Anda di halaman 1dari 8

Implementasi Kebijakan Protokol Kesehatan di Tempat Wisata

Disusun Oleh:

1. Muhammad Mirza Nurraihan (1900029002)


2. An Nisa Ridha Salma (1900029006)
3. Erky Fajar Zulfikar (1900029014)

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan
2021
Implementasi Kebijakan Protokol Kesehatan di Tempat Wisata

Istilah pariwisata (tourism) baru mancul di masyarakat di masyarakat kira-kira pada abad
ke-18, khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris. Istilah pariwisata berasal dari
dilaksanakannya kegiatan wisata (tour), yaitu suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sementara
dari seseorang, di luar tempat tinggal sehari-hari dengan suatu alasan apa pun selain melakukan
kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji (Muljadi, 2012).
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ketempat lain bersifat sementara, dilakukan
perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan
kebahagiaan dengan lingkungan dalam dimensi sosial budaya, alam, dan ilmu (Muljadi, 2012).
Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat
pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar
negeri (meliputi pendiaman orangorang dari daerah lain) untuk mencari kepuasan yang beraneka
ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap
(Muljadi, 2012).
Pembangunan kepariwisataan memiliki peran yang penting dalam aspek ekonomi, sosial
dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor pariwisata memberi kontribusi devisa dari
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
beserta komponen-komponennya. Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam penyerapan
tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, dan peningkatan jati diri bangsa. Dalam
aspek lingkungan, dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam
dan laut, dan alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional.
Tujuan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam,
lingkungan dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa
cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan antar
bangsa (Drs. Muchamad Zaenuri, 2013).
Pada awal tahun 2020 dunia diguncangkan dengan hadirnya wabah virus covid-19.
Menurut WHO, covid-19 atau yang disebut dengan virus corona adalah keluarga besar virus
yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Pada manusia virus corona
menyebabkan infeksi pernapasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah. Covid-
19 adalah wabah global yang mulanya terjadi di kota Wuhan, China pada akhir tahun 2019 yang
kemudian menyebar dengan cepat ke 210 negara di dunia, termasuk Indonesia hanya dalam
waktu beberapa bulan. Adanya covid-19 membawa dampak yang luar biasa yaitu hampir seluruh
sendisendi kehidupan di belahan dunia mengalami kelumpuhan tak terkecuali Indonesia. Untuk
membatasi penyebaran covid-19 pemerintah di seluruh dunia mengambil sebuah tindakan yaitu
memberlakukan Lockdown atau melarang seluruh negara atau kota-kota yang paling terdampak
covid untuk memasuki wilayah perbatasan mereka. Hal ini dilakukan agar penyebaran covid-19
dapat di tekan Pemerintah Indonesia juga bertindak untuk menekan penyebaran covid19.
Presiden Indonesia, Joko Widodo mengeluarkan instruksi yaitu Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB).
Adanya pembatasan sosial ini mengakibatkan kemandekan di berbagai sektor, baik sektor
ekonomi, sosial dan politik. Sektor pariwisata adalah sektor yang paling terdampak dengan
adanya pandemi ini. Saat ini diperkirakan 75 juta lapangan pekerjaan pada sektor pariwisata
mengalami guncangan dan industri pariwisata beresiko kehilangan omsetnya lebih dari 2,1 triliun
US $. Di Indonesia, tekanan terhadap sektor pariwisata dapat dilihat dari penurunan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara yaitu total kunjungan wisman pada Januari-Mei 2020 sebesar
2,9 juta menurun 53,36 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,3 juta kunjungan.
Penurunan juga terjadi pada kunjungan wisatawan domestik, terutama masyarakat Indonesia
