Anda di halaman 1dari 84

MAKALAH

oleh
Setyawan Pujiono
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 20
10
DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
DAN TE
KNIK PENYUSUNAN PROPOSAL
Dipresentasikan pada
Workshop
Action Research
untuk Guru
-
guru
S
MK Se
-
Kabupaten Purworejo
1
DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
DAN TEKNIK
PENYUSUNAN PROPOSAL
*)
oleh: Setyawan Pujiono
A.
PENGANTAR
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris disebut
Classroom
Action Research
(CAR) telah
dilaksanakan oleh para guru SMP,
MTs
, SMA, SMK,
di
berbagai provinsi di Indonesia. Oleh karena itu, PTK sudah mulai dikenal
oleh para
guru semenjak tahun 1999.
Setelah itu, guru jenjang TK, SD dan
MAN
juga mengenal
dan melaksanakan PTK. Sekarang PTK malah diwajibkan oleh pemerintah
kepada
guru.
PTK dilakukan oleh suatu kelompok atau gugus yang beranggotakan
beberapa
guru, satu guru inti ata
u senior, pembimbing atau instruktur, dan kepala sekolah
sebagai ketua tim. Jumlah anggota gugus antara 3 s.d. 1
0
orang. Jumlah anggota
gugus dapat lebih kecil, agar setiap anggota mempunyai peran dan
tanggung jawab
yang lebih besar dalam pelaksanaan PTK.
Gugus ini mirip dengan Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) sehingga PTK sering dianggap sebagai
revitalisasi kegiatan
MGMP karena masalah yang dibahas jauh lebih terfokus dan mengarah
pada
pengembangan kompetensi profesional guru.
Maraknya Penelitian Ti
ndakan Kelas (PTK) atau
Classroom Action Research
merupakan kajian ilmu yang perlu disikapi oleh kaum akademik. Beberapa
jenis
penelitian yang ada, Penelitian Tindakan Kelas sangat disukai oleh
beberapa peneliti
(dosen ataupun guru). Belum diketahui alasa
nnya, mengapa jenis penelitian ini sangat
banyak yang melakukannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada hasil
penelitian
yang dilakukan oleh dosen, guru, dan mahasiswa yang ada
diperpustakaan.
Untuk lebih jelasnya PTK memang lebih relevan dilakukan ole
h guru atau
dosen. Karena pada intinya PTK adalah jenis penelitian untuk mengetahui
proses
pembelajaran dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas yang
urgen. Tujuan
yang lebih utama dari penelitian tindakan kelas adalah pemberdayaan
orang
-
orang
yang ter
libat dalam penelitian tersebut.
Jika
penelitian itu di kelas anggota peneliti yang
terlibat adalah guru
-
guru dan siswa.
Setelah kita mengetahui pengetahuan dasar tentang PTK yang perlu
dijelaskan
adalah bagaimana mendesain penelitian dan
menyusun propos
al penelitian
. Penulis
mengambil subtema tersebut karena desain penelitian merupakan langkah
awal untuk
menentukan bagaimana arah dan tujuan penelitian tersebut dilakukan.
Setelah itu,
penyusunan proposal
juga sangat mendukung terhadap proses penelitian.
Oleh kaena
itu, sangat penting bagi kita untuk menguasai desain model penelitian yang
akan
menjadi pijakan.
2
B.
DESAIN PENELITIAN TINDAKAN
MODEL KURT LEWIN
Kurt Lewin merupakan perintis adanya penelitian tindakan untuk
meningkatkan
kinerja para pekerja
pabrik. Ada empat komponen yang dikenalkan dalam penelitian
tindakan, yaitu (
a) perencanaan (
planning
), (b) tindakan (
action
), (c) observasi
(
observing
), dan (d) refleksi (
reflecting
)
.hubungan dari keempat komponen tersebut
dimakanai menjadi satu siklus.
Tindakan
Perencanaan
Observasi
Refleksi
C.
DESAIN PENELITIAN TINDAKAN
MODEL KEMMIS DAN MCTAGGART
Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari model
yang
dikenalkan oleh Kurt Lewin. Perbedaannya hanya terletak pada komponen
action
dan
observing
dijadikan satu tindakan. Alasan penggambungan itu adalah adanya satu
kesatuan waktu, artinya ketika tindakan berlangsung, maka observasi juga
harus mulai
dilakukan. Jadi model Kemmis dan Mc Taggart mempunyai tiga komponen
utama
yaitu:
planni
ng, action (observing), dan reflecting
. Perbedaan lain dengan model
yang pertama adalah tidak adanya pembatasan siklus tergantung seberapa
keb
e
rhasilan/peningkatan yang ingin diperoleh.
Prosedur dalam penelitian tindakan kelas (PTK) alurnya terarah dan
terencana. Untuk melaksanakan
rencana
penelitian yang terarah dan teratur dalam
prosesnya yang panjang dan kompleks, maka peneliti membagi
pelaksanaan
penelitian ini dalam tiga siklus (tida
k dibatasi) dan dilanjutkan dengan
pengamatan,
refleksi
dan pelaporan. Siklus tersebut adalah pratindakan, siklus I, siklus II, dan
siklus
ke III. Peneliti kemudian mempertajam judul atau objek penelitian,
mengidentifikasi
masalah penelitian, mereviu kepus
takaan, menetapkan konsep dan tujuan penelitian.
Pada saat di lapangan, peneliti melakukan bimbingan, tanyajawab,
pengamatan,
pencatatan dan mengumpulkan sumber data. Peneliti melakukan
kunjungan beberapa
kali untuk melakukan aksi dan pengumpulan data.
P
lan
Reflection
Action/
Observation
Revised
Plan
Reflection
Action/
Observation
Revised
Plan
dst
3
D.
CONTOH PENYUSUNAN
PROPOSAL PTK
Judul:
PENERAPAN STRATEGI
C
ALIS
-
SI
DALAM UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS
ARGUMENTASI
SISWA KELAS VIII DI SMP N I YOGYAKARTA
1.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
1)
B
ahasa Indonesia
penting untuk
menunjang
kegiatan berkomunikasi
2)
Salah satu kemampuan berbahasa adalah keterampilan menulis
3)
Keterampilan menulis siswa
masih rendah
(
masalahnya apa
?
)
4)
Hasil penelitian sebelumnya tentang menulis
5)
Inovasi penerapan strategi,
metode,
atau
media yang relevan
(Strategi
Calis
-
si
)
B.
Identifikasi Masalah
1)
Kemampuan guru dalam mengantisipasi pembaruan pembelajaran menulis
yang belum maksimal
2)
S
ikap dan motivasi siswa
rendah
terhadap pembelajaran menulis argumentasi
di SMP Negeri I Yogyakarta.
3)
Kemampuan menulis
dan m
inat siswa terhadap pembelajaran menulis
argumentasi di SMP Negeri I Yogyakarta
belum baik
.
4)
Guru masih menggunakan metode atau strategi yang tradisional.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka,
Penelitian ini
difokuskan
pada
upaya peningkatan kemampuan menulis argumentasi
s
iswa
k
elas VIII di SMP N I
Bambanglipuro Bantul Yogyakarta
.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini
adalah
Bagaimanakah penerapan strategi
Calis
-
s
i
dalam upaya peningkatan
kemampuan menulis argumentasi siswa kelas VIII di
SMK
N I Bambanglipuro
Bantul Yogyakarta?
E.
Tujuan Penelitian
1)
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk; Meningkatkan kemampuan
menulis argumentasi siswa kelas VIII S
MP Negeri I Bambangglipuro Bantul
Yogyakarta, baik secara proses maupun
hasilnya
dengan strategi pramenulis
C
ubing
.
2)
Tujuan
khusus berdasarkan pada rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni
menemukan strategi yang tepat untuk meningkatkan keterampilan menulis
argumentasi siswa. Salah satu strategi yang diterapkan untuk
meningkatkan
kemampuan keterampilan menulis argumentasi
siswa menjadi lebih baik
adalah strategi pramenulis
Calis
-
s
i
.
4
F.
Manfaat Penelitian
1)
Bagi Siswa: meningkat
nya
keterampilan siswa dalam menulis argumentasi
menjadi lebih baik, di samping dapat mengungkapkan ide
-
ide dan pengalaman
yang dimiliknya.
2)
Bagi Guru:
m
enjadi masukan yang berarti untuk mengembangkan met
ode
pembelajaran
yang
inovatif,
sekaligus
dapat
mengembangkan
profesiaonalismenya dalam meningkatkan tujuan, proses dan hasil dari
pembelajaran yang dilakukan.
G.
Batasan Istilah
Deskripsi istilah
-
istilah yang berkaitan dengan topik penelitian
1)
Pembelajaran menulis
2)
Menulis argumentasi
3)
Strategi,
4)
Strategi
Calis
-
s
i
5)
Evaluasi
2.
KAJIAN TEORI
Kajian teori membahas teori
-
teori pokok yang berkaitan dengan judul penelitian
yang diangkat dari berbagai macam sumber
3.
METODE PENELITIAN
a.
Subjek dan
Objek P
enelitian
b.
Setting Penelitian
c.
D
e
sain & Tindakan
Penelitian
(
t
ahapan & langkah
-
langkah
pembelajarannya)
d.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
e.
Instrumen Penelitian
f.
Metode dan Teknik Analisis Data
4.
DAFTAR PUSTAKA
Catatan semua sumber pustaka yang dijadikan rujukan dalam penyusunan
proposal dan p
elaporan
penelitian
STRATEGI DALAM PELATIHAN INI ADALAH “
CA
-
LIS
-
SI

1.
Baca
: peserta pelatihan membaca materi dari instruktur (memahami isi, tanya
jawab,
membentuk kelompok
).
2.
Tulis
: peserta mulai menulis proposal PTK (organisasi, bahasa, dan EYD).
3.
Presentasi
: peserta mempresentasikan hasil proposal yang ditulis dalam
kelompoknya
(model, diskusi, revisi, dan refleksi)
5
Keterangan
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang

Latar belakang munculnya permasalahan

Kesenjan
gan antara kondisi ideal dengan yang ada

Pemilihan tindakan dan argumentasi teoritik

Pentingnya persoalan untuk diteliti
b.
Identifikasi Masalah
Semua permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sehubungan
dengan
topik yang akan diteliti
c.
Pemba
tasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dipilih masalah yang menjadi fokus
penelitian
d.
Rumusan Masalah
Pernyataan tentang masalah yang akan menjadi orientasi fokus
penelitian dan
dinyatakan dalam kalimat pertanyaan
e.
Tujuan Penelitian
Target yang akan dicapai melalui PTK ini (tujuan dapat terukur)
f.
Manfaat Penelitian
Manfaat harus jelas dan dapat ditinjau dari
kepentingan siswa, gur
u, lembaga,
dll.
g.
Batasan Istilah
Deskripsi istilah
-
istilah yang berkaitan dengan topik penelitian

Proposal PTK Bahasa Inggris


PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
(CLASSROOM ACTION RESEARCH)

PENGGUNAAN TEKNIK DICTOGLOSS UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN MENYIMAK PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SMK NEGERI 2 MALANG

Oleh :
Iwik Pratiwi, S.Pd
NIP. 19690402 199703 2 005

DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2 MALANG
2011

A. JUDUL PENELITIAN TINDAKAN KELAS


PENGGUNAAN TEKNIK DICTOGLOSS UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYIMAK PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI
SMK NEGERI 2 MALANG

B. PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil pemetaan Try Out Ujian Nasional yang telah dilaksanakan tiga kali selama periode
September 2010 sampai dengan Januari 2011, kemampuan menyimak siswa kelas XII SMK Negeri 2
Malang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prosentase ketuntasan pada soal soal
menyimak yang disajikan. Rendahnya kemampuan menyimak ini disebabkan:
1) Sebagian besar guru Bahasa Inggris di SMK Negeri 2 Malang masih lebih banyak mengajar dengan
metode ceramah dan ekspository. Hal ini sangat dipahami karena masa belajar kelas XII yang lebih
pendek dari pada kelas X dan XI , sehingga sebagian besar guru mengejar target kurikulum tanpa
memperhitungkan keterserapan pembelajaran pada siswa. Selain itu, alokasi jam pembelajaran juga
banyak terkurangi karena banyaknya kegiatan akademis dan non akademis yang berkaitan langsung
maupun tidak langsung dengan proses penuntasan belajar
siswa kelas XII.
2) Terbatasnya fasilitas pembelajaran untuk mendukung kemampuan menyimak seperti laboratorium
bahasa, tape recorder, speaker dan lain lain mengakibatkan sebagian guru tidak mendapatkan
kesempatan untuk mengajar menyimak atau lebih memilih untuk mengajar kemampuan lain, karena
mengajar menyimak dianggap lebih merepotkan dan membutuhkan banyak persiapan.
3) Rendahnya kualitas pembelajaran juga merupakan faktor penyebab rendahnya kemampuan
menyimak. Para guru yang mengajar siswa kelas XII dituntut untuk lebih banyak mempersiapkan anak
didiknya menghadapi Ujian Nasional. Namun kebijakan ini lebih banyak diterjemahkan dengan cara
menyajikan pembelajaran berbasis Ujian Nasional, dengan kata lain penyajian pembelajaran lebih
ditekankan pada pembahasan soal soal try out dan prediksi Ujian Nasional. Akibatnya pembelajaran
masih berpusat pada guru dan sebagian besar siswa
masih pasif.
Tidak mengherankan jika sampai saat ini Bahasa Inggris masih menjadi mata pelajaran yang menakutkan
dan bahkan membosankan bagi kelas XII, dan jika hal ini berlanjut, dikuatirkan akan mempengaruhi hasil
Ujian Nasional. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran menyimak pada pelajaran Bahasa Inggris di
SMK Negeri 2 Malang perlu diterapkan metode pembelajaran inovatif yang memberikan peluang kepada
siswa untuk mengaktualisasikan dirinya. Maka teknik dictogloss dipilih sebagai salah satu jalan keluar
permasalahan tersebut. Teknik ini dipilih karena menonjolkan kerjasama dalam merekonstruksi bahan
simakan sehingga siswa yang mempunyai kemampuan lebih bisa membantu siswa yang kemampuannya
kurang. Selainn itu, juga didasarkan atas keunggulan yang dimiliki teknik dictogloss.

C. PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian tindakan kelas ini permasalahan yang akan dicari penyelesaiannya adalah sebagai
berikut
1) Bagaimana menggunakana teknik dictogloss untuk meningkatkan kemampuan menyimak dalam
pembelajaran Bahasa Inggris kelas XII di SMK Negeri 2 Malang?
2) Bagaimana peningkatan kemampuan menyimak siswa SMK Negeri 2 Malang setelah menggunakan
teknik dictogloss?

D. PEMECAHAN MASALAH
Sebagaimana dipaparkan pada bagian pendahuluan, permasalahan utama yang menyebabkan
rendahnya kemampuan menyimak siswa kelas XII adalah karena rendahnya kualitas pembelajaran
Bahasa Inggris, dan untuk memecahkan masalah itu guru perlu menerapkan teknik pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Teknik Dictogloss dipilih karena teknik ini lebih banyak melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model Kemmis dan Tagart yang terdiri
dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, obsertavasi, serta reflkesi. Sasaran penelitian ini
adalah siswa kelas kelas XII SMK Negeri 2 Malang semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011.
Pembelajaran menyimak dengan
teknik dictogloss dilaksanakan dengan empat tahap yaitu persiapan, dikte, rekonstruksi, serta analisis
dan koreksi. Kemampuan menyimak siswa didasarkan pada nilai akhir dan ketuntasan secara klasikal.

Secara teknis langkah langkah pembelajaran meliputi :


1) Merancang rencana pembelajaran yang berorientasi pada teknik dictogloss
2) Melakukan pemodelan oleh peneliti dan diikuti oleh guru
3) Melakukan peer teaching dimana guru mencoba menerapkan teknik bersama dengan peneliti dan tim
guru Bahasa Inggris SMK Negeri 2 Malang.
4) Memperbaiki Rencana pembelajaran agar dapat diimplementasi dengan baik.
5) Menerapkan teknik Dictogloss di kelas
6) Evaluasi dan refleksi

E. DEFINISI OPERASIONAL
1) Menyimak adalah mendengarkan dengan penuh pemahaman, perhatian, apresiasi, dengan
interpretasi untuk memperoleh informasi, mencakup ide atau pesan serta memahami makna
komunikasi yang disampaikan pembicara mulai ujaran atau bahasa lisan”. Pernyataan ini mengingatkan
kita untuk memahami makna komunikasi yang disampaikan pembicara, kita harus mendengarkan baik –
baik dengan penuh perhatian. Peristiwa menyimak selalu diawali dengan mendengarkan bunyi bahasa
baik secara langsung atau melalui rekaman. Bunyi bahasa yang ditangkap oleh telinga didefinisikan
bunyinya. Menurut Tarigan (1991:4) “Menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna
yang terkandung didalamnya” Jadi menyimak adalah proses pemahaman informasi mulai alat
pendengaran sehingga mampu mengingat, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, baik
memerlukan segenap kemampuan menyimak dari mendengar sampai dengan mereaksi bahasa simakan.

