Anda di halaman 1dari 24

Azahra Nur Adela (P17125020011)

Delviana Julyanti (P17125020012)


Mardhatilla Rachma Primasanti (P17125020025)
Mauludiya Nur Hakiki (P17125020027)
Nesya Fatharani Putri (P17125020033)
Nurul Padila (P17125020035)
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara Kawasan Asia
Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu
35/1000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan
komitmen pemerintah dalam menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) no 4
dan 5 didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka kematian ibu menjadi
112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 20/1000 kelahiran hidup.

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas
kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan.
Syok hemoragie adalah suatu kondisi kehilangan volume intravaskular secara cepat dan
signifikan yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan
tidak adekuat. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen seluler akan meningkat dan syok akan terjadi
apabila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai.
Secara umum, syok terbagi menjadi hipovolemik, kardiogenik, obstruktif, dan distributif.
Penatalaksanaan awal pada syok hemoragie adalah menghentikan perdarahan dan mengganti volume
yang hilang dengan pemberian cairan atau transfusi darah.

Anemia adalah kondisi tubuh kekurangan darah yang mengandung hemoglobin. Kurangnya
sel darah merah ini mengakibatkan penyebaran oksigen ke seluruh organ tubuh menjadi
berkurang.Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis
dalam darah, juga termasuk hematokrit darah.
1. Mudah merasa lelah
2. Pusing
3. Kulit pucat
4. Sakit kepala
5. Sulit berkonsentrasi

1. Perasaan depresi setelah melahirkan karena menurunnya energi dan kinerja fisik Ibu.
2. Respons imun tubuh Ibu menurun, ini dapat menyebabkan saluran ASI tersumbat sehingga berisiko
terjadinya peradangan pada kelenjar susu. Jika puting Ibu terluka dalam proses menyusui,
penyembuhannya bisa menjadi lebih lama, dimana akan mengganggu produksi ASI.
3. Meningkatnya risiko anemia pada bayi yang diberi ASI, dimana ini dapat berpengaruh pada
perkembangan fisik dan mentalnya seperti tingkat intelejensinya menurun dan daya tahan tubuhnya
berkurang sehingga rentan terhadap infeksi.
4. Bayi yang menerima ASI dari ibu yang mengalami anemia juga berisiko kehilangan kesempatan
mendapat nutrisi terbaik untuk otaknya dalam periode emas hidupnya di usia 0–2 tahun.
1. Transfusi darah
2. Mengonsumsi makanan kaya zat besi
3. Mengonsumsi suplemen zat besi
4. Perbanyak istirahat
5. Mengonsumsi makanan kaya vitamin c
Sindrom Sheehan adalah kerusakan pada kelenjar pituitari akibat komplikasi ketika
melahirkan. Kondisi tersebut dipicu oleh perdarahan hebat atau tekanan darah yang sangat rendah
selama atau setelah melahirkan.Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis.

