.

d. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang

pengembangan yang diampu.

e. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

f. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif.

g. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri.

Standar kompetensi guru dikembangkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Keempat kemampuan dasar inilah yang dijadikan indikator penelitian variabel

kompetensi guru.

2.3.5 Indikator Kompetensi Pedagogik Guru

Dalam Undang-undang Guru dan Dosen Tahun 2005 pengertian kompetensi

adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 Ayat (3) butir a dikemukakan
43

bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolahan

pembelajaran peserta didik meliputi: Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,

Pemahaman peserta didik, Pengembangan kurikulum/silabus, Perancangan pembelajara,

Pelaksanan pembelajaran yang mendidik dan diologis, pemanfaatan teknologi

pembelajaran, evaluasi hasil belajar (EHB), pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki (Mulyasa, 2010; 75).

1. Kemampuan Mengelola Pembelajaran

Dalam hal ini guru harus memahami bahwa peserta didik bukanlah

“celengan” dan guru adalah “penabung”. Guru harus dapat menciptakan

pembelajaran yang dialogis dan bermakna. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah

“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas menyebut

kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini

dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar,

kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan

kemampuan melakukan penilaian. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

Menurut Joni, kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup

kemampuan:

a. Merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran

b. Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar

c. Merencanakan pengelolaan kelas

d. Merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran

e. Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran

(Raka, 2004; 12).


44

Depdiknas (2004: 9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana

pembelajaran meliputi:

a. Mampu mendeskripsikan tujuan

b. Mampu memilih materi

c. Mampu mengorganisir materi

d. Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran

e. Mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran

f. Mampu menyusun perangkat penilaian

g. Mampu menentukan teknik penilaian

h. Mampu mengalokasikan waktu.

Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar

merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama

pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan

deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai

media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

Secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran perlu

mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting, karena pendidikan di Indonesia

dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat, di nilai kering dari aspek

pedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cenderung

kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri. Veire juga mengungkapkan

bahwa proses pembelajaran, yakni hubungan guru dengan peserta didik di semua

tingkatan identik dengan watak bercerita. Peserta didik do pandang sebagai wadah

yang di isi air (ilmu) oleh gurunya. Oleh karena itu pembelajaran nampak seperti

sebuah kegiatan menabung sedangkan guru sebagai penabung. Lebih lanjutnya


45

freire dalam Mulyasa (2010: 75) mengungkapkan beberapa karakteristik pendidikan

sebagai berikut:

a. Guru mengajar peserta didik diajar

b. Guru mengetahui segala sesuatu, peserta didik tidak tau apa-apa

c. Guru berfikir, peserta didik difikirkan

d. Guru bercerita, peserta didik mendengarkan

e. Guru menentukan peraturan, peserta didik di atur

f. Guru memilih dan memaksakan pilihanya, peserta didik menyetujui

g. Guru berbuat, peserta didik membayangkan dirinya berbut melalui perbuatan

gurunya

h. Guru memilih bahan pelajaran, peserta didik menyesuikan dirinya dengan

pembelajaran itu

i. Guru menyampurkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan

jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasab peserta didik.

j. Guru adalah subjek dalam proses pembelajaran, peserta didik adalah objek

belaka.

Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank tersebut, Freire menawarkan

model pendidikan dan pembelajaran doalogis, yang disebutnya sebagai proses

penyadaran, sehubungan dengan ituguru di tuntut untuk memiliki kompetensi

yang memadai dalam mengelolah pembelajaran, dan pengubahan pradigma

pembelajaran gaya bank dengan ciri- cirinya seperti pembelajaran yang dialogis dan

bermakna. Secara operasional, menurut Mulyasa (2010: 77), kemampuan

mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian.


46

a. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta

mempekirakan cara mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari

manajemen pembelajaran dan harus berorientasi kemasa depan. Dalam

pengambilan dan pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran, guru

sebagai manajemen pembelajaran harus melakukan berbagai pilihan menuju

tercapainya tujuan.guru sebagai manajer pembelajaran harus mampu menganbil

keputusan yang tetap untuk mengelola sebagai sumber, baik sumber daya,

sumber dana, maupun sumber belajar untuk membentuk kompetensidasar, dan

mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pelaksanaan atau sering disebut juga implimentasi adalah proses yang

memberikan kepastian bahwa proses yang memberikan kepastian bahwa proses

belajar mengajar memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang

diperlukan, sehingga membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang

diinginkan. Dalam fungsi pelaksanan ini termasuk pengoganisasian dan

kepemimpinan yang melibatkan penentuan berbagai kegiatan, seperti pembagian

pekerjaan kedalam berbagai tugas hususnya yang harus dilakukan guru dan

peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam fungsi menejerial pelaksanaan

proses pembelajaran, selain tercakup fungsi pengorganisasian terdapat pula

fungsi kepemimpinan.hal tersebut pendapat Durbin (1990), bahwa fungsi

pelaksanaan merupakan fungsi menejerial yang mempengaruhi pihak lain

dalam upaya mencapai tujuan, yang akan melibatkan berbagai proses antar

pribadi, misalnya bagaimana motivasi dan memberikan ilustrasi kepada peserta

didik, agar mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran dan membentuk

kompetensi pribadinya secara optimal.


47

c. Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian,

bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang

lebih ditetapkan. Dalam proses menejerial terakhir ini perlu dibandingkan

kinerja yang telah ditetapkan (Kinerja Standar). Guru sebagai manajer

pembelajaran harus mengambil langkah- langkah atau tindakan perbaikan

apabila terdapat perbedaan yang siknifikan atau adanya kesenjangan antara

proses pembelajaran aktual di dalam kelas dengan yang telah di rencanakan.

Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien,

serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sistem

pembelajaran, sebagai keseluruhan proses untuk melaksanakan kegiatan

pembelajaran secara efektif dan efisien. Guru diharapkan membimbing dan

mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta

melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan

program, guru hendaknya tidak membatasi didi pada pembelajaran dalam arti

sempit, tetapi harus menghubungkan program-program pembelajaran dengan

seluruh kehidupan peserta didik kebutuhan masyarakat, dunia usaha.

2. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program

yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan

guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana

yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang

tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah,

apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai

tujuan- tujuan pembelajaran.


48

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan

tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya:

prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode

mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Yutmini (2009: 24)

mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam

melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:

a. Menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai

dengan tujuan pelajaran

b. Mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran

c. Berkomunikasi dengan siswa

d. Mendemonstrasikan berbagai metode mengajar

e. Melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh.

Harahap (2010: 12) menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam

melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan:

a. Memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran.

b. Mengarahkan tujuan pengajaran

c. Menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan

pengajaran

d. Melakukan pemantapan belajar

e. Menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar

f. Melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan

g. Memperbaiki program belajar mengajar

h. Melaksanakan hasil penilaian belajar.


49

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan

pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana

dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan

efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan

kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap

perubahan perilaku siswa. Depdiknas mengemukakan kompetensi melaksanakan

proses belajar mengajar meliputi:

a. Membuka pelajaran

b. Menyajikan materi

c. Menggunakan media dan metode

d. Menggunakan alat peraga

e. Menggunakan bahasa yang komunikatif

f. Memotivasi siswa

g. Mengorganisasi kegiatan

h. Berinteraksi dengan siswa secara komunikatif

i. Menyimpulkan pelajaran

j. Memberikan umpan balik

k. Melaksanakan penilaian dan

l. Menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar

merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan

tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam

pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah


50

menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur

kognitif para siswa.

3. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sutisna (2003: 212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan

untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah

disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa

baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-

maksud yang telah ditetapkan.

Commite dalam Wirawan (2002:12) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan

menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah

akan merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar

mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat

pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan

dapat diupayakan dan dilaksanakan.

Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan

bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan

pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut Prestasi Belajar Siswa.

Depdiknas mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi:

a. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran

b. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda

c. Mampu memperbaiki soal yang tidak valid

d. Mampu memeriksa jawab


51

e. Mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian

f. Mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian

g. Mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian

h. Mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian

i. Mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian

j. Mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis

k. Mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian

l. Mengklasifikasi kemampuan siswa

m. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian

n. Mampu melaksanakan tindak lanjut

o. Mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut

p. Mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.

Dari beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik

guru adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan menyusun

program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan kemampuan menilai

hasil dan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini di fokuskan untuk mengetahui

seorang guru mempunyai kompetensi pedagogik atau tidak.

2.4 Iklim Organisasi Sekolah

2.4.1 Pengertian Iklim Organisasi Sekolah

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan iklim sekolah. Definisi Iklim

Organisasi Sekolah tidak luput dari pengertian iklim itu sendiri. Iklim menurut Hoy dan

Miskell dalam Hadiyanto (2009: 153) merupakan kualitas dari lingkungan yang terus
52

menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi tingkah laku dan berdasar pada

persepsi kolektif tingkah laku mereka. Hoy dan Miskell dalam Hadiyanto (2009: 153)

menyebutkan bahwa Iklim Organisasi Sekolah adalah produk akhir dari interaksi antar

kelompok peserta didik di sekolah, guru-guru dan para pegawai tata usaha

(administrator) yang bekerja untuk mencapai keseimbangan antara dimensi organisasi

dengan dimensi individu.

Hampir senada dengan pendapat di atas, adalah pendapat Sergiovanni dan

Startt dalam Hadiyanto (2009: 153) yang menyatakan bahwa Iklim Organisasi Sekolah

merupakan karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu

sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain,

mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan prasaan psikologis

yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu.

Effendi dalam Jauhari (2005: 4) mengemukakan bahwa Iklim Organisasi

Sekolah merupakan persepsi para guru dan personil sekolah lainnya tentang struktur

kerja sekolah, gaya kepemimpinan, manajemen, motivasi kerja guru, dan faktor

lingkungan sosial pening lainnya yang tampak pada sikap, kepercayaan, nilai dan

motivasi kerja gurunya. Selanjutnya dijelaskan bahwa persepsi tersebut mempunyai

dampak terhadap semangat kerja atau moral kerja para guru dan personil sekolah

lainnya yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar.

Dari beberapa definsi tentang Iklim Organisasi Sekolah seperti yang telah

dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Iklim Organisasi Sekolah merupakan

suatu kondisi, dimana keadaan sekolah dan lingkungannya dalam keadaan yag sangat

aman, nyaman, damai dan menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.

