Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA HUKUM KESEHATAN


MALPRAKTIK

DOSEN :
Adisti A. Rumayar, SKM, M.Kes, MPH
dr.Grace E. C. Korompis, MHSM, DrPH
dr. Ardiansa A.T. Tucunan, M.Kes
dr. Ribka Wowor, M.Kes
Dr. Theo Lumenon, SH, MH

DISUSUN OLEH:
Sumiyati Gina Gani (19111101152)
Leastari N.Tubagus (19111101109)
Kirey Permata Erungan (19111101108)
Moh Afief R Mokodompit (19111101142)

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Malpraktik Kesehatan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini baik dalam materi maupun pikiran.

Makalah ini kami buat atas dasar tugas dari matakuliah Etika dan Hukum Kesehatan,
yang menjadi salah satu mata kuliah di Fakultas Kesehatan masyarakat, Universitas
Sam Ratulangi, Manado

Harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca tentang
Mapraktik dan bagaimana dampaknya untuk kesehatan. Kami juga mengharapkan
saran dan kritikan yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah kami.

Manado,6 september 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..

1.1.Latar Belakang………………………………………………….

1.2.Rumusan Masalah ………………………………………………

1.3.Tujuan Penulisan………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………

2.1 Pengertian Malpraktik…………………………………………..

2.2 Jenis – Jenis Malpraktik………………………………………..

2.3 Ketentuan Malpraktik dalam Hukum Indonesia………………..

2.4 Upaya Pencegahan dan Penanganan Malpraktik...........................

BAB III PENUTUP…………………………………………………

3.1.Kesimpulan …………………………………………………….

3.2.Saran ……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Berbicara tentang malpraktik medik bukanlah hal yang baru di Indonesia. Budi
Sampoerno mengemukakan malpraktik adalah pelanggaran administratif, etik, tindak
pidana tidak sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional, tidak
sesuai dengan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan pada umumnya yang
sekualifikasi pada situasi kondisi yang identik,kelalaian dan ketidak kompetensian.
Ketika terjadimalpraktik, maka pasien menjadi korban dan mengalami kerugian, dlam
hubungan hukum antara dokter dengan pasien selalu menempatkan pasien
dalamposisi lemah, hal ini dikarenakan pasien tidak memahami permasalahan
penyakitnya sementara pihak lainnya adalah dokter seorang yang ahli, dari hubungan
ini manakala dokter mengatakan pelayanan yang diberikan sudah sesuai Standar
Profesi dan Standar Prosedur Operasional, pasien pun sebagai korban dari pemberian
layanan kesehatan yang tidak kompeten dan ceroboh. Akibatnya pasien menjadi
korban dari malpraktik itu dan tentu saja akan mengalami kerugian bagi dokter itu
sendiri manakala kasus tersebut mencuat ke media cetak atau jejaring social

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian dari malpraktik!
2. Jelaskan apa saja jenis-jenis malpraktik!
3. Apa saja undang-undang yang mengatur mengenai malpraktik administrasi
tenaga kesehatan?
4. Apa saja upaya pencegahan dan penanganan Malpraktik?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari malpraktik
2. Mengetahui jenis-jenis malpraktik
3. Mengetahui undang-undang yang mengatur mengenai malpraktik administrasi
tenaga kesehatan
4. Menjegetahui Apa saja upaya pencegahan dan penanganan Malpraktik?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Malpraktik

Istilah malpraktik atau malpractice menurut Daris, Peter Salim dalam “The Con-
temporary English Indonesia Dictionary” berarti perbuatan atau tindakan yang salah,
yang menunjukkan pada setiap sikap tindakan yang keliru. Sedangkan menurut John
M. Echols dan Hassan Sadily dalam Kamus Inggris Indonesia, “malpractice” berarti
cara pengobatan pasien yang salah. Adapun ruang lingkupnya mencakup kurangnya
kemampuan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban profesional atau didasarkan
kepada kepercayaan. Jadi malpraktik merupakan salah satu penyebab
perselisihan/konflik antara tenaga kesehatan dengan pasien.