2) Dictogloss adalah kegiatan pembelajaran dengan teknik dikte; siswa mendengarkan wacana lisan,
mengidentifikasi kata kunci dan bekerja sama secara berkelompok untuk merekonstruksi kembali
wacana yang didiktekan. Teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh Ruth Wajnryb (1990) sebagai
alternative metode pembelajaran tata bahasa atau grammar.

F. LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini meliputi materi Bahasa Inggris kelas XII semester ganjil dengan kompetensi dasar :
G. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk “meningkatkan
kemampuan menyimak siswa kelas XII SMK Negeri 2 Malang dengan menggunakan teknik Dictogloss.”

H. MANFAAT HASIL PENELITIAN


Hasil penelitian tindakan kelas ini akan memberikan kontribusi positif bagi siswa, guru, dan sekolah yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Bagi siswa. Pembelajaran menyimak dengan teknik Dictogloss akan memberikan pengalaman
langsung bagi siswa untuk menyimak dan bekerja sama dalam kelompok. Hal ini akan meningkatkan
motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyimak.
2) Bagi Guru. Penerapan teknik Dictogloss ini diharapkan dapat memecahkan masalah pembelajaran
menyimak bagi guru dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris.
3) Bagi Sekolah. Terlaksananyaa penelitian tindakan kelas ini dapat digunakan sebagai acuan lebih lanjut
dalam upaya upaya peningkatan kompetensi guru dan sebagai refleksi dan masukan pada revisi
kurikulum pembelajaran Bahasa Inggris.

I. TINJAUAN PUSTAKA
1) Pembelajaran Konstruktivistik
Pembelajaran menyimak dalam kelas Bahasa Inggris yang dilakukan di SMK Negeri 2 Malang sebagian
besar didominasi kegiatan ceramah dan ekspository. Guru menyajikan wacana lisan dalam bentuk
contoh contoh soal, siswa diminta menjawab sesuai instruksi yang diberikan sebelumnya. Jika siswa
belum memahami wacana lisan yang disajikan, guru akan menyajikan kembali wacana lisan sesuai
kebutuhan siswa. Jika jawaban yang diberikan siswa benar, maka guru hanya memberikan sedikit
penjelasan mengapa jawaban tersebut benar. Jika jawaban siswa salah maka guru akan memberikan
penjelasan tentang wacana lisan yang diperdengarkan, dan sebagian besar hanya mengenai tata bahasa
dan kosa kata yang ada dalam wacana lisan tersebut. Setelah itu guru akan menyajikan wacana lisan
berikutnya untuk kemudian dibahas seperti sebelumnya, demikian seterusnya. Dalam hal ini siswa
hanya mengetahui aspek aspek pembelajaran yang disajikan namun siswa tidak mendapatkan
kesempatan untuk merefleksikan
kompetensinya. Keadaan ini terjadi karena siswa hanya diminta untuk menyelesaikan beragam soal dan
bukan berarti jika siswa dapat menyelesaikan soal maka siswa tersebut memiliki kompetensi menyimak
yang baik.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-


struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan
disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian
diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri
dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan
pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan
dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar
tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Beberapa hal yang mendapat perhatian
pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan,
(2) mengutamakan proses,
(3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata,
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai
scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah
mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan,
yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa
dalam upayanya mencapai keberhasilan.

Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar
individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan
memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan
pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih
menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya
bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai
kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar
sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun
pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori
Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia
berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-
tugas tersebut masih dalam jangkauan
kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of
proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu.

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif
dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam
hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan
pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya
kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar
yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa
untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif
dan penataan kelas. (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

2) Dictogloss
Kata dictogloss berasal bahasa Inggris dan terdiri dari dua kata, yaitu kata dicto atau dictate yang artinya
dikte atau imla, dan kata gloss yang artinya tafsir Dictogloss adalah kegiatan pembelajaran dengan
teknik dikte; siswa mendengarkan wacana lisan, mengidentifikasi kata kunci dan bekerja sama secara
berkelompok untuk merekonstruksi kembali wacana yang didiktekan. Teknik ini diperkenalkan pertama
kali oleh Ruth Wajnryb (1990) sebagai alternative metode pembelajaran tata bahasa atau grammar.
Wajnryb berpendapat bahwa teknik Dictogloss memberikan pemahaman grammar yang tepat pada
siswa karena pendekatannya yang interaktif memungkinkan terjadinya negoisasi makna dan pola.
Dengan bekerja sama siswa terdorong untuk tetap aktif terlibat dalam proses pembelajaran. “Through
active learner involvement students come to confront their own strengths and weaknesses in English
language use. In so doing, they find out what they do not know, then they find out what they need to
know.” (Wajnryb, 1990:10). David Nunan dalam Azies dan Alwasilah, (1996:85), mengemukakan bahwa
teknik dictogloss, yaitu sebuah teknik dalam pengajaran menyimak yang tergolong komunikatif. Dalam
teknik ini guru membacakan sebuah wacana singkat kepada siswa dengan kecepatan normal dan siswa
diminta menuliskan kata sebanyak yang mereka mampu. Mereka kemudian bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil untuk merekonstruksi wacana dengan berdasarkan serpihan-serpihan yang
telah mereka tulis. Teknik ini mirip dengan
teknik dikte tradisional, walaupun hanya bersifat superficial. Dengan teknik ini siswa dilatih untuk
mendengarkan, memahami, menginterpretasikan serta memberikan tanggapan terhadap informasi
yamg didengarkannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa di dalam teknik dictogloss
terdapat dua buah teknik yang digunakan sebagai upaya pemahaman sebuah wacana lisan, yakni dikte
dan teknik identifikasi kata kunci. Teknik dikte digunakan ketika wacana
diperdengarkan kepada siswa dengan kecepatan normal, sedangkan teknik identifikasi kata kunci
digunakan ketika siswa diminta menuliskan kata-kata kunci atau kata-kata isi sebanyak yang mereka
mampu. Djago Tarigan (1986:52), menyatakan bahwa identifikasi kata kunci adalah memilih kata yang
merupakan pokok pikiran utama dalam wacana, maka dalam teknik dictogloss perlu adanya penemuan
kata-kata yang merupakan kata kunci. Wacana lisan yang didengarkan oleh siswa, yaitu berupa rekaman
cerita dalam kaset. Rekaman cerita tersebut merupakan salah satu media audio. Ada empat langkah
dalam teknik dictogloss yang dikemukan oleh David Nunan dalam Azies dan Alwasillah (1996:86), yaitu:
1. Persiapan. Pada tahap ini guru mempersiapkan siswa untuk menghadapi teks yang akan mereka
dengar dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mendiskusikan gambar stimulus,
dengan membahas kosakata, dengan meyakinkan bahwa siswa tahu apa yang harus dilakukan,
dan dengan meyakinkan bahwa siswa ada pada kelompok yang sesuai.
2. Dikte. Pembelajar mendengarkan dikte dua kali. Pertama mereka hanya mendengarkan dan
mendapatkan gambaran umum teks tersebut. Kedua, mereka membuat catatan, dengan
dimotivasi akan membantu mereka merekontruksikan teks. Untuk alasan konsistensi, lebih baik
siswa mendengarkan teks tersebut melalui tape recorder bukan dari teks yang dibacakan guru.

3. Rekonstruksi. Pada akhir dikte, pembelajar mengumpulkan catatancatatan dan menyusun


kembali teks versi mereka. Selama tahap ini perlu diingat bahwa guru tidak memberikan
masukan bahasa pada siswa.

4. Analisis dan Koreksi. Ada berbagai cara untuk menangani tahap ini. Pertama, setiap teks versi
siswa bisa ditulis pada papan tulis atau ditayangkan melalui overhead projector (OHP) atau LCD.
Kedua, teks bisa diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada semua siswa. Ketiga, siswa bisa
membandingkan versi mereka dengan teks asli, kalimat demi kalimat.

Teknik dictogloss ini bisa menjadi jembatan yang berguna antara menyimak Bottom up dan Top down.
Dalam kasus pertama, pembelajar terutama berurusan dengan bagaimana mengenali unsur-unsur
individual dalam teks (strategi bottomup). Namun, selama diskusi kelompok-kelompok kecil, beberapa
atau semua strategi top down mungkin disertakan. Pada strategi ini, pembelajar akan mengintegrasikan
pengetahuan “dalam kepala” atau background knowledge
mereka. Dengan teknik dictogloss pembelajar akan mampu: 1) membuat prediksi, 2) membuat inferensi-
inferensi hal-hal yang tidak ada dalam teks, 3) mengenali topik teks, 4) mengenali jenis teks (apakah
naratif, deskriptif, anekdot, dan sebagainya), 5) mengenali berbagai jenis hubungan semantik di dalam
teks (Azies dan Alwasilah, 1996:85-86).

J. PROSEDUR PENELITIAN
1) Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang mengkaji dan merefleksikan
secara mendalam beberapa aspek dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu partisipasi siswa, interaksi
guru dan siswa, interaksi antar siswa untuk dapat menjawab permasalahan dan kemampuan siswa
dalam menyimak wacana lisan melalui teknik pembelajaran dictogloss. Penelitian ini dibagi dalam dua
siklus yang disesuaikan dengan alokasi
waktu dan pokok bahasan yang dipilih. Masing masing siklus terdiri dari empat langkah (Kemmis dan
Mc.taggart, 1988) berikut :
1. perencanaan, yaitu merumuskan masalah, menentukan tujuan dan metode penelitian serta
membuat rencana tindakan.
2. tindakan, yang dilaksanakan sebagai upaya perubahan yang dilakukan menuju arah yang lebih
baik.

3. observasi, dilakukan secara sistematis untuk mengamati hasil atau dampak tindakan terhadap
proses belajar mengajar, dan

4. refleksi, yaitu mengkaji dan mempertimbangkan hasil atau dampak tindakan yang dilakukan.

2) Subyek Penelitian
Sasaran penelitian adalah siswa kelas XII SMK Negeri 2 Malang yang beralamat di Jl. Veteran No. 17
Malang.

3) Pelaksanaan Penelitian
Siklus pertama
a. Perencanaan.
Dalam siklus ini peneliti menyusun perencanaan tindakan berdasarkan tujuan penelitian yakni
menyusun bahan ajar, RPP, skenario pembelajaran, handouts, quis dan lembar observasi.

b. Pelaksanaan
· Siswa diberi penjelasan tentang pembelajaran teknik dictogloss
· Siswa dibagi dalam kelompok kelompok berdasarkan pertimbangan kemampuan akademik
· Pembelajaran dimulai dengan kegiatan apersepsi
· Siswa diminta menyelesaikan soal latihan kosa kata yang berhubungan dengan pokok bahasan
pembelajaran
· Guru mengamati proses penyelesaian soal latihan kosa kata dan bersama sama memecahkan soal
latihan yang sulit.
· Guru menyajikan wacana lisan yang berhubungan dengan pokok bahasan pembelajaran melalui media
audio atau audio visual.
· Guru memberikan pertanyaan pertanyaan global mengenai wacana lisan tersebut dan siswa menjawab
secara lisan.
· Siswa menyimak lagi sambil membuat catatan beberapa kata kunci
yang diperoleh dari simakan
· Siswa membandingkan hasil catatan mereka dalam kelompok dan
mengumpulkan semua informasi yang diperoleh dari simakan
· Siswa menyimak sekali lagi lalu secara berkelompok merekonstruksi
hasil simakan mereka.
· Setiap kelompok membacakan hasil rekonstruksi simakan.
· Siswa menganalisis dan merefleksikan hasil rekonstruksi simakan
mereka dengan teks asli dari bahan simakan.
c. Pengamatan
Selama tahap pelaksanaan peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan siswa pada saat latihan kosa
kata, diskusi hasil catatan kata kunci dan rekonstruksi simakan dengan menggunakan lembar observasi.
d. Refleksi
· Analisis hasil observasi mengenai : keaktifan siswa, hasil kegiatan kelompok, hasil quis dan kaitannya
dengan hasil kegiatan kelompok, kualitas rekonstruksi simakan yang dibuat siswa
dipakai sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus berikutnya.
· Analisis beberapa kekurangan / kelemahan. Indikator keberhasilan pada siklus I disajikan pada table
berikut :

Siklus Kedua
Siklus kedua dilaksanakan seperti pada siklus pertama, namun sebelumnya didahului dengan
perencanaan ulang berdasarkan hasil hasil yang diperoleh pada siklus pertama. Hal ini dilakukan untuk
mengeliminir kelemahan kelemahan yang muncul di siklus pertama. Selain itu prosedur pelaksanaan
teknik dictogloss dapat di kembangkan untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa sehingga indikatornya
meningkat di siklus kedua.

4). Instrumen Penelitian


Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Lembar observasi
b. Questioner
c. Lembar penilaian hasil pencatatan
d. Lembar penilaian hasil rekonstruksi
e. Kuis atau tes prestasi belajar
5). Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, observasi dan tes. Teknik dokumentasi
dilakukan untuk mengetahui kemampuan masing masing siswa sebagai dasar pembagian kelompok.
Teknik observasi digunakan untuk mengetahui kualitas proses belajar mengajar dengan menggunakan
lembar observasi dan kamera video, dan test digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar siswa.
Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan cara dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh pada pengumpulan data sebelumnya.

K. JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai Januari 2011 hingga Maret 2011,

M. DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Djago. 1998. Ketrampilan Menyimak. Bandung : Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. 1997. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung
Dasna, I Wayan, 2008. Penelitian TIndakan Kelas (PTK). Panitia Sertifikasi Guru,
Universitas Negeri Malang.
Lim, W.L. and Jacobs, G. M. (2001). An analysis of students’ dyadic interaction on a
dictogloss task. ERIC Document Reproduction Service No. ED 456 649.
Storch, N. (1998). A classroom-based study: Insights from a collaborative reconstruction
task. ELT Journal, 52 (4):
George Jacobs, 2003. Combining Dictogloss and Cooperative Learning to Promote
language learning, The Reading Matrix. Vol.3. No.1, April 2003
Contoh Proposal PTK Bahasa Inggris
Ini adalah contoh Action Research atau PTK (Penelitian Tindakan kelas) yang pernah saya buat waktu
mengikuti matakuliah Research in English Education bersama Mr. Bambang M.Kartono di Universitas
wiralodra tahun 2011 yang lalu.
Silakan anda jadikan referensi, bukan untuk di copy paste semua, karena isinya pun belum tentu benar
hehehe

CHAPTER I
INTRODUCTION

A.    Background of Study

In Indonesia, English is one of the subjects that’s examined for graduation at the unit level of
education both junior and senior high school level, Law of the Republic of Indonesia Number 20 of 2003
states that in order to control the quality of national education evaluation as a form of accountability of
education providers to the parties concerned. Further stated that the evaluation conducted by an
independent institution on a regular basis, a thorough, transparent, and to systematically assess the
achievement of national education standards and the monitoring process evaluation should be
conducted on an ongoing basis. There are four subjects examination for junior high school and six for
senior high school and one of them is English, in this situation students inevitably have to follow the
standardization of government that required students to pass all subjects invariably.

General, learning English has been taught in all unit education. The average student has spent
six years learning English from junior high school up to senior high school. some students have received
extra English language education after regular school. Even so, but still, for most students learning
English is the most difficult to understand, let alone when it's afraid to vigorously study it like it is
difficult for the student, it is commonly found in country that use English as foreign language (EFL) not as
daily communicative language, so in this case I will track the student's interest to the English language
that will be the topic discussion of issues and their relevance to the achievement of the result of learning
process, so that when the subject matter and has found the solution it is expected that there will be
significant and sustainable development, students motivation and interest are generally influenced by
various interrelated aspects ranging from family background, social class communities to environmental
groups, including patterns of thought and interesting in something.
In this classroom action research would involve many participants and collaborate with other that have
relevance and relationship with students, either directly or indirectly, I really hope it will obtain a
complete data to answer problem related to students' interest and motivation towards learning English,
the main reason for this action research is derived from real problem in the classroom (David
Nunan:1992) and try to look comprehensive and integrated to find out correlation between motivation
and students’ learning achievement.

