Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. Karena telah memberikan rahmat
serta hidayat-Nya sehingga kami tim penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik yang
berjudul. “Perkembangan Sistem Perbankan syariah Dan Prinsip-prinsip Dasar Perbankan
Syariah”. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas dalam mata pembelajaran Ekonomi
dan Lembaga Islam.

Tim Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak,
penyelesaian makalah ini tidak mungkin dapat terwujud. Pada kesempatan ini tim penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Bapak Abdul Wahid Alfarizi, M.M yang
telah membimbing kami dalam tahap penyelesaian makalah ini, serta kami ucapkan terima
kasih kepada tim penulis yang selalu kompak dan semangat dalam mencari informasi sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Tim Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
ilmu dan kendala-kendala lain yang terjadi selama pengerjaan makalah ini. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun mengenai makalah ini diharapkan oleh tim penulis. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Serang
BAB I

PENDAHULUAN

Bank syariah sering dianggap tidak berbeda dengan bank nonsyariah. Secara lahiriah
perbedaanya hanya pada tampilan para pegawainya yang berjilbab, berbaju koko, ber-?
assalamu?alaikum? dalam menyambut nasabah, dan berpenampilan lain yang dianggap
syariah. Mendefinisikan bank syariah hanya dari tampilan lahiriah tentu bukan definisi yang
tepat. Penggunaan kata ?syariah? dimaksudkan untuk memberikan sifat bank bersangkutan
yang mengoperasikan kegiatan perbankannya sesuai dengan nilai-nilai syariah. Nilai-nilai
syariah diimplementasikan dalam menentukan jenis product, menyusun akad kredit,
menyalurkan kredit ke nasabah, penghitungan reward nasabah, pelayanan nasabah, dan
kegiatan operasional lainnya.

Peranan penting dunia perbankan (termasuk bank syariah) dalam perkembangan ekonomi
dunia sudah sangat dipahami oleh masyarakat. Perbankan memiliki kontribusi besar berupa
pengumpulan dana masyarakat yang idle (menganggur). Masyarakat pemilik dana tersebut
menabung di bank dan selanjutnya bank menyalurkannya kepada dunia usaha (investor)
sehingga perekonomian dapat berputar dan mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Peran
perbankan sendiri juga mengalami perkembangan seiring dengan tuntutan dunia usaha dan
kemajuan ekonomi. Dunia perbankan dewasa ini juga berperan dalam melakukan penjaminan,
penyimpanan barang berharga (safety box), dan regulasi perputaran uang.

Pada awal kemunculannya, bank dioperasikan dengan sistem bunga. Hal ini tidak lepas dari
kemudahannya dalam menentukan kompensasi/reward kepada para penabung. Sistem ini juga
relatif mudah dalam menentukan beban yang harus dibayar oleh para debitur yang meminjam
uang ke bank. Di samping adanya kemudahan, sistem bunga juga memiliki kelemahan yang
mulai disadari oleh para pakar dan pelaku ekonomi.

Joseph E. Stiglitz, penerima nobel bidang ekonomi pada tahun 2001 menyatakan perlu
adanya paradigma baru dalam pengelolaan ekonomi moneter. Dia juga mengakui bahwa
pandangan-pandangannya mengenai perbankan banyak didasarkan pada perbankan syariah[1].
Pengakuan penerima nobel ekonomi ini tentu menarik perhatian para ekonom. Stiglitz yang
ilmuwan barat ternyata memiliki pandangan yang mirip, bahkan sama, dengan yang diajarkan
dalam syariah Islam (Alquran dan Hadits). Sistem perbankan syariah menawarkan sistem yang
berbeda dengan sistem bunga. Tulisan ini akan membahas sistem perbankan Islam ini dari sisi
konsep dasar atau filosofinya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah

Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut
entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free
Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).

Bank islam adalah lembaga keuangan/ perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan Al-quran dan Hadits Nabi Saw. Dengan kata lain, bank islam adalah
lembaga keuangan yang usaha pokonya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan
prinsip syariat islam. Antonio dan perwata admadja membedakannya menjadi dua pengertian
yaitu bank islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariat islam adalah :

1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip islam.

2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-quran dan
Hadits.

Sementara bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah islamadalah bank yang
dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariatislam, khususnya yang menyangkut
tata cara bermuamalah secara islam.Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu
mengikuti ketentuan-ketentuan syariat islam khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalahitu harus diauhi oleh hal-hal dan praktek-praktek yang dikhawatirkanmengandung
unsur riba untuk di isi dengan kegiatan-kegiatan investasi atasdasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan.Dalam UU No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariahmengemukakan
pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah.Perbankan Syariah yaitu segala
sesuatu yang menyangkut bank syariah dan

4. unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, mencakup kegiatan usaha, sertatata cara dan
proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariahadalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya dengan didasarkan padaprisnsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah
terdiri dari BUS (BankUmum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank
PembiayaanRakyat Syariah).

B. Berdirinya Bank Syariah di Indonesia


Pada umumnya yang dimaksud dengan Bank syariah adalah lembagakeuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalamlaulu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang beroperasi disesuaikandengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank
akan selaluberkaitan dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan utamanya.
kegiatan dan usaha bank akan slalu berkaitan dengan komoditas antara lain :

1.Pemindahan uang
2.Menerima dan pembayaran kembali uang dalam rekenig koran.
3.Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat-surat berhargalainnya
4.Membeli dan menjual surat-surat berharga.
5. Membeli dan menjual cek wesel,surat wesel,kertas dagang
6.Memberi kredit, dan
7.Memberi jaminan kredit

Gagasan untuk mendirikan bank syariah di indonesia sebenarnya sudahmuncul sejak


pertengahan tahun 1970an. Ini dibicarakan pada seminarnasional hubungan indonesia timur
tengah pada 1974 dan pada tahun 1975 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh
lembaga studi ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan Bhiineka Tunggal Ika. Namun
adabeberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini.

1.Opersi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan karena itu
tidak sejalan dengan UU pokok perbankanyang berlaku yakni UU No.14/1957.
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari
atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki
pemerintah.
3. Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam
itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain
pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.

Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat
pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri
perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi
tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja
menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang
bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja
untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.

C. Perkembangan bank syariah di Indonesia


Di indonesia bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1991adalah bank muamalat
Indonesia ( BMI). Meskipun perkembangannyaagak terlambat bila dibandingkan dengan
negara-negara Muslim lainnya,perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila
pada periodetahun 1991-1998 hanya ada satu satuan bank syariah, maka pada tahun 2005,
jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 satuan, yaitu 3 bank umum
syariah dan 17 satuan usaha syariah. Sementara itu, jumlah perkreditan rakyat syariah ( BPRS)
hingga akhir 2004 bertambah menjad i88 buah.Berdasarkan data bank Indonesia, prospek
perbankan syariah padatahun 2005 diperkirakan cukup baik. industri perbankan syariah di
prediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi.Jika pada
posisi November 2004, volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupiah,
dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6 %, volume usaha
perbankan syariah di akhirtahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 24 triliun rupiah.
Dengan volume tersebut, diperkirakan industri perbankan akan mencapai luas sebesar 1,8 %
dari industri perbankan nasional sebesar1,1% pada akhir tahun 2004. pertumbuhan volume
usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana pembukaan satuan usaha syariah
yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dan pesta ketiga (DPK) diperkirakan
akan mencapai jumlah 20 triliun rupiah dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah di
akhir tahun 2005.

Sementara itu, penelitian yang dilkukan oleh karin Bisnis Konsultasi pada tahun 2005
menujukkan bahwa total satu set bank syariah di Indonesia diperkirakan akan lebih besar lebih
dari apa yang untuk akanmencapai antara 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan
nasional.Model ini dikembangkan dengan pendekatan rasional harapan atau dengan
manfaatkan semua relevan informasi tersedia dan mensimulasikan proyeksi pertumbuhan satu
set masing-masing BUS/UUS(organik) dan proyeksi BUS/UUS baru (non-organik) yang kemudian
lahir agregasi pertumbuhan.