Terdapat dua istilah yang lazim dipakai dan didengar oleh etiap kalangan bagi
mereka terutama berkecimpung atau bahkan sedang mengalami dan
berurusan kondisi kesehatan fisik dan psikis seseorang. Dalam masyarakat ketika
seseorang mengalami penderitaan kesehatan sebagai akibat dari pihak tenaga
medis (kesehatan) seperti dokter, perawat ataupun petugas kesehatan lainnya
timbul kecenderungan menyebut dengan istilah telah terjadi “malpraktek”, atau
disambung dengan ikutan kata “medik”, menjadilah sebutan istilah “malpraktik
medik”.

Berbicara mengenai malpraktik atau malpractice berasal dari kata “mal” yang
berarti “buruk” Sedangkan kata “practice” berarti suatu tindakan atau praktik.
Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu tindakan medik
“buruk”. Bagi negara Indonesia, istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal
oleh para tenaga kesehatan sebenarnya hanyalah merupakan suatu bentuk
Medical Malpractice, yaitu Medical Negligence yang dalam bahasa Indonesia
disebut sebagai Kelalaian Medik. Menurut Martin Basiang “Malpractice” diartikan
kealpaan profesi.
Berikut beberapa pengertian lainnya dari malpraktik :

Menurut J. Guwandi dengan mengutip Black,s Law Dictionary : Malpraktik adalah,


setiap sikap atau tindakan yang salah, kekurangan dalam ukuran tingkat yang tidak
wajar.istilah ini umumnya di pergunakan terhadap sikap tindakan dari para dokter,
pengacara, dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan
melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam
masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga menyebabkan
luka, kehilangan, atau kerugian pada penerima pelayanan tesebut yang cenderung
menaruh kepercayaan terhadap mereka. Termasuk didalamnya sikap profesional yang
salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau
kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.

Menurut Azrul Azwar dalam makalahnya yang dibawakan pada sidang KONAS IV
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia di Surabaya, 1996, dengan mengambil
beberapa pendapat para pakar dikatakan bahwa malpraktik adalah :

1. Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh


dokter, oleh karena pada waktu melakukan pekerjan profesionalnya, tidak
memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang
diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukanoleh dokter pada umumnya, di
dalam situsai dan kondisi yang sama; atau
2. Malpraktik adalah setiap kesalahan yang di perbuat oleh dokter, oleh
karena melakukan pekerjaan kedokteran di bawah standar yang
sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap
dokter dalam situasi atau tempat yang sama
3. Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh
seorang dokter, yang didalamnya termasuk kesalahan karena perbuatan-
perbuatan yang tidak masuk akal serta kesalahan karena ketrampilan
ataupun kesetiaan yang kurang dalam menyelenggarakan kewajiban dan
ataupun kepercayaan profesional yang dimilikinya.
Menurut Black's Dictionary Malpraktek medis yang dilakukan adalah kegagalan
dokter untuk melatih tingkat perawatan dan keterampilan yang akan digunakan oleh
ahli bedah atau ahli bedah dengan spesialisasi medis yang sama dalam keadaan yang
serupa.

Menurut Word Medical Association (1992) Malpraktik medik menyebabkan dokter


tidak memenuhi standar perawatan kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, atau
kelalaian dalam memberikan perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab
langsung cedera pada pasienMenurut Walter G. Alton Ketika kita berbicara tentang
gugatan malpraktek medis, apa yang kita bicarakan? jenis gugatan apa itu?
terminologi hukum, itu adalah gugatan perdata untuk ganti rugi uang, bukan kriminal.
itu adalah persetujuan dari pasien atau kerabatnya untuk memulihkan kompensasi
moneter untuk cedera atau kematian yang diduga akibat malpraktik fisik atau rumah
sakit

Unsur-unsur Malpraktik

Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam


menjalankan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik, sehingga pasien
menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adapun unsur-unsur malpraktik adalah
sebagai berikut:

 Adanya kelalaian. Kelalaian adalah kesalahan yang terjadi karena kekurang


hati-hatian, kurangnya pemahaman, serta kurangnya pengetahuan tenaga
kesehatan akan profesinya, padahal diketahui bahwa mereka dituntut untuk
selalu mengembangkan ilmunya.
 Dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 2 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,
tenaga keterampilan fisik, dan tenaga keteknisan medis. Yang dimaksud
tenaga medis adalah dokter atau dokter spesialis.
 Tidak sesuai standar pelayanan medik. Standar pelayanan medik yang
dimaksud adalah standar pelayanan dalam arti luas, yang meliputi standar
profesi dan standar bprosedur operasional.
 Pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adanya hubungan kausal
bahwa kerugian yang dialami pasien merupakan akibat kelalaian tenaga
kesehatan. Kerugian yang dialami pasien yang berupa luka (termasuk luka
berat), cacat, atau meninggal dunia merupakan akibat langsung dari kelalaian
tenaga kesehatan