B.     Identification of Problem

Having define generally I consider to write the important identification of problem below:

1.      Is the motivation has correlation towards students’ learning achievement?

2.      How to develop students’ motivation in order to get better learning achievement?

3.      What things are influence students’ achievement except motivation?

C.    Limitation of Problem

In my action research study I use qualitative and quantitative approach, the target population all
students in the class room (n=35) second grade social class in SMAN 1 Indramayu, there are many party
that will be invited and engaged in this research because this research also all students exactly
population like mentioned above will be considered culture of learning among them, such as students’
learning habit, pair group interaction, work ethic, and motivation for education will be examined. In
addition the researcher (me) may affect data and interpretation conducting action research
(Tomal:2003), therefore this research reduce the gap in language teachers’ taking action and developing
appropriately language learning atmosphere affecting participants’ motivation to learn English in an EFL
classroom.

D.    Formulation of Problem

To guide my action research I make this following formulation study/question research:

1.      What will the researcher and partners do to motivate students with low achievement in learning
English?
2.      How is the way to implement some model of cooperative learning instruction for EFL students?

3.      Is students’ motivation be able to be as solution to fastest-rising achievement?

E.     Purpose of Study

Based on the reason above, through this research I want to prove and find out correlation that the
students’ motivation implication towards learning English and to help myself and other teachers to
motivate students with low achieving in learning English or for EFL learner so that build up students’
motivation to be better in their learning achieving.

F.     Significance of Study

Hopefully after this research the students are able to increase their motivation in learning English,
and they be able to apply with learning together with his/her friend to arise self motivation to be better
build the concept of themselves, hopes it can dig the student’s interest in English because the research
try to find solution of the current problem.

In addition I hope students will be more attracted in learning English without under pressure
feeling and forced from the teachers and or their parents, so they will be enjoy in learning English by
increasing their motivation, and for the teacher, The teacher can motivate students to encourage their
learning achievement through some models of problem solving, motivating and brainstorming
technique. Teaching English will be easier to do if the students enthusiastic for learning English and feel
fun, so, it is able to improve student’s interest.

The research result can be applied for all purposes English learning to increase student’s skill. It
is not only for one teacher only but for all that has a similar problem in order to students be able to
improving writing , speaking, listening, and reading skill.

For the institution motivation can help students in general to develop their English capabilities
so the School (the institution) gets the achievements and prestige among the education institution. The
research finding and build motivation so that improving students’ ability in increasing their achievement,
hoped, it can be followed by another teacher in teaching learning English activity.
CHAPTER II

THORITICAL REVIEW

A.    Learning habit

“Habits are safer than rules; you don't have to watch them. And you don't have to keep them, either.
They keep you.” Dr. Frank Crane’s Four Minute Essays (1919), as the teacher and or researcher who
willing to emphasize students to have enhancement motivation developing learning habit is important
one to be focus on problem solving, every student has different habit each other, their habit has built
since she/he was first elementary school, but not a little number that have improved and be better, the
learning habit also be able be seen by students background, urban students has different motivation
than the rural student motivation but this condition is not warranty, because if we talk about motivation
all always begin from inside and environment, I do not know well which one that most dominant,
depend on convergence joining two theory that students has motivation from him/her self but also can
be stimulated from outside(Murip Yahya:2008), it has interrelation inside motivation and outside
stimulation in building students’ learning habit and also learning achievement.
B.     Rewards and Punishment

Desire can be define as a interest of people to do something, students who have interesting in
learning language especially Learning English are became centre of watch to analyze, learning English for
some of people are too difficult and may be so very frighteningly, other motivation theory mention that
someone will do or not do because from outside stimuli like punish and reward, in classroom condition
occasionally students are enjoy and feel fun when the teacher is friendly and often give an appreciation
to the students, rewards are not always as gift or thing but appreciating and reinforcement to students
also are meant as the rewards, but students also feel inconvenience if the teacher angry in classroom
because of something that maybe caused students or maybe own problem (personal experience).
Rewards as thing usually will build competitive atmosphere in the classroom if the teacher giving gift in
good moment, but it also will make students to be sitting pretty to the smart student, all thing has
negative and positive pint, but punish and reward are one of the way to build students motivation.

C.    Students Centre and Teacher Centre Principle

Teacher-centered: Methods, activities, and techniques where the teacher decides what is to be
learned, what is to be tested, and how the class is to be run.  Often the teacher is in the center of the
classroom giving instruction with little input from students. The teacher decides the goals of the class
based on some outside criteria.

Taken also from Hsiao Thesis that in the collaborative learning environment, the teacher acts as
facilitator; and students are expected to take responsibility for their own learning. Nokelainen,
Miettinen, Kurhila, Floreen, and Tirri (2005) studied a shared document-based annotation tool to
support the learner-centered collaborative learning approach. In their study the instructor gave an
orientation to the topic through initial lectures and provided some information and sources for students
to construct new knowledge. In contrast the cooperative learning approach is considered more a
structured model by teachers, who closely monitor every stage in the completion of the task by
students.

Johnson and Johnson (1988) clarified the teacher’s role in cooperative learning, stating that a
teacher typically introduces the lesson and assigns students to groups. A teacher delivers resources or
information so students complete their tasks within the time limit and also build a well-arranged and
comfortable climate during the process of working on the task. Of course, the teacher is available to
predict the final outcomes. In other words, the instructor possesses ownership and guides students
during the learning process, practicing the teacher-centered principle.

Panitz (1996) also clarified the difference between collaborative and cooperative learning involving
curriculum. He claimed that teachers adapt a collaborative learning approach for higher-level students
instead of using a cooperative learning approach with first-stage learners. In other words, in a
cooperative team, group members are given clear objectives and instructions by the teacher to show
their abilities, reach desired goals, and run the task smoothly, especially for students without
cooperative teamwork experience.

Comparison between Teacher centered and Learner-Centered Instruction

Teacher-Centered Learner-Centered

Focus is on instructor Focus is on both students and instructor

Focus is on language forms and structures Focus is on language use in typical situations (how students
(what the instructor knows about the will use the language)
language)

Instructor talks; students listen Instructor models; students interact with instructor and
one another

Students work alone Students work in pairs, in groups, or alone depending on


the purpose of the activity

Instructor monitors and corrects every Students talk without constant instructor monitoring;
student utterance instructor provides feedback/correction when questions
arise

Instructor answers students’ questions Students answer each other’s questions, using instructor as
about language an information resource
Instructor chooses topics Students have some choice of topics

Instructor evaluates student learning Students evaluate their own learning; instructor also
evaluates

Classroom is quiet Classroom is often noisy and busy

Table 2.1 Comparison between students centered and teacher centered

D.    Motivational Personality Development

The most influential humanist psychologist Abraham Maslow explained more about the relationship
between motivation and personality development. Maslow’s (1970) hierarchy of needs was divided into
five layers. The first or bottom layer includes physiological needs, and the second layer comprises the
need for safety and security.

At the third level of Maslow’s hierarchy is the need for love and belonging, followed by the fourth-level,
the need for esteem. At the top or fifth level is the need for self-actualization. Maslow contended that
individuals will not pursue so-called “higher” needs until basic needs are fulfilled and satisfied. A
student, for instance, who finds the study of English a frustrating experience, is unlikely to view the
classroom as a secure and welcoming environment. Nevertheless, a teacher’s solicitous behavior can
help to create a caring environment in which students are more likely to meet their basic emotional
needs and move on to the higher needs reflected in academic achievement.

An exploration of Maslow’s (1970) hierarchy of human needs reveals that motivation is one of the
primary determining factors in classroom success. R. C. Gardner (1985a) noted, “Attitude and motivation
are important because they determine the extent to which the individual will actively involve
themselves in learning the language” (p. 56). For the purpose of this study on student motivation in an
EFL classroom learning community, various definitions of motivation have been outlined in the following
section.

E.     Motivation
1.      Definition
According to Oxford Dictionary fourth edition motivation, make somebody to do something and
motivate itself is the reason why somebody does something (page 286), “motivation is encouragement
from inside of people” (Mario Teguh:2010), the other said from Keller (1983) clarified four components
of motivation—interest, relevance, expectancy, and outcomes in the educational theory of motivation.
He cited “the choices people make as to what

experiences or goals they will approach or avoid and the degree of effort they will exert in that respect”
(p. 389). H. D. Brown (1994) defined motivation as “the extent to which you make choices about goals to
pursue and the effort you will devote to that pursuit” (page 34).

I consider that the motivation as the power of some body that influence to do or not to do
something caused by interesting, passion, desire, and idea to achieve what he/she wants, and
motivation will influence attitude, mental, think paradigm and many more

2.      Motivation of Language Learning


As well-known that the main concept motivation has divided into intrinsic and extrinsic types:
Deci and Ryan (1985) stated that people who are intrinsically motivated pursue given tasks for the sake
of personal interest, satisfaction, and curiosity, not external pressure. Conversely, people who are
extrinsically motivated pursue tasks for reasons that do not involve personal interest (page 35); outside
motivation like rewards and punishments can stimulate for motivation in the process of completing a
task. While psychologists have tended to divide motivation into two basic categories: expectation and
value. Feather (1982) divided students motivation into expectancy and value models in a study of
reading instruction in second-language education. From the expectation model, he explained that
students are motivated to complete a task because of desired goals. By contrast the value model
suggests that students tend to do (or not do) things because they evaluate the task as either valuable or
without value. Furthermore, R. C. Gardner and Lambert (1972) distinguished between instrumental
motivation (e.g., motivation inspired by the prospect of a new job or a promotion) and integrative
motivation (e.g., motivation that is self-initiated) in examining learners’ behaviors and attitude
performances. R. C. Gardner (1985a) defined motivation to learn the second language (L2) or the foreign
language (FL) as the extent to which the individual works or strives to learn the language because of a
desire to do so and the satisfaction experienced in this activity). Three components constitute this
scholar’s definition of language-learning motivation: (a) making an effort to achieve a goal, which means
motivational intensity, (b) the desire to learn the language, and (c) satisfying the task of learning the
language.

According to Cambourne’s (1988) model of learning, he considered that learning is an


engagement behavior through immersion, demonstration, expectations, responsibility, approximations,
use, and response for learning development. Applying Cambourne’s model of learning to the EFL
classroom, we can illustrate them in the following conditions.

In the immersion condition, teachers should create an EFL classroom in which a variety of
English media are ready and prepared so that learners can see, touch, feel, and experience them. That
means that students are living in the English-speaking environment which is built by the EFL teachers. In
the demonstrations condition, it seems that teachers use scaffolding to engage students in learing
development. For instance, once students understand how a reading task is done by observing teachers’
demonstrations, such as using in variety of “skim”, “scan”, and “context clues” approaches for an
unfamiliar word before reaching for the dictionary, students will be able to use those developing skills
when reading to comprehend by themselves. In the expectations condition, teachers should give
positive expectations and responses to the students so that they are not afraid to make mistakes but are
willing to challenge them until the approximation errors begin to decline and to take responsibility for
their own learning. Once students are immersed in this model of classroom learning, they will engage in
learning development, spinning of Hsiao-san Chen’s paper (page 51).

3.      The Correlation Between Motivation and Learning Language Achievement


These are completely taken from Hsiao-san Chen’s paper. “A series of studies have been
conducted to investigate the role of motivation in FL learning in Taiwan. For instance, C.-L. Wang,
(2005), studied 33 eighth graders, exploring the effects of learning motivation in the EFL classroom and
finding a significant correlation between motivation and achievement. C.-L. Chen’s (2005) study of 762
students from eight junior high schools in the Yunlin region of Taiwan revealed that school type, gender,
the number of years of learning English affect students’ motivation to learn. Liao (2000) administered
three questionnaires to eighth graders at a junior high school in central Taiwan, discovering that they
lacked the motivation to learn English and tended to be extrinsically motivation. In actuality intrinsic
motivation is the major factor in successful learning and inspires students to accomplish long-term
learning goals. Ironically, Taiwanese students tend to learn English because they want to compete with
others or pass the Joint Entrance Examination.

S.-C. Chu et al. (1997) studied the attitudes of unmotivated students attending an EFL class in a
5-year college in Taiwan, finding that 75.3% of the students felt bored in EFL class; 73.5% students
considered the English textbook too difficult, impractical, and unattractive. Over half these students,
56.4%, complained of too many paper-and-pencil tests and lectures in their EFL class. K.-S. Tsi (2003)
completed a valuable statistical analysis on 130,000 Taiwanese high school students writing a College
Entrance Examination in English composition on the topic of the difficulties with learning English.

Students said that (a) limited vocational hindered reading comprehension; (b) limited oral and
listening abilities resulted in the incorrect pronunciation of words; (c) these factors caused them to fear
speaking English; (d) they were rarely given the chance to speak with native speakers of English; (e)
writing presented another barrier even for students who had had years of English studies; (f) boredom
and lack of interest in attending English class posed problems for teachers; (g) they felt discouraged
when their English test scores always fell below average. A few students responded bluntly: “I hate my
English teacher.” In other words, items (a) through (e) above illustrate students’ difficulty with listening,
speaking, reading, and writing skills, motivating us to seek better teaching strategies. In summary, the
correlations between attitudinal and motivational factors in L2 or FL learning play an important role. R.
C.

Gardner and Lambert (1972) found that attitudes and motivation exert a strong effect on
language achievement. In other words, positive learning attitude affect learners’ progress in new-
language acquisition”. Clearly that motivation bring big influence towards students’ learning
achievement, many reason expose above from Hsiao-Chen, begin from learning English only for
collective register in some college and or high school, difficult to understand English text book, the
unattractive teacher, seldom have a chance to speak with native, I consider this reason has similar case
in Indonesia, because Taiwan and Indonesia are learning English as foreign language so they will find
some similar problem.

4.      The Role of Teachers


Quoted from Hsiao-Chen, Several studies have shown that the behavior of teachers or
supporting in learning process an important factor in facilitating the students' motivation to learn. First,
the students absorbing performance of teachers in terms of praise or criticism were received of teachers
(Graham & Weiner, 1987). For example, students gain praise such as "Great! You did a good job" or
blame as "You are wrong "Indeed, teachers should give more credit to the students to demonstrate
care, attention, and encouragement, for example, "I hope you can further enhance your skills" At the
same time, teachers need to explain to students that they have to try hard, if not, they can fail.

Second, teachers should help students to deal with their frustrations by giving them the right
help, many examples, or personal experiences that they struggling students can turn failure into success.
For example, students may complained of too much or difficult task, the teacher should let them know
task will help them gain more experience with this subject (C.-S. Wu, 1990). Teachers should provide a
clear and simple directions with step-by-step guidance, which can greatly enhance students' academic
outcomes.

Third, teachers should encourage students to use learning strategies work for them so they can
find the best way to solve their problems while facing challenge or a difficult task. In addition, teachers
must establish a student-centered instruction so that students can make their own decisions: Students
may participate in choose the topics they want to pursue the depth, or they may suggest teaching
methods to be used to maximize their understanding of the lesson.

CHAPTER III

RESEARCH METHODOLGY
A.    Method of Research

Method of research in my proposal is using action research, what is action research? Action research
is a research tool that potentially facilitates growth and change in an individual or a group during the
research process (Reason, 2004). A number of scholars have explored the action research method and
its application. Arhar, et al. (2001); McNiff, Lomax, and Whitehead (1996); Stringer (1996); and Winter
(1996) have indicated first that action research is closely linked with theory

and practice as well as reflection. According to the preface to Hwang, Chen, and Yan’s (2002) Chinese
version of Action Research for Teachers: Traveling the Yellow Brick Road by Arhar et al. (2001), action
research serves as a bridge that the practitioner–researcher can use to connect research theory (the
theoretical) and practical action (the empirical).

Second, action research closely links researchers and research participants, including colleagues,
students, or administrators, to form a cooperative working community. During the process of action
research, teachers should listen to their students’ thoughts and feedback to acquire useful data. Action
research resembles cooperative teamwork because it connects the teacher-as-researcher, students, and
colleagues (Arhar et al., 2001) to practice educational improvement.

Third, action research closely links personal growth and professional development in order to
change the researchers themselves, institutions, or society. When teachers conduct their studies, they
perform as primary researchers and practitioners; their research issues emerge from their own concerns
about what has occurred in their classrooms and among their students (Burns, 1999). The process of
action research derived from teachers’ engaging in meaningful reflection and discussion with colleagues.
In other words, its benefit lies not only in the enhancement of the professional growth of teachers but
also in the improvement of the education of students (Wallace, 1998).

B.     Place And Time of Research

The place of this research will be hold in SMAN 1 INDRAMAYU, second grade of social class and it
takes 35 students in its classroom, generally there are three time English subject regular in classroom,
each meeting 2 x 45 minutes, so in a week 270 minutes or about 4 hours and 30 minutes, my research
will take about 4 week to observe and ask personal review (Michael J Wallace) from English teacher who
teach in that classroom and I will invite them to be engaged in my research.

