TENTANG KESEHATAN
Jawaban :
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf A memberikan pelayanan kesehatan dasar.
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf B memberikan pelayanan kesehatan spesialistik.
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf C memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik.
Sumber : https://duwitmu.com/asuransi/kenapa-wajib-tahu-rujukan-bpjs-
kesehatan/
Jawaban :
Sesuai isi Peraturan Pemerintah No.33 tahun 2012 Pasal 3,pemerintah
memiliki tanggung jawab dalam program pemberian ASI Eksklusif yang
meliputi:
a. Menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif;
c. Memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan
penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
tempat sarana umum lainnya;
d. Mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum
pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;
e. Membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian
program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan
pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di
masyarakat;
f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan
ASI Eksklusif;
g. Mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan
pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
h. Menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
Jawaban : Perlu diketahui, sesuai dengan Permenkes No. 290 Tahun 2008
bahwa sebelum mendapat perawatan medis, tenaga medis terlebih dahulu
harus mendapat persetujuan dari pasien/informed consent , atau persetujuan
yang diberikan oleh pasien/keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
lengkap mengenai tindakan medis / perawatan medis yang akan dilanjutkan.
Dokter harus melakukan penilaian pada kompetensi pasien sebelum tindakan
medis dilakukan . Pasien kompeten dalam hal ini adalah pasien dewasa/bukan
anak yang memiliki kondisi yang baik dalam segala aspek shingga mampu
membuat keputusan secara bebas. Sedangkan untuk pasien yang belum
kompeten misalnya anak anak, persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat (ayah/ibu kandung, saudara kandung/pengampunya). Sesuai dengan
pertanyaan, apa orang tua dapat menolak tindakan medis? Ya, bisa. Namun
untuk mengkategorikan hal ini sebagai tindak pidana, tidak ada ketentuan
spesifik yang mengatur mengenai tindak pidana untuk orangtua yang menolak
perawatan medis untuk anaknya, namun sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) UU
RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dijelaskan bahwa orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan merawat
anak. Jadi, mengacu pada Permenkes 290 thn 2008 jika orang tua menolak
perawatan medis terhadap anaknya itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab
dari orangtua dan tidak ada sanksi pidana bagi orang tua yang menolak
perawatan medis terhadap anaknya sbg seorang pasien.
Jawaban : Dalam UU No.36 Tahun 2009 pada bagian Kelima Pasal 63 Ayat
3,4, dan 5 yang membahas tentang Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan
Kesehatan telah mengatur bahwa pengendalian, pengobatan dan/atau
perawatan dapat dilakukan berdasarkan dengan ilmu kedokteran dan ilmu
keperawata atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan
dan keamanannya. Oleh karena itu menurut kelompok kami, bekerja dalam
bidang seseorang yang bekerja dalam bidang kesehatan harus sesuai dengan
apa yang ia pelajari dan tidak boleh sembarangan orang bekerja. Karena
bekerja dalam bidang kesehatan perlu pemahaman dan pengetahun yang
sesuai dengan ilmu dan profesinya. Karena bekerja dalam ilmu kesehatan juga
dilakukan untuk memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, serta bekerja dalam bidang kesehatan juga menyangkut dengan
nyawa orang lain.
Jawaban :
Untuk penyandang disabilitas seharusnya tidak hanya menjadi urusan
pemerintah tapi juga dari orang-orang terdekt maupun masyarakat sekitarnya.
Mereka yang memiliki keterbatasan juga membutuhkan dukungan untuk
menghadapi masalah atau tekanan yang disebabkan oleh keadaan mereka.
Karena seperti yang diketahui bahwasannya orang yang memiliki keterbatasan
tentu memiliki rasa tertekan yang menghambat perkembangan kepribadian
dan mentalnya. Solusinya untuk membantu dan memberdayakan masyarakat
yang memiliki keterbatasan tersebut, pada dua tahun lalu pemerintah
melaksanakan kegiatan Nasional yaitu Asian Paragames 2018 yang dimana
hal ini dilaksanakan guna mendukung bakat-bakat, mengembangkan
kemampuan serta mereka tidak hanya terpaku pada kekurangan mereka
namun juga kelebihan mereka. Dan juga semua kegiatan yang menyangkut
dengan penyandang disabilitas telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1997.
Jawaban :
Di Indonesia pasal yang paling banyak dilanggar ialah pasal 115 tentang
kawasan tanpa rokok. Pasal ini masih sering dilanggar karena tingginya angka
prevalensi perokok di Indonesia dan merokok sudah menjadi hal yang biasa
bagi kalangan masyarakat. adapun alasan masyarakat melanggar pasal ini
karena ketidaktahuan karena tanda-tanda peringatan KTR hanya dipasang di
wilayah tertentu. Sementara pelanggaran KTR di pusat pendidikan terjadi
biasanya karena adanya kesengajaan apalagi jika orang tersebut adalah
perokok berat. Untuk penangan dari pemerintah yaitu sekarang pemerintah
sudah mulai menerapkan ketentuan pidana bagi pelanggar meskipun belum
sepenuhnya denda yang diberikan bagi pelanggar KTR itu sesuai dengan UU
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Sumber :
https://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/
2114