2.4.2 Jenis-Jenis Iklim Organisasi Sekolah


53

Iklim Organisasi Sekolah yang satu dengan Iklim Organisasi Sekolah yang lain

berbeda-beda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan masing-masing Iklim

Organisasi Sekolah tersebut, dan keseluruhannya dianggap sebagai kepribadian atau

iklim suatu sekolah. Halpin dan Don B. Croft dalam Burhanuddin (2010: 272),

mengemukakan bahwa iklim-Iklim Organisasi Sekolah itu dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Iklim Terbuka

Yaitu suasana yang melukiskan organisasi sekolah penuh semangat dan daya

hidup, memberikan kepuasan pada anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Tindakan-tindakan pimpinan lancar dan serasi, baik dari kelompok

maupun pimpinan. Para anggota kelompok mudah memperoleh kepuasan kerja

karena dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik, sementara kebutuhan-

kebutuhan pribadi terpenuhi. Ciri-ciri Iklim Organisasi Sekolah demikian adalah

adanya kewajaran tingkah laku semua orang.

2) Iklim Bebas

Melukiskan suasana organisasi sekolah, dimana tindakan kepemimpinan

justru muncul pertama-tama dari kelompok. Pemimpin sedikit melakukan

pengawasan, semangat kerja pertama muncul hanya karena untuk memenuhi

kepuasan pribadi. Sedangkan kepuasan kerja juga muncul, hanya saja

kadarnya kecil sekali. Kepuasan kerja yang dimaksud di sini adalah kepuasan

yang ditimbulkan oleh karena kegiatan tertentu dapat diselesaikan.

3) Iklim Terkontrol

Bercirikan “impersonal” dan sangat mementingkan tugas, sementara

kebutuhan anggota organisasi sekolah tidak diperhatikan. Dan adanya anggota


54

kelompok sendiri pada akhirnya hanya memperhatikan tugas-tugas yang

ditetapkan pemimpin, sedangkan perhatian yang ditujukannya pada kebutuhan

pribadi relatif kecil. Semangat kerja kelompok memang tinggi, namun

mencerminkan adanya pengorbanan aspek kebutuhan manusiawi. Ciri khas

iklim ini adalah adanya ketidakwajaran tingkah laku karena kelompok hanya

mementingkan tugas-tugas.

4) Iklim yang Familier

Adalah suatu iklim ysng terlalu bersifat manusiawi dan tidak terkontrol.

Para anggota hanya berlomba-lomba untuk memenuhi tuntutan pribadi mereka,

namun sangat sedikit perhatian pada penyelesaian tugas dan kontrol sosial

yang ada kurang diperhatikan. Sejalan dengan itu, semangat kerja kelompok

sebenarnya tidak begitu tinggi, karena kelompok mendapat kepuasan yang

sedikit dalam penyelesaian tugas-tugas.

5) Iklim Keayahan

Organisasi sekolah demikian bercirikan adanya penekanan bagi munculnya

kegiatan kepemimpinan dari anggota organisasi. Kepala sekolah biasanya

berusaha menekan atau tidak menghargai adanya inisiatif yang muncul dari

orang-orang yang dipimpinnya. Kecakapan-kecakapan yang dimiliki kelompok

tidak dimanfaaatkannya untuk melengkapi kemampuan kerja kepala sekolah.

Sejalan dengan itu banyak tindakan-tindakan kepemimpinan yang dijalankan.

Dalam iklim yang demikian pun sedikit kepuasan yang diperoleh bawahan, baik

yang bertalian dengan hasil kerja maupun kebutuhan pribadi. Sehingga semangat

kerja kelompok organisasi sekolah juga akan rendah.

6) Iklim Tertutup
55

Para anggota biasanya bersikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Organisasi

tidak maju, semangat kerja kelompok rendah, karena para anggota disamping

tidak memenuhi tuntutan pribadi, juga tidak dapat memperoleh kepuasan dari

hasil karya mereka. Tingkah laku anggota dalam Iklim Organisasi Sekolah

demikian juga tidak wajar, dalam artian kenyataannya organisasi seperti

mundur.

Setelah menganalisa beberapa ciri dari masing-masing jenis Iklim

Organisasi Sekolah diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Iklim Organisasi

Sekolah yang efektif sebenarnya terdapat pada Iklim Organisasi Sekolah yang

sifatnya terbuka.

2.4.3 Cara Mengkreasikan Iklim Organisasi Sekolah

Iklim Organisasi Sekolah itu tidak muncul dengan sendirinya. Ia perlu

diciptakan dan dibina agar dapat bertahan lama. Untuk menciptakan lingkungan belajar

mengajar yang sehat dan produktif, menurut Pidarta (2008: 178) haruslah ada

kesempatan dan kemauan para profesional untuk :

1. Saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan.

2. Kerja sama dalam kelompok mereka. Kerja sama itu dapat saling memberi dan

menerima tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai

pendidik.

3. Membuat para personalia pendidikan khususnya para pengajar sebagai masyarakat

paguyuban di lembaga pendidikan.

4. Mengusahakan agar fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian,

sehingga tiap orang mendapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk

menunjukkan kemampuannya.
56

5. Menciptakan jaringan komunikasi yang memajukan ketergantungan para anggota

satu dengan yang lain.

6. Perlu diciptakan situasi-situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang

membuat para anggota tertarik pada kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan

untuk kepentingan bersama.

7. Usahakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menyerupai hidup dalam

keluarga dan hilangkan situasi tegang.

8. Kalau ada permasalahan, berilah kesempatan orang atau kelompok yang paling

bertalian dengan masalah itu menyelesaikan terlebih dahulu. Kalau mereka tidak

bisa mengatasi baru dipecahkan bersama-sama.

9. Para pegawai yang baru diberi penjelasan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu

dan menyelesaikan masalah.

10. Wujudkan tindakan dalam setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga

pendidikan adalah milik setiap warga paguyuban.

Usaha-usaha yang mengkreasikan iklim sekolah yang hangat tersebut

dimulai oleh kepala sekolah atau para manajer lembaga pendidikan. Usaha-usaha

tersebut juga perlu didukung oleh seluruh warga sekolah agar Iklim Organisasi Sekolah

yang hangat dapat tercapai dengan baik.

2.4.4 Iklim Organisasi Sekolah yang Kondusif

Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non fisik

mrupakan landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif.

Oleh karena itu, sekolah perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk

menumbuhkembangkan semangat dan merangsang nafsu belajar peserta didik. Dengan


57

iklim yang kondusif diharapkan tercipta suasana yang aman, nyaman, dan tertib,

sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan.

Iklim yang kondusif menurut Mulyasa (2007: 23) mencakup:

1) Lingkungan yang aman, nyaman dan tertib

2) Ditunjang oleh optimisme dan harapan warga sekolah

3) Kesehatan sekolah

4) Kegiatan-kegiatan yang berpusat pada perkembangan peserta didik

Seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan

juga akan membangkitkan kinerja para tenaga kependidikan. (Mulyasa 2007: 120).

Untuk itu semua pihak sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang

harmonis, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.

2.4.5 Pengukuran Iklim Organisasi

Timpe, (2013: 46) mengungkapkan indikator iklim organisasi sebagai berikut:

1. Tanggung jawab

Adanya tanggung jawab yang rendah di kalangan pegawai apabila

mengambil keputusan berada pada pimpinan puncak (sentralistik), sehingga

rnengakibatkan rendahnya iklim organisasi tersebut.

2. Komformitas

Adanya batasan-batasan yang dibenarkan dalam organisasi, seperti

peraturan-peraturan yang harus ditaati pegawai terkadang aturan itu tidak relevan

dengan tujuan organisasi, mengakibatkan iklim organisasi merniliki komfonnitas

yang tinggi.

3. Semangat kelompok
58

Adanya suasana yang baik diantara pegawai, baik dari segi komunikasi yang

harmonis diantara pegawai maupun tanggung jawab dan kepercayaan dan

melaksanakan tugas dalam organisasi. Apabila saling mencurigai antara pegawai,

maka disebut suasana (iklim) organisasi itu cukup rendah

4. Penghargaan

Dimana lazimya iklim organisasi yang harmonis dan rnempunyai

produktifitas yang maksimal apabila para pegawai rnendapat penghargaan dan

imbalan dari pimpinan dan sebaliknya pegawai yang berprestasi tidak mendapat

penghargaan dan imbalan dari pemimpin mengakibatkan iklim organisasi tersebut

cukup rendah.

5. Standar

Sebuah organisasi harus ditetapkan standar mutu kerja yang harus dicapai

oleh pegawai maupun karyawan, dengan tujuan untuk meningkatkan iklim

organisasi yang sesuai dengan harapan pimpinan.

6. Kejelasan organisasi

Seorang pimpinan dalam organisasi harus mampu memberikan tugas kepada

pegawai secara jelas. Apabila tidak ada tugas secara organisatoris yang diberikan

kepada karyawan ataupun pegawai, secara tidak langsung hilang tanggung jawab

pegawai dalam menjalankan tugas. kondisi yang demikian terjadi mengakibatkan

iklim organisasi itu sangat rendah.

K. Davis (1993: 24) mengemukakan beberapa indikator iklim organisasi yang

cenderung pada gaya manajemen, yang meliputi faktor-faktor kepemimpinan,

motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan


59

pengendalian. Lebih lanjut Davis menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menciptakan

iklim organisasi yang kondusif antara lain:

1. Kualitas kepemimpinan.

2. Kepercayaan.

3. Komunikasi ke atas dan ke bawah.

4. Perasaan senang melakukan pekerjaan yang bermanfaat.

5. Tanggung jawab.

6. Imbalan yang adil.

7. Tekanan pekerjaan yang nalar.

8. Kesempatan.

9. Pengendalian, struktur dan birokrasi yang nalar.

10. Keterlibatan dan keikutsertaan pegawai

Pengukuran terhadap iklim organisasi akan dilakukan melalui penilaian guru

terhadap suasana tempat ia bekerja yang dilihat, dipikirnya dan dirasakannya.

Untuk itu disusun kuesioner yang akan menjaring persepsi mereka terhadap iklim

kerjanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka indikator variabel iklim organisasi adalah:

1) Kepemimpinan.

2) Komunikasi.

3) Komformitas.

4) Penghargaan

2.5 Produktivitas kinerja guru

2.5.1 Pengertian Produktivitas kinerja guru


60

Pada dasarnya peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan

guna mewujudkan hasil yang diharapkan oleh suatu instansi, yang dapat mendukung

untuk lebih berpotensi dalam keberhasilan pencapaian tujuaninstansi. Untuk itu perlu

adanya pembinaan, pengarahan dan bimbingan bagi setiap tenaga kerja/guru agar lebih

berdaya guna, sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan Produktivitas kinerja guru

merupakan tahapan untuk pendayagunaan guru secara maksimal.

Produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dan masukan

(input) atau produktivitas diformulasikan sebagai perbandingan antara keluaran(output)

dan masukan (input) diinstansi industri dan ekonomi secara komprehensif. Produktivitas

juga merupakan perbandingan antara sumberdaya (input) dengan jumlah barang/jasa

(output) yang dihasilkan dari sumber itu. Pendekatan interdisipliner ilmu dilakukan

dalam upaya mengelola produktivitas untuk dapat menentukan tujuan yang efektif,

pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif dan tetap menjaga kualitas

yang tinggi.

Produktivitas mengikut sertakan pendayagunaan secara terpadu sumberdaya

manusianya, keterampilan, barang, modal, teknologi, manajemen, organisasi, energi dan

sumber-sumber lainnya yang mengarah kepada pengembangan dan peningkatan hidup

gurunya. Menurut Sinungan (2010:17) produktivitas adalah sebagai hubungan antara

hasil nyata maupun fisik (barang-barang/jasa) dengan masuknya yang sebenarnya.

Misalnya saja “produktivitas adalah ukuran efisiensi produksi, suatu perbandingan

antara hasil keluaran dan masuk atau output: input. Masukan sering dibatasi dengan

masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai.

Menurut Syarif (2014:6) produktivitas adalah merupakan suatu hubungan

antara hasil yang di capai dengan sumber daya yang digunakan dalam melaksanakan
61

suatu kegiatan tertentu. Menurut Lawler (2013:9) Produktivitas merupakan hubungan

mengenai barang yang diproduksi dan jasa-jasa yang diberikan dengan menggunakan

sumber daya. Mengenai kerja, Stoner dan Freeman (2010:13) menyatakan bahwa kerja

adalah melakukan sesuatu dengan benar. Dalam hal ini bekerja diharapkan dapat

menghasilkan sesuatu dengan baik sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Tinggi

rendahnya kinerja guru berkaitan erat dengan pemberian penghargaan yang diterapkan

oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Suprihanto (2010:7) menyebutkan

istilah kinerja dan prestasi kerja yaitu hasil kerja seseorang selama periode tertentu

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar dan target/sasaran.

Seseorang dapat dikatakan bekerja dengan baik bila ia bekerja dengan efektif,

Pengertian efektif di sini yaitu terlaksananya suatu tugas yang memenuhi persyaratan

yang dikehendaki.

Menurut Koontz dan Weihrich dalam Anwar dan Winardi, (2013:8), bahwa

pencapaian tujuan yang dimaksud adalah pemenuhan kriteria atas suatu produk yang

dihasilkan. Pemenuhan kriteria ini dapat dilihat dari segi peralatan, metode, skill dan

teknologi yang digunakan. Dari segi peralatan, yang perlu diperhatikan apakah peralatan

yang digunakan dapat memproduksi produk yang diinginkan, metode atau langkah-

langkah kerja (prosedur) yang digunakan demi terlaksananya proses yang tepat, apakah

tersedia prosedur kerja baku yang tetap. Skill menunjukkan kepada kemampuan guru

untuk menggunakan alat dan melaksanakan tugas dengan benar. Teknologi selalu

menunjukkan kepada kemudahan dan keanekaragaman kemudahan yang tersedia.

Menurut Suprihanto (2010:5) bekerja adalah derajat pencapaian tujuan. Dalam hal ini

tingkat penggunaan potensi diri seseorang dibandingkan dengan kapasitas diri seseorang
62

tersebut. Artinya guru berusaha dengan baik untuk menggunakan kemampuannya

dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh instansi.

Menurut Soedaryono (2012:42) guru adalah golongan masyarakat yang

melakukan penghidupannya dengan bekerja dalam kesatuan organisasi. Menurutnya

guru tersebut adalah guru yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah

tertentu secara teratur terus menerus ikut mengelolah kegiatan instansi secara langsung,

serta guru yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tententu

sepanjang guru yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut. Untuk

meniningkatkan produktivitas kerja seorang guru, maka ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan misalnya: (1) gaji guru diperhatikan, (2) lingkungan kerja yang kondusif,

(3) biaya pendidikan atau Pelatihan kerja, (4) perbaikan kondisi kerja, (5) pemberian

bonus, (6) kemauan kerja yang tinggi, (7) kemampuan kerja yang sesuai dengan isi

kerja, (8) penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimun, (9) jaminan

kerja yang memadai, dan (10) hubungan kerja yang harmonis.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka yang dimaksud dengan Produktivitas

kinerja guru adalah hasil yang dicapai seorang guru dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya sesuai dengan standar/ketentuan yang telah ditetapkan dalam memberikan

pelayanan pendidikan yang berkualitas.

2.5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Produktivitas manusia mempunyai peranan besar untuk menentukan suksesnya

instansi. Produktivitas manusia sering disebut dengan sikap mental yang selalu memiliki

pandangan bahwa hari ini lebih baik dari kemarin dan esok. Oleh karena itu agar

Produktivitas kinerja guru dapat meningkat menurut Manullang (2012:78), perlu

diperhatikan beberapa faktor:


63

1. Tingkat Pendidikan atau Keterampilan

Para guru yang memiliki tingkat pendidikan atau keterampilan yang lebih

tinggi tentu produktivitasnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan para

pekerja yang memiliki tingkat pendidikan atau keterampilan yang lebih rendah.

2. Kondisi Fisik

Apabila kondisi fisik para pekerja tersebut lebih baik maka

produktivitasnya akan lebih baik.

3. Sikap dan Kebiasaaan

Untuk dapat meningkatkan meningkatkan produktivitas maka para pekerja

harus dapat menyesuaikan sikap dan kebiasaannya dengan keadaan instansi. Karena

jika sikap yang ada tidak baik dibawa instansi maka akan membawa pengaruh yang

tidak baik terhadap produktivitas kerja.

4. Lingkungan Pekerjaan

Lingkungan kerja para gurutersusun dengan baik tentu akanmenimbulkan

semangat dan kegairahanpara guru untuk bekerja lebih giat.Lingkungan pekerja

yang lebih baikdapat merupakan tata ruang kantoryang rapi.

5. Metode Kerja

Untuk meningkatkan produktivitas kerja pelu juga ditinjau mengenai

penggunaan metode kerja, apakah metode kerja yang sekarang digunakan masih

relevan tentu masih akan dipertahankan.

6. Peralatan yang digunakan

Instansi yang harus selalu memperhatikan peralatan-peralatan yang

digunakan untuk bekerja, jika peralatan tersebut terkondisinya sudah tidak memadai

lagi maka produktivitas akan dipertahankan bahkan ditingkatkan.


64

Hubungan Pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Produktivitas Kerja.

Setelah melihat pengertian yang luas dari penjelasan yang lebih mendetail mengenai

pengertian pengembangan sumber daya manusia dan produktivitas maka dapat dilihat

hubungan antara keduanya. Adapun hubungan antara pengembangan sumber daya

manusia dengan produktivitas kerja dapat dilihat dari hasil produksinya. Keberhasilan

suatu instansi tergantung pada sumber daya pada produktivitas kerja, untuk itu perlu

diadakan pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengembangkan guru itu sendiri,

dimana perlu menciptakan sikap dan mental yang cocok untuk menghadapi hidup

semakin bervariasi dan meningkat.

2.5.3 Faktor-faktor Penentu Peningkatan Produktivitas

Produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keprilakuan, tetapi juga dapat

mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan untuk

menentukan faktor-faktor mana yang dapat menjadi penentu bagi keberhasilan dalam

meningkatkan produktivitas kerja. Faktor penentu peningkatan produktivitas (Siagian,

2012:10), adalah:

1. Perbaikan terus-menerus dengan dilandasi adanya perubahan strategi organisasi,

perubahan kebijaksanaan tentang produk, misalnya produk unggulan menjadi

diversikasi produk, perubahan dalam pemanfaatan teknologi dan perubahan dalam

praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkannya peraturan

perundang-undangan baru oleh pemerintah dan berbagai faktor lain yang tertuang

dalam berbagai keputusan manajemen.

2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen

organisasi. Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan

dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut segala jenis
65

kegiatan di mana organisasi terlibat. Berarti mutu menyangkut semua jenis kegiatan

yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksanaan tugas pokok

maupun pelaksanaan tugas penunjang, dalam organisasi.

3. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam

organisasi. Karenanya memberdayakan sumber daya manusia merupakan etos kerja

yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen

dalam hierarki oganisasi.

2.5.4 Cara Meningkatkan Produktivitas Kerja

Nitisemito berpendapat ”bahwa cara yang dapat digunakan dalam meningkatkan

produktivitas kerja misalnya (Sedarmayanti, 2010:80)”:

1. Gaji yang cukup

2. Memperhatikan kebutuhan rohani

3. Sekali-kali perlu menciptakan suasana santai

4. Harga diri perlu mendapat perhatian

5. Tempatkan guru pada posisi yang tepat

6. Berikan kesempatan pada mereka untuk maju

7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan

8. Usahakan para guru mempunyai loyalitas

9. Sekali-kali guru perlu diajak berunding

10. Pemberian insentif yang terarah

11. Fasilitas yang menyenagkan.

Anoraga berpendapat bahwa ada 12 petunjuk untuk mencapai produktivitas kerja

yang efektif (Anoraga, 2012:143), yaitu:

1. Usahan agar orang-orang merasa dirinya penting


66

2. Usahakan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan individu

3. Usahakan agar menjadi pendengar yang baik

4. Hindarilah timbulnya perdebatan-perdebatan

5. Hormatilah perasaan orang lain

6. Gunakan pembicaraan yang bersifat mengajak dalam meminta orang-orang bekerja

7. Jangan berusaha untuk mendominasi

8. Ingatlah bahwa kesempatan orang itu jamak

9. Praktekkan manajemen yang partisipasif

10. Berilah perintah-perintah dengan jelas dan tegas

11. Gunakan instruksi-instruksi

12. Pengawasan (supervisi) yang efektif.

2.5.5 Sumber-sumber Produktivitas

Manusia sebagai tenaga kerja agar produktif harus mampu mendayagunakan lima

sumber kerja, baik yang terdapat pada dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Kelima

sumber kerja yang dimaksud adalah (Nawawi, 2010:103):

1. Penggunaan pikiran

Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika untuk memperoleh hasil yang

maksimal dipergunakan cara kerja yang paling mudah atau gampang, dalam arti

tidak memerlukan banyak pikiran yang rumit dan sulit. Sebaliknya cara bekerja yang

banyak mempergunakan pikiran yang rumit dan sulit, jika hasilnya kurang atau sama

dengan hasil yang diperoleh dengan cara yang mudah, menggambarkan produktivitas

kerja rendah.