C.    Procedure of Research

An action research in my study is going to two cycle, each cycle belong to four steps, identify
problem or diagnosing problem, plan action, action of research, evaluation. That are procedure of
research, and I also make mind concept of research detailed with four phase that will engage
participants in my study.

The first steps: Problem identify, the purpose of problem identify is to understand why students
being lower learning motivation and attitudes in their English subject. From this steps I should get main
problems of students motivation.

The second one: plan action, arrange concept what will I do in my research? It is include arrange
interview, motivation questionnaire before and after study, checklist likert scale, qualitative data coding
and descriptive data statistics.

Thirds: action, doing and action research, it is going to spend four week or a month, collaborative
research me and other teacher to give advice and data about students in that class by giving checklist
observation from teacher and also personal review.

Last: evaluate, after all research and study has been hold, I need help from other party to evaluate
gathering about my research, then I need second cycle to confirm and get best answer of the problem,
so from twice cycle of action research I hope I can obtain fix answer.

For more understanding my action research procedure see on the figure below:

Figure 3.1 Research procedure

D.    Population and Sample


The 35 students in this research, they belong to male and female students, the number of 35 is an
estimation in one classroom of social class, exactly second grade social class, so why I choose social
class? Because I consider that open-minded concept from social and exact class, I am not favoritism one
to each other, but problem of motivation is often undergone by social class whereas they should have
good motivation in learning English because they will use it in real job opportunity like a accounting or
the other that has correlation with social class, one of subject in social class is Sosiologi, so if the social
students cannot interact one each other especially with people from other country it will make them got
big question than exact class which is no Sosiologi subject.

E.     Instrumentation

For this study I use instrument that has two approach, qualitative and quantitative approach,
instruments for qualitative are:

Interview: beside using questionnaire I also interview them for knowing their motivation and their desire
in learning English and relate their answer switch to result of previous semester so will be found first
answer and knowing directly from students

An example for interview question below:

1.      When you first time learn English?


2.      Do you like English?
3.      How often do you read English book or other literature? etc

Questionnaire: this method using through survey model provides some basic, my survey style combine
between Likert Scale and question survey, Likert scale that provided question has a range 1 up to 5 point
to give honest answer about students motivation and his/her ability in English, each point has weight
from 1-5with value; poor, low, average, good, strong / Excellence. hopefully this method obtain real
answer from participants,

.Likert Scale like below:

1.      How do you like English 1 2 3 4 5

2.      Are you speak fluently 1 2 3 4 5

3.      How is your reading ability 1 2 3 4 5


4.      How is your listening ability 1 2 3 4 5

5.      How is your writing ability 1 2 3 4 5

6.      How about your desire learning English 1 2 3 4 5

7.      Willing to improving English skill 1 2 3 4 5

Checklist: the teachers and English teacher will be engaged into this research by giving personal review
( Wallace:1980) and observation checklist as gather obtaining research, personal review will be written
by the teacher based on checklist observation and telling more explanation about the points that has
been given, so that to complete all research as consideration in research finding, and it also will be
evaluated into twice cycle.

F.     Data Analysis and Interpretation Technique

The technique to analyze data is by using two approaches, interpretive approach and statistic
approach, for qualitative approach are like below:

Interview: Patton (1990) claimed that the strategies for analyzing interviews should begin with individual
case analysis, then cross-case analysis. I used an inductive approach to develop coding categories by
reading through individual students’ interview notes repeatedly, and certain patterns presented to
inform my inquiry to the study. The inductive approach provides a systemic set of procedures for
analyzing qualitative data that can produce reliable and valid findings (Thomas, 2006). I paid
considerable attention to analyzing different answers from different people to common questions
throughout this study.

Observation checklists. Observation was one of the common ways for this researcher to provide more
practical and richer information for the action research study (Tomal, 2003). I noted individual students’
behaviors on the observation checklists, making a tally mark and computing the mean score so that
accurate numerical responses were clarified. For example, half the students worked on an assignment
for another class or slept in the EFL classroom. The observation checklists were used each time the
researcher reviewed the video recording and completed the observation checklists. In addition, two EFL
teachers also helped fill out the observation checklists when they occasionally visited the researcher’s
class with totally three times. Finally, I identified the most frequent behaviors and then made analysis
and interpretation.

Personal Review: for analyzing data, I also write daily observation about review classroom condition in
daily activity in the classroom, this is a sign of the action research, answering problem by describing
condition of the subject, and look holistic problem so that get answer as well as and real applicable into
classroom, this research also giving treatment to the subject in order to improving their motivation, it
will be described in quantitative approach.

This research are gathering two combination, so it needs statistic analysis, in my study need to know
about correlation between motivation and students achievement so it uses t-test with quantitative
approach, like below:

Quantitative approach In the quantitative approach, the results of the t-Test on students’ pretest and
posttest motivation questionnaires and repeated-measures analysis of variance for comparing all
subjects measured during different testing times were analyzed quantitatively, this is using formula;

: value t observation or t count

: difference mean count result

S : standard deviation

n: sample

In this study, the t-Test can be used to determine differences in students’ motivation to learn
English and performance before and after the instruction. In the first step, data were counted according
to participants’ responses to 35 items. Mean and standard deviation were presented by running the t-
Test. In this way, the researcher analyzed the results to determine any significant differences with
respect to survey responses before and after instruction.

Bibliography
A.S. Hornby. (1994). Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Fourth Edition. Oxford University Press.

Alison, McGrath Peirce. And Lank, Elizabeth. (2010). Developing Learning habit Journal. available at
www.think.plus.com

Dornyei, Zoltan.( 2001). Teaching and Researching Motivation. Malaysia; Longman

Hsiao-san Chen. 2008. Thesis Motivation Issues of Taiwanese Vocational High School Students in
English as Foreign Language Classroom: an Action Research Study. Kent State University.

Nunan, David. (1992). Research Methods in Language Learning. USA; Cambridge University Press.

Schmidt, Richard, Boraie, Deena, & Kassabgy, Omneya. (1996). Language Learning Motivation:
Pathways to the New Century. Honolulu: University of Hawai‘i.

Tomal, D. R. (2003). Action research for educators. Lanham, MD: Scarecrow Press.

Wallace, J. Michael. (1998). Action Research for Language Teacher. United Kingdom; Cambridge
University Press.

Yahya, Murip. 2009. Pengantar Pendidikan. Bandung; Prospect.

Read more: http://agunklik.blogspot.com/2013/05/contoh-proposal-ptk-bahasa-


inggris.html#ixzz4SLCAb5WL
ONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS( PTK)
Contoh Proposal PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS) - Penelitian ini dilakukan di dalam kelas dengan
melakukan ptk guna memperbaiki pembelajaran pada kelas. dan meningkatkan proses belajar mengajar
siswa pada kelas terntentu. Namun tidak semua kelas yang hendak di lakukan PTK, seperti halnya tadi
hanya kelas kelas tertentu, misal kelas yang dianggap bermasalah, atau poses blajar mengajar kelas
tersebut tidak optimal atau yang lainnya

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ada beberapa unusr yang terkandung di dalamnya yang sangat khas
yaitu

1. PTK di laksanakan oleh pendidik yaitu guru/pengajar, apabila dalam pengajaran di kelas tersebut
terdapat masalah
2. PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) dilakukan bahwa memang benar masalah yang di hadapi oleh
guru pada kelas tersebut

3. PTK memang harus didakan karena masih banyak proses pembelajaran yang harus
dimaksimalkan oleh pendidik/guru.

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
( PTK )
 

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN METODE      PEMBELAJARAN


DISCOVERY PADA SISWA KELAS VII SMP N 2 PAMOTAN       KECAMATAN PAMOTAN KABUPATEN
REMBANG
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

OLEH :
Drs.EDY MULYONO
NIP. 19680107 199512 1 004

DINAS PENDIDIKAN
KABUPATEN REMBANG

SMP N 2 PAMOTAN
PROPOSALPENELITIAN TINDAKAN KELAS( PTK )

Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA dengan Metode Pembelajaran Discovery Pada Siswa
Kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.

A.    Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu
terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu
pendidikan semakin mengalami kemajuan.

Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan
perkembangan yang sangat pesat. Perl~emangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan
tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru
yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Bahkan secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidi kan yang mencakup seluruh komponen yang ada.
Pembangunan d bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn dapat dimanfaatkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun.

Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses
belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar
penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.

Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan
bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu
pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan
membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan
memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa
kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-
manusia pembangunan dan rnembangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa. Depdikbud (1999).
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam
melaksanakan proses belajar

mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan
serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan
secara maksirnal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang
baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata
pelajaran yang akan disampaikan.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah
satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh
peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan mcmbimbing siswa untuk
bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang
sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsepkonsep
yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan
bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan
dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Sehingga nilai rata-rata mata pelajaran IPA yang diharapkan oleh guru adalah 90,00. Contoh Proposal
PTK

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah
siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Sehingga nilai rata-rata mata pelajaran IPA sangat rendah
yaitu mencapai 50,00. Hal ini disebabkan karena guru dalam proses belajar mengajar hanya
menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan alat peraga, dan materi pelajaran tidak
disampaikan secara kronologis.

Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi
belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat la.ngsung dalam kegiatan yang
melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.

Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam
menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh
menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan
menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan
meyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan
bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001 : 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping
menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai
kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran,
yaitu metode pembelajaran penemuan (discovery) untuk mengungkapkan apakah dengan model
penemuan (discovery) dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar IPA. Penulis memilih
metode pembelaja.an ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan
sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4). Dalam metode pembelajaran penemuan
(discovery) siswa iebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai
pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.

Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul " Meningkatkan
Motivasi Dan Prestasi Belajar IPA dengan Metode Pembelajaran Discovery Pada Siswa Kelas V Di SDN
Pagak 04 Kecamatan Pagak Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2007/2008 ".

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar helakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran discovery terhadap motivasi belajar siswa mata
pelajaran IPA pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.
2. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran
discovery mata pelajaran IPA pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.

C.    Tujuan Penelitian Contoh Proposal PTK

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran discovery
mata pelajaran IPA pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.
2. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah  diterapkannya pembelajaran
discovery mata pelajaran IPA pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.

D.    Manfaat Penelitian


Penulis mergharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1.    Guru
Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi IPA.

2.    Siswa
Meningkatkan motivasi dan prestasi pada mata pelajaran-pelajaran IPA
3.    Sekolah
Memberikan masukan bagi sekolah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan di sekolah tersebut.

E.    Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan adalah sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran disvovery dapat meningkatkan motivasi belajar mata pelajaran IPA
pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.
2. Penerapan pembelajaran discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran
IPA pada siswa kelas VII SMP N 2 PAMOTAN TH.2012/2013.

F.    Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah peningkatan motivasi dan
prestasi belajar siswa.
2. Penelitian tindakan kelas ini dikenakan pada siswa kelas VII

3. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di DI SMP N 2 PAMOTAN

4. Dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2012/2013.

5. Penelitian tindakan kelas ini dibatasi pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil penyelidikan
tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap.

G.    Definisi Operasional


Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal
sebagai berikut:

1.    Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah :


Suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat,
dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belaiar sendiri

2.    Motivasi belajar adalah:


Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong
tingkah. lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

3.    Prestasi belajar adalah:


Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti
pelajaran.

H.    Kajian Pustaka

a.    Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery) Contoh Proposal PTK


Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses
mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, manbuat
dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya. Suatu konsep misalnya: segi tiga,
pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prisnsip antara lain ialah: logam apabila
dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri   atau mengalami
proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sendiri) itu, sehingga situasi belajar
mengajar berpindah dari situasi teacher learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan
menggunakan discovery learning, ialah suatu cara meng~ajar yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba
sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.

Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut:

 Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
 Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat
kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. Dapat membangkitkan kegairahan
belajar mengajar para siswa.

 Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengankernampuannya masing-masing.

 Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk
belajar lebih giat. 

 Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan
proses penemuan sendiri.

Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila
diperlukan.

Walalupun demikian baiknya teknik ini toh masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan ialah:

 Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus
berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
 Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.

 Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin
akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
 Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini ada yang berpendapat bahwa
proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.

 Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.

b    Motivasi Belajar Contoh Proposal PTK


Pengertian Motivasi
Motivasi adalah daya dalarn diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan
seseorang atau organisme yang menyebabkan-kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian
tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan
dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam
mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang rnengubah energi
dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. :Dalam proses
belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak
akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3)
bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi
dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan
lebih baik.

Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu.

Macam-macam Motivasi

Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.    Motivasi Intrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau
belajar (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: ]05) ada beberapa strategi dalam mengaiar untuk membangun
motivasi intrins.k. Strategi tersebut adalah sebagai berikut: 

1. Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.


2. Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.

3. Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan
surnber belajar di sekolah. 

4. Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya. 

5. Meminta siswa untuk menjeiaskan hasil pekerjaannya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam
individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang merniliki motivasi intrinsik
dalam darinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari
luar dirinya.
2.    Motivasi Ekstrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan,
suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau
melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya
agar mendapat peringkat pertama di kelasnya (Usman, 2000: 29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.

Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:

1. Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk


meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai
sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2. Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru,
hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TPK yang akan dicapai sehingga dengan
demikian siswa berusaha untuk mencapai TPK tersebut.

3. Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin
besar ni]ai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam
melakuakan sesuatu perbuatan.

4. Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan
kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya.
Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih
sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5. Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.

6. Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan
memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bawa banyak siswa yang tidak
belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik.
Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.

Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai
yang tinggi, dan lain sebagainya.

c.    Prestasi Belajar IPA

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan
pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar
merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan,
dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang
yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran. Contoh Proposal
PTK

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan
melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian
hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan
untuk rnengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di
samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di
sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang
dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar
IPA.

d.    Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)

Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang
lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi
itu dengan lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa
dengan melibatkan seluruh pctensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar.

Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode pembelajaran yarg
memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan
pembelajaran dengan menberikan informasi singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh
dengan belajar penemuan (discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan
meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar penemuan (discovery)
ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan
orang lain. Selain itu, belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk
bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi'udin, 2002: 19).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran
model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat
motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka
intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas
usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

I.    Metode Penelitian

a.    Jenis Penelitianti

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas(PTK) yang bersifat reflektif, partisipatif, kolaboratif,
dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan –perbaikan terhadap sistim, cara kerja, proses, isi, dan
kompetensi atau situasi pembelajaran.  PTK yaitu suatu kegaitan menguji cobakan suatu id eke dalam 
praktik atau situasi nyata dalam harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar ( Riyanto, 2001)

b.    Kehadiran Peneliti

Pada penelitian ini, peneliti sebagai guru dan merencanakan kegiatan berikut :

1. Menyusun angket untuk pembelajaran dan menyusun rencana program pembelajaran


2. Mengumpulkan data dengan cara mengamati kegiatan pembelajaran dan wawancara untuk
mengetahui proses pembelajaran yangdilakukan oleh guru kelas

3. Melaksanakan rencana program pembelajaran yang telah dibuat 

4. Melaporkan hasil penelitian


c.    Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di…….
d.    Data dan sumber

1. Data dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir siswa yang diperoleh dengan mengamati
munculnya pertanyaan dan jawaban yang muncul selama diskusi berlangsung dan
diklasifikasikan menjadi C1 – C 6. Data untuk hasil penelian diperoleh berdasarkan nilai ulangan
harian (test).
2. Sumber data penelitian adalah siswa kelas VII A Sebagai obyek penelitian

e.    Prosedur pengumpulan data


Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1.    Wawancara
Wawancara awal dilakukan pada guru dan siswa untuk menentukan tindakan. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui kondisi awal siswa

2.    Angket
Angket merupakan data penunjang yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan
respon  atau tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif

3.    Observasi
Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir siswa yang terdiri dari beberapa
deskriptor yang ada selama pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan
lembar observasi yang telah disusun. Obsevasi dilakukan oleh 3 orang observer.

4.    Test
Test dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa
setelah pemberian tindakan. Test tersebut berbentuk multiple choise agar banyak materi tercakup

5.    Catatan lapangan


Catatan lapangan digunakan sebagai pelengkap data penelitian sehingga diharapkan semua  data yang
tidak termasuk dalam observasi dapat dikumpulkan pada penelitian ini

f.    Analisis data

1.    Kemampuan Berfikir

Kualitas pertanyaan dan jawaban siswa dianalisis dengan rubric. Kemudian untuk mengetahui
peningkatan skor kemampuan berfikir, pertanyaan dan janwaban yang telah dinilai dengan rubric pada
siklus I dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus II.

Rumus untuk mencari skor klasikal kemampuan bertanya siswa

Skor riil    X    4


Skor maks

Keterangan:
Skor riil   : skor total yang diperoleh siswa
Skor maksimal : Skor  total yang seharusnya diperoleh siswa
4                       : Skor maksimal dari tiap jawaban( pedoman penskoran lihat lampiran )

2.    Hasil Belajar

Hasil belajar pada aspek kognetif dari hasil test dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk
mengetahui ketuntasan belajar siswa.

Caranya adalah dengan menganalisis hasil test formatif dengan menggunakan criteria ketuntasan
belajar. Secam Aswirara individu, siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai
65 %, Secara kelompok dainggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang
mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007)

g.    Tahap-tahap penelitian Contoh Proposal PTK

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan proses pembelajaran yang dilakukan adalah model
pembelajaran kooperatif……… Penelitian ini akan dilaksanakan  dalam 2 siklus . Setiap siklus tediri dari
perencanaan, tindakan, penerapan tindakan, observasi, refleksi.
Siklus I

1.    Perencanaan

Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah :

 Penyusunan RPP dengan model pembelajaran yang direncanakan dalam PTK.


 Penyusunan lembar masalah/lembar kerja siswa sesuai dengan indikator pembelajaran yang
ingin dicapai

 Membuat  soal test yang akan diadakan untuk mengetahui hasil pemebelajaran siswa.

 Membentuk kelompok yang bersifat heterogen baik dari segi kemampuan akademis, jenis
kelamin,maupun etnis.

 Memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang
akan dilaksanakan

2.    Pelaksanaan Tindakan


 Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Dalam
pelaksanaan penelitian guru menjadi fasilitator selama pembelajaran, siswa dibimbing untuk
belajar IPA secara kooperatif learning dengan model……Adapun langkah – langkah yang
dilakukan adalah(sesuaikan dengan scenario pembelajaran)
 Kegiatan penutup

Di akhir pelaksanaan pembelajaran pada tiap siklus, guru memberikan test secara tertulis untuk
mengevalausi hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
3.    Observasi
Pengamatan dilakukan selama proses proses pembelajaran berlangsung dan hendaknya pengamat
melakukan kolaborasi dalam pelaksanaannya.

4.    Refleksi
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada
dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai.

Refleksi daimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang
dihasilkan,kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan
untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya unttuk menghasilkan perbaikan pada siklus II

Silus II
Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I  hanya saja perencanaan kegiatan
mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada
pelaksanaan siklus I.

DAFTAR RUJUKAN Contoh Proposal PTK

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 


          Jakarta: Balai Pustaka

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Contoh Proposal Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
January 14, 2013 by ulinaizna
PROPOSAL PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA


KELAS X SMA N 1 GALUR MELALUI STORY TELLING

( Proposal ini disusun guna memenuhi tugas MK Penelitian Tindakan Kelas )

Dosen pengampu : Prof. Dr. Farida Hanum

Oleh :

Izna Maulina                           10110244004

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

FILSAFAT SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2012
BAB I

PENDAHULUAN

1. A.    Latar Belakang

Pendidikan bisa dikatakan adalah salah satu kunci pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek sikap maupun aspek psikomotorik. Kualitas baik
tersebut dapat dicapai dengan adanya lembaga pendidikan. Di Indonesia sendiri, lembaga
pendidikan formal tertinggi adalah tingkat Perguruan Tinggi. Melalui lembaga pendidikan
formal tersebut Pemerintah memfasilitasi sarana prasana yang bersifat fisik maupun non fisik
seperti mata pelajaran yang disediakan guna mendukung pendidikan nasional.

Meski prasarana sudah disediakan, namun masalah pendidikan terus terjadi, baik masalah
pendidikan nasional maupun masalah pada tingkat satuan pendidikan itu sendiri. Mulai dari
masalah kurikulum, tenaga pendidik yang belum merata, biaya pendidikan yang tinggi, gedung
sekolah yang belum memadai, dan lain sebagainya.

Begitu pula dengan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di SMA N 1 Galur. Berdasarkan
observasi yang pernah dilakukan, di sekolah tersebut terdapat berbagai masalah. Mulai dari
bangunan sekolah yang kurang memadai, ini terlihat dari sempitnya lahan sekolah yang
membuat sekolah ini terlihat bukan seperti sekolah pada umumnya. Masalah lain yaitu
kebersihan sekolah yang kurang baik, banyak sampah yang berserakan tidak pada tempatnya,
kamar mandi yang tidak bersih, serta banyaknya coretan-coretan yang ada pada meja para siswa.
Selain itu juga kedisiplinan siswa yang kurang baik, ini terlihat banyaknya siswa yang tidak
disiplin dalam memakai seragam sekolah, banyak yang terlambat masuk kelas.

Selain nilai kedisiplinan yang kurang baik, terdapat pula nilai-nilai lain yang tidak diterapkan
denganbaik disekolah tersebut. Misalnya nilai kesopanan, banyak siswa yang kurang
menghormati para Guru maupun karyawan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan ketika Guru
sedang mengajar, ada beberapa siswa yang ramai bicara sendiri, makan dikelas, dan lain-lain.
Nilai prestasi di SMA N 1 Galur ini juga tidak terlaksana dengan baik, ini bisa dilihat dari masih
rendahnya minat baca siswa, terbukti dengan sepinya Perpusatakaan sekolah. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan, masih banyak lulusan sekolah ini yang menjadi pengangguran. Jika
ada yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi pun jumlah sangat sedikit.

Masalah yang terkait dengan mata pelajaran juga terjadi pada sekolah ini. Berdasarkan observasi
yang dilakukan, peneliti pernah ikut masuk ke dalam kelas X di SMA N 1 Galur dan bertepatan
dengan mata pelajaran bhs.Inggris. Masalah yag terjadi terkait dengan kegiatan mata pelajaran
bhs.Inggris pada kelas X ini adalah, banyak dari mereka yang belum mampu berbicara dengan
menggunakan bhs. Inggris. Ini terbukti ketika Guru mengajak mereka berkomunikasi dengan
bhs.Inggris, banyak dari mereka yang tidak bisa menanggapi dan tidak paham akan apa yang
dijelaskan. Ketidak mampuan ini diduga karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi dengan
bahasa Inggris, metode pengajaran Guru yang kurang tepat, dan lingkungan mereka yang tidak
mendukung.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Guru mata pelaran ini, didapat informasi bahwa
nilai rata-rata bhs.Inggris siswa kelas X belum mencapai standar nilai minimal yang ditentukan.
Selain itu banyak siswa yang belum fasih dalam berkomunisi menggunakan bhs.Inggris. Oleh
karena itu, dari masalah-masalah yang ada di SMA N 1 Galur, penelitian ini sangat berguna
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

1. B.     Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah terdapat masalah-masalah, antara lain :

1. Masih banyak masalh-masalah yang terjadi dalam pendidikan nasional


2. Bangunan sekolah SMA N 1 Galur yang terlalu sempit atau kecil

3. Rendahnya nilai kedisiplinan, nilai kebersihan, nilai kesopanan siswa-siswa di SMA N 1 Galur.

4. Rendahnya minat baca siswa-siswi SMA N 1 Galur

5. Masih kurangnya kemampuan berbahasa Inggris siswa-siswi kelas X SMA N 1 Galur

6. Metode pengajaran Guru yang belum terlaksana dengan tepat

1. C.    Batasan Masalah

Dengan adanya beberapa identifikasi masalah, maka peneliti akan fokus meneliti tentang Upaya
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa kelas X SMA N 1 Galur Melalui
Story Telling.

1. D.    Rumusan Masalah


1. Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X
SMA N 1 Galur ?

1. E.     Tujuan

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X SMA N 1 Galur.

1. F.     Manfaat
1. a.      Manfaat bagi Sekolah

1. Memberikan kontribusi bagi SMA N 1 Galur terkait dengan inovasi baru


mengenai story telling
1. b.      Manfaat bagi Guru

1. Memberikan masukan atau metode pengajaran yang baru mengenai mata pelajaran
bahasa Inggris melalui story telling.

2. Membantu Guru dalam mengajar di kelas dengan metode yang lebih mudah dan
menarik

1. c.       Manfaat bagi Siswa

1. Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara bhs.Inggris melalui


metode yang lebih mudah yaitu Sotry Telling.

BAB II

KAJIAN TEORI

1. A.    Ketrampilan Berbicara

Kemampuan berbicara dimiliki oleh semua manusia. Namun ketrampilan berbicara di depan
orang banyak belum tentu dimiliki oleh setiap orang. Pembicara harus mengembangkan teknik-
teknik untuk persiapan, untuk menyusun struktur pembicaraan, untuk menularkan energo dan
semangat, serta untuk menangkap dan menanggapi minat pendengar. Dasar suatu pembicaraan
yang efektif adalah persiapan yang kompeten. Pada zaman sekarang ini semua orang dituntut
untuk dapat terampil dalam berbicara. ( Bill Scott, 1987:5 )

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan
kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh.
Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami
antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah
laku sosial. Sedangkan, Wilkin dalam Maulida (2001) menyatakan bahwa tujuan pengajaran
bahasa Inggris dewasa ini adalah untuk berbicara. Lebih jauh lagi Wilkin dalam Oktarina (2002)
menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena
komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang
bervariasi dari masyarakat yang berbeda.

Komunikasi atau berbicara dalam bentuk diskusi dalam proses belajar mengajar berlangsung
amat efektif, baik antar pengajar dengan pelajar maupun diantara para pelajar sendiri, sebab
mekanismenya memungkinkan si pelajar terbiasa mengemukakan pendapat secara argumentative
dan dapat mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya benar atau tidak. (Onong Uchjana E,
1994:102)

Menurut aliran komunikatif dan pragmatic, ketrampilan berbicara dan ketrampilan menyimak
berhubungan secara kuat.  Ketrampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal
dari pembicara dalam membentuk sebuah kalimat. Dalam konteks komunikasi, pembicara
berlaku sebagai pengirim, sedangkan penerima sebagai penerima warta. Proses pembelajaran
berbicara akan menjadi mudah jika peserta didik terlibat aktif berkomunikasi. Evaluasi
ketrampilan berbicara dilakukan secara berbeda pada setiap jenjangnya. Misalnya pada tingkat
Sekolah Dasar, kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan sebagai
bentuk evaluasi. (Iskandarwassid, 2006:239)

Tujuan ketrampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut :

1. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka
mengembangkan ketrampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam
kelompok kecil maupun dihadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Para peserta
didik perlu mengembangkan kepercayaan yang tumbuh melalui latihan.

1. Kejelasan

Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi
kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik. Dengan latihan
berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan berbicara tersebut dapat
dicapai.

1. Bertanggung Jawab

Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar berbicara
secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik
pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak bicara, dan bagaimana situasi pembicaraan
serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang
tidak bertanggung jawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.

1. Membentuk Pendengaran yang Kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan
kritis juga menjadi tujuan utama program ini. Disini peserta didik perlu belajar untuk dapat
mengevaluasi kata-kata, niat, tujuan pembicara yang secara emplisit mengajukan pertanyaan : (1)
Siapakah yang berkata, (2) mengapa ia berkata demikian, (3) apa tujuannya, (4) apa
kewenangannya ia berkata begitu?

1. Membentuk kebiasaan

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa adanya kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang
dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting daam membentuk
kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.
Tujuan ketrampilan berbicara diatas dapat dicapai jika program, pengajaran dilandasi prinsip-
prinsip yang relevan dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami
kegiatan berbicara.

Biasanya, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pengajar dan peserta didik adalah :

1. Distorsi fonem sebagai masalah artikulasi


2. Masalah gagap yang lebih bersifat individual

3. Pengacauan artikulasi kata-kata karena terlalu cepat keluarnya

4. Kesulitan pendengaran yang bisa disebabkan oelh suara terlalu keras atau terlalu lembut

5. Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan (Iskandarwassid, 2011:243)

1. B.     Definisi Bahasa Inggris

Sebelum kita paham akan apa definisi bahasa Inggris, terlebih dahulu kita harus paham
mengenai definisi bahasa itu sendiri. Menurut Wittgenstein, bahasa merupakan bentuk
pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur
yang logis. Sedangkan menurut Ferdinand De Saussure, bahasa adalah ciri pembeda yang paling
menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang
berbeda dari kelompok yang lain. Lain halnya dengan Plato, menurutnya bahasa adalah
pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan
rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.

Menurut Bloch dan Trager, bahasa adalah suatu system symbol-simbol bunyi yang digunakan
oleh suatu kelompok social sebagai alat untuk berkomunikasi. Senada dengan Bloch dan Trager,
Joseph Bram mengatakan bahwa bahasa adalah suatu system yang berstruktus dari anggota suatu
kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain. Ronald Wardhaugh, seorang Linguis Barat,
dalam Introduction to Linguistics memberikan definisi sebagai berikut: bahasa ialah suatu
system symbol-simbol bunyi yang digunakan untuk komunikasi manusia (Asep Ahmad Hidayat,
2006:22)

Bahasa Inggris sendiri adalah media komunikasi utama bagi masyarakat di negara Inggris,
Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Afrika Selatan, dan di banyak negara lainnya.
Bahasa Inggris (English) merupakan bahasa resmi dari banyak negara-
negara persemakmuran dan dipahami serta dipergunakan secara meluas. Bahasa Inggris
dipergunakan di lebih banyak negara di dunia dibanding bahasa yang lain serta dibanding bahasa
yang lain kecuali bahasa Cina,  bahasa ini juga lebih banyak dipergunakan orang.

Bahasa Inggris termasuk rumpun bahasa-bahasa Anglo-Frisia pada cabang barat bahasa-bahasa


Jerman, dan merupakan sebuah bahasa subfamili dari bahasa-bahasa Indo-Eropa.
Bahasa Inggris hampir mendekati bahasa Frisia, sedikit lebih luas dari bahasa
Netherlandic (Belanda –Flemish) dan dialek Jerman tingkat rendah (Plattdeutsch), serta jauh dari
bahasa Jerman Modern tingkat tinggi.

1. C.    Strategi Belajar

Strategi berasal dari kata Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima perang.
Brdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam
peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang , angkatan darat atau laut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1989) strategi adalah ilmu dan seni 
menggunakan semua sumber dayan bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu
dalam perang dan damai. Yang dapat dianggap berkaitan langsung dengan pengertian startegi
dalam pengajaran bahasa ialah strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasasaran khusus. Dalam konteks pengajaran, menurut Gagne (1974) strategi adalah
kemampuan internal sesorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir secara unik untuk
dapat menganalisis, memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan.

Belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (KBBI, 1989). Dalam bahasa
sederhana kita belajar dimaknai sebagai menuju kea rah yang lebih baik dengan cara sistematis.
Brunner mengemukakan proses belajar yang terdiri atas tiga tahapan yaitu tahap informasi,
transformasi, dan evaluasi.  Teori belajar lain dikemukakan oleh Gagne yang menetapkan proses
belajar melalui analisis yang cermat dalam suatu kontribusi pengajaran. ( Iskandarwassid,
2011:2)

Sedangakan strategi belajar adalah sifat, tingkah laku yang tidak teramati, atau langkah nyata
yang dapt diamati (Huda, 1999). Menurut Brown, strategi belajar berkaitan dengan pemrosesan,
penyimpanan, dan pengambilan masukan perolehan bahasa. Pengertian strategi pembelajaran
menurut Zaini dan Bahri (2003) yaitu strategi pembelajaran mempunyai pengertian suatu garis-
garis besar haluan untuk bertinak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan
pengajar dan peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran yang telah digariskan. Ada
empat strategi dasar dalam pembelajaran, yaitu mengidentifikasi apa yang diharapkan, memilih
system pendekatan, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran,
menetapkan norma-norma dan batas minial keberhasilan. ( Iskandarwassid, 2011:8)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran meliputi
kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh pnegajar mulai dari perencanaan ,
pelaksanaan kegiatan sampai ke tahap evaluasi, serta program tindak lanjut yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu , yaitu pengajaran. ( Iskandarwassid,
2011:9)

Apabila semua uraian diatas dihubungkan dengan pengajaran bahasa Inggris, maka strategi
pembelajaran bahasa Inggris adalah pola ketrampilan pembelajaran yang dipilih dosen atau
pengajar untuk melaksanakan program pembelajaran ketrampilan berbahasa Inggris.
1. D.    Storytelling

Menurut Echols (1975) storytelling terdiri atas dua kata, yaitu story berarti cerita dan telling
berarti penceritaan.” Penggabungan dua kata storytelling berarti penceritaan cerita atau
menceritakan cerita. Sedangkan menurut Malan (1991), storytelling disebut juga bercerita atau
mendongeng. Mendongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Storytelling merupakan
usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau
sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan. Storytelling sangat bermanfaat sekali bagi guru
seperti yang dikemukakan oleh Loban (1972:521) menyatakan bahwa storytelling dapat menjadi
motivasi untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas imajinasi anak, orang tua atau
menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan.