Ketika hamil, ukuran kelenjar hipofisis akan membesar, terutama beberapa minggu sebelum
melahirkan. Oleh karena itu, pada masa ini, kelenjar hipofisis akan membutuhkan lebih banyak nutrisi dan
oksigen dari suplai aliran darah.
Sindrom Sheehan terjadi ketika proses melahirkan diikuti dengan perdarahan yang hebat
atau tekanan darah yang sangat rendah.
Gejala yang dapat muncul pada penderita sindrom Sheehan antara lain:
1) Gangguan menstruasi, seperti amenorrhea atau oligomenorrhea
2) Rambut yang dicukur tidak tumbuh lagi
3) Kadar gula darah rendah
4) ASI sedikit atau tidak keluar
5) Kerutan di sekitar mata dan bibir
6) Payudara menyusut
7) Berat badan bertambah
8) Mudah kedinginan
9) Nafsu seksual menurun
10) Kulit kering
11) Tubuh mudah lelah
12) Kondisi mental menurun
13) Tekanan darah rendah
14) Gangguan irama jantung atau aritmia
15) Nyeri sendi
1. Kortikosteroid, seperti hidrokortison dan prednison, untuk menggantikan hormon adrenal yang tidak
diproduksi, karena kekurangan hormon adrenokortikotropik (ACTH).
2. Levotiroksin, untuk mengatasi kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme), akibat rendahnya kadar
thyroid-stimulating hormone (TSH).
3. Estrogen (bagi pasien yang telah menjalani operasi pengangkatan rahim) atau kombinasi estrogen dan
progesteron (bagi pasien yang masih memiliki rahim), untuk mengembalikan siklus menstruasi normal
4. Hormon pertumbuhan, untuk menurunkan kadar kolesterol, mempertahankan massa tulang,
menormalkan rasio otot dan lemak tubuh, serta meningkatkan kualitas hidup penderita secara
keseluruhan.
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien untuk kemudian dianalisis di
laboratorium.Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi medis
tertentu, seperti anemia dan infeksi.
Darah merupakan alat pengangkut utama (transportasi, distribusi, dan sirkulasi) didalam
tubuh manusia. Darah terdiri dari 4 unsur seluler, yaitu: sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), keping darah (trombosit), dan cairan darah (plasma darah). Dalam mengetahui fungsi darah
dalam menghentikan perdarahan dibutuhkan pemeriksaan hemostasis.
Hemostasis sendiri adalah suatu proses penghentian perdarahan secara spontansebagai
respon terhadap pembuluh darah yang rusak (Nugraha, 2017).

USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara untuk


menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh.Pemeriksaan USG untuk mengetahui tampak
sisa hasil konsepsi (Manuaba, 2007; h. 690). Gambaran USG pada abortus inkomplit tidak spesifik,
bergantung pada usia kehamilan dan banyaknya sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam kavum
uteri.
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil
konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis. Abortus inkomplit adalah sebagian dari
hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus inkomplit adalah abortus yang terjadi pada
umur kehamilan < 20 minggu yang ditandai dengan keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri
melalui kanalis servikalis.
Abortus inkomplit (keguguran tidak lengkap) adalah sebagian dari buah kehamilan telah
dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal didalam rahim, ostium terbuka
dan teraba jaringan.
Pemeriksaan urin untuk mengetahui volume urin dalam 24 jam (Manuaba, 2007; h. 690).
Urinalisis juga merupakan pemeriksaan skrining kehamilan untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan
menilai protein pada urine. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karena yang tingginya infeksi saluran kemih
pada ibu hamil dan juga untuk menegakkan diagnosis preeklampsia.Sampel yang digunakan untuk
urinalisis adalah urine midstream, dan sampel harus dianalisis dalam waktu dua jam setelah
pengambilan.

Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam darah
(plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi
kerusakan vaskular sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan.
Proses pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada daerah terjadinya kerusakan, tidak
boleh menyebar ke tempat lain karena akan membahayakan peredaran darah (Bakta,2007).
Tujuan utama penanganan perdarahan pascasalin ada 3 yakni pencegahan, penghentian
perdarahan dan mengatasi shock hipovolemik. Pendekatan risiko, meskipun menimbulkan kontroversi
tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko tinggi
terjadinya perdarahan pascasalin sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit
tranfusi dan perawatan intensif.
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan.
Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo, 2014). Pencegahan PPP dapat
dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian
uterotonika segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap
komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan postpartum
(Edhi, 2013).
Secara ringkas langkah-langkah penanganan aktif kala III persalinan adalah
sebagai berikut:
a. Suntik 10 unit oksitosin (1 ampul) segera setelah janin lahir.
b. Tunggu uterus kontraksi
1. Ibu merasa mules
2. Uterus berbentuk globuler
3. Uterus terasa keras
c. Lakukan tarikan terkendali pada talipusat kearah ventro kaudal, sambal melakukan counter-pressure
kearah dorsokranial untuk menghindari inversi uterus, sambil ibu diminta mengejan.
d. Lakukan masase fundus uterus
1. segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat
2. ulangi masase tiap 15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
e. Observasi di kamar bersalin sampai 2 jam pascasalin
Intervensi medis. Jika dengan PAKT perdarahan vaginal masih berlangsung maka harus
segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara intravena pelan atau 5-30 unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-
0,5 mg ergometrin intravena. Pada saat yang sama dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa plasenta.
Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk pemeriksaan rutin,
golongan darah dan skrining koagulasi. Ada baiknya dokter menahan darah dalam tabung reaksi untuk
observasi berapa lama darah menjendal. Kegagalan menjendal dalam 8-10 menit menunjukkan adanya
gangguan pembekuan darah. Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia
(resusitasi cairan).