2.2 Jenis-jenis Malpraktik

Pada hakeatanya malpraktik adalah praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan
standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang
dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun
kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis
malpraktek.Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu
malpraktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik
(etichal malpractice) dan malpraktik yuridik (yuridical malpractice).Sedangkan
malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice),
malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara
(administrative malpractice).

2.2.1 Malpraktik Medik (medical malpractice)

John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence


in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or
omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian
professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat
sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).
Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional
misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a
practitioner is liable for demage or injuries caused by malpractice. (Malpraktek
adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau kurangnya kemampuan
dasar dalam melaksanakan pekerjaan.

Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang
disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan malpraktik
medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan
dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut lingkungan yang sama.

Malpraktik medik terjadi bila ada rumah sakit, dokter atau tempat perawatan
kesehatan yang secara profesional, melakukan kesalahan atau kelalaian yang
menyebabkan cedera atau kerugian kepada pasien. Kelalaian tersebut mungkin akibat
kesalahan dalam diagnosis, pengobatan,dan perawatan setelah perawatan atau
manajemen kesehatan.

Ini bisa dianggap malpraktik medis di bawah tuntutan hukum jika mmemilik
karakteristik berikut:

a. pelanggaran standar medis


Hukum mengaatur standar medis tertentu yang diakui oleh profesi sebagai
perawatan medis yang dapat diterima sebagaimana profesional perawatan
kesehatan yang bijaksana dalam keadaan yang sama atau serupa. Ini dikenal
sebagai standar perawatan. pasien memiliki hak untuk berharap bahwa
profesionalitas perawatan kesehatan akan memberikan perawatan yang sesuai
standar. Jika ditentukan bahwa standar perawatabelumte terpenuhi, maka
kelalaian dapat terjadi.

b. Cedera yang disebabkan oleh kelalaian


Untuk malpraktek medis mengklaim bahwa, tidak cukup bahwa perawatan
kesehatan profesionalhatau tenaga kesehatab hanya melanggar standar
perawatan.Pasienh harus juga membuktikan bahwa dia mengalami cedera
yang tidak terjadi dengan tidak adanya kelalaian dari petugas kesehatan.
Pasien harus membuktikan bahwa kelalaian dari tenaga kesehatanlah yanv
menyebabkan cedera. Jika ada cedera tanpa kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak menyebabkan cedera, maka tidak
ada kasus.
c. Cedera mengakibatkan kerusakan yang signifikan
Tuntutan hukum malpraktik medis sangat mahal untuk diproses, sering kali
membutuhkan kesaksian dari banyak ahli medis dan berjam-jam lamanya
kesaksian diproses. Agar kasus dapat bertahan, pasien harus menunjukkan
bahwa ada kerusakan signifikan akibat cedera yang diterima karena kelalaian
medis. Jika kerusakannya kecil, biaya pengejaran kasus mungkin lebih besar
dari pemulihan akhirnya. Untuj mengejar klaim terhadal malpraktik medis,
maka pasien harus menunjukkan bahwa cedera mengakibatkan disabilitas atau
kecacatan, kehilangan pendapatan, rasa sakit yang tidak biasa, penderitaan
dan kesulitan, atau tagihan medis yang berlebihan.

Malpraktek atau malpraktek medis adalah istilah yang sering digunakan orang
untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi didalam
dunia kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan. Banyak persoalan
malpraktek, atas kesadaran hukum pasien diangkat menjadi masalah
pidana.Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan adanya kesadaran hukum
masyarakat terhadap hak-hak kesehatannya.
Beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai malpraktek.
Malpraktek menurut pendapat Jusuf Hanafiah merupakan “kelalaian seorang
dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang
lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orangyang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama.”Amri Amir menyatakan bahwamalpraktek
medis adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan praktek,
yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan
pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi.