Kegiatan story telling dapat memperbaiki daya nalar anak dan memperluas komunikasi anak
dengan orang dewasa, anak dengan temannya atau anak itu sendiri. Morrow dalam Tompkins
(2005:15) menyatakan bahwa storytelling dapat memberi kesenangan dan merangsang imajinasi
anak. Menurut Bachrudin (2008:15) melalui keterlibatan dengan dongeng (virtual reality), anak
akan tergaet masuk kedalam rangkaian kejadian dan pertarungan nasib tokoh cerita (plot).
Dengan berbekal emosi, intelegensi dan daya imajinasi anak, mereka akan turut mengalami
kejadian dalamcerita itu. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa storytelling dapat memberi
kesenangan, kegembiraan, kemakmuran, mengembangkan daya imajinasi, memberikan
pengalaman baru, mengembangkan wawasan anak dan menurunkan warisan budayadari generasi
satu kegenerasi berikutnya. Hal yang paling utama, bahwa storytelling dapat memperkaya
wawasan yang dimiliki anak berkembang dan menjadi perilakuinsani, yang mempertimbangkan
tentang baik dan buruknya tindakan yang dilakukan.

Storytelling adalah seni bercerita yang lebih tinggi dan memerlukan banyak berlatih sebagai
salah satu kegiatan seni bercerita. Storytelling adalah kegiatan aktivitas yang bermanfaat dalam
pembelajaran. Storytelling dapat menumbuhkan motivasi untuk menyimak cerita atau bercerita
(Muh-Nur Mustakim, 2005:175). Kegiatan storytelling dapat dilakukan oleh anak-anak dengan
tujuan memperbaiki 20 keterampilan komunikasi menyongsong pertumbuhan imajinasi anak,
memotivasianak untuk mengisahkan cerita yang dialaminya, dan memberi hiburan pada anak.

Menurut Saxby (1991:5-10), manfaat mendongeng bagi anak terbentang luas mulai dari
dukunganterhadap pertumbuhan berbagai pengalaman, perasaan, emosi, bahasa,
perkembangankognitif, sosial, estetis, spritual, eksplorasi dan penemuan. Manfaat dari
Storytelling memberi kesenangan, kenikmatan,mengembangkan daya imajinasi anak,
memberikan pengalaman baru,mengembangkan wawasan anak, menurunkan warisan budaya
dari generasi satu ke generasi berikutnya.

BAB III

METODE PENELITIAN
 

1. A.    Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), bersifat
partisipan. Madsudnya yaitu bahwa orang yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat
dalam proses penelitian dari awal. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model penelitian
tindakan yang dikemukakan oleh Kemmis dan Teggart (Suwarsih Madya,1994:27)

Adapun proses penelitian tindakan model kemmis dan teggart adalah

1. Perencanaan pertama
2. Tindakan pertama

3. Pengamatan pertama (Observe 1)

4. Refleksi pertama

5. Revisi terhadap perencanaan pertama

6. Tindakan kedua (Observe 2)

7. refleksi kedua

1. B.     Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Galur, di kelas X pada semester ganjil bulan Oktober
sampai November 2012.

1. C.    Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA N 1 Galur. Sedangkan objek dari
penelitian ini adalah penerapan storytelling, untuk meningkatkan kemampuan berbicara bhs.
Inggris siswa.

1. D.    Sumber Data

Data yang digunakan adalah data kualitatif, berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari hasil observasi dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari
dokumentasi yaitu dari lembaga atau organisasi yang bersangkutan sebagai data tambahan.

1. E.     Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif. Dalam
penelitian kolaboratif, pihak yang melakukan tindakan adalah Guru mata pelajaran bhs. Inggris
untuk kelas X. Sedangkan yang melakukan melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya
proses tindakan adalah peneliti. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart, yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Menurut Kemmis dan Taggart ada beberapa tahapan dalam penelitian ini (Rochiati
Wiriaatmadja, 2005:66) yaitu:

1. Perencanaan (plan)
2. Tindakan (act)

3. Pengamatan (observe)

4. Refleksi (reflect)

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dengan cara kolaborasi yaitu penelitian yang melibatkan
orang lain disamping peneliti yaitu sebagai observer (teman sejawat). Peneliti menggunakan alur
tahapan (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi disajikan dalam dua siklus).

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus dihentikan apabila data yang ditampilkan di
lapangan sudah jenuh, artinya jika sudah ada peningkatan kemampuan berbicara bhs.Inggris dari
siswa dalam model pembelajaran storytelling. Adapun alur penelitiannya sebagai berikut:

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart

1. F.     Tahapan Penelitian


1. Tahapan Penelitian Siklus I

1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan program model pembelajaran
storytelling :

1)      Melakukan izin terhadap pihak Sekolah dan Guru mata pelajaran terkait untuk menerapkan
model storytelling dalam mata pelajaran bhs. Inggris

2)      Peneliti melakukan wawancara terhadap Guru bhs.Inggris dan para siswa

3)      Peneliti berkoordinasi dengan Guru bhs.Inggris kelas X terkait dengan tempat dan waktu
penelitian

4)      Peneliti menyiapkan tema atau topik untuk diterapkan dalam storytelling nanti

5)      Peneliti melakukan koordinasi dengan kolaborator, yaitu Guru pengampu mata pelajaran
bhs.Inggris kelas X terkait dengan tema dan bagaimana pelaksanaan model storytelling nanti
pada saat KBM berlangsung

6)      Peneliti menyiapkan lembar pedoman observasi dan wawancara yang dibutuhkan dalam
penelitian

1. Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam 2 kali pertemuan, yaitu setiap 1
minggu sekali. Tahap tindakan dilakukan oleh Guru bhs.Inggris bersama peneliti dalam
menerapkan model pembelajaran storytelling. Adapun tindakan yang dilakukan pada tiap siklus
yaitu:

1)      Pendahuluan

Guru memberikan penjelasan mengenai apaitu model pembelajaran storytelling. Dan juga
membagi semua siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5orang setiap kelompok. Setelah
itu, Guru memberikan masing-masing kelompok tersebut dengan tema yang sudah disiapkan
oleh Guru bersama peneliti.

2)      Kegiatan inti

Setelah siswa terbagi dalam kelompok-kelompok kecil dan sudah mendapatkan tema, maka
mereka menyusun atau membuat sebuah cerita yang terkait dengan tema yang telah diberikan,
minimal satu paragraf yang terdiri dari lima kalimat. Sebagai contoh tema bencana gempa bumi,
maka mereka harus membuat cerita yang berkaitan dengan gempa bumi. Setelah menyusun
cerita, masing-masing anggota kelompok menceritakan cerita kelompok mereka di depan kelas
perkalimat atau per paragraph sesuai dengan jumlah kalimat atau paragraph yang mereka buat.
Seusai mereka bercerita didepan kelas, Guru memberikan masukan bagi mereka. Dalam tahap
ini, peneliti berfungsi sebagai pengamat aktivitas dan melakukan wawancara.

3)      Penutup

Guru memberikan apresiasi bagi kelompok yang baik dari segi cerita dan cara penyampaian
cerita mereka di depan kelas dinilai paling baik.

1. Observasi

Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang
telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar obseravasi
dengan membuat lembar catatan lapangan (field note). Hal-hal yang diamati selama pelaksanaan
tindakan adalah aktivitas selama model pembelajaran storytelling dilaksanakan. Selain itu
dilaksanakan juga wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara
dilaksanakan pada siswa-siswi yang mengikuti model pembelajaran storytelling sesudah
pelaksanaan tindakan.

1. Refleksi

Pada tahap ini peneliti bersama Guru melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan pada siklus
I, meliputi analisis, sintesis, pemaknaan, penjelasan, dan penyimpulan data dan informasi yang
berhasil dikumpulkan. Data dan informasi tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan
perencanaan pelaksanaan metode pembelajaran storytelling pada siklus berikutnya. Jika hasil
yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan dan dilakukan pada siklus kedua.
Siklus selanjutnya dilakukan, apabila para siswa belum menunjukkan beberapa karakter yang
menjadi indikator lancar berbahas inggris. Apabila dalam tindakan siklus pertama hasil tersebut
sudah tercapai maka siklus kedua akan tetap dilaksanakan untuk membuktikan bahwa hasil
tersebut bukan sebuah kebetulan, tetapi merupakan hasil dari penerapan model pembelajaran
Storytelling.

1. Tahapan Penelitian Siklus II

Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap
pelaksanaan program pada siklus I. Tahapan tindakan pada siklus II mengikuti tahapan tindakan
siklus I.

1. G.    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Observasi

Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu observasi untuk keaktifan mahasiswa
dan lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran storytelling. Lembar observasi untuk
siswa berupa lembar observasi penilaian kinerja (proses) dan lembar observasi aktifitas belajar
siswa. Sedangkan lembar observasi pelaksanaan program adalah lembar observasi yang
digunakan untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh Guru dan peneliti.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada Guru pengampu mata pelajaran bhs.Inggris
dan para siswa mengenai pelaksanaan storytelling di kelas dalam rangka meningkatkan
kemampuan berbicara bhs.Inggris.

1. Dokumentasi

Dokumentasi diperoleh dari hasil lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, daftar
mahasiswa dan foto-foto selama program berjalan.

1. H.    Instrumen Penelitian


1. Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus sebagai perencana,
pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan menjadi pelapor penelitian

1. Lembar Observasi

Metode observasi dilakukan untuk mengamati suasana kelas tempat berlangsungnya


pembelajaran. Mengamati antusias siswa dalam mengikuti model pembelajaran storytelling di
kelas.
1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau tanggapan Guru dan siswa
mengenai model pembelajaran storytelling dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara
bhs. Inggris siswa.

1. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran
program, daftar nama dan nilai berbicara siswa pada mata pelajaran bhs.Inggis, dokumen
mengenai model pembelajaran yang diterapkan oleh Guru sebelumnya, dan dokumentasi selama
pelaksanaan model pembelajaran storytelling berjalan.

1. Catatan Lapangan

Metode catatan lapangan dipergunakan untuk mencatat suasana kelas pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dicatat meliputi :

1. Keaktifan siswa pada proses pembelajaran


2. Aktifitas guru dalam menerapkan metode pembelajaran storytelling

1. I.       Teknis Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data,
penyederhanaan data serta transfomasi dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa
sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga
mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan
cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang
dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data
dan sumber data yang telah ada.

1. J.      Validasi Data

Peneliti dalam memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan menggunakan teknik triangulasi
dan membercheck , triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini
triangulasi dilakukan dengan  pedoman observasi, pedoman wawancara dan catatn lapangan
(field note). Sedangkan membercheck dilakukan dengan mengulang garis besar apa yang
diungkapkan oleh informan pada akhir wawancara guna memastikan kembali data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan mengoreksi bila ada kesalahan serta menambah apabila
terdapat beberapa kekurangan.

Daftar Pustaka
 

–          Effendy, Onong.1994.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.

–          Wassid, Iskandar.2011.Strategi pembelajaran bahasa.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

–          Ahmad Asep hidayat. 2006. Filsafat bahasa mengungkapkan hakikat bahasa, makna, dan

          tanda.Bandung : PT Remaja Rosdakarya

–          Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya

–          http://lembagabahasa.com/language/definisi-bahasa , diunduh tanggal 1 Desember 2012

–          http://id.scribd.com/doc/87122057/2/kajian-teori-metode-storytelling-dengan-media-
panggung,  diunduh tanggal 3 Desember 2012

Lampiran

Pedoman wawancara

Guru   :

1. Bagaimana antusias para siswa ketika KBM mata pelajaran bhs. Inggris berlangsung dengan
menggunakan strategi pembelajaran storytelling?
2. Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam berbicara menggunakan bhs. Inggris ?

3. Bagaimana penggunaan grammar siswa dalam berbicara bhs. Inggris ?

4. Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara bhs. Inggris ?

5. Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam berbicara bhs. Inggris ?

6. Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara menggunakan bhs. Inggris saat proses KBM ?

7. Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum dan sesudah adanya storytelling ?

8. Menurut anda, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam meningkatkan kemampuan


berbicara siswa?

Siswa  :

1. Bagaimana kertertarikan Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas? Apakah


menyenangkan?
2. Menurut Saudara, lebih menyenangkan menggunakan storytelling atau model pengajaran
sebelumnya?
3. Seberani apakah Saudara berbicara menggunakan bhs.Inggris pada saat proses KBM ?

4. Bagaiamana kelancaran Saudara dalam berbicara bhs. Inggris setelah mengikuti storytelling ?

5. Bagaimana antusias Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas?

6. Bagaimana pemahaman Saudara ketika mengikuti storytelling di kelas ?

7. Bagaimana nilai tes atau ujian Saudara setelah mengikuti storytelling ?

8. Menurut Saudara, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam meningkatkan kemampuan


berbicara siswa?

Pedoman Observasi

No. Aspek yang Diamati Selalu Sering Kadang Tidak pernah Ket.
Belajar bhs. Inggris menarik
1
Belajar bhs. Inggris mudah
2
Dapat berbicara bhs. Inggris
3
Lancar berbicara bhs. Inggris
4
Memiliki artikulasi jelas berbicara bhs. Inggris
5
Pemilihan kata mudah dipahami
6
Rajin berbicara bhs.Inggris saat KBM
7
Penggunaan grammar benar
8
Nilai speaking sesuai dengan nilai standar minimal
9
Berani berbicara menggunakan bhs. Inggris
10

Contoh Proposal PTK Bahasa Inggris SMP.


Posted by noer al khosim on 07:10 in PTKsmp | 2 komentar
I. JUDUL
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOSA KATA SISWA UNTUK
MENGUNGKAPKAN MAKNA DALAM BENTUK ESEI PENDEK BERBENTUK
PROCEDURE DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING DI
KELAS IX SMP NEGERI 4 CIAMIS.

II. BIDANG KAJIAN


Model Pembelajaran Bahasa Inggris

III. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemampuan berbahasa Inggris merupakan suatu kebutuhan dan keharusan di era


komunikasi dan globalisasi sekarang ini. Pelajaran Bahasa Inggris di SMP berfungsi
sebagai alat pengembangan diri siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Setelah menamatkan studi, mereka diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi
individu yang mandiri, cerdas, terampil dan berkepribadian siap ikut serta dalam
pembangunan nasional.
Pengajaran Bahasa Inggris di SMP meliputi empat kemampuan berbahasa yaitu :
Menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Semua itu harus didukung oleh unsur unsur
bahasa lainnya yaitu : Kosa kata, Tata Bahasa, dan Pronuonciation sesuai dengan tema
sebagai alat tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Dari ke empat keterampilan berbahasa
tersebut diatas, pembelajaran keterampilan Membaca ( Reading) ternyata kurang dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Kemampuan mengungkapkan dan merespon makna
dalam bentuk esei pendek sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk
berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari hari dalam teks berbentuk procedure dan
report adalah salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai oleh siswa Kelas IX
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pembelajaran mengungkapkan dan merespon makna dalam bentuk esei pendek
sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks
kehidupan sehari hari dalam teks berbentuk procedure dan report telah penulis lakukan
secara klasikal. Dalam pembelajaran tersebut penulis menjelaskan materi pokok yang
terdapat dalam indicator sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi makna gagasan dalam teks berbentuk procedure.
b. Mengidentifikasi berbagai informasi yang terdapat dalam teks berbentuk procedure.
Siswa disuruh membaca teks esei pendek berbentuk procedure kemudian mereka
menterjemahkannya. Selanjutnya siswa mengidentifikasi dan mencari makna gagasan dan
informasi yang terdapat dalam teks berbentuk procedure tersebut. Hasil pembelajaran
tersebut ternyata dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dari hasil refleksi penulis
diperoleh data bahwa selama proses pembelajaran siswa sangat pasif dan mengeluh serta
munculnya rasa tidak percaya diri. Mereka sangat kesulitan mngerjakan tugas tugasnya.
Jelas, pembelajaran ini sangat tidak epektif atau dengan kata lain pembelajaran tersebut
tidak berhasil (Gagal). Uraian tersebut diatas merupakan kegagalan terhadap hasil dan
proses belajar. Kegagalan tersebut merupakan masalah yang harus diatasi. Untuk
mengatasi kegagalan pembelajaran tersebut diatas, penulis berusaha mencari solusi yang
sesuai dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam hal ini seorang guru
dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam mencari satu teknik pembelajaran yang sesuai
dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) harus dilaksanakan.
Guru bukan lagi merupakan sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok otoriter, tetapi Guru
harus bisa menjadi seorang fasilitator dan motor yang mampu memfasilitasi dan
menggerakan siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.
Berdasarkan pengalaman penulis, penulis berhipotesis bahwa teknik belajar (teori belajar)
Kontruktivisme sangatlah tepat kalau dipakai dalam pembelajaran ini. Penulis mencoba
menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Oleh karena itu, penulis mencoba
merencanakan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul, “Upaya meningkatkan
kemampuan kosa kata siswa untuk mengungkapkan makna dalam bentuk esei pendek
berbentuk procedure dengan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping di Kelas IX
SMPN 4 Ciamis.