yang enggan untuk melakukan perjalanan, karena khawatir dengan dampak covid-19. Penurunan
pada sektor pariwisata berdampak pada usaha UMKM dan lapangan kerja. Selama ini sektor
pariwisata merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Dari uraian diatas
mengindikasikan bahwa kondisi sektor pariwisata di Indonesia masih belum stabil akibat
pandemi covid-19. Untuk itu penulis mencoba melihat kondisi pariwisata di Indonesia di tengah
pandemi covid-19 dan langkah yang ditempuh pemerintah untuk memulihkan sektor pariwisata
salah satunya yaitu menerapkan kebijakan protocol Kesehatan di tempat wisata (Utami &
Kafabih, 2020)
Pandemi Covid 19 telah berdampak terhadap berbagai sektor dalam kehidupan manusia.
Sektor pariwisata yang selama ini digadang-gadang sebagai sumber kontribusi devisa terbesar
kedua bagi Indonesia mengalami penurunan drastis. Sejumlah stimulus disiapkan pemerintah
untuk membangkitkan sektor pariwisata tak mampu membendung dampak negatif COVID-19.
Tidak adanya kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri menyebabkan banyak atraksi
wisata budaya ditutup, mayoritas hotel juga mengalami penurunan dan berarti tak ada
pendapatan bagi masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata maupun pemasukan anggaran bagi
pemerintah provinsi.(Solemede et al., 2020)
Pelaku usaha pariwisata sudah peduli khususnya terkait dengan protokol kesehatan, SOP
kesehatan yang diterapkan menjadi bentuk jaminan kesehatan, keamanan dan keselamatan bagi
konsumen. Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh pelaku usaha tentu harus didukung
kepercayaan, karena kepercayaan diri dalam bertransaksi di Sektor Pariwisata perlu dibangun
baik oleh Pemerintah dan Pelaku Usaha serta konsumen sendiri. Peran aktif Pemda dalam
menjaga kelangsungan pelaku bisnis pariwisata dengan memberikan insentif kepada mereka,
promosi perlu dihidupkan, ketegasan dalam penerapan protokol kesehatan juga perlu diperketat
guna memberi rasa aman dan membangkitkan kepercayaan konsumen pariwisata. Semua
pemangku kepentingan harus berkolaborasi dengan tetap memenuhi hak-hak konsumen serta
rekomendasi yang dibuat dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah dan menjadi perbaikan
perlindungan konsumen kedepan”, pungkas Arief selaku Ketua komisi penelitian dan
pengembangan BPKN.(Badan Perlindungan Konsumen Nasional, 2020)
Maka dari itu, muncullah inisiatif baru berupa terobosan untuk berwisata aman di tengah
pandemi. Pemerintah pusat yang menggaungkan kampanye tagar #DiIndonesiaAja yang
bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia berwisata di dalam negeri saja. Tujuannya
adalah agar cash flow aliran dana konsumsi masyarakat hanya berputar di dalam negeri.
(Maharani and Mahalika, 2020)
Skema tatanan kenormalan baru dianggap sangat penting dalam menghadapi sektor
pariwisata ke depan. Pertama, modifikasi cara kerja, kemudian implementasi perilaku
meminimalisir sentuhan lalu sanitasi yang harus diperbaiki dengan menyesuaikan protokol
kesehatan. Para pelaku industri pariwisata perlu menjalankan pemeriksaan kesehatan dan
sertifikasi kesehatan bagi para pekerja di sektor pariwisata. Hal ini perlu dilakukan agar pekerja
pariwisata bebas dari covid-19 sehingga wisatawan aman untuk datang dan berkunjung. Mereka
juga perlu menerapkan praktik baru untuk akomodasi makanan dan minuman bagi keamanan
serta kesehatan para pengunjung, seperti penggunaan wadah makanan atau piring sekali pakai.
(Kiswantoro, Rohman and Susanto, 2020).
Dalam model ini, pemangku kepentingan pariwisata perlu mempersiapkan usaha untuk
dapat memecah konsentrasi massa. Sehingga, jenis wisata non-massal dan pariwisata berbatas
bisa menjadi pilihan yang memungkinkan untuk diterapkan oleh ODTW. Kunjungan yang
bersifat individual atau dalam kelompok kecil kurang dari 5 orang, dan bersifat perjalanan lokal
di dalam suatu kawasan, mungkin akan segera tumbuh setelah pembatasan mobilitas massa
dilonggarkan meskipun di tengah masa pandemi. Selain itu, model paket wisata dengan
pemesanan atau reservasi terlebih dahulu juga perlu disiapkan. Hal ini sebagai bentuk usaha