2. Penggunaan tenaga jasmani atau fisik


67

Produktivitas dikatakan tinggi bilamana dalam mengerjakan sesuatu diperoleh

hasil yang jumlahnya terbanyak dan mutunya terbaik (maksimum), Tidak banyak

dipergunakan tenaga jasmani atau fisik yang melelahkan, seperti angkat mengangkat,

memikul, menarik dan sebagainya. Secara sederhana disebut pekerjaan yang ringan.

Sebaliknya produktivitas dikatakan rendah apabila dilakukan dengan banyak

mempergunakan tenaga jasmani atau fisik, sedang hasilnya sedikit atau sama dengan

hasil yang dicapai apabila mempergunakan cara yang ringan. Pekerjaan yang seperti

itu disebut pekerjaan yang berat. Akan tetapi produktivitas tetap dapat dikatakan

tinggi, apabila seiring dengan semakin banyak dipergunakan tenaga jasmani atau

fisik ternyata hasilnya semakin banyak dan mutunya meningkat pula. Sedang jika

keadaan sebaliknya yang terjadi, berarti produktivitas kerja rendah.

3. Penggunaan waktu

Produktivitas dari segi waktu berkenaan denga cepat atau lambatnya

pencapaian suatu hasil dalam bekerja. Jika untuk mencapai hasil tertentu diperlukan

waktu yang singkat, berarti produktivitas kerja tinggi. Sebaliknya dengan hasil yang

sama, jika dicapai dalam waktu yang lebih lama berarti produktivitas kerja rendah.

Dengan kata lain semakin singkat jangka waktu yang dipergunakan untuk mencapai

hasil yang terbanyak dan terbaik (maksimal), menunjukkan semakin produktif

pelaksanaan suatu pekerjaan.

4. Penggunaan ruangan

Suatu pekerjaan dikatakan produktif bilamana mempergunakan ruangan yang

luasnya wajar, sehingga tidak memerlukan mobilitas yang jauh. Pemakaian ruangan

yang banyak dan luas, akan memperpanjang jarak yang harus ditempuh tenaga kerja

yang harus mewujudkan kerja sama dengan orang lain dalam melaksanakan suatu
68

pekerjaan. Pekerjaan akan produktif jika sejumlah personel yang perlu bekerja sama

dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing ditempatkan dalam satu ruangan atau

berdekatan satu sama lain. Dengan demikian jarak mondar-mandir untuk

mewujudkan hubungan kerja menjadi pendek dan hemat. Demikian pula pekerjaan

menjadi kurang produktif, jika jumlah personel yang bekerja dalam satu ruangan

kurang dari daya tampung ruangan tersebut. Sebaliknya produktivitas akan rendah

pula jika di dalam satu ruangan bekerja terlalu banyak personel sehingga semuanya

tidak dapat bekerja secara secara baik dan benar.

5. Penggunaan material atau bahan baku

Suatu pekerjaan dikatakan produktif, jika penggunaan material atau bahan

baku dan peralatan lainnya tidak terlalu banyak yang terbuang dan harganya tidak

terlalu mahal, tanpa mengurangi mutu hasil yang dicapai. Pekerjaan seperti itu

dikatakan hemat. Sebaliknya jika untuk menghasilkan sesuatu yang sama jumlah dan

mutunya, menjadi tidak produktif bilamana material atau bahan baku banyak

terbuang, sedang peralatan yang dipergunakan harganya relatif lebih mahal.

2.5.6 Pengukuran Produktivitas Kerja

Pengukuran produktivitas bertujuan untuk melihat tingkat maupun perubahan

produktivitas yang terjadi dalam perjalanan kurun waktu tertentu. Pengukuran ini

bersifat netral artinya memberikan informasi yang bermanfaat bagi tujuan analisis

kemampuan kerja dan meneliti faktor-faktor keluaran dan masukan apa yang

menyebabkan kenaikan atau penurunan produktivitas. Oleh karena, itu pengukuran

produktivitas di tingkat perusahaan harus dikaitkan dengan perusahaan aktual yang ada

di industri maupun ekonomi secara keseluruhan. Pengukuran tingkat produktivitas


69

merupakan suatu alat manajemen untuk membantu mengevaluasi pelaksanaan dari suatu

perencanaan perkembangan kegiatan dari suatu periode ke periode berikutnya

(Ravianto, 2014: 32).

Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu pedoman dalam bidang

personalia yang diharapkan dapat menunjukkan prestasi kerja para guru secara rutin dan

teratur sehingga sangat bermanfaat bagi pengembangan karier guru yang dinilai maupun

perusahaan secara keseluruhan. Prestasi kerja guru pada dasarnya adalah hasil kerja

seorang guru selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,

misalnya standard, target atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama.

Prestasi tersebut sangat erat hubungannya dengan peningkatan produktivitas

individu dan perusahaan pada umumnya. (Ravianto, 2014:32) Untuk mengetahui tinggi

rendahnya produktivitas, maka diperlukan cara pengukuran, yang menurut Darma ada

tiga cara pengukuran yaitu:

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus dihasilkan

2. Kualitas, yaitu mutu yang dihasilkan

Ketetapan waktu sesuai tidaknya dengan waktu yang digunakan (Dharma,

2013:6).

Russel menyatakan bahwa ada enam kriteria yang dapat digunakan untuk

mengukur produktivitas yaitu:

1. Quality (kualitas)

Tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati

kesempurnaan ataupun tujuan yang diharapkan.

2. Quantity (kuantitas)
70

Jumlah yang dihasilkan, seperti jumlah rupiah, jumlah unit dan jumlah siklus

kegiatan.

3. Timelines (ketepatan waktu)

Tingkat sejauh mana kegiatan dapat diselesaikan pada waktu yang dikehendaki

dengan memperhatikan koordinasi output lain.

4. Cost effectiveness (efektifitas biaya)

Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan

bahan) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian

dari tiap unit pengguna sumber daya.

5. Needs of supervision (kebutuhan akan pengawasan)

Sejauh mana guru dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

pengawasan supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang signifikan.

6. Interpersonal impact (dampak interpersonal)

Tingkat sejauh mana guru memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama diantara

rekan sekerja, atasan maupun bawahan (Russel, 2014:383).

Untuk organisasi kerja yang tugas pokoknya memberikan pelayanan kepada

masyarakat yang sulit diukur produktivitasnya dari segi perhitungan masukan dan

keluaran karena hasil kerja pada umumnya bersifat non material maka untuk

produktivitas kerjanya lebih ditekankan pada ukuran daya guna dalam melaksanakan

pekerjaan yang menyentuh aspek ketepatan, kecermatan dan sikap terhadap pekerjaan.

Produktivitas yang tinggi mengandung indikator-indikator sebagai berikut:

1. Metode atau cara bekerja yang dipergunakan sesuai dengan prosedur dan mekanisme

yang benar, cermat dan tepat untuk mencapai hasil yang maksimum dari segi

kuantitas dan kualitas.


71

2. Peralatan yang digunakan merupakan yang terbaik dengan metode atau cara kerja

yang dipilih.

3. Penggunaan cara kerja dan alat tersebut dapat memperkecil hambatan kerja.

4. Penggunaan metode dan alat kerja tidak mengandung resiko yang merugikan dan

hasilnya memiliki jaminan terhadap keselamatan dan keselamatan kerja.

5. Personel pelaksana memiliki kreativitas, inisiatif dan sikap bekerja yang tepat,

terutama bila menghadapi hambatan yang timbul selama bekerja.

Memiliki disiplin yang tinggi, memiliki loyalitas dalam pekerjaan serta

mempunyai semangat kerja personel dalam bekerja. (Nawawi, 2010:109).

2.6 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Penelitian yang dilakukan oleh Delia Subrayanti (tesis UPI; 2013) tahun 2013 dengan

judul “Hubungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah

Terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukaresmi

Kabupaten Cianjur.” Metode yang diguakan pada penelitian ini adalah metode

deskriftif korelasional, dengan pendekatan kuantitatif serta ditunjang dengan studi

kepustakaan. Salah satu hasil penelitiaanya adalah terdapat hubungan positif dan

signifikan supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada SD

Negeri Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur dengan hubungan berada pada

ketegori kuat. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah

terletak pada dimensi kinerja guru. Pada penelitian Delia Subrayanti dimensi kinerja

gurunya adalah perencanaan dan persiapan, lingkungan pembeajaran, instruksi dalam

pembelajaran, dan responsibilitas profesional, sedangkan dalam penelitian yang akan

dilakukan penulis adalah perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,


72

penilaian, analisis hasil penilaian dan tindak lanjut. Selain itu terdapat perbedaan

jenjang pendidikan, waktu dan tempat penelitian.

2. Penelitian yang dilakukan Asro’i (2013) dengan judul “Study Tentang Kinerja

Mengajar Guru (analisis hubungan kepemimpinan kepala madrasah, budaya

madrasah, supervisi akademik, dan komitmen kerja terhadap kinerja mengajar guru

Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi).” Metode penelitian yang digunakan adalah survey

dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan angket

dengan skala Likert. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalur (path

analysis). Diantara hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: a) Kepemimpinan

kepala madrasah berhubungan secara positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar

guru Madrasah Aliyah se-Kota Bekasi. b) Supervisi akademik berhubungan secara

positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar guru Madrasah Aliyah se-Kota

Bekasi. c) Terdapat dua variabel yang sama antara penelitian yang dilakukan Asro’i

(2013) dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu variabel kepemimpinan, dan

variabel kinerja guru. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah (1)

dimensi variabel kepemimpinan pada penelitian Asro’i adalah sebagai pengelola

pembelajaran, sebagai supervisor, dan sebagai leader dalam pembelajaran, sedangkan

pada penelitian ini adalah Path-Goal Model yang terdiri atas kepemimpinan directive,

supportive dan goal oriented. (2) motivasi pada penelitian Asro’I adalah harapan,

dorongan dan imbalan, sedangkan pada penelitian ini adalah teori kebutuhan dari

McClelan yaitu Need of achievement, need of affiliation dan need of power.(3)

dimensi kinerja guru pada penelitian Asro’i adalah persiapan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan perbaikan/pengembangan,

sedangkan pada penelitian ini adalah perencanaan pembelajaran, pelaksanaan


73

pembelajaran, penilaian, analisis hasil penilaian, dan tindak lanjut. Selain itu terdapat

perbedaan waktu dan tempat penelitian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kiswanti, Wahyudi dan M. Syukri (2009) yang

berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah dan Iklim

Organisasi Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri Sub Rayon 04 Pontianak”.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh gaya Kepemimpinan Manajemen kepala

sekolah dan iklim organisasi di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak. Maka

penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian causal

study. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) pengaruh gaya motivasi

kerja guru terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak tinggi yaitu

mencapai prosentase 80,10%; (2) Iklim Organisasi Sekolah memiliki pengaruh

terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04 Pontianak sebesar 66,59%; (3)

gaya kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah secara bersama–

sama mempunyai pengaruh terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub Rayon 04

Pontianak sebesar 80,10%. Hal ini berarti bahwa gaya motivasi kerja guru dan Iklim

Organisasi Sekolah mempunyai pengaruh terhadap kinerja guru di SMP Negeri sub

Rayon 04 Pontianak.