IV. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas maka penulis telah merumuskan
permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah : “Apakah melalui Model
pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan kemampuan kosa kata siswa dalam
memahami dan merespon makna teks esei pendek berbentuk procedure di kelas IX SMP
Negeri 4 Ciamis?”

V. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Meningkatkan kemampuan kosa kata siswa dalam merespon makna teks esei pendek
berbentuk procedure.
2. Mengembangkan strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang efektif, efisien,
dan menyenangkan.
3. Siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan komunikasi dengan
mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan perasaannya secara sederhana baik lisan
ataupun tulisan.

VI. MANFAAT HASIL PENELITIAN


A. Bagi Guru
1. Mengembangkan model pembelajaran yang efektif, efisien, dan yang dapat melibatkan
siswa secara aktif     dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris untuk meningkatkan
kompetensi komunikatif mereka.
2. Membantu memperbaiki / meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar.
3. Membantu meningkatkan kualitas profesionalisme guru sebagai pendidik.
4. Membantu dalam penyusunan karya ilmiah yang merupakan salah satu syarat kenaikan
pangkat dari golongan IVa ke jenjang berikutnya.
5. Membantu dalam penyusunan karya ilmiah untuk dijadikan penilaian guna mendapatkan
tunjangan sertifikasi guru/pendidik.

B. Bagi Siswa
1. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan merespon makna dalam esei
pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan dan tulisan secara akurat,
lancar dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari hari dalam teks
berbentuk procedure.
2. Meningkatkan rasa senang dan motivasi belajar.
3. Meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam berkomunikasi.
4. Meningkatkan kompetensi komunikatif dan prestasi belajar Bahasa Inggris.
5. Meningkatkan keaktifan, kreatifitas, dan hasil belajar siswa yang lebih tinggi.

C. Bagi Sekolah
Melalui Model pembelajaran Mind Mapping membantu memperbaiki pembelajaran Bahasa
Inggris di SMP Negeri 4 Ciamis,

VII. LANDASAN TEORI

A. Teks Procedure

Teks Procedure digunakan untuk memberikan petunjuk tentang


langkah-langkah/metoda/cara-cara melakukan sesuatu ( Otong Setiawan Djuhaeri, 2006 :
38 ). Teks Procedure umumnya berisi tips atau serangkaian tindakan atau langkah dalam
membuat suatu baran atau suatu aktifitas. Teks Procedure dikenal pula dengan istilah
directory dan biasanya dalam pembentukannya menggunakan kalimat imperative ( Suruhan
). Teks ini umumnya memiliki generic structure ( susunan umum ): 1). Goal atau tujuan
kegiatan. 2). Materials atau bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat suatu barang /
melakukan suatu aktifitas yang sifatnya opsional. 3). Steps atau Tahapan-tahapn proses
pembuatan dan pelaksanaan aktifitas.

A. Contextual Teaching Learning ( CTL )

Setiap siswa mempunyai kemampuan berfikir yang berbeda-beda. Ketika siswa melihat
suatu persoalan maka cara dan intensitas berfikir setiap siswa pun berbeda pula.
Perbedaan perbedaan tersebut akibat dari perbedaan minat, kemampuan, kesenjangan,
pengalaman, cara belajar, dan sebagainya ( Depdiknas, 2002 : 24 ). Perbedaan perbedaan
tersebut akan berdampak pada proses dan hasil sebuah pembelajaran. Berbagai
pendekatan, strategi dan model pembelajaran telah dikembangkan oleh para ahli untuk
mengcover kemampuan berpikir siswa yang berbeda beda tersebut. Pendekatan yang
paling sering digunakan di era KTSP adalah Contextual Teaching Learning ( CTL ) yang
dikembangkan dalam model Cooperative Learning. Pendekatan CTL itu sendiri memiliki 7
elemen penting yaitu : Inquiri ( Inquiri ), Pertanyaan ( Questioning ), Kontruktifistik
( Kontruktifism ), Pemodelan ( Modeling ), Masyarakat Belajar ( Learning Community ),
Penilaian Otentik ( Authentic Assestment ), dan Refleksi ( Reflektion ). Para ahli
berpendapat bahwa model pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan di era
pendidikan sekarang yang lebih menekankan pada kontektual, bermakna, dan
menyenangkan. Blancard (2001) mengembangkan strategi pembelajaran kontektual
dengan :
1. Menekankan pemecahan masalah.
2. Menyadari kebutuhan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks
seperti rumah, masyarakat, dan pekerjaan.
3. Mengajarai siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga
menjadi siswa mandiri.
4. Mengaitkan pembelajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
5. Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama dan
6. Menerapkan penilaian autentik.
Penulis menyetujui bahwa pendekatan CTL sangat cocok untuk digunakan dan sesuai
dengan KTSP, hanya saja tujuh pilar CTL ini dianggap terlalu berat untuk digunakan semua
dalam pembelajaran di SMP Negeri 4 Ciamis khususnya kelas IX. Maka dari itu, penulis
mendesain satu teknik pembelajaran yang lebih sedrhana tanpa mengurangi esensi dari
CTL itu sendiri. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Model pembelajaran Mind
Mapping.

B. Mind Mapping

Mind mapping merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan pada
pemetaan otak yaitu dengan cara menempatkan informasi ke dalam otak dan
mengambilnya kembali keluar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan dikota
yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan
secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang luas. Dengan sebuah
peta kita bisa merencanakan sebuah rute tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita
akan perdi dan dimana kita berada. Mind Mapping bisa disebut sebuah peta rute yang
digunakan ingatan, membuat kita bisa menyeusun fakta dan pikiran sedemikian rupa
sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat
informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat
biasa. Ada beberapa kelebihan apabila kita menggunakan model pembelajaran mind
mapping antara lain : a). Cara ini cepat. b). Teknik ini dapat digunakan untuk
mengorganisasi ide ide yang muncul dikepala anda. c). Proses menggambar diagram bisa
memunculkan ide-ide yang lain. d). Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan
untuk menulis. (http://www.escaeva.com/tips-menulis/tips-fiksi/menulis-dengan-diagram-
balon.html).

VIII. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN


A. Rencana Penelitian
1. Subjek Penelitan
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 4 Ciamis berjumlah 40
Orang.
2. Tempat penelitian 
SMP Negeri 4 Ciamis Kabupaten Ciamis
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai perencananan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut
mulai Januari s.d. April 2010 pada semester 2 tahun pelajaran 2009-2010.
4. Lama Tindakan
Waktu untuk melaksanakan tindakan mulai dari Siklus I dan Siklus II selama 3 bulan.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang
dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan
Taggart (1998) yang mencakup kegiatan Perencanaan (planning), Tindakan (action),
Observasi (observation), Refleksi (reflektion), dan Evaluasi (evaluation). Keempat kegiatan
ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus. Penelitian ini dilakukan dengan cara
berkolaborasi dengan guru-guru SMP Negeri 4 Ciamis. Proses pembelajaran ini di teliti
melaluiPenelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus dengan kegiatan sebagai berikut :

SIKLUS ke-1

Tahap Perencanaan (planning), mencakup :


1. Mengidentifikasi masalah.
2. Menganalisis dan merumuskan masalah.
3. Merancang model pembelajaran klasikal.
4. Mendiskusikan model pembelajaran interaktif.
5. Menyiapkan instrumen (angket,pedoman,observasi,tes akhir).
6. Menyusun kelompok belajar peserta didik
7. Merencanankan tugas kelompok

Tahap Melakukan Tindakan (action), mencakup :


1. Melaksanakan langkah-langkah sesuai dengan perencanaan.
2. Menerapkan model pembelajaran klasikal.
3. Melakukan pengamatan pada setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana.
4. Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan.
5. Mengantisipasi dengan mencari solusi apabila menemui kendala saat melakukan
tahapan-tahapan kegiatan.

Tahap Mengamati (observation), mencakup :


1. Melakukan diskusi dengan guru SMP Negeri 4 Ciamis dan Kepala Sekolah untuk
rencana observasi.
2. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran klasikal yang
dilakukan guru di kelas IX.
3. Mencatat setiap perubahan dan kegiatan yang terjadi saat penerapan model
pembelajaran klasikal.
4. Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau
kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran
berikutnya.

Tahap Refleksi (reflection), mencakup :


1. Menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan observasi.
2. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran
klasikal dan mempertimbangkan langkah selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap penerapan model pembelajaran klasikal.
4. Melakukan refleksi terhadap kreatifitas peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
5. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar peserta didik.

SIKLUS ke-2

Tahap Perencanaan (planning), mencakup :


1. Mengevaluasi hasil refleksi, mendiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk
diterapkan pada pembelajaran berikutnya.
2. Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran.
3. Merancang perbaikan berdsarkan refleksi siklus 1.
Tahap Melakukan Tindakan (action), mencakup :
1. Melakukan analisis pemecahan masalah.
2. Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan model
pembelajaran Mind Mapping.

Tahap Mengamati (observation), mencakup :


1. Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran Mind Mapping.
2. Mencatat perubahan yang terjadi.
3. Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan
memberikan umpan balik.
4. Menyusun rekomendasi.

Dari setiap kegiatan pada Siklus 1 dan Siklus 2, hasil yang diharapkan adalah agar 1).
Peserta didik memiliki kemampuan dan kreatifitas serta selalu aktif terlibat dalam proses
pembelajaran Bahasa Inggris. 2). Guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan
model pembelajaran yang interaktif dengan kerja kelompok khusus pada mata pelajaran
Bahasa Inggris, dan 3). Terjadi peningkatan prestasi anak didik pada mata pelajaran
Bahasa Inggris. Analisis data untuk lebih menjamin keakuratan data penelitian dilakukan
perekaman dalam video photo. Data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan sesuai
dengan permasalahan yang ada dalam bentuk laporan hasil penelitian. Dari rancangan
pembelajaran interaktif dan pemberian tugas kerja kelompok dolakukanj validasi oleh teman
sejawat dan kepala sekolah. Untuk kreatifitas peserta didikdalam pembelajaran digunakan
observasi dan angket dan untuk perolehan hasil belajar peserta didik digunakan deskripsi
kuantitatif.

IX. JADWAL PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2009-2010, antara bulan
Januari sampai dengan bulan Desember 2009 dan rencana berlangsung selama 2 bulan
secara berkesinambungan. Dengan agenda kegiatan sbb :

No. Tgl. Pertemuan                     Tahap Kegiatan                                                           Ket.

1. 3 Januari 2010                  Siklus 1 : Tahap Perencanaan                                    Data


Video photo
                                                       ( Planing )
2. 10 Januari 2010        Tahap Melakukan Tindakan tiap-tiap pengamatan
                                                        (action)
3. 17 Januari 2010              Tahap Mengamati (observation) 
4. 24 Januari 2010                 Tahap Refleksi (reflection)
5. 03 Pebruari 2010             Siklus 2 : Tahap Perencanaan
                                                       (planning)
6. 10 Pebruari 2010             Tahap Melakukan Tindakan
                                                        (action)
7. 17 Pebruari 2010           Tahap Mengamati (observation)
8. 24 Pebruari 2010               Tahap Refleksi (reflection)
9. 01 Maret 2010            Tahap Analisis Data dan Deskripsi
                                         Temuan sebagai bahan laporan
10. 7-14 Maret 2010              Menyusun Laporan PTK
XII. DAFTAR PUSTAKA

Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Deakin:Deakin University.
Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendasmen
Dirtendik: 2003.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen PMPPTK.
Suhardjono, et.al. 2005. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan
dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:Dirjen Dikgu dan Tentis.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran Permendiknas no 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran Permendiknas no 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta.
Mulyana, Slamet. 2007. Penelitian Tindakan Kelas dalam Pengembangan Propesi Guru.
Bandung:LPMP

Tindakan Kelas) - Pada saat saya posting contoh ptk bahasa inggris smp ini jam disini
menunjukkan 03:55 WITa heheheh jam segini aku masih aja belom tidur padahal mata dah 5
watt (hoammm), tapi itu tak maslaah yang penting teman temua merasa terbantu dengan
postingan yang ada di blog aadesanjaya.blogspot.com ini yaa. dan kali ini saya posting PTK
Bahasa Inggris SMP

PTK Bahasa Inggris SMP - Seperti biasanya saya membeikan di setiap postingan sebuah
informasi tentang contoh ptk yang lainnya seperti ptk bahasa indonesia sd, fiqih ma, pai smp,
penjasorkes smp, serta yang lagi populer di baca kan orang ptk ipa sd. ptk bahasa arab mts, pai
sma, ptk b. indo kelas 1, ptk bahasa jerman, matematika sd kelelas 6, ptk smk, ptk matematika sd
kelas 4, ptk penjasorkes sd, penjasorkes smp, ptk bahasa indonesia sma xi , ptk tk paud, ptk
matematika sma x, ptk ipa sd

Baiklah, langsung aja teman teman semua simak/baca contoh penelitian tindakan kelasnya jika
merasa tertarik, dan sesuai dengan ptk yang dicari langsung aja download ,

Judul:

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENULIS  TEKS BERBENTUK


PROCEDURE MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH  DI KELAS IX A
SMP
BAB I
PENDAHULUAN
PTK Bahasa Inggris SMP

1.1.    Latar Belakang

Penguasaan kemampuan Bahasa Inggris (language skill) merupakan sebuah syarat mutlak yang
harus dimiliki di era komunikasi dan globalisasi saat ini. Pembelajaran Bahasa Inggris
(Language Learning) di jenjang SMP merupakan materi pokok sebagai bagian dari fungsi
pengembangan diri siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan, teknologi dan seni yang  diharapkan
setelah menamatkan studi, Mereka mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu yang
cerdas, terampil dan berkepribadian sebagai bekal hidup di masa mendatang.

Penguasan materi pelajaran Bahasa Inggris dalam jenjang SMP meliputi empat keterampilan
berbahasa, yaitu: menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Semua itu didukung oleh unsur-
unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan Pronunciation sesuai dengan tema
sebagai alat pencapai tujuan. Dari ke empat keterampilan berbahasa di atas, Writing (menulis) 
merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang dirasa sering menjadi masalah bagi siswa
dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Hal tersebut sangat menarik untuk diteliti mengingat
kemampuan menulis (writing ability) sangatlah dipengaruhi oleh penguasaan kosa kata, struktur
bahasa dan kemampuan siswa dalam merangkai kata menjadi sebuah teks yang berterima.
Perbedaan secara grammatical antara bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa utama merupakan masalah yang sering timbul pada saat belajar menulis.
Kemampuan mengungkapkan makna dalam langkah retorika dalam essai pendek sederhana
dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi
dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk procedure dan report adalah salah
satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai oleh siswa Kelas IX Sekolah Menengah
Pertama (SMP).

Pembelajaran mengungkapkan makna dalam langkah retorika dalam essai pendek sederhana
dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi
dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk procedure telah penulis lakukan
secara klasikal. Dalam pembelajaran tersebut penulis menjelaskan materi pokok yang terdapat
dalam indikator sebagai berikut :
 Menyusun kalimat acak menjadi teks yang padu berbentuk procedure.

Dalam kegiatan inti pembelajaran, siswa biasanya diberi contoh teks monolog berbentuk
procedure dan siswa diminta untuk mencari arti dari teks tersebut yang kemudian dirangkai
menjadi sebuah kalimat yang benar. Proses pembelajaran seperti itu sudah biasa dilakukan oleh
penulis dan ternyata hasil pembelajaran siswa tidak sesuai yang diharapakan dan siswa masih
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Penulis memperoleh data dari hasil pengamatan
melalui refleksi yang dilakukan bahwa siswa terlihat pasif, bosan dan bahkan ada beberapa siswa
yang mengeluh tidak percaya diri dalam mengungkapkan ide atau gagasannya. Mereka tentunya
kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini sangat mengundang
pertanyaan dan asumsi bahwasannya metode pembelajaran tersebut tidak berhasil (gagal) dan
cenderung tidak efektif.

Setelah mengamati uraian di atas, dapat dilihat sebuah gambaran kegagalan terhadap hasil dan
proses belajar dan hal tersebut merupakan masalah yang harus segera diatasi. Sebagai upaya
memperbaiki kegagalan tersebut penulis berusaha mencari metode dan strategi pembelajaran
yang tepat sebagai solusi selanjutnya. Penulis sadar bahwa di era Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan ini, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif. Guru harus mampu mencari satu teknik
pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) harus dilaksanakan. Guru bukan lagi
merupakan sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok otoriter, tetapi guru harus jadi seorang
fasilitator dan motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakkan siswanya untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.