a. Memanggil bantuan tim untuk melakukan tatalaksana secara simultan


b. Menilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
c. Apabila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
d. Memberikan oksigen.
e. Memasang infus intravena dengan jarum besar.
f. Memulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan
kondisi ibu.
g. Melakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
h. Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah lengkap.
i. Memasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang
masuk.
j. Melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
k. Memeriksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.
l. Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan
laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
m. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
n. Menyiapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat
o. Menentukan penyebab perdarahannya dan melakukan tatalaksana spesifik sesuai penyebab
a. Atonia uteri : Memberikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM.
b. Retensio Plasenta : Melakukan plasenta manual secara hati-hati
c. Sisa Plasenta : Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi
vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
d. Robekan Jalan Lahir : Untuk ruptur perineum dan robekan dinding vaginalakukan penjahitan seperti
biasa, untuk robekan Serviks lakukan penjahitan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian
ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
e. Gangguan Pembekuan Darah : Memberikan transfusi darah lengkap segar untuk menggantikan faktor
pembekuan dan sel darah merah.
f. Inversio uteri : Segera melakukan reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika
inversion telah terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi
untuk dilakukan laparotomi. Bila laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub total hingga
total.
g. Ruptura uteri : Merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan
reparasi uterus atau histerorafi. Bila histerorafi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub total
hingga total.
Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang R/ Dengan kaki
lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b. Monitor tanda vital R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat.
c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit. R/ Perubahan output merupakan tanda adanya
gangguan fungsi ginjal
d. Evaluasi kandung kencing. R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis. R/
Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas
simpisis mencegah terjadinya inversio uteri.
Sewaktu suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif. Mungkin saja tidak terjadi perdarahan dengan adanya sisa plasenta.
• Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk
plasenta manual, kecuali porsio telah menutup, dilakukan eksplorasi secara digital.
• Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta.
• Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.

• Pada inversio uteri, bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol kedalam kavum uteri.
• Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
• Menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ).
• Diagnosis:
– Syok karena kesakitan
– Perdarahan banyak bergumpal
– Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yg masih melekat
– Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina.
Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
• Reposisi segera
• Jika ibu sangat kesakitan → analgetik petidin 1 mg/kg BB IM atau IV secara perlahan, atau berikan
morfin 0,1 mg/kgBB atau dengan anestesi umum.
• Tangan seluruhnya dimasukkan ke dalam vagina → jari-jari tangan dimasukkan ke dalam kavum uteri
melalui serviks .
• Telapak tangan menekan korpus → terus menerus ke arah atas agak ke depan (kranioanterior) sampai
korpus uteri melewati serviks uteri dan inversio ditiadakan.
• → Suntikan 0,2 mg ergometrin IV → dengan oksitosin drip.
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal.
f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum. R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum
meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau
terdapat hematom. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien
merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
g. Berikan infus atau cairan intravena R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravascular.
h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri ). R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus
dan mengontrol perdarahan. Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta.
i. Berikan antibiotic. R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
j. Berikan transfusi whole blood (bila perlu). R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan
tubuh.
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan
yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan
emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Dapat mengungkapkan secara verbal perasaancemasnya
9. Penkes
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara Kawasan Asia
Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu
35/1000. Di pengkajian data terdapat syok hemoragie, anemia, sindrom Sheehan dan terdapat
pemeriksaan diagnostic adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis penyakit
tertentu pada pasien serta menetukan tingkat keparahannya.Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah
pemeriksaan fisik dan keluhan atau riwayat penyakit pada pasien. Terdapat penatalaksanaan/penanganan
adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis penyakit tertentu pada pasien
serta menetukan tingkat keparahannya.Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik
dan keluhan atau riwayat penyakit pada pasien dan kemudian di evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai