Anda di halaman 1dari 14

Mengembangkan Fakta

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Jurnalisme Investigasi

Disusun Oleh Kelompok III :

Ahmad Deny Sinambela


Khairun Nizam
Khairumam Hakim Harahap

Dosen Pembimbing : Dr. Abdul Rasyid, MA

FAKULTAS ILMU SOSIAL


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2020-2021
KATA PENGANT
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah
memberikan kita taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah
yang berjudul “Mengembangkan Fakta” serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah
membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Didalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada Bapak Dr. Abdul Rasyid, MA selaku dosen mata kuliah beserta semua pihak
yang telah membantu dalam proses pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari didalam tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu dengan rendah hati saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan
saya mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan
khususnya bagi kami sendiri.

Medan, 16 November
2020

Kelompok lll
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
Mengembangkan Fakta dengan DangerousProjects.............................
Elemen Investigasi................................................................................
Bedanya dengan In-Depth Reporting...................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................
Kesimpulan............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA….............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua orang pasti akan membutuhkan informasi untuk menjalani hidup,


Salah satu media yang dapat menyampaikan informasi yang kita butuhkan adalah
melalui kegiatan jurnalistik, baik cetak maupun elektronik. Pada setiap kegiatan yang
dilakukan oleh para jurnalis dituntut untuk mencari fakta yang terjadi, agar
masyarakat mendapatkan informasi yang akurat. Setiap kegiatan jurnalistik, para
jurnalis dituntut mencari fakta ditempat kejadian perkara, agar masyarakat
mendapatkan informasi yang akurat. Masalah yang timbul ketika melakukan kegiatan
jurnalistik adalah adanya yang sengaja menutupi fakta yang ada dibalik sebuah
peristiwa dan mereka sengaja menutup-nutupi fakta tersebut dan menyembunyikan
agar masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat dan objektif. Strategi
khusus diperlukan untuk mengungkap kebenaran yang sengaja ditutupi atau sengaja
disembunyikan. Dunia jurnalistik, dikenal dengan teknik jurnalisme investigasi.

Kegiatan jurnalisme dalam hubungannya dengan investigasi perlu mengerti


asal usul istilah investigasi sendiri.Jurnalis investigasi tidak bisa berjalan sendiri
dalam melaksanakan tugasnya. Terdapat instasi netral yang bernama media yang
menaungi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya. Pada kenyataannya media
massa merupakan perusahaan yang membutuhkan keuntungan agar tetap bertahan
dan berkembang. Perusahaan ini memberikan ketepatan, kecepatan waktu dan
kecepatan jurnalis dalam peliputan berita sebagai informasi yang akurat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengembangkan Fakta dengan Dangerous Projects

Jurnalisme investigasi dialokasikan sebagai pekerjaan berbahaya atau


dangerous projects. Para wartawannya berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak
yang tidak mau urusannya diselidiki, dinilai, dan juga dilaporkan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kewaspadaan dalam karier kewartawanan menjadi hal yang penting.

Dan harus diingat bahwa jurnalisme investigasi bukan hanya menyampaikan


sebuah dugaan adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan
kegiatan memproduksi pembuktian konklusif terhadap suatu persoalan dan
melaporkannya sejara jelas dan sederhana.

Kegiatan jurnalisme investigasi terkait dengan upaya mengembangkan


bangunan fakta-fakta. Nilai mutu laporan jurnalistik ini terletak dalam membangun
dasar fakta-fakta. Hasil liputannya mengeluarkan sebuah judgement yang didasari
oleh fakta-fakta yang melingkupi persoalan yang dilaporkan wartawan. Untuk itulah
pekerjaan ini mementingkan sekali kesiapan kerja wartawan untuk selalu mengecek
fakta-fakta, tidak mudah menaruh kepercayaan kepada segala sesuatu,termasuk tidak
langsung memercayai orang-orang yang memiliki kepentingan. Kerja investigasi
wartawan kerap menemukan area liputan yang mesti dibuka dengan sengaja.
Berbagai narasumber bahkan diasumsikan mempunyai kemungkinan untuk
memanipulasi data. Oleh sebab itu, berbagai data yang didapat memerlukan analisis
kritis wartawan investigasi.
Fakta berasal dari bahasa latin factus yang artinya adalah segala sesuatu yang
tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah
menjadi suatu kenyataan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fakta adalah hal
(keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau
terjadi.1

Investigative: dengan Depth

 Rasionalistik, menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara


empirik dengan skema rasional.
 Rasionalisme-metafisik, berpendapat bahwa sesuatu yang nyata apabila ada
koherensi antara empiri dan obyektif.
 Pragmatisme, memilih pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.2

Dengan menggunakan istilah logis dan rasional sebagai bahan dasar dari
kebenaran dalam pengetahuan, maka kriteria kebenaran tidak dapat berdiri sendiri
sebagai hasil disiplin ilmu, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan permasalahan
yang akan diselesaikan manusia dalam kehidupannya, baik masih berupa hipotesa
sehingga menghasilkan teori. Secara garis besar Ahmad Tafsir menggambarkan
permasalahan sampai menjadi kebenaran secara teori sebagai berikut:

 Hipotesa (dugaan sementara).


 Adanya teori.
 Pengujian teori.
 Teori terbukti dengan uji logika dan uji empiris3

Pelaporan jurnalistik pun membedakan klasifikasi materi pemberitaan. Ada


berita mengenai pemerintahan, politik, keilmuan, bisnis, olahraga, peternakan, buruh,

1
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama 1. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997
2
Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2011
3
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013
pendidikan, sosial, dan lainnya. Pemunculan fenomena peliputan interpretatif
(interpretutive reporting), pada pertengahan abad kc-20, mengharuskan wartawan
untuk mengenali bagaitnana mernaparkan latar belakang dari sebuah berita. Hal ini
berarti pengenalan terhadap makna sebuah berita, atau apa itu berita.4

Selain itu, dikenali bentukan berita yang diukur melalui keringkas-annya. F.


Fraser Bond', pada tahun 1960-an, memperkenalkan istilah Spot News. Berita ini
merupakan potongan-potongan penting dari sebuah peristiwa yang aktual, saat itu
juga, harus dilaporkan. Dengan kata lain, ada sebuah upaya meringkaskan apa yang
paling penting harus diketahui masyarakat. Pengertian spot news mengilustrasikan
rangkaian kata-kata ajektif yang menunjukkan sifat rush pada materi berita yang
dilaporkan. Di sana ada: fakta-fakta yang tidak terduga, langsung, baru, penting,
segera. Kejadiannya bukan sesuatu yang tclah terencanakan dan terskedul. Spot
mengindikasikan datangnya peristiwa hanya beberapa menit dari waktu cetak.

Pada kelanjutannya, dunia pemberitaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Para


reporter dan editor bergerak atas asumsi-asumsi dan kecenderungannya pada opini
publik. Konsekuensinya, berbagai kriteria personal pun dikriteriakan. Ketidaksamaan
setiap media terjadi dalam menentukan raihan peristiwa yang dianggap rush.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat, kerangka perumusan berita


berkembang pula rnengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal-hal yang menjadi
ukuran keterkenalan dari tokoh publik, misalnya, membawakan perubahan sosok dari
konservatisme Ratu Elizabeth Inggris yang mencoba menghindari skandal dan
pemberontakan, beralih ke sosok Princes of Diana yang dipenuhi dengan kisah
selebritis tragis beserta pemberontakkannya. Area nilai konflik pun melebar, tidak
lagi sekadar perkelahian yang bersifat fisikal melainkan melebar sampai ke wilayah
maya, virtual reality. Ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat menjadi salah
satu asumsi konflik ketika wartawan hendak meliput pelbagai peristiwa buru-hara,

4
Septiawan Santara K.Jurnalisme Investigasi, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor, 2003)hlm. 69
pertempuran antarkelompok sosial. Para wartawan harus memperhatikan
upaya¬upaya pemecahan non-kekerasan, di dalam ruang dan waktu pemberitaan
mereka. Liputan jurnalistik menuntut materi tentang pelbagai sebab yang mendorong
terjadinya kerusuhan, dalam pelbagai motif dan dimensinya. Dalam perumusan
lainnya, konsep tradisional Apa, Siapa, Kapan, mengenai alasan atau pemikiran atau
motif dari gerakan-gerakan protes yang tengah terjadi.

Berkaitan dengan itu, kerja peliputan berita pun berubah pula. Peliputan
mengharuskan pencarian fakta ke tempat-tempat yang tidak berasal dari satu sumber.
Pencarian fakta, melalui dokumen¬dokumen dan catatan-catatan penting lain, harus
dikerjakan di dalam pcliputan. Data-data mcsti dicari, dengan menggunakan data base
komputer yang bisa diakses, ke tempat-tempat seperti perpustakaan universitas,
perpustakaan publik organisa.si-organisasi berita. Ketika mendapatkan data sumber-
sumber yang dapat dimintai keterangan, peliputan mesti memastikan sumber-sumber
tersebut telah memiliki kualifikasi dan reliabel. Wawancara dipilih kepada orang-
orang yang memiliki keahlian (pakar/ahli) di bidangnya, atau narasumber yang telah
memiliki referensi dan pengalaman. Peliputan juga harus dapat menjaga
keberimbangan narasumber yang diekspos, bila dilihat dari kescluruhan topik yang
dibahas. Peliputan mesti dapat mengangkat esensi argumen dari pelbagai keterangan
yang dikemukan narasumber. Peliputan pun harus dapat menjaga kesalahan kutipan
atau pengertian yang telah dikemukan sumber-sumber informasi.5

Dekade 1990-an mengenali kebiasaan jurnalisme yang mengarahkan


pemberitaan berdasarkan kepentingan dan keinginan para pe kerja media. Banyak
editor berita mengerangkakan peinheritaan kepada konsep pelaporan seperti political
stories, features, dan hard news, dan mengenyampingkan perhatiannya kepada jenis
pemberitaan yang lain. Setiap pemberitaan dipengaruhi oleh suasana politik di bagian
newsroom. Struktur kekuasaan meng¬akibatkan para editor (redaktur), penerbit, dan
manajer-manajer pemberitaan, menduduki posisi-posisi penting dalam membuat
5
Septiawan Santara K.Jurnalisme Investigasi, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor, 2003)hlm 73
keputusan berita yang hendak diangkat. Mereka bisa menjadi peng¬gagas apa yang
harus diliput dan melaporkannya, serta menyerahkan keleluasaan reporter untuk
meliput sepanjang waktu yang dibutuhkan. Banyak pemilik media menyukai, dan
memberi tekanan khusus, kepada jenis pemberitaan tertentu.

Elemen Investigasi

Hampir semua jurnalis berpendapat bahwa status investigasi bukan ditentukan


oleh panjang pendeknya laporan, atau apakah dia menggunakan teknik menyamar
dalam liputannya, melainkan apakah laporan itu mengungkap kasus kejahatan
terhadap kepentingan publik; apakah laporan itu tuntas meniawab semua hal tanpa
menyisakan sedikit pun pertanyaan (karena kejahatan tersebut biasanya dilakukan
secara sistematis); apakah laporan itu sudah mendudukkan aktor-aktor yang terlibat
disertai buktinya (karena sistematis, maka dalam kejahatan itu biasanya ada
pembagian peran, aktor pengecoh, dan kambing hitam atau korban); serta, apakah
pembaca/pendengar/penonton sudah paham dengan kompleksitas masalah yang
dilaporkan.

Maka, jurnalisme investigasi biasanya memenuhi elemen-elemen ini:

 Mengungkap kejahatan terhadap kepentingan publik, atau tindakan yang


merugikan orang lain.
 Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis
(ada kaftan atau benang merah).
 Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakan persoalan
dengan gamblang.
 Mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung bukti-bukti
yang kuat.
 Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa
membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.
Tanpa kelima elemen tersebut, sebuah laporan panjang barangkali hanya bisa disebut
sebagai laporan mendalam (in-depth reporting). Nah, untuk mendapatkan kelima hal
di atas, tentu saja ada metode atau teknik yang bisa digunakan, yakni teknik
investigasi. Jadi, teknik investigasi seperti mendapatkan dokumen atau penyamaran
hanya salah satu sub¬elemen dalam jurnalisme investigasi.

Kelima hal di atas juga mencakup unsur "ontologi, epistemologi, dan aksiologi" atau
unsur "kognitif, afektif, dan psikomotorik". Ada elemen pilihan topik (menyangkut
kejahatan publik yang sistematis), ada elemen metodologi dan teknik (pembuktian
dan pengaitan benang merah), ada elemen penggarapan materi liputan (komprehensif
dan terstruktur), dan ada elemen manfaat bagi publik serta menggerakkan perubahan
sosial (psikomotorik). Agar bermanfaat, tentu hal paling awal adalah membuat
mereka memahami dulu secara baik dan benar apa-apa saja yang kita laporkan, tanpa
menyisakan sedikit pun keraguan atau ketidakmengertian.

Memang ada sejumlah jurnalis senior seperti Robert Greene dari Newsday (Amerika)
yang menegaskan adanya elemen "disembunyikan” dan "orisinal" dalam sebuah
laporan investigasi. Jadi menurut Greene, yang oleh sebagian kalangan disebut
sebagai "Bapak Jurnalisme Investigasi Modern", topik seputar kejahatan publik saja
tidak cukup disebut layak investigasi, tapi haruslah yang orisinal, dan bukan
menindaklanjuti investigasi pihak lain, seperti polisi atau jaksa. Itulah jurnalisme
investigasi. Peraih dua Pulitzer pada 1970 dan 1974 ini juga menegaskan pentingnya
elemen "dirahasiakan oleh mereka yang terlibat". Jadi bila ada kejahatan yang
sengaja ditutup-tutupi, maka itulah pintu masuk untuk jurnalisme investigasi.

Dalam konteks ruang dan waktu tertentu, konsep tersebut tentu patut didukung.
Laporan investigasi memang sepatutnya dikembangkan dari basil temuan-temuan
sendiri, bukan mengekor basil investigasi pihak lain. Sebab, ada perbedaan besar
antara membuat liputan investigasi dan memberitakan basil investigasi (polisi dan
jaksa). Ada perbedaan besar antara melakukan investigasi dalam kasus pembunuhan
yang diduga melibatkan Antasari Azhar (Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi/KPK) dan memberitakan hasil investigasi polisi dalam kasus tersebut. Sama
berbedanya dengan melakukan investigasi kasus terorisme peledakan born di hotel
JW Marriott dan Ritz-Carlton (Juli 2009) dengan sekadar menyiarkan basil
investigasi Densus 88.

Kita perlu kembali meluruskan kesalahkaprahan ini. Ada liputan-liputan yang


sebenamya hanya melaporkan basil investigasi aparat hukum, lalu disebut sebagai
liputan investigasi. Ini adalah kerancuan yang biasanya banyak terjadi dalam berita-
berita korupsi atau kriminal. Hanya karena memegang bocoran Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) beberapa tersangka, lalu laporan tersebut diberi label investigasi.
Atau hanya karena memperoleh fotokopi dokumen dari penyidik atau pihak lain, lalu
disebut investigasi. Padahal, jurnalisnya hanya menulis ulang apa yang sudah
ditemukan oleh aparat penyelidik atau penyidik. Semua temuan yang dia sajikan
adalah temuan aparat. Tidak ada sedikit pun upaya untuk menelusuri sendiri, baik
untuk menguatkan versi aparat, atau justru membantahnya.

Bedanya dengan In-Depth Reporting

In-depth reporting atau laporan mendalam biasanya juga disajikan panjang lebar.
Tetapi, dia hanya berhenti pada pemetaan masalah. Laporan investigasi lebih maju
dengan mencari di mana letak kesalahannya, apakah terjadi secara sistematis, dan
siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab.

Bila dibedakan antara laporan biasa (regular news), laporan mendalam (in-depth
reporting) dan laporan investigasi (investigative reporting), barangkali
perbandingannya adalah sebagai berikut:

Regular News
 Laporan yang menunjukkan
 Menceritakan, apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana (5W+1H)
 Sebagai informasi (data) bagi publik

In-depth

 Laporan yang menceritakan


 Lebih menjelaskan bagaimana dan mengapa (how dan why)

Investigative

 Laporan yang menjelaskan


 Lebih menjelaskan apa dan siapa
 Membeberkan dan meluruskan persoalan dengan bergerak maju pada
pertanyaan: bagaimana bisa, sejauh mans, siapa saja
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. fakta adalah hal, peristiwa, keadaan atau sesuatu yang merupakan


kenyataan yangb benar-benar ada atau terjadi. Fakta menunjukkan suatu
kebenaran informasi, artinya hal atau peristiwa tersebut terbukti benar-benar
ada. Sedangkan kebenaran adalah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta
dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu
orang lain menganggap benar.

2. Hubungan antara fakta dan teori adalah sebagai berikut :

 Fakta memprakarsai teori : Terdapat berbagai fakta yang kita


dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori
baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara
terciptanya sebuah teori.
 Fakta memformulasikan kembali teori yang ada. Tidak semua
fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan
dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan
menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan
demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
 Fakta memberi jalan mengubah teori : Fakta mampu
memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah
orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan
bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama 1. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997
Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013
Septiawan Santara K.Jurnalisme Investigasi, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor,
2003)hlm. 69
Septiawan Santara K.Jurnalisme Investigasi, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor,
2003)hlm 73

Anda mungkin juga menyukai