Menurut pendapat Ninik Mariyanti bahwa malpraktek memiliki pengertian yang


luas yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Dalam arti umum : suatu praktek yang buruk, yang tidak memenuhi standar
yang telah ditentukan oleh profesi.
2) Dalam arti khusus (dilihat dari sudut pasien) malpraktek dapat terjadi di dalam
menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama menjalankan perawatan, dan
sesudah perawatan.

Hermien Hadiati sebagaimana dikutip oleh Anny Isfandyarie menjelaskan


malpraktek secara harfiah berarti bad practice, atau praktek buruk yang berkaitan
dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi
medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan
“how to practice the medical science and technology”, yang sangat erat
hubungannya dengan sarana kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang
yangmelaksanakan praktek. Maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakan
istilah “maltreatment”.

2.2.2 Malpraktik Etik (ethical malpractice)

Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan
da dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma
yang berlaku untuk dokter.

Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan dampak negative
dari kemajuan teknologi kedokteran.Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya
bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat,
lebbih tepat dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata
memberikan efek samping yang tidak diinginkan.

Efek samping ataupun dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut
antara lain :

 Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang


 Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis.
 Harga pelayanan medis semakin tinggi, dsb.

Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan


malpraktek etik ini antara lain :

1. Dibidang diagnostic

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak


diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti.Namun karena
laboratorium memberikan janji untuk memberikan “hadiah” kepada dokter yang
mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga
mendapatkan hadiah tersebut.

2. Dibidang terapi

Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji


kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut,
kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan
terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang
sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga
merupakan malpraktek etik.
2.2.3 Malprkatik Yuridis

Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu


malpraktekpeYurid (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan
malpraktek

a) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)


Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh
tenaga kesehatan, atte terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad), sehingga menimbulkankerugian kepada pasien. Dalam malpraktek
perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh
kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpalevis). Karena apabila
yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnyaperbuatan
tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.
Contoh dari malpraktek perdata,misalnya seorang dokter yang melakukan
operasi ternyata meninggalkan sisa perbab didalam tubuh si pasien. Setelah
diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudiandilakukan operasi kedua
untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal inikesalahan
yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan
akibatnegatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
b) Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat
tersebut.
Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional) dimana tenaga medis
tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak
ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang
tidak benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan medikete
2. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan
tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta
melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. Contoh :
Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang menyebabkan
tangan pasien membengkak karena terinfeksi
3. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau
kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang
hati- hati.Contoh : seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada
saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk memfiksasi infus.

c) Malpraktek Administratif

Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan


pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin
yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medis.

2.3 Ketentuan Malpraktik dalam Hukum Indonesia

Ketentuan mengenai malpraktik medis dalam hukum di Indonesia dapat dilihat dari
KUHP, Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-undang
No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Sementara itu aturan hukum positif
di indonesia yang berkaitan dengan malpraktik diantaranya:

1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

2. Pasal 359 – 360 KUHP Pidana


Pasal 359 KUHP

Barang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun

Pasal 360 KUHP

(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka
bert, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun

(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertemtu, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran

2.3.1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Tindak pidana malpraktik tidak diatur dengan jelas dalam KUHP. Pengaturan di
dalam KUHP lebih kepada akibat dari perbuatan malpraktik tersebut. Pengaturan
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 53 KUHP yaitu terkait dengan percobaan melakukan kejahatan pasal ini hanya
menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum
karena bersalah telah melakukan suatu percobaan.
Pasal 267 KUHP mengenai Pemalsuan Surat, Pasal 345, 347, 348, 349 KUHP yang
berkaitan dengan upaya abortus criminalis (pengguguran kandungan) karena di
dalamnya terdapat unsur adanya upaya menggugurkan kandungan tanpa adanya
indikasi medis. Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan sebagaimana penjelasan
Menteri Kehakiman bahwa setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
memberikan penderitaan badan kepada orang lain atau dengan sengaja untuk
merugikan kesehatan badan orang lain.

Terkait dengan kealpaan yang menyebabkan mati atau luka-luka dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 359 KUHP. Pasal ini terkait dengan penanggulangan tindak pidana
malpraktik kedokteran dapat didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan
karena kesalahan dokter. Pasal 359 KUHP ini juga dapat memberikan perlindungan
hukum bagi pasien sebagai upaya preventif mencegah dan menanggulangi terjadinya
tindak pidana malpraktik kedokteran namun perlu juga solusi untuk menghindarkan
dokter dari rasa takut yang berlebihan dengan adanya pasal ini.

