Mioma Uteri Kel.10
Mioma Uteri Kel.10
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kegawatdarurat maternal neonatal
Dosen pengampu:
Kelas 3B
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah kegawatdarurat maternal neonatal judul
“Mioma Uteri”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos dinding uterus. Beberapa
istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma, miofibroma, laiomioma, fibroleiomioma, atau
uterin fibroid. Mioma merupakan tumor uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas
umur 35 tahun (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).
Mioma adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit kanker, mioma tidak
mempunyai kemampuan menyebar ke seluruh tubuh. Konsistensinya padat dan sering
mengalami degerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemui pada wanita berumur 35-45
tahun. Tumor ini mebutuhkan waktu 4-5 tahun dan untuk mencapai ukuran sebesar buah
jeruk. Tumor ini sering pula ditemukan pada wanita yang belum pernah melahirkan atau
wanita yang sulit hamil (inferentil) (Setiati, 2009).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah suatu pertumbuhan
jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang
berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat
tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada
wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.
2. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena.
a. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh kea rah vagina menyebkan infeksi. Isthmica (7,2%),
lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%),
merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
5. Manifestasi Klinis
Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala. Umumnya gejala yang temukan
bergantung pada lokasi, ukuran, dan perubahan pada mioma tersebut seperti :
a. Perdarahan abnormal: hipermenore, menoragia, metroragia.
Sebabnya: Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium Permukaan
endometrium yang lebih luas dari biasanya Atrofi endometrium di atas mioma
submukosum Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma di antara serabut myometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
b. Nyeri: dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan setempat dapat menyempitkan
canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
c. gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, oada uretra
menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
d. Disfungsia reproduksi Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba
bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan
histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri : Gangguan
transportasi gamet dan embrio Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
Perubahan aliran darah vaskuler Perubahan histologi endometrium (Nurarif, Amin
Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)
6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis
akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematocrit menunjukkan
adanya kehilangan darah yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai
kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostic.
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk mengevaluasi
distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.
7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam, yaitu penanganan secara konservatif dan
penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
3) Pemberian zat besi
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submukosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnose keperawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi
c. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat
kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-akhir ini kontrak indikasi tersebut
makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus.
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
2) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
3) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Obat-obatan yang
biasa kepada penderita mioma yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak
normal, antara lain :
Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti Infamation=NSAID)
Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri
terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan THA_BSO (Total
Abdominal Hyterektomi And Bilateral Salphingo Oopphorectomy).
b. Keluhan utama
Keluhan yang timbul hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehan
tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48
jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah pengkajian nyeri P, Q, R,
S, T.
c. Riwayat reproduksi
1) Haid Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atropi pada masa menopause.
2) Hamil dan Persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat
pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan
dalam jumlah yang besar.
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga
terhadap hilangnya organ kewanitaan.
d. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien
dandiperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Oragan reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambing
feminitas sehingga berhentinya menstruasi biasanya dirasakan sebagai hilangnya perasaan
kewanitaan. Perasaaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani. Beberapa
wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangan kepuasan.
Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi
klien.
e. Status Respiratori
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang cepat dapat terdengar tanpa
stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau terdapat sekret. Suara
paru yang kasar merupakan gejala terdapat sekret pada saluran nafas. Usaha batuk dan
bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anestesi general.
f. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh
klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari
siuman sampai ngantuk, harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan
gejala syock.
g. Status Urinari
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedah genekologi, klien yang hidrasinya
baik biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah pembedahan. Jumlah output urin yang
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
h. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung
pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat
perlu diberikan untuk menghilangkan dalam usus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan otot (uterus berkontraksi)
b. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (perdarahan)
c. Resiko syok b.d ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh (perdarahan
pervaginam berulang)
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasive
e. Retensi urine b.d penekanan oleh masa jaringan neoplasma pada organ sekitarnya
f. Kerusakan integritas jaringan
g. Disfungsi seksual
h. Konstipasi b.d penekanan pada rectum (prolaps rectum)
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Pain management
kerusakan keperawatan selama 2x 24 jam Lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan otot diharapkan tingkat nyeri komprehensif termasuk lokasi,
(uterus menurun dengan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
berkontraksi) Kriteria Hasil: dan faktor presipitasi
Mampu mengontrol nyeri Observasi reaksi nonverbal dari
Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan Gunakan teknik komunikasi terapeutik
menggunakan manajemen untuk mengetahui pengalaman nyeri
nyeri pasien
Mampu mengenali nyeri Kontrol lingkungan yang dapat
(skala, intensitas, frekuensi dan mempengaruhi nyeri seperti suhu
tanda nyeri) ruangan, pencahayaan, kebisingan
Menyatakan rasa nyaman Pilih dan lakukan penanganan nyeri
setelah nyeri berkurang (farmakologi, non farmakologi, dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dam tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesic administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, Im
untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic pertama
kali
Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Managemen cairan
kekurangan keperawatan diharapkan status Timbang popok/pembalut jika
volume cairan b.d cairan membaik dengan diperlukan
kehilangan cairan Kriteria Hasil: Pertahankan catatan intake dan output
aktif (perdarahan) Mempertahankan urine yang akurat
output sesuai dengan usia dan Monitor status hidrasi (kelembaban
BB, BJ urine normal, HT membrane mukosa, nadi adekuat,
normal tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal Monitor masukan makanan/cairan dan
Tidak ada tanda-tanda hitung intake kalori harian
dehidrasi, elastisitas turgor Kolaborasikan pemberian cairan IV
baik, membrane mukosa Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa haus Berikan cairan IV
yag berlebihan Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
Tawarkan snack (jus buah, buah
segar)
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan transfusi
Persiapan untuk transfuse
Hypovolemia management
Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan hematocrit
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk menambah
intake oral
Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
Monitor adanya tanda gagal ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Joseph, HK. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi Dan Obstetri (Obsgyn). Yogyakarta: Nuha
Medika
Lisnawati lilis. 2011. Buku Pintar Bidan Aplikasi Penatalaksanaan GawatDarurat Kebidanan
Di Rumah Sakit. DKI Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA
Marmi., A.R.M. Suryaningsih, dan E. Fatmawati. 2015. Asuhan Kebidanan Patologi.
Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Mufdlillah., A. Hidayat., dan I. Kharimaturrahmah. 2012. Konsep kebidanan edisi revisi.
Yogjakarta : Nuha Medika.
Nanda. 2016. Asuhan keperawatan praktis jilid 2. Jogjakarta : Mediaction.
Norma D, N, dan M. Dwi S. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika
Rasjidi I. 2010. Imaging Ginekologi Onkologi. Jakarta: Sugeng Seto
Saraswati S. 2010. 52 penyait perempuan. jogjakarta: Kata Hati
Sarwono. 2011. ilmu kandungan edisi ketiga. Jakarta : Bina Pustaka.
Ulfah Maria. 2017. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Mioma Uteri Di RSUD