Anda di halaman 1dari 15

Mengenal Arti Nasionalisme dalam Kehidupan Berbangsa dan

Bernegara

Disusun untuk Melaksanakan Ujian Akhir Semester

Dosen Pengampu : Abdul Rahman Hamid,S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Tiurma Debora (1709620069)

Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Jakarta

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya cinta. Rasa cinta yang besar
terhadap sesuatu dapat membuat seseorang melakukan berbagai macam cara untuk
menjaganya. Bahkan tidak sedikit orang rela mengorbankan apapun demi
mempertahankannya. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki naluri untuk
melindungi, membela, dan mempertahankan apa yang dimilikinya dari gangguan orang
asing.Seperti hal nya dengan cinta tanah air. Dengan adanya sikap tersebut akan
membuat kita melakukan berbagai cara untuk menjaga, melindungi, dan
mempertahankan tanah air yang kita cintai dari berbagai ancaman, baik ancaman dari
dalam negara itu sendiri maupun ancaman dari luar. Hal itu mengarah pada perilaku
paham  nasionalisme. Sebelum lanjut, perlu kita ketahui terlebih dahulu arti dari
nasionalisme itu. Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia
memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan
kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-
sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran,
dan kekuatan bangsa itu (Nur dalam Yatim, 1994:684). Dengan demikian, nasionalisme
berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan
bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa
Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih dengan istilah yang berasal
dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya digunakan
untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar konteks politik (Riff,
1995: 193 194).

Jadi,nasionalisme adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang


mendorong untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara
berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan pertama dan tujuan
dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi. Kesadaran yang mendorong
sekelompok manusia untuk menyatu dan bertindak sesuai dengan kesatuan budaya
(nasionalisme) oleh Ernest Gellner dinilai bukanlah kebangkitan kesadaran diri suatu
bangsa namun ia adalah pembikinan bangsa-bangsa yang sebenarnya tidak ada (Gellner
dalam Anderson, 2002:9).

Wawasan bela negara merupakan bagian yang tidak lepas dari nasionalisme. UU No
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara terkhusus pada Pasal 9 Ayat 1 mengartikan
bela negara sebagai sikap dan perilaku warga negara dengan dijiwai oleh rasa cinta akan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
dengan tujuan menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Nilai-nilai dalam bela
negara dikelompokkan menjadi 6 kelompok yakni

1) Rasa cinta tanah air;


2) Sadar berbangsa dan bernegara;
3) Setia kepada Pancasila sebagai ideologi Negara;
4) Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara;
5) Mempunyai kemampuan awal bela Negara;
6) Mempunyai semangat untuk mewujudkan Negara yang berdaulat, adil dan
Makmur (Dewan Ketahanan Nasional, 2018).

Berpijak dari nilai-nilai bela negara tersebut, maka dalam rangka keperluan
penelitian yang disesuaikan dengan kondisi maka diambil 4 nilai bela negara yakni cinta
tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia kepada Pancasila sebagai ideologi
negara, dan semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur. Ke
empat nilai tersebut selanjutnya menjadi dasar pengukuran wawasan bela negara dalam
penelitian ini.Nilai kebudayaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia, seperti
gotong royong, silahturahmi, ramah tamah dalam masyarakat menjadi keistimewaan
dasar yang dapat menjadikan individu-individu masyarakat Indonesia untuk mencintai
dan melestarikan kebudayaan bangsa sendiri. Tapi karakteristik masyarakat Indonesia
yang dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan sopan santun kini mulai pudar sejak
masuknya budaya asing ke Indonesia yang tidak bisa diseleksi dengan baik oleh
masyarakat Indonesia. Maka, dalam hal ini pemerintah memiliki peranan penting untuk
mempertahankan nilai-nilai kebudayaan Indonesia dalam kehidupan masyarakatnya
karena nilai-nilai kebudayaan dari leluluhur merupakan filosofi hidup pada tiap
daerahnya meskipun tanpa bantuan teknologi. Nilai-nilai budaya tersebut bukan berarti
mengharuskan kita untuk bersikap tertutup terhadap budaya asing, namun nilai dan
makna filosofi kebudayaan Indonesia harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dan
kreatifitas. Berikut ini adalah beberapa cara mempertahankan kebudayaan Indonesia
agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan asing yang bersifat negative :

1) Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai


produk dan kebudayaan dalam negeri.
2) Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3) Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4) Selektif terhadap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia.
5) Memperkuat dan mempertahankan jatidiri bangsa agar tidak luntur. Dengan
begitu masayarakat dapat bertindak bijaksana dalam menentukan sikap agar
jatidiri serta kepribadian bangsa tidak luntur karena adanya budaya asing yang
masuk ke Indonesia khususnya.