Hingga sekarang jumlah bank syariah Indonesia saat ini membuka kembali sekitar 200 bank
syariah, kipra bank syariah di Indonesia sudah masuk dekade ke 3. sejak pertama kali dirintis
pada tahun 1992 olehbank muamalat Indonesia (BMI), bank syariah lainnya permainan kata-
kata bermunculan.hal ini tidak terlepas dari adanya prospek yang cerah direktur
keuangansyariah di Indonesia. apa lagi pada tahun 2008 lahir undang-undang nomor 21 tentang
perbankan syariah. Undang-undang ini menjadi payunghukum serta bukti pengakuan akan
kehaddiran perbankan syariah diIndonesia. Hingga April 2016 jumlah bank syariah di Indonesia
membuka kembali199 bank syariah yang terdiri dari 12 bank umum syariah (BIS), 22
satuanusaha syariah (UUS), dan 165 Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).berikut daftar
lengkap bank syariah (BUS,UUS dan BPRS) yangberoperasi di di Indonesia hingga tahun 2016.
Selain itu ada juga beberapa faktor pendukung dan beberapa tantangan yang dihadapi
dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor pendukung perkembangan perbankan syariah.
Terdapat beberapa faktor yang secara signifikan menjadi pendorong peningkatan kinerja
industri perbankan syariah, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran
pembiayaan.
a. Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan kantor dan kemudahan
akses menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan nasabah dalam membuka rekening
di bank syariah.

b. Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk dan
layanan perbankan syariah semakin meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat.

c. Upaya peningkatan kualitas layanan (service excellent) perbankan syariah agar dapat
disejajarkan dengan layanan perbankan konvensional. Salah satunya adalah pemanfaatan akses
teknologi informasi, seperti layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile banking maupun
internet banking. Untuk mendukung hal ini, secara khusus Bank Indonesia mendorong bank
konvensional yang menjadi induk bank syariah agar mendorong pengembangan jaringan
teknologi informasi bagi BUS dan UUS yang menjadi anak usahanya.

d. Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan


meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; (ii) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk);
dan (iii) UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN
Barang dan Jasa. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari
sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

2. Tantangan pengembangan
perbankan syariah Di tengah perkembangan industri perbankan syariah yang pesat tersebut,
perlu disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan
syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya
secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan perbankan syariah di Indonesia
antara lain sebagai berikut:

a. Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Ekspansi
perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara memadai
sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini
dikarenakan masih sedikitnya lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka
program studi keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di
bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan
kualitas lulusannya. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan suatu terobosan, yang
mungkin dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi yang dapat
mengahasilkan SDI dalam jumlah yang besar.

b. Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis
kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat
sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk
menarik nasabah. Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah tidak boleh hanya
sekedar ‘mengimitasi’ produk perbankan konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk
menciptakan produk dan layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariah dan
kebutuhan nyata dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk
dan layanan perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera dapat ditiru
oleh bank-bank lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk berinovasi. Untuk itu, perlu
dibentuk semacam working group yang beranggotakan praktisi perbankan syariah untuk
memikirkan secara bersamasama inovasi produk yang dapat dikembangkan.
c. Kelangsungan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Kegiatan untuk
menggugah ketertarikan dan minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dan layanan
perbankan syariah harus terus dilakukan. Namun disadari bahwa kegiatan ini merupakan cost
center bagi bank syariah. Selama ini kegiatan sosialisasi dan edukasi perbankan syariah
didukung oleh Bank Indonesia melalui program ‘iB Campaign’ baik melalui media masa (iklan
layanan masyarakat), syariah expo penyelenggaraan workshop/seminar, dsb. Peran Bank
Indonesia dalam hal ini akan berkurang seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan dan
pengawasan sektor perbankan (termasuk perbankan syariah) kepada Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).

D. Prinsip Dasar Bank Syariah

Bank syariah memiliki perbedaan yang mendasar apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah
(bank yang beroperasi dengan sistem bunga). Pada dasarnya, segala dunia usaha, termasuk
perbankan Islam, bertujuan untuk menciptakan keuntungan (profit oriented). Namun, guna
menghasilkan keuntungan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dihindari oleh bank
syariah karena bertentangan dengan syariat Islam. Salah satunya adalah bunga bank yang
dalam istilah Islam disebut dengan riba. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang
menyebutkan bahwa ?Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba?.[2] Di samping
riba, semua transaksi dalam perbankan syariah juga harus sesuai dengan syariat Islam yang
antara lain menghindari transaksi yang mengandung unsur haram, perjudian/spekulasi (????
maisir), serta ketidakjelasan/manipulatif (gharar).

Apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah, bank syariah memiliki perbedaan yang
sangat mencolok. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai hal di bawah ini:

1. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, tetapi sistem loss and profit sharing.
Dengan prinsip ini, maka bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga tertentu bagi para
penabung dan para debitur. Hal ini merupakan perbedaan utama antara bank syariah dan bank
nonsyariah. Sistem loss and profit sharing relatif lebih rumit apabila dibandingkan dengan
sistem bunga. Dengan sistem ini, masyarakat nasabah seolah berada dalam ketidakpastian
terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila mereka menabung di bank syariah. Demikian
juga para debitur, tidak mendapatkan beban bunga dengan nilai nominal yang tetap apabila
mereka mengambil kredit atau pinjaman pada bank syariah.

2. Bank syariah lebih menekankan pada pengembangan sektor riel. Karena diharamkannya
bunga, maka bank syariah mencari strategi lain untuk menghasilkan keuntungan. Strategi ini
dapat berupa pengembangan sektor riel untuk dibiayainya ataupun jual beli dalam pemenuhan
kebutuhan konsumsi nasabah. Penekanan bank syariah pada investasi sektor riel ini berdampak
sangat positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat pada umumnya. Masyarakat nasabah
tidak dididik untuk konsumtif, tetapi lebih dididik untuk mengembangkan usaha sektor riel yang
dijalankannya.

3. Bank syariah hanya bersedia membiayai investasi yang halal. Bank syariah lebih selektif
dalam memiliki investasi yang akan dibiayainya. Faktor yang menjadi ukuran untuk dapat
dibiayai oleh bank syariah bukan hanya faktor keuntungan, tetapi juga faktor kehalalan bidang
usaha yang akan dibiayai. Bidang usaha yang haram, misalnya usaha perjudian dan prostitusi,
tidak akan dapat dibiayai dari bank syariah. Sekalipun bidang usaha tersebut sangat
menguntungkan, bank syariah tetap tidak mau membiayainya. Hal ini berbeda dengan bank
nonsyariah yang tidak memedulikan mengenai halal-tidaknya bidang usaha yang akan
dibiayainya.

4. Bank syariah tidak hanya profit oriented, tetapi juga berorientasi pada falah, sedangkan
bank nonsyariah hanya berorientasi pada keuntungan. Falah memiliki cakupan yang sangat
luas, yakni kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Bahkan, kebaikan hidup tersebut bukan hanya
untuk bank syariah bersangkutan, tetapi juga bagi nasabahnya. Orientasi pada falah ini pada
akhirnya menuntun bank syariah untuk peduli terhadap usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh
nasabah sehingga antara keduanya dapat sama-sama mendapatkan manfaat atau keuntungan.

5. Hubungan antara Bank syariah dan nasabah adalah atas dasar kemitraan (ta?awun).
Dengan hubungan kemitraan ini maka tidak terdapat pihak yang merasa dieksploitasi oleh pihak
lain. Pihak nasabah tidak tereksploitasi karena harus membayar bunga dalam jumlah tertentu
seperti halnya hubungan antara nasabah dengan bank nonsyariah. Bahkan bank syariah ikut
peduli terhadap kinerja dunia usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh nasabah (apalagi jika akad
yang disepakati adalah musyarakah dan mudharabah). Pihak bank syariah juga tidak merasa
tereksploitasi oleh penabung karena harus membayar bunga seperti yang diperjanjikan (misal
dalam deposito). Imbalan yang diberikan kepada penabung adalah sesuai dengan keuntungan
yang dihasilkan pihak bank dalam mengelola dana nasabah tersebut. Antara nasabah dan bank
syariah berada dalam kondisi saling menolong dan bekerja sama (ta?awun).

6. Seluruh produk dan operasional bank syariah didasarkan pada syariat. Produk bank
syariah harus merupakan produk perbankan yang halal. Operasional bank syariah pun harus
sesuai dengan syariat Islam, misalnya etika pelayanan dan pakaian yang dikenakan para
pegawai bank Islam juga harus sesuai dengan syariat Islam. Untuk menjaga agar produk dan
operasional bank Islam tetap berada dalam koridor syariat, maka bank syariah
dilengkapi/diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini merupakan internal control untuk
menjaga kehalalan produk dan operasional bank syariah. Di samping itu, secara nasional juga
terdapat Dewan Syariah Nasional yang menjadi rujukan bagi dewan syariah pada bank dalam
melakukan pengawasan terhadap bank syariah.

Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah tersebut ialah prinsip bebas maghrib (maysir, gharar,
haram, riba, dan batil), kepercayaan dan kehati-hatian dalam pengelolaan kegiatan perbankan
syariah, dan prinsip yang didasarkan pada akad.

Prinsip-Prinsipsyariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah kegiatan yang
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti
memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian
karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah.
Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam
praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut:"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al-Maaidah : 90). Pelarangan maisir oleh Allah
SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan perjudian seseorang dihadapkan
kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia
mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan
ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak
sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan
Islam.

2. Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti seduatu
yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi yang masih
belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual
beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang
masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan
ghararkarena memberikan efek negative dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik
pengambilan keuntungan secara bathil. Ayat dan hadits yang melarang gharar
diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188).

3. Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau
peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk
memakan harta riba secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan
bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat Muslim mengenai pengharaman
Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang
mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an
dan Sunah benar-benar mengutuk riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari
riba atau apa saja yang merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas
perekonomian dengan ajaran Syariah.

D. Kekuatan dan Kelemahan Bank Syariah

Dalam perkembangannya, bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan. Dalam upaya
mengembangkannya, berbagai kekuatan yang ada perlu untuk terus diperkuat dan ditingkatkan
sehingga dapat mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Dalam tataran operasional, berbagai
kekuatan yang dimiliki bank syariah dibandingkan dengan bank nonsyariah dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bank syariah memberikan penekanan pada usaha sektor riel. Hal ini sangat mendukung bagi
usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan sektor riel yang digerakkan, maka
perbankan syariah memiliki andil besar dalam pengurangan pengangguran dan pengentasan
kemiskinan. Dunia usaha menjadi lebih banyak dan besar sehingga mampu menyerap tenaga
kerja yang lebih besar. Dampak selanjutnya adalah berkurangnya pengangguran dan naiknya
pendapatan masyarakat sehingga kemiskinan dapat berkurang.

2. Bank syariah lebih tahan menghadapi krisis ekonomi. Ketahanan bank syariah dalam
menghadapi krisis ekonomi/moneter ini merupakan dampak dari digunakannya sistem loss and
profit sharing dalam bank syariah. Dengan sistem ini maka risiko kerugian yang mungkin terjadi
akibat krisis ekonomi akan terdistribusi baik untuk bank syariah bersangkutan maupun untuk
nasabahnya. Dalam kondisi yang merugikan maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama
oleh bank dan nasabah. Pihak bank tidak menanggung risiko tersebut sendirian. Hal ini juga
berlaku dalam kondisi menguntungkan, keuntungan akan dinikmati bersama oleh pihak bank
syariah dan nasabahnya.

3. Bank syariah lebih amanah dalam mengelola dana nasabah. Hal ini muncul karena ditaatinya
syariat Islam dalam pengelolaan dana nasabah. Perbuatan pengelola bank nonsyariah yang
membawa lari dana nasabah misalnya, akan sangat merugikan nasabah dan dapat berakibat
krisis moneter. Pengelola bank syariah bukannya tidak mungkin melakukan perbuatan jahat
tersebut. Namun, niat untuk menerapkan syariat dapat mencegahperbuatan jahat tersebut. Di
samping itu, bank syariah telah dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah yang selalu
mengawasinya. Dengan demikian, sikap amanah dan kejujuran dalam mengelola dana nasabah
akan lebih terjaga. Dalam lingkup luas, sikap jujur dan amanah ini akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat dalam memanfaatkan jasa bank syariah.

Di samping berbagai kekuatan yang dimiliki, harus diakui pula adanya berbagai kelemahan
dalam bank syariah dalam melaksanakan operasionalnya. Kelemahan-kelemahan tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:

1. Nama bank syariah kadang-kadang belum dapat diterima oleh masyarakat nonmuslim.
Masyarakat nonmuslim kadang-kadang beranggapan bahwa bank syariah hanya
menguntungkan Islam dan masyarakatnya. Anggapan ini dapat berakibat terbatasnya nasabah
yang memanfaatkan jasa perbankan syariah. Bahkan kalangan umat Islam ada juga yang
memiliki anggapan bahwa bank syariah hanya memanfaatkan nama ?Islam/syariat? untuk
menggeret umat Islam agar memanfaatkan jasa bank syariah tersebut.