Setelah mengikuti pelatihan guru melalui MGMP BERMUTU (Better Education Through
Reformed Management and Universal Teachers Upgrading) yang diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Kota Banjar, serta pengalaman penulis saat mengikuti berbagai pelatihan dan
pendidikan, penulis mencoba menggunakan pendekatan Contextual Teaching And Learning dan
pendekatan Cooperative Learning dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match.

Penulis melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul, “Upaya Peningkatan Kemampuan
Siswa Menulis Teks Berbentuk Procedure Melalui Model Pembelajaran Make a Match di Kelas
IX A SMP Pasundan Banjar”

1.2.    Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah


1.2.1.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah: ”Apakah melalui Penggunaan Model Pembelajaran Make a  Match dapat meningkatkan
Kemampuan Siswa Untuk Menyusun Teks Berbentuk Procedure di Kelas IX A SMP Pasundan
Banjar?”
1.2.2.    Pemecahan Masalah
Terdapat tiga macam modalitas belajar yang digunakan oleh seseorang dalam pembelajaran,
yaitu pemrosesan informasi, dan komunikasi (DePorter, dkk, 2000). Senada dengan yang
diungkapkan oleh Tim Power Brain Indonesia dalam situsnya menyatakan bahwa secara ilmiah
sudah diketahui bahwa dalam hal penyerapan informasi tersebut manusia dibagi menjadi 3
bagian; manusia visual, yang mana ia akan secara optimal menyerap informasi yang dibacanya/
dilihatnya; manusia auditorik, di mana informasi yang masuk melalui apa yang didengarnya akan
diserap secara optimal; dan manusia kinestetik, di mana ia akan sangat senang dan cepat
mengerti bila informasi yang harus diserapnya terlebih dahulu “dicontohkan” atau ia
membayangkan orang lain tersebut melakukan hal tadi (http://www.medikaholistik.com).

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis mencoba model pembelajaran Make a Match atau
mencocokkan kartu yang berisi kalimat acak menjadi sebuah teks yang berterima. Model
Pembelajaran Make a Match merupakan implementasi dari Metode Contextual Teaching and
Learning (CTL). Hal ini senada dengan pendapat Nurhadi (2004: 148-149) kunci dalam
pembelajaran kontekstual adalah; (1) real word learning; (2) mengutamakan pengalaman nyata;
(3) berpikir tingkat tinggi; (4) berpusat pada siswa; (5) siswa aktif, kritis dan kreatif; (6)
pengetahuan bermakna dalam kehidupan; (7) pendidikan atau education bukan pengajaran atau
instruction; (8) memecahkan masalah; (9) siswa akting, guru mengarahkan, bukan guru akting,
siswa menonton; (10) hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

Dengan demikian pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual memiliki ciri harus
ada kerja sama, saling menunjang, gembira, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi,
menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing dengan
teman, siswa kritis dan guru kreatif. Proses kegiatan pembelajaran dapat lebih bermakna jika
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan berangkat dari pengalaman belajar siswa dan guru
yaitu kegiatan siswa dan guru yang dilakukan secara bersama dalam situasi pengalaman nyata,
baik pengalaman dalam kehidupan sehari-hari maupun pengalaman dalam lingkungan.
1.3.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 
1. Meningkatkan kemampuan siswa untuk menyusun teks procedure.
2. Mengembangkan strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang efektif, efisien dan
menyenangkan.
3. Siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan komunikasi dengan
mengemukakan gagasan, pendapat dan perasaannya dengan sederhana secara tertulis.

1.4.    Manfaat Penelitian


a.    Manfaat bagi Peneliti
1. Mengembangkan model pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan yang
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris untuk
meningkatkan kompetensi menulis siswa.
2. Membantu memperbaiki / meningkatkan proses hasil belajar dan mengajar.  
3. Membantu dalam penyusunan karya ilmiah untuk dijadikan penilaian guna mendapatkan
tunjangan sertifikasi guru/pendidik dan meningkatakan kualitas profesionalisme guru.

b.    Manfaat Bagi Siswa


1. Meningkatkan kemampuan siswa mengungkapkan makna dalam langkah retorika dalam
essai pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar
dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks
berbentuk procedure
2. Meningkatkan rasa senang dan motivasi belajar. 
3. Meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menulis teks sederhana 
4. Meningkatkan kompetensi menulis dan prestasi belajar Bahasa Inggris.

c.    Manfaat Bagi Sekolah


Melalui model pembelajaran make a match membantu memperbaiki pembelajaran Bahasa
Inggris di SMP Pasundan Banjar

1.5.    Definisi Operasional


Sebagai upaya memperjelas pemahaman dalam penelitian demi menghindari kesalahan dalam
penyusunan penelitian, di bawah ini adalah penjelasan mengenai definisi operasional yang
digunakan penulis.
1.3.1.     Kemampuan siswa dalam menyusun teks
Siswa mampu mengimplementasikan ide dan gagasannya dalam menyusun kalimat acak menjadi
teks yang padu berbentuk procedure.
1.3.2.     Procedure text
Teks procedure bertujuan untuk memberikan petunjuk tentang langkah- langkah/metoda/cara-
cara melakukan sesuatu (Otong Setiawan Djuharie, 2006 :38).
1.3.3.     Model Pembelajaran Make a Match
Penerapan model pembelajaran ini dimulai dari teknik yaitu siswa diminta mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan
kartunya diberi poin.

1.6.    Batasan Masalah


Permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dibatasi pada perbaikan kualitas
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyusun teks Bahasa Inggris berbentuk procedure.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PTK Bahasa Inggris SMP

2.1.         Kajian Pustaka


2.1.1.    Teks Procedure

Teks procedure merupakan salah satu Genre text selain dari beberapa genre yang dipelajari di
tingkat SMP. Teks procedure bertujuan untuk memberikan petunjuk tentang langkah-
langkah/metoda/cara-cara melakukan sesuatu (Otong Setiawan Djuharie, 2006 :38). Teks
procedure umumnya berisi tips atau serangkaian tindakan atau langkah dalam membuat suatu
barang atau melakukan suatu aktifitas. Teks procedur dikenal pula dengan istilah directory.

Teks procedure umumnya memiliki struktur : 


1. Goal, tujuan kegiatan,
2. Materials, bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat suatu barang/melakukan suatu
aktifitas yang sifatnya opsional, 
3. Steps, serangkaian langkah.

2.1.2.    Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan
bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa
memiliki pengetahuan/ keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri
secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Hal ini senada dengan
Mulyasa (2003: 188) siswa memiliki rasa ingin tahu dan memiliki potensi untuk memenuhi rasa
ingin tahunya. Oleh karena itu tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan
belajar yang menyenangkan agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua siswa sehingga
tumbuh minat atau siswa termotivasi untuk belajar.  Mulyasa (2006:103) juga mengemukakan :
pentingnya lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual; 
1. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yangberpusat pada siswa. Dari guru
akting  di depan kelas, siswamenonton ke siswa aktif bekerja dan berkarya, guru
mengarahkan; 
2. Pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka. Strategibelajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya; 
3. Umpan balik amat penting bagi siswa;  
4. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting. 

2.1.3.    Cooperative Learning (CL)

Pendekatan Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan suatu pendekatan pengajaran yang


mengutamakan siswa untuk saling bekerjasama satu dengan lainnya untuk memahami dan
mengerjakan segala tugas belajar mereka. Kegiatan bekerjasama dapat mengembangkan tingkat
pemikiran yang tinggi, keterampilan komunikasi yang penting, meningkatkan minat, percaya
diri, kesadaran bersosial dan sikap toleransi terhadap perbedaan individu. Menurut  Anita  Lie
(1:10)  ada  tiga  hal  yang  perlu diperhatikan dalam cooperative learning, :  Pengelompokan,
semangat Gotong Royong, penataan ruang kelas

Belajar kelompok, memiliki kesempatan mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat


orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian, menjadi sangat penting dalam belajar
karena memiliki unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri
seseorang. Dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri.
PTK Bahasa Inggris SMP

Lundgren mendeskripsikan keterampilan kooperatif yang perlu dikembangkan dalam


pembelajaran kooperatif sebagai keterampilan interpersonal dalam belajar. Keterampilan
kooperatif tersebut meliputi tiga (3) tingkatan, yaitu tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat
mahir, dalam setiap tingkat terdapat beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa agar
dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan baik. Keterampilan tersebut antara lain
menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas,
mendorong partisipasi (tingkat awal), mendengarkan dengan aktif, menunjukkan penghargaan
dan simpati, bertanya, menerima tanggung jawab, dan membuat ringkasan (tingkat menengah),
mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran dan berkompromi (tingkat
mahir).

 Cooperative Learning merupakan satu strategi pembelajaran yang terbaik yang telah diteliti.
Hasilnya menunjukkan bahwa siswa memiliki kesempatan untuk bekerja bersama-sama, belajar
lebih cepat dan efisien, memiliki daya ingat yang lebih besar dan mendapat pengalaman belajar
yang lebih positif. Pembelajaran kooperatif siswa belajar dan membentuk pengalaman dan
pengetahuannya sendiri secara bersama-sama dalam kelompoknya.

Penulis sepakat bahwa pendekatan kooperatif sangat cocok untuk digunakan dalam pembelajaran
di era KTSP ini, hanya saja tujuh pilar kooperatif ini dianggap terlalu berat jika akan
dilaksanakan semua dalam pembelajaran di SMPN Pasundan Banjar Kelas IX A. Maka dari itu,
penulis mendesain satu teknik pembelajaran yang lebih sederhana tanpa mengurangi esensi dari
kooperatifitu sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pembelajaran Make A
Match.

2.1.4.    Model Pembelajaran Make a Match

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan model
pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu
siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran
(1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Pemegang kartu yang
bertuliskan penggalan kalimat prosedur A akan berpasangan dengan kalimat berikutnya
yang dipegang oleh siswa di kelompok lain yang memegang kalimat prosedur B dan
seterusnya.
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
2.2.      Rencana Tindakan

Rencana tindakan yang dapat digunakan untuk mengatasi pembelajaran Writing agar dapat
menarik, siswa menjadi termotivasi, minat belajar siswa tinggi adalah dengan metode
pembelajaran kooperatif. Dengan optimalisasi pembelajaran Bahasa Inggris melalui Teknik
Kooperatif merupakan alternatif proses pembelajaran agar lebih menyenangkan dan bermakna.
Dalam hal ini penulis menggunakan model pembelajaran Make a Match.

Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Pemegang kartu yang
bertuliskan penggalan kalimat prosedur A akan berpasangan dengan kalimat berikutnya
yang dipegang oleh siswa di kelompok lain yang memegang kalimat procedure B dan
seterusnya.
4. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
5. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
7. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
8. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
PTK Bahasa Inggris SMP

3.1.    Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Pasundan Banjar.  Alamat sekolah   di Jalan
Tentara Pelajar No. 158 Kota Banjar.  Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan
melalui MGMP program BERMUTU yang pada pelaksanaannya peneliti sebagai Guru Model
berkolaborasi dengan 5 orang. Guru Bahasa Inggris yang tergabung dalam kelompok 3. Subyek
penelitian yang di ambil adalah kelas IX A SMP pasundan Banjar. Waktu pelaksanaan pada
Bulan Februari 2010 atau pada semester 2.

Kelas IX A berjumlah 41 siswa, laki-laki 17 dan perempuan 24 siswa dengan latar belakang
sosial-ekonomi siswa mayoritas anak buruh dan petani dengan tingkat kesejahteraan menengah
ke bawah. Buku-buku pembelajaran yang dimiliki sendiri masih terbatas. Kemampuan akademik
siswa masih terbatas karena motivasi belajar siswa yang rendah. Situasi kelas saat pembelajaran
masih belum optimal, siswa masih belum seluruhnya mempunyai  keaktifan dalam belajar. 

3.2.    Persiapan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan metode pembelajaran kontekstual dengan persiapan :
PTK Bahasa Inggris SMP
 Pembuatan lembar instrumen penelitian
 Mempersiapkan materi pembelajaran untuk tugas observasi  dan diskusi.

 Mempersiapkan model pembelajaran dan media pembelajaran


 Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) agar menarik dan mudah dipahami siswa.
 Mempersiapkan dan menentukan lokasi pembelajaran sesuai dengan materi
pembelajaran.
 Persiapan pre test, post tes dan  pembuatan perangkat penilaian.
 Lembar penilaian proses untuk memantau keaktifan, kemandirian, kompetensi,
kelancaran dan ketepatan.  
 Membuat lembar observasi untuk memantau kegiatan proses pembelajaran dan
mengetahui optimalisasi pembelajaran make a match.

3.3.    Prosedur Penelitian


Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang
dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis dan
Taggart (1988) yang mencakup kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), observasi
(observation), refleksi (reflection) atau evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara
berulang dalam bentuk siklus. Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan guru-
guru MGMP Bahasa Inggris Kelompok 1 yang mengajar di kelas IX.

Penulis merencanakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan memilih materi pembelajaran


Writing Procedure Text melalui dua siklus pada semester 2 tahun pelajaran 2009-2010. Alokasi
waktu yang digunakan pada siklus pertama terdiri dari 2x40 menit. Pada proses pembelajaran ini,
penulis melakukan empat langkah teknik pembelajaran yang meliputi Building Knowledge of
The Field (BKOF), Modelling of the Thext (MOT), Joint Contruction of the text (JCOT) dan
Individual Contstruction of the Text (ICOT). Langkah-langkah tersebut dilaksanakan juga pada
siklus kedua dan seterusnya apabila diperlukan dalam penelitian ini.
Pada langkah BKOF, guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi dan Tanya jawab
dengan siswa tentang pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dimana siswa sering
menggunakan teks procedure atau langkah-langkah untuk menjelaskan atau mengajak orang
menyusun atau membuat sesuatu. Waktu yang digunakan dalam langkah BKOF dibatasi 10
menit

Pada langkah selanjutnya (MOT), guru memberikan contoh teks procedure melalui media In
Focus. Siswa diminta untuk mengamati teks procedure langkah-langkah cara membuat coffee.
Siswa diminta menuliskan poin-poin penting sebagai langkah membuat coffee instant. Langkah
ini dibatasi waktu 10 menit. 

Langkah selanjutnya merupakan kerja kelompok atau JCOT. Siswa diminta mengelompokkan
diri pada kelompok yang telah dibuat dua hari sebelumnya. Tiap kelompok siswa terdiri dari 5
orang siswa. Pada langkah ini Guru membagikan kartu yang berisi kalimat dari beberapa topik
teks procedure kepada setiap siswa. Kartu tersebut dibagikan ke tiap kelompok. Tiap kelompok
mendapatkan 1 buah kartu yang akan dicari pasangan kalimatnya di kelompok lain. Siswa
diminta menyusun kembali kalimat yang disebarkan menjadi teks yang benar. Siswa yang aktif
dan benar dalam penyusunan kalimat menjadi teks mendapatkan poin tertinggi. Pada langkah ini
siswa dibatasi waktu 20 menit. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai
berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Pemegang kartu yang
bertuliskan penggalan kalimat procedure A akan berpasangan dengan kalimat berikutnya
yang dipegang oleh siswa di kelompok lain yang memegang kalimat procedure B dan
seterusnya.
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Pada ICOT, siswa diberi kertas kerja yang merupakan lembar soal foto copy berisi kalimat acak
(jumbled sentences) yang harus disusun menjadi teks procedure yang benar. Langkah ini dibatasi
waktu 15 menit.
Siklus Penelitian

Dalam pelaksanaannya penulis merencanakan menggunakan 2 siklus sebagai dasar penelitian


tindakan kelas.
SIKLUS ke-1

Tahap Perencanaan (Planning), mencakup:


1. Menganalisis Silabus/ Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan metode CTL dengan
menggunakan model Pembelajaran make a match.
3. Merancang model pembelajaran klasikal.  
4. Mendiskusikan penerapan model pembelajaran interaktif.
5. Menyiapkan instrumen (angket, pedoman observasi, tes akhir). 
6. Menyusun kelompok belajar peserta didik. 
7. Merencanakan tugas kelompok.

Tahap Melakukan Tindakan (Action), mencakup: 


1. Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan.
2. Menerapkan model pembelajaran klasikal.  
3. Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana. 
4. Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan. 
5. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap
tindakan.

Untuk mendapatkan PTK Bahasa Inggris SMP lebih lengkap silahkan klik tombol download
dibawa ini, smoga bermanfaat untuk semuanya jangan lupa kasih tahu teman-teman yang lain
bahwa di aadesanjaya.blogspot.com ada banyak postingan bermanfaat dan menarik buat kalian
semua ^_^

Anda mungkin juga menyukai