BAB II
PERMASALAHAN
Permasalahan nasionalisme di Indonesia beberapa tahun terakhir menjadi fokus
perhatian para sejarawan yang peduli dengan eksistensi negara Republik Indonesia.
Kartodirjo (2001), seorang sejarawan senior dari UGM, mengungkapkan
keprihatinannya terhadap pertikaian antar elit politik di Indonesia. Kartodirjo menilai
bahwa etos nasionalisme para elit politik di Indonesia telah menipis, karenanya
Kartodirjo menghimbau agar para elit polittik segera mawas diri dengan mempelajari
kembali sejarah pergerakan nasional melalui biografi tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Kekhawatiran senada juga pernah diungkapkan oleh Prabowo (1995) yang menyatakan
sebagian generasi muda Indonesia saat ini mengalami erosi nasionalisme. Menurut
Prabowo, hal ini ditandai dengan sikap sebagian generasi muda yang kurang
menghayati simbol-simbol kebangsaan, seperti lagu Indonesia Raya dan bendera
Merah-Putih. Oleh karena itu nasionalisme, atau semangat kebangsaan, merupakan
suatu proyek bersama yang senantiasa harus diperjuangkan. Bangsa Indonesia harus
mampu mengambil pelajaran dari beberapa negara yang hancur akibat warganya
berjiwa kerdil. Data yang dipaparkan oleh Sudjatmiko (1999) menunjukkan bahwa pada
abad ke-20 terdapat lebih dari sepuluh kasus disintegrasi, antara lain Korea Utara-Korea
Selatan (1948), Jerman Barat-Jerman Timur (1949), Malaysia Singapura (1965), dan
Uni Soviet (1990). Data sepanjang tahun 1945–1995 mencatat terjadi 38 perang, 64
kasus separatisme dan 62 konflik ideologi atau faksional. Kasus separatisme yang
terjadi di benua Afrika tercatat 21 kasus, Timur Tengah 12 kasus, Asia Selatan 10
kasus, Asia Tenggara 11 kasus, Asia Timur 1 kasus, Eropa Timur 2 kasus, Eropa Barat
2 kasus dan Uni soviet 5 kasus. Nasionalisme dalam sejarah perjuangan kemerdekaan
Indonesia dikenal sebagai sebuah kata sakti yang mampu membangkitkan kekuatan
berjuang melawan penindasan yang dilakukan kaum kolonialis selama beratus-ratus
tahun lamanya. Perasaan senasib dan sepenanggungan yang dialami mampu
mengalahkan perbedaan etnik, budaya dan agama sehingga lahirlah sejarah
pembentukan kebangsaan Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN

Nasionalisme antara bangsa yang satu dengan yang lain memiliki sejarah yang
berbeda. Bagi bangsa Indonesia memiliki sejarah yang unik, bangsa dapat diartikan
suatu kesatuan solidaritas masyarakat yang terbangun oleh perasaan kebersamaan akibat
kesediaan saling berkorban dalam waktu yang panjang serta kesediaan untuk
melanjutkan di masa kini dan masa yang akan datang dengan berlandaskan atas
kebersamaan itu.Bagi bangsa Indonesia pembentukan nasionalisme melalui proses yang
panjang, adanya perasaan senasib, seperjuangan, akan dapat menumbuhkan rasa
solidaritas yang pada akhirnya mampu menumbuhkan kebersamaan untuk menghadapi
musuh yang sama. Pada menjelang dan pasca kemerdekaan Indonesia semangat
kebangsaannya sangat tinggi, kerelaan berkorbannya juga tinggi tetapi akhirakhir ini
ada semacam penurunan semangat kebangsaan / nasionalisme, mengapa bisa demikian ?
Proses pembangunan Indonesia yang masa Orde Baru sangat sentralisis mengakibatkan
munculnya kesenjangan pada berbagai sektor ekonomi, politik, sosial budaya maupun
pada pembangunan wilayah/kawasan barat, tengah dan timur. Kesenjangan inilah antara
lain yang memicu memudarnya rasa solidaritas, kebersamaan karena nasibnya dalam
kenyataannya tidak sama, kelompok yang satu melakukan pengorbanan di pihak lain
menikmati pengorbanan yang lain. Sehingga memunculkan rasa ketidakadilan antar
komponen bangsa yang semula terbentuk. Upaya untuk menanggulangi tersebut harus
bisa menumbuhkan kepercayaan pada komponen bangsa bahwa pembangunan ke depan
dijamin tidak akan menimbulkan kesenjangan baik antar sektor maupun antar wilayah,
tidak mudah memang tetapi harus dimulai. Melalui kepemimpinan yang bisa dipercaya
membangun visi dan misi yang sama, yang dijabarkan dalam program yang
berkelanjutan dan berkeadilan.
Menjelang abad 21 dunia mengalami krisis multi dimensi, mulai dari dimensi ideologi
dengan ditandai berakhirnya perang dingin, politik untuk mewujudkan demokrasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala efek kebebasannya, krisis
ekonomi yang melanda negaranegara maju maupun berkembang, krisis budaya yang
melanda bangsabangsa yang belum mapan budayanya, hankam yang ditandai dengan
kekuatan yang memusat pada satu negara.Kondisi ini sangat tidak menguntungkan
bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam menyambut abad
Glabalisasi, yang ditandai dengan meluasnya pengaruh internasional seolah-olah dunia
ini tanpa batas, perkembangan teknologi tranportasi dan komunikasi menyebabkan
mobilitas manusia, sumber daya alam, dan modal semakin tinggi, dan pasar bebas
dunia yang sarat dengan persaingan bebas. Perubahan yang begitu cepat dalam
menyongsong globalisasi bisa menyurutkan rasa nasionalisme apabila suatu bangsa
tidak mampu memenuhi kebutuhan warganya. Interaksi antar manusia yang sangat
meluas ini kadang – kadang menyebabkan peran negara menjadi dianggap semakin
rendah, apalagi jika negara kurang memberikan perlindungan hak-hak warga
negaranya. Jika yang terjadi demikian tidak menutup kemungkinan akan mempercepat
rasa nasionalisme.

Bela negara adalah sikap dan tindakan warga negara yang dilandasi rasa cinta tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
negara, kerelaan berkorban guna menghadapi setiap ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan ( ATHG) baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang membahayakan
kelangsungan hidup bangsa dan Negara, keutuhan wilayah, yuridiksi nasional dan nilai
– nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian ini memberi
kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warga negara untuk melakuan aktifitas
bela negara.

Nilai-nilai yang terkandung dalam bela negara adalah :

1. Cinta Tanah Air dengan indikator :


a. Menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia
b. Jiwa dan raganya sebagai bangsa Indonesia
c. Memiliki jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negara
d. Menjaga nama baik bangsa dan negara
Memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara dengan indikatornya :


a. Ikut aktif dalam organisasi kemasyarakat, profesi maupun politik.
b. Menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. Ikut serta dalam pemilihan umum.
d. Berpikir, bersikap, dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara
e. Berpartisipasi dalam menjaga kedautan
bangsa dan negara

3. Yakin Pancasila sebagai Ideologi Negara, dengan indikatornya :


a. Memahami nilai-nilai dalam Pancasila.
b. Mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari

c. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara.


d. Senantiasa mengembangkan nilainilai Pancasila.
e. Yakin dan percaya bahwa pancasiala sebagai dasar negara.
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara, dengan indikator :
a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan
bangsa dan negara.
b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai ancaman
c. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
d. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negaranya
tidak sia-sia.
5. Memiliki Kesiapan Fisik dan Psikis, dengan indikator :
a. Memiliki Kecerdasan emosional dan spiritual serta intelegensia.
b. Senantiasa memelihara jiwa dan raganya
c. Senantiasa bersyukur dan berdo’a atas kenikmatan yang telah diberikan
Tuhan YME.
d. Gemar berolah raga
e. Senantiasa menjaga kesehatan.