2. Terbatasnya bidang usaha yang dapat dibiayai oleh bank syariah. Bank syariah membatasi
bidang usaha hanya pada usaha yang halal. Hal ini berakibat terbatasnya bidang usaha yang
dapat dibiayainya. Hal ini dapat berakibat tidak dapat diperolehnya potensi keuntungan karena
terkendala oleh faktor kehalalannya. Bidang usaha haram dan menguntungkan tersebut pada
akhirnya ditangkap oleh bank nonsyariah karena bank ini lebih leluasa dalam mengembangkan
usahanya daripada bank syariah.

3. Bank syariah masih terbatas dalam penggunaan teknologi informasi (IT). Hal ini berakibat
bank syariah masih relatif kalah bersaing dalam merebut nasabah. Contoh dari hal ini adalah
terbatasnya layanan ATM yang dapat diberikan oleh bank-bank syariah. Bagi nasabah yang
memiliki mobilitas tinggi antar daerah, kemudahan menarik dana di berbagai waktu dan tempat
merupakan hal yang penting. Karena bank syariah kurang mampu memberikan layanan ini,
maka masyarakat pun belum menjadikan bank syariah sebagai pilihan.

4. Bank syariah masih terbatas area layanannya. Yang dimaksudkan di sini adalah terbatasnya
kantor cabang yang dimiliki bank-bank I syariah. Bank nonsyariah lebih banyak dan merata
memiliki kantor cabang di berbagai daerah, sedangkan bank syariah masih terbatas di
beberapa kota. Akibatnya, masyarakat yang berada di daerah yang tidak terdapat bank syariah
belum dapat terlayani.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara
lain:

1. Secara filosofi, bank syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai syariat Islam. Prinsip
tersebut antara lain adalah tidak diperbolehkannya sistem bunga (riba) dalam transaksi
ekonomi termasuk perbankan, dan kehalalan produk yang ditawarkan bank. Prinsip yang
didasarkan pada syariat ini kelak melahirkan prinsip lainnya antara lain prinsip bank Islam yang
lebih memprioritaskan sektor riel dan prinsip hubungan kemitraan (ta?awun) yang saling
menguntungkan antara bank syariah dan nasabah.

2. Bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan operasionalnya.


Kekuatan yang ada pada umumnya karena prinsip syariah yang diterapkannya sehingga
kekuatan tersebut memang lahir dari prinsip dasar/internal bank syariah. Sedangkan
kelemahan yang dimiliki bank syariah pada umumnya adalah karena masih relatif barunya bank
syariah apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah. Seiring dengan berjalannya waktu, maka
berbagai kelemahan tersebut akan dapat diatasi. Sementara itu, kekuatan yang ada pada bank
syariah tidak dimiliki oleh bank nonsyariah. Dari sini dapat diharapkan bahwa kelak bank syariah
mampu bersaing dengan lebih baik dalam dunia perbankan.
B. SARAN

Bank syariah masih memiliki beberapa kekurangan yaitu seperti masih kurangnya
pemahaman masyarakat tentang bank syariah. Dan masih banyak lagi. Tapi jangan khawatir,
karena seiring dengan waktu semua kekuarangan yang dimilikinya, bank syariah akan berusaha
dan berupaya akan menutupi dan bahkan menghilangkan semua kekurangan itu. Itu semua
menjadi tugas bersama-sama baik itu pemerintah maupun masyarakat luas. Walaupun Negara
kita ini bukanlah 100% islam, tapi jangan khawatir bagi umat nonmuslim untuk menggunakan
layanan bank syariah (islam) membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi
umat islam saja dan karena itu ekonomi islam bersifat inklusif.

Daftar Pustaka

Jurnal : JURIS Volume 14, Nomor 2 (Juli-Desember 2015)

Internet
:https://www.academia.edu/30510819/PERKEMBANGAN_SISTEM_PERBANKAN_SYARIAH

Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Kementerian Agama RI. 2002.


Afifuddin, Abu Abdillah Muhammad. tanpa tahun. Menapaki Sejarah Bank Islam. Majalah
Assyariah edisi 053. http://asysyariah.com

Hasyim. 2011. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah. http://hasyimsoska.blogspot.com.

Anda mungkin juga menyukai