Pasal 360 KUHP menyebutkan tentang cacat, luka-luka berat maupun kematian yang
merupakan bentuk akibat dari perbuatan petindak sehingga dari sudut pandang
subjektif sikap batin petindak disini termasuk dalam hubungannya dengan akibat
perbuatannya. Pasal 361 KUHP yang merupakan pasal pemberatan pidana bagi
pelaku dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian dalam hal ini jabatan
profesi sebagai dokter, bidan dan juga ahli obat-obatan yang harus berhati-hati dalam
melakukan pekerjaannya karena apabila mereka lalai sehingga mengakibatkan
kematian bagi orang lain atau orang tersebut menderita cacat maka hukumannya
dapat diperberat 1/3 dari Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

Pasal 304 KUHP, Pasal 306 ayat (2) KUHP kalau salah satu perbuatan yang
diterangkan dalam Pasal 304 mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum
penjara paling lama sembilan tahun. Terkait dengan kejahatan terhadap tubuh dan
nyawa dapat dilihat dari ketentuan Pasal 338, 340, 344, 345, 359, KUHP yang dapat
dikaitkan dengan euthanasia, apabila dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai
upaya penanggulangan tindak pidana malpraktik di Indonesia menegaskan bahwa
euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Termasuk juga
dengan euthanasia aktif dengan permintaan.

2.3.2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Adapun kebijakan formulasi hukum pidana terkait dengan penanggulangan tindak
pidana malpraktik medis dapat dilihat dari ketentuan Pasal 29 UU Kesehatan yang
berkaitan dengan dengan kelalaian, disebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Berkaitan dengan perlindungan pasien
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58 UU Kesehatan.

Terkait dengan transplantasi organ dapat dilihat dari ketentuan Pasal 64, Pasal 65,
Pasal 66, apabila terjadi pelanggaran atas ketentuan pasal tersebut maka dapat
dijatuhi sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 192 UU Kesehatan yang menyatakan:
setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan mengenai aborsi sebagaimana diatur dalam Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77
UU Kesehatan bagi yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 194 UU Kesehatan bahwa setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

2.3.3 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 

Adapun ketentuan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana malpraktik


kedokteran pada Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
dapat dilihat dalam Pasal 51 UU Praktik Kedokteran mengenai kewajiban dari dokter
dan dokter gigi, Pasal 75, Pasal 77 UU Praktik Kedokteran yang berlaku bagi orang
yang bukan dokter yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah dokter yang telah
memiliki SIP atau STR (Surat izin praktik atau Surat Tanda Registrasi), Pasal 78,
Pasal 79, Pasal 80 UU Praktik Kedokteran.

Menurut ketentuan Pasal 80 ayat (1) dan (2) UU Praktik Kedokteran tersebut dapat
diartikan bahwa sanksi pidana yang tercantum di dalam pasal 80 ayat (1) dan ( 2 ) UU
Praktik Kedokteran dapat dikenakan kepada perorangan yang memiliki sarana
pelayanan kesehatan yang mempekerjakan dokter tanpa SIP, selain itu korporasi yang
memiliki sarana pelayanan kesehatan yang mempekerjakan Dokter yang tidak
mempunyai SIP juga dapat dikenakan pidana. Menganalisa pada ketentuan Pasal 75
(1), Pasal 76, Pasal 79 huruf a dan Pasal 79 huruf c sebelum putusan mahkamah
konstitusi materi muatan yang terdapat di dalam UU Praktik Kedokteran telah
menimbulkan kriminalisasi terhadap tindakan dokter yang berpraktik kedokteran
yang tidak dilengkapi STR, SIP dan tidak memasang papan nama, serta tidak
menambah ilmu pengetahuan dengan ancaman pidana yang cukup berat dan denda
yang sangat tinggi Hal demikian dapat menimbulkan rasa takut bagi dokter di dalam
melakukan pengobatan terhadap pasien

2.4 Upaya Pencegahan Dan Penangulangan Malpraktik


1. Upaya Pencegahan Malpraktik
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis
karena adanya malpraktek diharapkan tenaga medis dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