memberikan rasa aman bagi wisatawan dalam rangka memastikan bahwa tidak ada kerumunan
massa pada ODTW yang akan dituju.(Gunagama, Naurah and Prabono, 2020)
Menghidupkan kembali sektor pariwisata ini bukan berarti tanpa persiapan yang matang.
Menurut WHO, negara/ wilayah yang akan menerapkan kelaziman baru (new normal) paling
tidak memenuhi beberapa persayaratan. Kriteria yang pertama adalah negara yang akan
menerapkan konsep new normal harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 di wilayahnya
telah bisa dikendalikan. Kriteria yang kedua adalah sistem kesehatan yang ada sudah mampu
melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang
yang terinfeksi. Sistem kesehatan ini mencakup rumah sakit hingga peralatan medis. Kriteria
yang ketiga adalah resiko wabah virus corona harus ditekan untuk wilayah atau tempat dengan
kerentanan yang tinggi. Utamanya adalah di , fasilitas kesehatan mental, serta kawasan
pemukiman yang padat.Kriteria yang keempat adalah penetapan langkah-langkah pencegahan di
lingkungan kerja. Langkah-langkah pencegahan ini meliputi penerapan jaga jarak fisik,
ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan penerapan etika pernapasan seperti penggunaan masker
(Dinas Pariwisata Bantul, 2020).
Menurut World Travel & Tourism Council (WTTC) beberapa hal yang harus
dipersiapkan dalam menghadapi new normal adalah memperhatikan kesiapan operasional dan
staf, memastikan pengalaman yang aman, membangun kembali kepercayaan wisatawan, dan
kepercayaan diri serta penerapan kebijakan yang memungkinkan.
Destinasi wisata sebagai ikon pariwisata suatu daerah, sangat memegang peranan penting
dalam kemajuan pariwisata suatu daerah. Destinasi Pariwisata, menurut UU no 10 tahun 2009
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di
dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan yang termasuk
dalam destinasi wisata antara lain desa wisata, objek wisata alam maupun buatan. Selama masa
vakum kemarin, diharapkan pengelola destinasi wisata telah mempersiapkan diri menghadapi
pembukaan destinasi wisata ini. Protokol standar yang wajib diperhatikan adalah sebagai berikut:
pertama, pastikan seluruh area umum bersih Melakukan pembersihan menggunakan desinfektan
minimal 3 kali sehari terutama pada waktu aktivitas padat (pagi, siang dan sore hari) di setiap
lokasi representatif (pegangan pintu, tombol lift, pegangan eskalator, dll.) kedua, deteksi suhu
tubuh di setiap titik pintu masuk tempat wisata Jika suhu tubuh masyarakat terdeteksi ≥ 38,0 C,
dianjurkan untuk segera memeriksakan kondisi tubuh ke fasilitas pelayanan kesehatan dan tidak
diperkenankan untuk memasuki tempat wisata. Ketiga, sementara menunda perhelatan besar
yang mendatangkan masyarakat dalam jumlah banyak (contoh konser, seminar, dll). Bila ada
pertemuan dibatasi max 20 peserta. Keempat, sementara membatasi pengunjung hanya dari
wilayah setempat sampai ditentukan lain oleh Dinas setelah berkoordinasi dengan Gugus Tugas
Penanggulangan Covid-19 Kabupaten setempat. Kelima, promosikan cuci tangan secara teratur
dan menyeluruh, pajang poster mengenai pentingnya cuci tangan dan tata cara cuci tangan yang
benar, pastikan tempat wisata memiliki akses untuk cuci tangan dengan sabun dan air atau
pencuci tangan berbasis alcohol, tempatkan dispenser pembersih tangan di tempat-tempat
strategis dan mudah dijangkau masyarakat di tempat wisata dan pastikan dispenser ini diisi ulang
secara teratur. Keenam mensosialisasikan etika batuk/ bersin di tempat wisata, pajang poster
tentang mengenai pentingnya menerapkan etika batuk/ bersin serta tata cara bersin/ batuk di
tempat wisata, pengelola tempat wisata harus menyediakan masker wajah dan atau tisu yang
diberikan untuk seluruh pengunjung dan penumpang yang mempunyai gejala flu atau batuk.
Ketujuh memperbaharui informasi tentang Covid-19 secara reguler dan menempatkan di area
yang mudah dilihat oleh pengunjung. Kedelapan menyediakan media komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) mengenai pencegahan dan pengendalian Covid-19 di lokasi strategis di setiap