Penerapan Bela Negara Sebagai Bentuk Nasionalisme Warga Negara Sistem


pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai
komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung. Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga
pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan
bentuk dan sifat ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri
atas komponen utama, komponen cadangan, komponen pendukung, unsur utama dan
unsur lain. Bentuk ancaman militer dan ancaman nonmiliter adalah bagian dari
penegasan keamanan nasional yang merupakan komitmen bangsa untuk menjaga
kepentingan nasional secara mutlak dari segala ancaman. Keberadaan UU Pertahanan
Negara,yang di dalamnya menjelaskan Sistem Pertahanan Negara, dapat menjadi acuan
dalam mengembangkan sistem keamanan nasional bagi keselamatan Indonesia dari
segala bentuk ancaman nyata serta segala potensi ancaman yang ada.14 Era globalisasi
saat ini memberikan ruang bagi generasi muda Indonesia untuk lebih mudah mengenal,
memahami cara berpikir dan kebudayaan bangsa lain. Memahami budaya lain terlalu
dalam dan tidak mengindahkan budaya sendiri dapat berakibat buruk. Rasa cinta
terhadap bangsa sendiri menjadi lenyap dan rasa bangga pada bangsa sendiri menjadi
hilang. Generasi muda Indonesia telah terseret terlalu jauh dalam globalisasi. Banyak
generasi muda Indonesia yang melupakan identitas bangsanya bahkan tak mengenal jati
diri bangsa mereka sendiri. Rasa bangga terhadap apa yang dimiliki bangsanya akan
membuat rasa nasionalisme terkikis. Jiwa nasionalisme bangsa Indonesia kian lama kian
surut. Adanya fakta Miss Indonesia tahun 2006 Kristania Virginia Besouw yang
sekarang bergabung dengan Tentara Nasional Amerika Serikat lebih mengutamakan
membela negara lain dibandingkan negaranya sendiri.15 Dari contoh kecil ini
memberikan gambaran penting bahwa bagi negara yang plural seperti Indonesia, adanya
penanaman semangat nasionalisme yang merupakan salah satu modal utama harus
dimiliki Indonesia dalam setiap diri anak bangsa. Oleh karena itu, upaya
mempertahankan negara dan pudarnya rasa cinta tanah air maka diperlukannya
kebijakan, strategis, dan upaya yang dirumuskan secara holistik, komprehensif, dan
implementatif. Bentuk kebijakan yang relevan untuk dapat menjawab permasalahan itu
adalah dengan menerapkan program kesadaran bela negara agar diharapkan dapat
membangkitkan kemampuan untuk melawan sesuatu yang dapat mengancam kedaulatan
serta keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.