2. Penanggulangan Malpraktik
Penanggulangan malpraktek sendiri dilakukan melalui 2 upaya yaitu upaya
penal, dilakukan secara represif (penegakan hukum) yang diawali dengan
pemberitahuan melalui broadcast adanya dugaan malpraktek. Sedangkan
MKEK mengupayakan mediasi setelah menerima pengaduan dan mendapat
klarifikasi dalam penanganan malpraktek dan upaya non penal yang dilakukan
oleh MKEK yang bekerjasama dengan IDI adalah dengan cara melakukan
pemberian pembekalan baik secara etik maupun disiplin kepada setiap tenaga
kesehatan.
Terkait dengan malpraktik, menurut Wakil Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sabir Alwi dalam artikel Kelalaian
Tenaga Kesehatan Tidak Dapat Dipidana, sebenarnya kelalaian tenaga
kesehatan dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat/pasien tidak dapat dipidana. Sebab, dalam tiga paket undang-
undang di bidang kesehatan (UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit) tak ada satu pasal pun yang menyebutkan
bahwa karena kelalaian seorang tenaga kesehatan termasuk dokter bisa
dipidana.

Pada dasarnya, dalam hukum pidana ada ajaran kesalahan (schuld) dalam
hukum pidana terdiri dari unsur kesengajaan (dolus) atau kealpaan/kelalaian
(culpa). Namun, dalam ketiga undang-undang tersebut di atas yang aturannya
bersifat khusus (lex specialis) semua ketentuan pidananya menyebut harus
dengan unsur kesengajaan. Namun, dalam artikel yang sama, Ketua
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), M. Nasser tidak sepakat
jika kelalaian tidak bisa dipidana sama sekali. Sebab, sesuai UU Praktik
Kedokteran (lihat Pasal 66 ayat [3] UU Praktik Kedokteran), masyarakat yang
merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dapat melaporkan kepada
MKDKI dan laporannya itu tak menghilangkan hak masyarakat untuk
melapor secara pidana atau menggugat perdata di pengadilan.

Namun, dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan sehingga


mengakibatkan terjadinya malpraktik, korban tidak diwajibkan untuk
melaporkannya ke MKEK/MKDKI terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 UU
Kesehatan justru disebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Meskipun, korban malpraktik
dapat saja langsung mengajukan gugatan perdata. Seperti halnya yang
dilakukan oleh Shanti Marina yang menggugat dokter Wardhani dan RS Puri
Cinere atas dasar Perbuatan Melawan Hukum berupa malpraktik. Lebih jauh
simak MA Menangkan Pasien Korban Malpraktik.
Jadi, ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam hal terjadi kelalaian oleh
tenaga kesehatan yakni:

a. Melaporkan kepada MKEK/MKDKI;

b. Melakukan mediasi;

c. Menggugat secara perdata.

Jika ternyata ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut, maka
dapat dilakukan upaya pelaporan secara pidan
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami
oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan
teknologi kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu
dengan semakin banyaknya kasus malpraktek yang disidangkan di Pengadilan dan
bermunculannya berita-berita tentang malpraktek tenaga medis di mass media
karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau
meninggalkan pasien, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat
mulai meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan
menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.

3.2 Saran

Diharapkan tenaga medis akan lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan
tugasnya, masyarakat menjadi aman dan puas atas pelayanannya dan penegak
hukum dapat lancar dalam bertugas, akhirnya penegakan hukum dapat berjalan
sebagaimana kita harapkan. Kiranya pihak aparat penegak hukum, sebagai
pencari penegakan hukum yang aktif di dalam masyarakat, kiranya dapat berperan
aktif dan melihat dengan jeli indikasi-indikasi kasus malapraktek ini.
Daftar pustaka

Hanafiah, M. Jusuf. 2003. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.

Fuady, Munir. 2005. Sumpah Hippocrates dan Aspek Malpraktik Dokter. Bandung:
Citra Aditya Bakti.

Komalasari, Veronica. 1998. Hukum Dan Etika dalam Praktek Dokter. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

Koeswadji, H.H. 1998. Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum dalam
Mana Dokter sebagai Salah Satu Pihak). Bandung: Citra Aditya Bakti.

Amir, Amri. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.

Isfandyarie, Anny. 2005. Malpraktek dan Resiko Medik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Kartika Febryanti dan Diana Kusumasari diakses 06 september 2020


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4224/kodeki

Anda mungkin juga menyukai