2.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teori di atas, maka penulis menduga terdapat pengaruh yang

signifikan antara Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi guru dan Iklim

Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas kinerja guru.


74

Input Analisis Proses Analisis

Rujukan Teori: Metode Analisis Kuantitatif


Kepemimpinan Manajemen Mengukur Kepemimpinan Manajemen kepala
kepala sekolah sekolah, Kompetensi Guru dan Iklim Organisasi
Kompetensi Guru Sekolah sebagai variabel bebas terhadap
Iklim Organisasi Sekolah Produktivitas kinerja guru sebagai variabel terikat
Produktivitas kinerja guru dengan disertai pengujian Hipotesis

Judul:

Determinasi Kepemimpinan Hipotesis


Manajemen kepala sekolah,
Kompetensi Guru dan Iklim Kepemimpin
Organisasi Sekolah Terhadap an
Produktivitas kinerja guru di Manajemen
Yayasan Gunung Jati kepala
Perumnas 2 Kota Tangerang sekolah
Kompetensi Produktivitas
Asumsi Guru kinerja guru

Iklim
Organisasi
Sekolah

Fenomena:
Produktivitas kinerja guru di
Yayasan Gunung Jati
Perumnas 2 Kota Tangerang Outcame Analisis: Output Analisis:
Rekomendasi Kesimpulan dan Saran
75

Gambar 2.3
Bagan Kerangka Berpikir

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan ilmiah sementara terhadap suatu fenomena

yang perlu dibuktikan atau diuji kebenarannya secara empiris seperti yang diungkapkan

Riadi (2014). Adapun hipotesis dalam penelitian ini:

H0 : Tidak terdapat pengaruh Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi

guru dan Iklim Organisasi Sekolah baik secara sendiri-sendiri maupun secara

bersama-sama terhadap Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati

Perumnas 2 Kota Tangerang.

Ha : Tidak terdapat pengaruh Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, kompetensi

guru dan Iklim Organisasi Sekolah baik secara sendiri-sendiri maupun secara

bersama-sama terhadap Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati

Perumnas 2 Kota Tangerang.


76
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), karena

penelitian ini bermaksud menjelaskan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode penelitian survey. Menurut Singarimbun dan Effendi (2010, 3),

Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Kerlinger dalam

Sugiyono (2011: 7) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang

dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari

sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif,

distandaribusi, dan hubungan-hubungan antarvariabel sosiologis maupun psikologis.

Untuk mengumpulkan informasi tentang variabel-variabel yang akan diteliti,

peneliti akan menyebarkan beberapa angket/kuesioner ke sejumlah responden. Kuesioner

dalam hal ini adalah daftar pertanyaan tertulis yang memerlukan tanggapan baik

kesesuaian maupun tidak kesesuaian sikap responden. Pertanyaan dan pernyataan yang

tertulis pada kuesioner berdasarkan indikator yang diturunkan pada setiap variabel

tertentu. Dari hasil penyebaran kuesioner tersebut, selanjutnya peneliti akan menganalisis

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Variabel-variabel yang akan diteliti pengaruhnya dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah

ini:

77
78

Kepemimpinan
Manajemen
kepala sekolah ε
(X1)

Kompetensi guru Produktivitas


(X2) kinerja guru (Y)

Iklim Organisasi
Sekolah
(X3)

Gambar 3.1
Desain Penelitian
Sumber: Buku Panduan Penyusunan Tesis
Universitas Muhammadiyah Tangerang 2017

Keterangan:

X1 = Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah (variabel bebas)

X2 = Kompetensi guru (variabel bebas)

X3 = Iklim Organisasi Sekolah (variabel bebas)

Y = Produktivitas kinerja guru (variabel terikat)

3.2 Instrumen Penelitian

3.2.1 Definisi Operasional Variabel

1. Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah (X1)

1) Definisi Konseptual

Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah adalah kemampuan seorang kepala

sekolah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui kebutuhan yang harus

dipenuhi dan cara melakukannya, serta proses memfasilitasi individu dan kelompok
79

berusaha mencapai tujuan bersama dan dilihat berdasarkan dimensi kepemimpinan direktif,

kepemimpinan supportif, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan goal oriented.

2) Definisi Operasional

Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah adalah skor yang diperoleh dari

hasil penyebaran kuisioner tertutup, yaitu responden hanya memilih pilihan jawaban

yang telah disediakan dengan ketentuan skor:

1) Sangat Setuju Nilai 4

2) Setuju Nilai 3

3) Kurang Setuju Nilai 2

4) Tidak Setuju Nilai 1

3) Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah

Tabel 3.1
Instrumen Variabel X1
Butir
Variabel Dimensi Indikator
Soal
Kepemimpinan direktif Memberikan penjelasan yang rinci tentang 1, 2,
tugas-tugas, hubungan antar pribadi, 3, 4
Manajemen
prosedur penghargaan, dan prosedur
kepala sekolah sanksi.
(X1) supportif Memberikan contoh, empati, membangun 5, 6,
hubungan antar pribadi, dan memberikan 7, 8
motivasi.
partisipatif Melibatkan guru dan stakeholder dalam 9, 10,
pengambilan keputusan. 11
12,
Memperhatikan kerja kelompok/tim.
13, 14
goal Memanfaatkan peluang dan sumberdaya 15,
oriented yang ada 16, 17
Memberikan kesempatan untuk 18,
berprestasi. 19, 20
Sumber: Usman (2013: 366)

2. Kompetensi Guru (X1)


80

1) Definisi Konseptual

Kompetensi guru dalam penelitian ini diperoleh dari instrumen angket kompetensi

guru berdasarkan dimensi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial dan kompetensi profesional.

2) Definisi Operasional

Untuk mengukur kompetensi guru digunakan kuesioner tertutup yaitu setiap

pernyataan telah disertai sejumlah pilihan jawaban yang kemudian responden hanya

memilih jawaban yang paling sesuai. Penskoran menggunakan skala Likert. Skor setiap

alternatif jawaban pada pernyataan sebagai berikut:

Pilihan Jawaban Soal Positif Soal Negatif


1. Selalu (S) 4 1
2. Sering (SR) 3 2
3. Pernah (P) 2 3
4. Tidak Pernah (TP) 1 4

3) Kisi-kisi Intrumen Kompetensi Guru

Tabel 3.2
Instrumen Variabel X2
No. Jml
Variabel Dimensi Indikator
Soal Soal
Kompetensi 1) Kompetensi - Pemahaman Wawasan 1 1
Guru (X2) Pedagogik - Pemahaman terhadap peserta 2 1
didik
- Pengembangan Kurikulum 3 1
- Pembelajaran yang dialogis 4 1
- Pemanfaatan teknologi 5 1
- Evaluasi Prestasi Belajar 6 1
2) Kompetensi - Berakhlak mulia 7 1
Kepribadian - Dewasa 8 1
- Berwibawa 9 1
- Menjadi Teladan 10 1
81

No. Jml
Variabel Dimensi Indikator
Soal Soal
3) Kompetensi - Berkomunikasi secara lisan, 11 1
Sosial tulisan dan isyarat
- Menggunakan TIK secara 12 1
fungsuional
- Bergaul efektif dengan peserta 13 1
didik, sesama pendidik dan wali
4) Kompetensi - Menerapkan teori belajar yang 14, 15 2
Profesional baik
- Menerapkan metode belajar 16, 17 2
bervariasi
- Menggunakan media 18, 19 2
pembelajaran
- Menumbuhkan kepribadian 20 1
peserta didik

JUMLAH 20
Sumber: Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007

3. Iklim Organisasi Sekolah

a. Definisi Konseptual

Iklim organisasi sekolah merupakan suatu kondisi, dimana keadaan sekolah

dan lingkungannya dalam keadaan yag sangat aman, nyaman, damai dan

menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.

b. Definisi Operasional

Secara Operasional Iklim organisasi berdasarkan skor yang diperoleh dari

instrumen angket iklim organisasi dengan dimensi kepemimpinan, komunikasi,

komformitas dan penghargaan.

c. Kisi-kisi Intrumen Iklim Organisasi

Tabel 3.3
Instrumen Variabel X3
82

Variabel Sub variabel Indikator Item


Iklim 1. Kepemimpinan a. Konsentrasi gaya Kepemimpinan 1,2
Organisasi Manajemen kepala sekolah
Sekolah (X2) b. Komitmen kepala sekolah 3,4,
terhadap sasaran organisasi
c. Perhatian kepala sekolah 5, 6,
terhadap permasalahan guru
2. Komunikasi a. Kemampuan kepala sekolah 7,8
memotivasi pekerjaan guru
b. Manajemen konflik organisasi 9,10
oleh kepala sekolah
c. Komunikasi bersama antara
kepala sekolah dan guru dalam 11,12
pembagian tugas kerja
3. Komformitas a. Konformitas Tidak terarah 13,14,
b. Konformitas Identifikasi 15,16,
4. Penghargaan a. Penghargaan kepada guru yang 17,18
berprestasi
b. Prestasi sekolah 19, 20
Sumber: Timpe, 2013: 46

4. Produktivitas kinerja guru

a. Definisi Konseptual

Produktivitas kinerja guru adalah hasil yang dicapai seorang guru dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan standar/ketentuan yang telah

ditetapkan dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas.

b. Definisi Operasional

Untuk mengukur Produktivitas kinerja guru digunakan instrumen dengan

indikator kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas biaya, kebutuhan akan

pengawasan dan dampak interpersonal.

c. Kisi-kisi Instrumen Produktivitas kinerja guru

Tabel 3.4
83

Instrumen Variabel Y
No. Jml
Variabel Indikator
Soal Soal
Produktivitas Kualitas 1, 2, 3 3
kinerja guru (Y)
Kuantitas 4, 5, 6, 7 4

Ketepatan waktu 8, 9, 10, 11 4


12, 13, 14, 15 4
Efektifitas biaya
16, 17, 18 3
Kebutuhan akan pengawasan
19, 20 2
Dampak interpersonal
Jumlah 20
Sumber: Russel, 2014:383

3.2.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Arikunto (2011, 168) validitas adalah suatu ukuran yang

menujukan tingkat-tingkat validitas atau kesahihan sesuatu intrumen. Tinggi

rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak

menyimpang dari gambaran variabel yang dimaksud.

Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat

mengukur apa yang hendak diukur (Gay dalam Sukardi 2013, 121). Pengujian

validitas instrumen ini menggunakan rumus korelasi Product Moment (dalam

Arikunto 2011, 170) yaitu:

N . ∑ xy - ( ∑ x )( ∑ y )
r xy =
√ {N . ∑ x 2
- (∑ x ) }{N . ∑ y 2 - (∑ y ) }
2 2

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y


84

N = Jumlah responden

∑X = Jumlah skor butir soal

∑Y = Jumlah skor total

∑XY = Jumlah perpeserta didik skor butir soal

∑X2 = Jumlah kuadrat skor butir soal

∑Y2 = Jumlah kuadrat skor total

Kemudian hasil rxy hit dikonsultasikan dengan r tabel dengan taraf signifikansi

5%. Jika didapatkan harga rxy hit> r tabel, maka butir instrument dikatakan valid, akan

tetapi sebaliknya jika harga rxy hit< r tabel, maka dikatakan bahwa butir instrumen

tersebut tidak valid.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukan sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data. Arkunto (2011, 178) menyatakan bahwa

reliabilitas menunjukan bahwa tingkat keterlan suatu butir instrumen. Instrumen

yang sudah dapat dipercaya (reliable) akan menghasilkan data yang dapat

dipercaya juga dapat dilkan.

Pengujian reliabilitas instrumen ini digunakan dengan menggunakan rumus

Cranbach’s Alpha (Umar, 2013, 106) yaitu:

r
[ ][ ∑ σb
]
2
k
r 11= 1−
k−1 σ 12

Keterangan:
r11 = Reliabilitas Instrumen
85

k = Banyaknya butir soal

Σα12 = Jumlah varian butir

σ12 = Varian total

Selanjutnya hasil uji reliabilitas angket penelitian dikonsultasikan dengan

harga r product moment pada taraf signifikansi 5%. Jika harga r 11> r , maka
tabel

instrumen dikatakan reliabel, dan sebaliknya jika harga r11< r tabel maka dikatakan

instrumen tersebut tidak reliabel.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan

perhatian peneliti. Obyek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda-benda, sistem

dan prosedur, fenomena dan lain-lain (Kountur, 2014, 137). Populasi penelitian ini

adalah seluruh guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang sejumlah 60

orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2013; 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling (teknik pengambilan sampel)

dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan non probability sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. (Sugiyono (2013: 84).

Karena jumlah populasi yang sedikit, maka Jenis non probability sampling yang penulis

gunakan adalah metode sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2013:88), sampling Jenuh

adalah teknik penentuan sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
86

Berdasarkan teknik pengambilan sampel di atas dengan menggunakan teknik

sampling Jenuh dari jumlah populasi sebanyak 60 orang, maka yang diambil seluruhnya

menjadi sampel penelitian. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

sebanyak 60 orang.

Tabel 3.5
Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Guru
1 Yayasan Gunung Jati 10
2 SD Yayasan Gunung Jati 32
3 SMP Yayasan Gunung Jati 18
Jumlah 60

3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam upaya menghimpun data dalam penelitian ini, penulis menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.4.1 Observasi

Dengan teknik ini penulis bertujuan untuk mengadakan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki.Teknik

pengumpulan data dengan obsevasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan

perilaku manusia, proses kerja dan bila responden tidak terlalu besar (Arikunto,

2011:139). Teknik pelaksanaannya, peneliti langsung ke lokasi dengan

menggunakan alat berupa daftar permasalahan yang akan diteliti, yang berisi item-

item tentang kejadian atau tingkah laku yang mungkin timbul atau digambarkan

akan terjadi.

3.4.2 Angket
87

Angket merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab

(Arikunto, 2011, 135). Angket ini digunakan untuk mendapatkan kesimpulan

tentang ada tidak adanya pengaruh Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah,

kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah terhadap Produktivitas kinerja guru.

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Statistik Deskriptif

Menurut Sugiyono (2011:147), analisis deskriptif adalah metode statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dalam penelitian ini

meliputi mean, minimum, maximum serta standar deviasi yang bertujuan mengetahui

distribusi data yang menjadi sampel di dalam penelitian.

3.5.2 Uji Asumsi Dasar

a. Uji Normalitas Data

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui data normal atau tidak dari masing-

masing variabel penelitian. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji

One Sample Kolmogorof Smirnov dan uji Shapiro Wilk dengan menggunakan taraf

signifikan 0,05. Data berdistandaribusi normal jika nilai signifikansinya lebih besar

dari 0,05 atau 5%.

b. Uji Linieritas
88

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai

prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian pada SPSS dengan

menggunakan Test for Linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel

dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (linieritas) kurang dari

0,05

3.5.3 Uji Asumsi Asumsi Klasik

1. Uji Multikokolinieritas

Model regresi berganda yang baik adalah model regresi yang variabel-variabel

bebasnya tidak memiliki korelasi yang tinggi atau bebas dari multikolinearitas.

Deteksi adanya multikolinearitas dipergunakan nilai VIF (Varian Infalaction Factor),

bila nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance di atas 0,1 berarti data bebas

multikolinearitas. Dapat pula dideteksi dengan melihat korelasi antara variabel bebas

bila masih di bawah 0,8 maka disimpulkan tidak mengandung multikolineritas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi

penyimpangan model karena gangguan varian yang berbeda antar observasi satu ke

observasi lain. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan cara pengujian regresi

nterhadap nilai residual melalui SPSS. Model yang bebas dari heteroskedastisitas

memiliki nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 Uji hateroskedastisitas dapat pula

dideteksi menggunakan uji Glejser untuk meregres nilai absolute residual terhadap

variabel bebas. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
89

terikat, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Apabila nilai signifikansi di atas

tingkat kepercayaan 5% maka dapat disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu

pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem

autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi, yaitu uji Dublin

Watson (DW test), uji Langrage Multiplier (LM test), uji statistik Q, dan uji Run Test

3.5.4 Analisis Regresi Linear Berganda

Setelah data di uji validitas, reliabilitas dan normalitas datanya, langkah

selanjutnya adalah analisis data menggunakan regresi linier berg. Analisis ini digunakan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu: Kepemimpinan

Manajemen kepala sekolah (X1), Kompetensi guru (X2), dan Iklim Organisasi Sekolah

(X3) terhadap variabel terikatnya yaitu Produktivitas kinerja guru (Y). Persamaan

regresi linier berganda adalah sebagai berikut:

Y^ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana:

^
Y = Variabel dependen (Produktivitas kinerja guru)

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien garis regresi

X1, X2, X3 = Variabel independen (Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah,

Kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah)

e = Error / variabel pengganggu


90

3.6 Pengujian Hipotesis

3.6.1 Pengujian Hipotesis Pertama, Kedua dan Ketiga (Uji t)

Pengujian hipotesis pertama dan kedua dengan menggunakan analisis regresi

linier sederhana satu prediktor, sebagai berikut:

Y = a + bX + e

Dimana:

Y = Variabel dependen

a = Konstanta

b = Koefisien garis regresi

X = Variabel independen

e = Error / variabel pengganggu

Setelah diketahui persamaan regresinya, maka selanjutnya menentukan nilai

keberartian (signifikansi) pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel (Y) secara

parsial, yaitu dengan mencari nilai thitung, dengan persamaan sebagai berikut:

r ❑√ n−2
t hitung = ❑
√1−r 2

Rumusan hipotesis pertama, kedua dan ketiga sebagai berikut:

1. H0 : b1 (Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah) = 0; apabila tidak terdapat

pengaruh antara variabel bebas Kompetensi terhadap variabel terikat

Produktivitas kinerja guru

H0 diterima jika niali t hitung < t tabel

H0 ditolak jika nilai t hitung > t tabel

Ha : b1 (Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah) ≠ 0; apabila terdapat pengaruh

antara variabel bebas Kompetensi terhadap variabel terikat Produktivitas


91

kinerja guru.

Ha diterima jika nial t- hitung > t tabel

Ha ditolak jika nilai t- hitung < t table

2. H0 : b2 (Kompetensi guru) = 0; apabila tidak terdapat pengaruh antara variabel

bebas Kompetensi guru terhadap variabel terikat Produktivitas kinerja guru.

H0 diterima jika niali t hitung < t tabel

H0 ditolak jika nilai t hitung > t tabel

Ha : b2 (Kompetensi guru) ≠ 0; apabila terdapat pengaruh antara variabel bebas

Kompetensi guru terhadap variabel terikat Produktivitas kinerja guru.

Ha diterima jika nial t- hitung > t tabel

Ha ditolak jika nilai t- hitung < t tabel

3. H0 : b3 (Iklim Organisasi Sekolah) = 0; apabila tidak terdapat pengaruh antara

variabel bebas Iklim Organisasi Sekolah terhadap variabel terikat Produktivitas

kinerja guru.

H0 diterima jika niali t hitung < t tabel

H0 ditolak jika nilai t hitung > t tabel

Ha : b3 (Iklim Organisasi Sekolah) ≠ 0; apabila terdapat pengaruh antara variabel

Iklim Organisasi Sekolah terhadap variabel terikat Produktivitas kinerja guru.

Ha diterima jika nial t- hitung > t tabel

Ha ditolak jika nilai t- hitung < t tabel

Adapun rancangan hipotesis penelitiannya sebagai berikut:

Hipotesis 1
92

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Kepemimpinan Manajemen

kepala sekolah dengan Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati

Perumnas 2 Kota Tangerang;

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Kepemimpinan Manajemen kepala

sekolah dengan Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati Perumnas 2

Kota Tangerang.

Hipotesis 2

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Kompetensi guru dengan

Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang;

H2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Kompetensi guru dengan

Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

Hipotesis 3

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Iklim Organisasi Sekolah

terhadap Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota

Tangerang;

H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Iklim Organisasi Sekolah terhadap

Produktivitas kinerja guru Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

3.6.2 Hipotesis Keempat (Uji Secara Bersama)

Untuk menguji hipotesis keempat (uji Bersama) digunakan Uji F, yaitu uji

yang digunakan untuk menunjukan apakah semua variabel bebas yaitu Kepemimpinan

Manajemen kepala sekolah (X1), Kompetensi guru (X2), dan Iklim Organisasi Sekolah

(X3) mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas yaitu
93

Produktivitas kinerja guru (Y). Analisis yang digunakan adalah persamaan regresi linier

berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana:

Y = Variabel dependen (Produktivitas kinerja guru)

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien garis regresi

X1, X2, X3 = Variabel independen (Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah,

Kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah)

e = Error / variabel pengganggu

Setelah diketahui persamaan regresinya, maka selanjutnya menentukan nilai

keberartian (signifikansi) pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel (Y) secara

simultan (bersama), yaitu dengan mencari nilai Fhitung, dengan persamaan sebagai

berikut:

R2 /k
F h=
( 1−R2 ) / ( n−k −1 )

Keterangan:

R2 = Koefisien pengaruh ganda

k = jumlah variabel independen

n = jumlah sampel

Untuk koefisien korelasi nilai ganda (R) dengan uji F pada tarap kesalahan

5% , dk pembilang = k, dk penyebut = n-k-1. Jika Fh hitung > F tabel, maka

hipotesis alternatif diterima.