tempat wisata. Kesembilan Bekerja sama dengan fasilitas kesehatan terdekat untuk prosedur
perujukan wisatawan yang sakit dan peningkatan pengetahuan staf tentang alat perlindungan diri
dan pencegahan infeksi. Kesepuluh pengaturan ulang system ticketing, system pembayaran
cashless, system reservasi di destinasi wisata. Khusus untuk desa wisata antrian reservasi ini
sekaligus untuk mempersiapkan paket edukasi yang dipilih oleh wisatawan. Dan yang terakhir
melakukan pembatasan pengunjung sesuai dengan kapasitas petugas dan ratio wisatawan
dibandingkan luas area lahan (sistem buka tutup) (Dinas Pariwisata Bantul, 2020).
Di dalam sektor pariwisata tidak lepas dari permasalahan kesehatan. Tempat wisata
memilki banyak risiko penularan penyakit, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini. Hal ini
dapat terjadi karena tempat wisata adalah tempat yang sering dikunjungi oleh berbagai
wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri yang memiliki status kesehatan yang berbeda-
beda. Kebijakan pemerintah yang awalnya menutup sektor pariwisata karena sangat berisiko
dalam penularan Covid-19. Namun setelah banyak pertimbangan, kini muncul kebijakan terkait
pembukaan kembali sektor pariwisata dengan syarat mematuhi protokol kesehatan. Kebijakan ini
muncul karena dengan mempertimbangkan dari sisi ekonomi pelaku pengelola pariwisata, selain
itu pada hakikatnya berwisata adalah kebutuhan manusia untuk berekreasi agar tidak jenuh.
Namun dalam pelaksanaan pariwisata tentunya dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Beberapa protokol kesehatan yang perlu diperhatikan oleh pengelola wisata yaitu terkait
pembatasan pengunjung, fasilitas pendukung seperti tempat cuci tangan, tanda jaga jarak,
penyediaan masker, dan lain sebagainya, melakukan skrining kesehatan di awal sebelum masuk
tempat wisata seperti pengecekan suhu tubuh, lalu mulai menerapkan pembayaran non-tunai,
yang tidak bersentuhan langsung dengan uang,selain itu penyediaan media promosi kesehatan
seperti poster sangat penting untuk mengedukasi wisatawan dan memberikan informasi yang
terpercaya. Adapun kewajiban wisatawan yang berkunjung yaitu menerapkan protokol kesehatan
yang diberlakukan oleh pengelola tempat wisata. Dengan adanya kebijakan penerapan protokol
kesehatan di tempat wisata akan mengurangi risiko penularan Covid-19. Keberhasilan kebijakan
ini harus didukung baik dari pihak pengelola wisata maupun pengunjung atau wisatawan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (2020) ‘Pariwisata nasional dalam masa pandemi’,
(32), pp. 5–6.
Dinas Pariwisata Bantul. (2020). Covid-19 Sektor.
Drs. Muchamad Zaenuri, M. S. (2013). Perencanaan Strategis Kepariwisataan Daerah. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). e-Gov Publishing.
Gunagama, M. G., Naurah, Y. R. and Prabono, A. E. P. (2020) ‘Pariwisata Pascapandemi:
Pelajaran Penting dan Prospek Pengembangan’, LOSARI : Jurnal Arsitektur Kota dan
Pemukiman, 5(2), pp. 56–68. doi: 10.33096/losari.v5i2.76.
Kiswantoro, A., Rohman, H. and Susanto, D. R. (2020) ‘Penyaluran Alat Pencegahan dan
Sosialisasi Protokoler Kesehatan untuk Pelayanan Kunjungan Wisatawan dalam
Menghadapi New Normal Pasca Pandemi Covid-19’, Jurnal Abdimas Pariwisata, 1(2),
pp. 38–51.
Maharani, A. and Mahalika, F. (2020) ‘New Normal Tourism Sebagai Pendukung Ketahanan
Ekonomi Nasional Pada Masa Pandemi ( New Normal Tourism As a Support of National
Economic Resistance in the Pandemic Period )’, Jurnal Kajian LEMHANNAS RI, 8, p.
14. Available at: http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/87.
Muljadi, A. . (2012). Kepariwisataan dan Perjalanan. PT Raja Grafindo Persada.
Solemede, I. et al. (2020) ‘STRATEGI PEMULIHAN POTENSI PARIWISATA BUDAYA DI
PROVINSI MALUKU ( Suatu Kajian Analisis di Masa Transisi Kenormalan Baru )’,
Jurnal Ilmu Sosial Keagamaan, I(1), pp. 69–86.
Utami, B. S. A., & Kafabih, A. (2020). Sektor Pariwisata Indonesia di Tengah Pandemi Covid
19. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan (JDEP), 4(1), 368–375.
http://jdep.upnjatim.ac.id/index.php/jdep/article/view/121

Anda mungkin juga menyukai