Pelaksanaan bela negara merupakan solusi jangka panjang untuk menjaga keutuhan,
keamanan, dan kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara. Setiap negara
membutuhkan fondasi ekonomi, budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang
kuat dan kokoh. Tanpa fondasi ketahanan nasional yang kuat, ancaman keamanan
dan kenyamanan bangsa sangat rentan. Untuk itu, diperlukannya bela negara sebagai
cara untuk mengatasi permasalahan dalam negara ini. Peperangan yang terjadi saat
ini bukan hanya pada dimensi militer saja, akan tetapi peperangan saat ini
mengalami perluasaan dimensi yang bisa dikatakan perang modern. Wujud dari
perang modern itu berupa perang ideologi, perang ekonomi, perang budaya, perang
pemikiran dan bahkan perang teknologi. Karena itu jika kecerdasan tanpa
nasionalisme menimbulkan kecerdasan tak bermoral dan kecerdasan tanpa arti.
Dalam perspektif ini, jika ditilik dari program dan waktu bela Negara yang
diterapkan saat ini sepertinya tidak tepat sasaran karena situasi dunia saat ini
berbeda dengan zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia kala itu. Saat ini
Indonesia tidak sedang atau akan berkonflik dengan negara lain, sehingga program
bela negara belum tepat dilaksanakan. Jika sasaran bela Negara adalah kaum muda
sebagaimana yang di sampaikan oleh menteri pertahanan, patut dianalisis dengan
baik bahwa pemuda yang tersebar di berbagai daerah dengan kultur dan karakater
yang berbeda-berbeda itu memiliki kesamaan masalah yaitu masalah pendidikan dan
lapangan kerja dan ini merupakan tanggung jawab negara yang belum ditunaikan
dengan baik.
Nasionalitas, kebangsaan dan nasionalisme adalah budaya hasil ciptaan manusia
yang diciptakan menjelang akhir abad ke 18. Nasionalisme merupakan penyaringan
spontan akan sebuah “crossing” yang rumit mengenai kekuatan historis, tetapi sekali
diciptakan, mereka kemudian menjadi “modular”, dapat ditransplantasikan ke
bermacam-macam daerah sosial untuk bergabung dan digabungkan dengan
kelompok politik dan ideologis. Konsep nasionalisme sendiri lahir ketika Ben
Anderson mengungkapkan gagasannya tentang masyarakat khayalan (imagined
communities). Menurut Anderson nasionalisme adalah: “… it is an imagined
political community that is imagined as both inherently limited and sovereign”.
(Nasionalisme adalah sebuah komunitas politik berbayang yang dibayangkan
sebagai kesatuan yang terbatas dan kekuasaan tertinggi). Berbayang karena anggota-
angotanya, meskipun bangsa yang paling kecil tidak akan pernah tahu kebanyakan
teman, anggota mereka, bertemu dengan mereka atau bahkan mendengar mengenai
mereka, tetapi sebaliknya dalam pikiran masing-masing hidup bayangan akan
komunitas mereka. Sebagai contoh penduduk desa di Jawa selalu menyadari bahwa
mereka terhubung dengan orangorang yang bahkan belum pernah mereka temui.
Tetapi secara tidak sadar ikatan ini dibayangkan secara khusus sebagai jaring
persaudaraan yang terentang tanpa batas. Bangsa dibayangkan terbatas karena
bangsa yang besar sekalipun memiliki keterbatasan. Adanya ikatan-ikatan elastis
diluar, yang disana terdapat bangsa-bangsa lain. Tidak bisa suatu bangsa hidup
tanpa bangsa lain, tidak mungkin suatu bangsa mendiami suatu planet, yaitu planet,
misal X yang hanya terdiri dari satu bangsa. Bangsa dibayangkan sebagai kekuasaan
tertinggi karena hal tersebut matang di panggung sejarah manusia ketika kebebasan
adalah suatu hal yang langka dan secara idealis berharga. Dan bangsa dibayangkan
sebagai komunitas karena dipahami sebagai sebuah persahabatan horizontal yang
dalam. Paham kebangsaan adalah paham yang menyatakan loyalitas tertinggi
terhadap masalah duniawi dari setiap warga, yang ditujukan kepada negara dan
bangsa. Nasionalisme berakar dari sistem budaya suatu kelompok masyarakat yang
saling tidak mengenal satu sama lain. Kebersamaan mereka dalam gagasan
mengenai suatu bangsa dikonstruksikan melalui khayalan yang menjadi materi dasar
nasionalisme. Sebagai contoh dalam pandangan Anderson nasionalisme Indonesia
terbentuk dari adanya suatu khayalan akan suatu bangsa yang mandiri dan bebas
dari kekuasaan kolonial, suatu bangsa yang diikat oleh suatu kesatuan media
komunikasi, yakni bahasa Indonesia. Definisi tersebut memang benar apabila
dikemukakan 80 tahun yang lalu.
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa, kata bangsa memiliki
arti:
(1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya
serta berpemerintahan sendiri;
(2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-
usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan
(3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan
kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di
muka bumi.

Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah
kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat.
Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan
sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai
bagian dari bangsa yang besar. Beberapa suku atau ras dapat menjadi pembentuk sebuah
bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan
pemerintahan yang ditaati bersama. Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan
negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial
atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,
integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Nur dalam Yatim, 1994:684). Dengan
demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang
didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional,
yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih
dengan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut
terakhir ini biasanya digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan
di luar konteks politik (Riff, 1995: 193 194) Beberapa definisi diatas memberi simpulan
bahwa nasionalisme adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang
mendorong untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara
berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan pertama dan tujuan
dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi. Kesadaran yang mendorong
sekelompok manusia untuk menyatu dan bertindak sesuai dengan kesatuan budaya
(nasionalisme) oleh Ernest Gellner dinilai bukanlah kebangkitan kesadaran diri suatu
bangsa namun ia adalah pembikinan bangsa-bangsa yang sebenarnya tidak ada (Gellner
dalam Anderson, 2002:9). Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai
ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan
inilah Soekarno mencetuskan ide yang merupakan perkembangan dari pemikirannya
tentang persatuan tiga aliran besar: Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya
tentang tiga hal ini berbeda dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan
ketiganya tidak dapat disatukan. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan,
“Saya tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi
saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang
geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155). Dalam artikel itu, dia juga menjelaskan
bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan nasionalisme.Nasionalisme Indonesia
adalah nasionalisme yang integralistik, dalam arti yang tidak membeda-bedakan
masyarakat atau warga negara atas dasar golongan atau yang lainnya, melainkan
mengatasi segalakeanekaragaman itu tetap diakui persoalan nasionalisme dan
patriotisme di era global sebenarnya bukan hanya masalah yang dialami oleh Indonesia.
Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya dengan kekuatan politik, ekonomi,
budaya, dan hankam yang tak tertandingi pun harus berdaya upaya sekeras-kerasnya
dalam membangun semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan warganya.
Demikian pula dengan negara-negara lain. Bahkan Malaysia, misalnya, beberapa waktu
belakangan ini tengah ramai diskusi dan program tentang pembangunan nasionalisme
dan patriotisme di negara tersebut Memperhatikan kenyataan di atas dimana masalah
pembangunan nasionalisme dan patriotisme saat ini tengah menghadapi tantangan yang
berat, maka perlu dimulai upaya-upaya untuk kembali mengangkat tema tentang
pembangunan nasionalisme dan patriotisme. Apalagi di sisi lain, pembahasan atau
diskusi tentang nasionalisme dan patriotisme di Indonesia justru kurang berkembang
(atau mungkin memang kurang dikembangkan). Pandangan tentang Nasionalisme
Indonesia di Era Global Nasionalisme adalah masalah yang fundamental bagi sebuah
negara, terlebih jika negara tersebut memiliki karakter primordial yang sangat
pluralistik. Klaim telah dicapainya bhinneka tunggal ika, apalagi lewat politik
homogenisasi, sebetulnya tidak pernah betul-betul menjadi realitas historis, melainkan
sebuah agenda nation-building yang sarat beban harapan. Oleh sebab itu, ia kerap terasa
hambar. Dengan penafsiran tersendiri, ini merupakan bentuk imagined society seperti
istilah Benedict Anderson. Benedict Anderson (1999) menggunakan istilah imajinasi
untuk menggambarkan kemiripan makna tentang fantasi. Penjelasannya lebih condong
menggunakan analisis sejarah politik untuk menjelaskan kaitan antara imajinasi kolektif
yang mengikat suatu komunitas. Orang disatukan sebagai suatu negara karena
persamaan identitas darah, ideologi, dan kepentingan. Kalau mau jujur, gagasan
Indonesia sebagai negara adalah produk kolonialisme. Kesatuan teritorial dagang di
bawah Belanda, Inggris, kemudian diambil alih Jepang dan diwariskan ke pemerintahan
bersama warga lokal yang bernama Indonesia. Indonesia adalah laboratorium sosial
yang sangat kaya karena pluralitasnya, baik dari aspek ras dan etnis, bahasa, agama dan
lainnya. Itu pun ditambah status geografis sebagai negara maritim yang terdiri dari
setidaknya 13.000 pulau. Bahwa pluralitas di satu pihak adalah aset bangsa jika dikelola
secara tepat, di pihak lain ia juga membawa bibit ancaman disintegrasi. Karakter
pluralistik itu hanya suatu pressing factor dalam realitas ikatan negara. Negara itu
sendiri pada hakikatnya merupakan social contract, seperti istilah Rousseau, yang secara
intrinsik selalu memiliki tantangan disintegrasi. Yang menjadi soal, seberapa besar
derajat ancaman itu dan seberapa baik manajemen penyelesaiannya. Ada faktor
contagion, bahwa langkah yang satu dapat ditiru yang lain, akan memperkuat tekanan
itu terlebih bila masing-masing mengalami pengalaman traumatik yang mirip.
DAFTAR PUSTAKA

Umra, S. I. (2019). Penerapan Konsep Bela Negara, Nasionalisme Atau Militerisasi


Warga Negara. Jurnal Lex Renaissance, 4(1), 164–178.
https://doi.org/10.20885/jlr.vol4.iss1.art9

Paulo. (2019). No Tit‫ילי‬le. ペインクリニック学会治療指針2, 7, 1–9.

Hendrastomo, G. (2007). Nasionalisme vs Globalisasi ‘Hilangnya’ Semangat


Kebangsaan dalam Peradaban Modern. Dimensia, I(1), 1–11.

Husinaffan, M., & Maksum, H. (2016). Membangun Kembali Sikap Nasionalisme


Bangsa Indonesia Dalam Menangkal Budaya Asing Di Era Globalisasi.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR Universitas
Syiah Kuala, 3(4), 65–72. http://jurnal.unsyiah.ac.id/PEAR/article/view/7542

Kusumawardani, A., & Psikologi, B. (1951). CONVENTION générale entre la France


et le Grand-Duché de Luxembourg sur la Sécurité Sociale. Archives de Médecine
Sociale, 7(1), 38–48.

Anda mungkin juga menyukai