Rumusan hipotesis keempat dengan Uji F disimpulkan sebagai berikut:

1. H0 : b1 ,b2,b3 = 0; apabila tidak terdapat pengaruh secara bersama-sama antara


94

variabel Bebas terhadap variabel terikat

H0 ditolak jika nilai F hitung > F tabel

H0 diterima jika nilai F hitung < F tabel

2. Ha : b1 b2,b3 ≠ 0; apabila terdapat pengaruh secara bersama-sama antara

variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ha diterima jika nilai F hitung > F tabel

Ha ditolak jika F hitung < F table

Untuk mempermudah dalam perhitungan validitas, reliabilitas, korelasi,

Regresi Berg, Rank Spearman beserta pengujian hipotesis digunakan alat bantu

program komputer untuk statistik yaitu SPSS (Statistical Product and Service

Solution) versi 21. for windows.

3.6.3 Analisis Koefisien Pengaruh (R²)

Koefisien pengaruh (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai Koefisien pengaruh adalah

antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas

(Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah, Kompetensi guru dan Iklim Organisasi

Sekolah) dalam menjelaskan variasi variabel terikat (Produktivitas kinerja guru) amat

terbatas. Begitu pula sebaliknya, nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi variabel terikat.

3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian


95

Penelitian dilakukan di Kantor Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

Waktu yang diperlukan untuk mengadakan penelitian adalah 3 bulan, terhitung dari bulan

Agustus sampai dengan bulan Oktober 2018.

Tabel 3.6
Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan
No Kegiatan Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literature
2 Konsultasi Proposal
3 Sidang Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data
6 Penulisan Tesis & Konsultasi
7 Sidang Tesis
DAFTAR PUSTAKA

Allen dan Meyer. 2010, Commitment In The Workplace, Theory, Research And Application.
Sage Publications. Inc, California.

Amiruddin. 2006. Manajemen Pengawasan Pendidikan, Jakarta: QuantumTeaching.

Arifin, Muhammad. 2011. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

________ 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

________ 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Cetakan kedua. Jakarta:
Bumi Aksara.

Armstrong, Michael. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Elexmedia


Komputindo.

As’ad, Muhammad. 2009. Psikologi industri. Yogyakarta: Liberty.

_________ 2013. Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan. Yogyakarta: Liberty.

Bacal, Robert. 2011. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Barnawi & Mohammad Arifin, 2012. Etika dan Profesi Kependidikan, Yogyakarta: ArRuzz.

Boediono, S. 2010, Efektifitas Guru Sekolah Dasar di Pulau Jawa. Prisma th VIII No 7 Edisi
Bulan Juli.

Brotosedjati, Soebagyo. 2007. Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dibidang


Pendidikan Dalam Era Otonomi Daerah, Makalah seminar revitalisasi
pendidikan dasar dan menengah. Magelang: Universitas Muhammadiyah
Magelang.

Burhanudin. 2009. Analisis administrasi manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara.

96
97

Cowling, Alan & Philip James. 2006. The Essence of Personnel Management an Industrial
Relation (terjemahan). Yogyakarta.

Danim, Sudarwan, 2012. Profesionalisasi Dan Etika Profesi Guru, Bandung: Alfabeta.

Depdiknas. 2004. Standar Motivasi guru. Jakarta: Depdiknas.

________ 2005. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru danDosen. Depdiknas
RI, Jakarta.

Dharma, Surya. 2013. Manajemen Kinerja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ditjend. Dikdasmen. 2005. Rambu-rambu penilaian kinerja SLTP-SMU. Jakarta: Dikdasmen


Depdiknas RI.

Djamarah, Syaiful Bahri, 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta.

Douglas, Hall T. & James Goodale G. 2006. Human Resources Management, Strategy,
Design and Impelementation, Scott Foresman and Company, Glenview.

Effendy, Onong Uchjana, dan Thun Surjaman. (ed), 2009, Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fatah, Nanang. 2010. Landasan Manajemen Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gaffar, Fakry. 2007, Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodologi. Jakarta: P2.LPTK
Depdikbud.

Griffin, Ricky W. 2010. Management. Boston: Houghton Mifflin Company.

Harahap, Baharuddin. 2010, Supervisi Pendidikan Yang Dilaksanakan Oleh Guru, Kepala
Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya.

Hasibuan S.P, Malayu. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hoy, Wayne. K. & Miskel, Cecil G. 2009. Educational Administration, Theory, Research
and practice. North America: Mcgraw-hill.

Kountur, Ronny. 2014, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta:
Penerbit PPM.
98

Kunr, 2007, Pendidik Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan dan
Sukses dalam Sertifikasi Pendidik, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): Konsep, Strategi, dan implementasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

________ 2008. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

________ 2010, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

________ 2014, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosda karya.

________ 2012. Manajemen dan Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 2010. Organisasi Sekolah dan Pengelolaaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan, Jakarta: Haji Masagung.

Pidarta, Made. 2008. Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Purwanto, M. Ngalim, 2009, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, P.T. Remaja
Rosdakarya.

Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

Ranupandojo, Heidjrachman & Suad Husnan. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: BPFE.

Rivai, Veitzal & Deddy Mulyadi, 2012, Kepeimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta,
Rajagrafindo Persada.

Robbins, S.P. 2006. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Edisi 8, Jilid 1,
Terjemahan, Jakarta: Prehalindo.

Sergiovanni, T.J. 2009. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston:


Allyn and Bacon.

Siagian, Sondang P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2010, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3E.
99

Sudadio, 2013, Dimensi Esensial Manajemen Peningkatan Mutu Jasa Pendidikan dan
Pelatihan, Serang, Dewan Buku Bnaten Press.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-13. Alfabeta. Bandung.

________ 2013. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sunyoto, Danang. 2013, Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis Data Perilaku
Organisasional, Yogyakarta, Centere for Academic Publishing Service.

Terry, GR. 2011. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.

Umar, Husein. 2013. Riset Sumberdaya Manusia dalam Organisasi, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.

Uno, Hamzah B. 2011, Profesi Kependidikan Problema, solusi, dan reformasi pendidikan di
Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Moh Uzer. 2013, Menjadi Guru Professional, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset.

Wahyosumidjo. 2011, Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wahyudi. 2009. Kepemimpinan Manajemen kepala sekolah Dalam Organisasi Pembelajar.


Bandung: Alfa Beta.

William B, Werther Jr, and Keith Davis, 2015. Personnel Management and Human
Resources, 2 ed., Singapore: MC Graw-Hill.

Winardi, 2013. Manajemen Prilaku Organisasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.


LAMPIRAN

100
101

KUESIONER
PENGARUH KEPEMIMPINAN MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH, KOMPETENSI
GURU DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP PROFESIONALISME
GURU DI
YAYASAN GUNUNG JATI PERUMNAS 2 KOTA TANGERANG

Pendahuluan:

Tujuan kajian ini adalah untuk meninjau pandangan Bapak/Ibu tentang Kepemimpinan
Manajemen kepala sekolah, kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah serta pengaruhnya
terhadap profesionalisme guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

Kajian ini bukan bertujuan untuk ‘menguji’ atau ‘menilai’ Bapak/Ibu tentang Kepemimpinan
Manajemen kepala sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah serta pengaruhnya terhadap
profesionalisme guru yang dikemukakan dalam kuesioner ini. Tidak ada jawaban ‘benar’ atau
‘salah’ bagi setiap kenyataan yang diberikan. Identitas pribadi Bapak/Ibu akan dirahasiakan.

Kerjasama Bapak/Ibu amat diperlukan untuk menjawab soal penelitian dengan sebenar-
benarnya dan sejujur-jujurnya sesuai apa yang Bapak/Ibu ‘alami’ dan ‘rasakan’ di Yayasan
Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.

Kerjasama Bapak/Ibu amat dihargai dan diucapkan jutaan terima kasih.

Peneliti,

Asdalinah Nangcik
102

Kepada Yth:
Bapak/Ibu Guru
di-
Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang

Dengan Hormat,

Bersama ini saya mohon dengan hormat kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi instrumen
penelitian ini, berkenaan dengan tesis saya yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan
Manajemen kepala sekolah, Kompetensi guru dan Iklim Organisasi Sekolah Terhadap
Profesionalisme Guru di Yayasan Gunung Jati Perumnas 2 Kota Tangerang.” Instrumen
ini merupakan sarana pengumpulan data untuk penyusunan Tesis Program Studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Dalam pengisian instrumen ini, jawaban yang Bapak/Ibu berikan dijamin kerahasiaannya
karena informasi tersebut hanya untuk kepentingan ilmiah semata. Untuk itu diharapkan
kesediaan Bapak/Ibu memberikan jawaban yang benar sehingga mencerminkan realita yang
ada.

Atas perkenan dan kesediaan Bapak/Ibu saya haturkan banyak terima kasih.

Tangerang, September 2018

Hormat saya,

Asdalinah Nangcik
103

ANGKET PENELITIAN
KEPEMIMPINAN MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH (X1)

Petunjuk :
1. Awali dengan membaca Basmallah dan akhiri dengan membaca Hamdallah.
2. Tuliskan nama, no absen, dan kelas pada kolom yang sudah disediakan.
3. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti jangan ada yang terlewati.
4. Berikut ini adalah suatu pernyataan dimana diminta untuk memberikan jawaban yang
paling sesuai dengan diri masing-masing dengan tanda contreng (√) pada kolom yang
tersedia
SS : Sangat Setuju (4) KS : Kurang Setuju (2)
S : Setuju (3) TS : Tidak Setuju (1)
5. Setiap jawaban adalah benar semua, oleh karena itu jangan terpengaruh dengan jawaban
teman.

JAWABAN
NO PERNYATAAN
SS S KS TS

1 Kepala sekolah membuat tugas pokok dan fungsi masing-


masing bidang dan kepegawaian.

2 Kepala sekolah memberikan uraian pekerjaan masing-masing


bidang dan kepegawaian.

3 Kepala sekolah melakukan pemberdayaan fungsi.

4 Kepala sekolah membuat petunjuk operasional sebagai


standar kerja setiap kegiatan.

5 Kepala sekolah memberikan petunjuk teknis pelaksanaan


kegiatan

6 Kepala sekolah memberikan arahan sesuai dengan situasi


yang dihadapinya.

7 Kepala sekolah menekankan pada relasi hubungan yang baik


dan harmonis.

8 Kepala sekolah menekankan pada orientasi pencapaian


tujuan.

9 Kepala sekolah memperhatikan tingkat kedewasaan guru


dalam memberikan arahan tugas.
104

JAWABAN
NO PERNYATAAN
SS S KS TS

10 Kepala sekolah menerapkan hubungan yang kuat dalam


kepemimpinannya terhadap guru.

11 Kepala sekolah bersikap kaku dalam menegakkan peraturan.

12 Kepala sekolah menetapkan peraturan yang berbeda untuk


setiap personil.

13 Kepala sekolah meminta laporan pertanggung jawaban dari


setiap personil atas peran dan fungsinya.

14 Kepala sekolah memberikan sanksi atas setiap pelanggaran.

15 Kepala sekolah membuat keputusan yang dapat


meningkatkan kinerja guru.

16 Kepala sekolah memberikan ruang diskusi dengan guru

17 Kepala sekolah memberikan apresiasi pada guru yang


berprestasi

18 Kepala sekolah tidak peduli dengan pelanggaran yang


dilakukan guru

19 Saya menyusun langkah-langkah kunci sebelum mulai


melaksanakan suatu pekerjaan

20 Kepala sekolah memberikan motivasi kepada guru dan siswa


untuk berprestasi
105

ANGKET PENELITIAN
KOMPETENSI GURU (X2)

Petunjuk :
1. Awali dengan membaca Basmallah dan akhiri dengan membaca Hamdallah.
2. Tuliskan nama, no absen, dan kelas pada kolom yang sudah disediakan.
3. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti jangan ada yang terlewati.
4. Berikut ini adalah suatu pernyataan dimana diminta untuk memberikan jawaban yang
paling sesuai dengan diri masing-masing dengan tanda contreng (√) pada kolom yang
tersedia
S : Selalu (4) P : Pernah (2)
SR : Sering (3) TP : Tidak Pernah (1)
5. Setiap jawaban adalah benar semua, oleh karena itu jangan terpengaruh dengan jawaban
teman.

JAWABAN
NO. PERNYATAAN/PERTANYAAN
S SR P TP

1 Saya menetapkan tujuan pembelajaran untuk


kompetensi dalam program pengajaran saya.

Saya menggunakan strategi pembelajaran yang


2 berbeda-beda sesuai dengan jenis kompetensi
pembelajarannya.

3 Secara rutin saya membuat RPP (Rencana Program


Pembelajaran) sebelum mengajar.

4 Saya berusaha mengembangkan bahan ajar sesuai


dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

5 Saya memberikan bahan yang memacing rasa ingin


tahu siswa dalam setiap materi pembelajaran saya.

6 Saya menyampaikan materi sesuai dengan hierarki


belajar.

Saya dapat mengendalikan pembelajaran dengan baik,


7 sehingga perhatian siswa terfokus pada pelajaran, dan
disiplin kelas terpelihara.
106

JAWABAN
NO. PERNYATAAN/PERTANYAAN
S SR P TP

Media yang saya gunakan dalam pembelajaran menarik


8 sehingga berhasil memusatkan perhatian siswa dan
pesan yang diharapkan dapat ditangkap dengan jelas.

Saya mengajukan pertanyaan/tugas terkait kompetensi


9 yang akan dicapai selama proses pembelajaran
termasuk asesmen otentik.

10 Secara rutin saya mengadakan evaluasi per kompetensi


setelah itu baru belajar pada kompetensi berikutnya.

11 Saya melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian


prestasi belajar peserta didik.

Saya dapat menghargai adanya perbedaan


12 pandangan/pendapat dalam pergaulan sehari-hari baik
di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal saya.

13 Dalam menjalankan tugas, sebagai seorang guru saya


berpegang teguh pada norma agama yang saya anut.

14 Setiap permasalahan saya selesaikan dengan pemikiran


yang matang/tidak emosional (arif dan bijaksana).

15 Saya berusaha mematuhi peraturan yang berlaku baik


di sekolah maupun dilingkungan tempat tinggal saya.

Saya mempunyai kemampuan berkomunikasi dan


16 berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik baik pada jam pelajaran maupun di luar jam
pelajaran.
Saya menguasai materi pembelajaran dengan baik
17 sehingga tingkat kebenaran dan keakuratan substansi
(materi, isi) pembelajaran yang dibahas sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan.

18 Saya menggunakan media pembelajaran saat mengajar


di kelas
19 Saya menggunakan lebih dari satu media pembelajaran

20 Saya menumbuhkan kepribadian peserta didik melalui


media pembelajaran yang saya terapkan
107

ANGKET PENELITIAN
IKLIM ORGANISASI SEKOLAH (X3)

Petunjuk :
1. Awali dengan membaca Basmallah dan akhiri dengan membaca Hamdallah.
2. Tuliskan nama, no absen, dan kelas pada kolom yang sudah disediakan.
3. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti jangan ada yang terlewati.
4. Berikut ini adalah suatu pernyataan dimana diminta untuk memberikan jawaban yang
paling sesuai dengan diri masing-masing dengan tanda contreng (√) pada kolom yang
tersedia
S : Selalu (4) P : Pernah (2)
SR : Sering (3) TP : Tidak Pernah (1)
5. Setiap jawaban adalah benar semua, oleh karena itu jangan terpengaruh dengan jawaban
teman.

JAWABAN
NO PERNYATAAN
S SR P TP

1 Kepala sekolah menekankan hubungan antar pribadi kepada


guru

2 Kepala sekolah dapat menggerakan bawahan untuk


mencapai tujuan sekolah

Kepala sekolah mampu memberikan saran dan kritik yang


3 membangun ketika mengadakan pengawasan kepada
bawahan

4 Kepala sekolah memberi motivasi pada guru untuk lebih


giat dalam mengembangkan diri sebagai seorang pendidik
5 Kepala sekolah terbuka untuk berdialog dengan guru

6 Kepala sekolah melibatkan semua guru dalam pembagian


rencana kerjadan kegiatan di sekolah

7 Pendekatan disiplin kepala sekolah menghindari penekanan


yang kaku
8 Kepala sekolah meminta masukan pada guru tentang
kinerjanya
9 Kepala sekolah bersikap ramah dan santun dengan guru
108

JAWABAN
NO PERNYATAAN
S SR P TP

Kepala sekolah melibatkan semua guru dalam setiap


10 pengambilan keputusan pada setiap permasalahan di
sekolah

11 Kepala sekolah disiplin dalam penekanan kerja sama tim di


sekolah

12 Kepala sekolah aktif berdialog dengan guru sebelum


memberikan tugas kepada guru

13 Para guru merasa tak terbebani dengan setiap keputusan


terkait pembagian tugas oleh kepala sekolah
Bapak/Ibu dalam mengajar, menghindari posisi sebagai
14 penguasayang memberikan sanksi, mengancam dan
menghukum siswa apabila melanggar aturan atau tidak
mengikuti kehendak saya
Bapak/Ibu memberikan imbalan/hadiah tidak untuk
15 membina kepatuhan peserta didik, tapi karena murni untuk
memotivasi siswa untuk lebih bersemangat

16 Bapak/Ibu berbicara jujur kepada semua warga di


lingkungan sekolah

17 Bapak/Ibu dalam mengajar memberikan kebebasan berpikir


secara mandiri pada siswa dibarengi pengawasan terkontrol

18 Pihak sekolah memberi insentif pada prestasi yang


diperoleh guru

19 Rekan-rekan guru menyatakan secara terbuka dukungannya


pada guru yang berprestasi

20 Pihak sekolah meningkatkan prestasi akademik dan non-


akademik dengan menjalin kemitraan dengan masyarakat

ANGKET PENELITIAN
109

PRODUKTIVITAS KINERJA GURU (Y)

Petunjuk :
1. Awali dengan membaca Basmallah dan akhiri dengan membaca Hamdallah.
2. Tuliskan nama, no absen, dan kelas pada kolom yang sudah disediakan.
3. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti jangan ada yang terlewati.
4. Berikut ini adalah suatu pernyataan dimana diminta untuk memberikan jawaban yang
paling sesuai dengan diri masing-masing dengan tanda contreng (√) pada kolom yang
tersedia
SS : Sangat Setuju (4) TS : Tidak Setuju (2)
S : Setuju (3) STS : Sangat Tidak Setuju (1)
5. Setiap jawaban adalah benar semua, oleh karena itu jangan terpengaruh dengan jawaban
teman.

JAWABAN
NO PERNYATAAN
STS TS S SS

1 Dengan mengikuti pelatihan, keterampilan mengajar Saya


jadi meningkat.
2 Saya mampu melaksanakan pekerjaan dengan efektif.

Saya memerlukan waktu yang relatif singkat untuk


3 memahami petunjuk sebagai pedoman di dalam
pelaksanaanya.

4 Setelah melakukan pelatihan mengajar menjadi lebih


efisien.

5 Saya mampu melaksanakan tujuan yang ingin dicapai dari


setiap tahapan-tahapan pembelajaran yang direncanakan.

6 Saya bersemangat dalam melaksanakan tugas

7 Saya berusaha bekerja sama dengan rekan guru yang lain,


sehingga tujuan yang dicapai dapat terwujud.

8 Saya selalu berpikir positif dan gigih dalam menghadapi


tugas yang sulit.
9 Cara mengajar yang berbeda dari guru-guru yang lain.
10 Saya mengajar sesuai dengan silabus dan RPP

11 Saya siap apabila ditunjuk oleh kepala sekolah untuk


membina siswa pada kegiatan di luar jam pelajaran
110

JAWABAN
NO PERNYATAAN
STS TS S SS

Saya aktif dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah


12 dalam menjalankan tugas belajar mengajar secara efektif
dan efesien

13 Saya selalu mengikuti kegiatan pelatihan yang


diselenggarakkan oleh pihak sekolah
14 Saya berusaha mengerjakan tugas dengan semaksimal
mungkin
Tujuan pembelajaran yang Saya buat, memuat gambaran
15 proses yang dapat dicapai oleh siswa sesuai dengan
kebutuhan belajarnya.
Tujuan pembelajaran yang Saya buat memuat hasil belajar
16 yang dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan belajarnya.
17 Saya menyusun bahan ajar sesuai dengan tujuan
pembelajaran
18 Keluasan dan kedalaman bahan ajar, Saya susun dengan
memperhatikan potensi siswa
Saya merancang bahan ajar sesuai dengan konteks
19
perkembangan kehidupan, ilmu pengetahuan dan
teknologi
20 Saya merancang bahan ajar dengan menggunakan sumber
yang bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai