Anda di halaman 1dari 8

MENEJEMEN KONFLIK

Dosen Pengampu:

Oleh :

Nama : Rusnianti

NIM : 190103018

Kelas : 4/A

PRODI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2021

1
MENGELOLA KONFLIK

A. Latar Belakang

Dalam pendidikan perlu adanya hubungan yang baik antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak hanya pengetahuan guru
hendaknya mendidik siswa agar berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.

Konflik pada proses kegiatan belajar mengajar tidak dapat dihindari, sebab
setiap lembaga pendidikan pasti memiliki masalah untuk diselesaikan sebagai
motivasi atau sebagai masalah.Konflik merupakan semua bentuk benturan,
tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan
interaksiinteraksi yang antagonistik-bertentangan.

Manajemen konflik adalah cara yang digunakan seseorang untuk


menghadapi perbedaan, pertentangan atau perselisihan antara dirinya dengan
orang lain yang terjadi dalam lingkungan kehidupannya, terutama ketika para
pihak yang terlibat menganggap pihak lainnya sebagai penghalang, penantang dan
pengganggu tercapainya tujuan masing-masing.

Konflik individu dalam kegiatan proses belajar seperti kenakalan siswa,


kurang memahami pelajaran dan konflik-konflik individu lainnya, sebagai tugas
penting guru untuk mencari solusi terbaik dalam menangani masalah yang terjadi.
Seperti apabila siswa kurang memahami materi pembelajaran maka solusinya
adalah dengan membuat media belajar yang menarik untuk proses belajar
mengajar. Sedangkan pada kenakalan siswa diperlukan penangan khusus dan tepat
untuk mencari solusinya.

Kenakalan siswa merupakan masalah serius dalam proses pendidikan yang


disebabkan oleh pergaulan, lingkungan, tekanan batin yang bersifat individu atau
teknologi yang semakin berkembang pesat seiring terjadinya arus globalisasi dari
beberapa aspek kehidupan manusia yang memberikan efek terhadap terhadap
kemerosotan akhlak. Oleh karena itu pendidikan ahlak harus diberikan sedini

2
mungkin pada siswa sebagai benteng utama agar siswa mampu mengolah
kehidupannya. Upaya ini memerlukan keterlibatan antara guru, siswa, orang tua
serta lingkungan yang mendukung.

B. Dasar Kajian Teori


Kenakalan siswa

Sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan


Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 2 disebutkan bahwa : Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Kata konflik dalam bahasa Yunani disebut dengan configere atau


conflictum yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjukkan pada semua
bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan,
perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonis atau bertentangan.
Dapat pula diartikan bahwa konflik merupakan relasirelasi psikologis yang
antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interes-
interes eksklusif yang tidak bisa dipertemukan, sikap emosional yang
bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.

Perilaku anak-anak yang kurang kena di hati disebut dengan kenakalan.


Perilaku anak yang kurang kena di hati biasanya adalah perilaku yang kurang
baik, perilaku yang susah untuk diatur sehingga membuat jengkel. Perilaku nakal
biasanya adalah perilaku yang menyimpang dari norma dan aturan di
lingkungannya. Perilaku kenakalan dapat membuat resah orang lain, selain itu
perilaku nakal juga dapat merugikan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Sofyan (2008: 90) yang menyatakan bahwa “kenakalan remaja ialah
tindak perbuatan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama
dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain,

3
mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri.” Murray and
Farrington (2010: 634) menyatakan bahwa “delinquency is defined according to
acts prohitied by the criminal law, such as theft, burglary, robbery, violence,
vandalism, and drug use.”

Menurut Al Attas yang si maksud dengan akhlak adalah pengenalan dan


pengakuan terhhadap realitas yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan
penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan
dan keagungan tuhan. Sehingga dalam konteks terjadi kenakalan siswa maka
pendidik harus berupaya sedini mungkin untuk memberikan pendidikan ahlak dan
budi pekerti, adapun jika sudah terjadi kenakalan siswa maka pendidik harus
melakukan pendekatan-pendekatan dan metode tertentu utuk mengupayakan
konflik tersebut.

Pada kenyataannya tidak ada siswa nakal, menurut saya yang ada adalah
guru belum menemukan metode yang tepat dalam memberikan didikan dan
pembelajaran yang tepat pad siswa. Namun pada kenyataannya banyak siswa
tidak sedikit guru memberikan lebel nakal karena ketidak sanggupannya
mengendalikan siswanya. Mengapa demikian:

a. Hanya ada siswa yang sedang mengalami krisis identitas.


Perubahan biologis dan sosiologis pada diri anak memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi, yaitu terbentuknya perasaan akan
konsistensi dalam kehidupannya dan tercapainya identitas peran.
Kenakalan siswa terjadi karena siswa gagal mencapai integrasi.
b. Siswa yang memiliki kontrol diri yang lemah.
Siswa yang tidak dapat mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada
perilaku nakal. Begitu pun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan
dua tingkah laku tersebut, namun tidak dapat mengembangkan kontrol diri
untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

4
c. Siswa yang kurang kasih sayang orang tua. Orang tua yang terlalu sibuk
dengan pekerjaan menyebabkan kurang perhatian kepada anaknya. Orang
tua tidak mengenalkan dan mengajarkan norma-norma agama kepada
anaknya. Akibatnya, dia akan sering bolos atau terlambat sekolah. Saat di
sekolah, dia akan berulah macam-macam untuk mendapat perhatian dari
orang lain, termasuk kepada gurunya.
d. Siswa yang kedua orang tuanya tidak harmonis atau bahkan bercerai.
e. Siswa yang mengalami kekerasan dalam lingkungan keluarga. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya masalah ekonomi. Siswa
yang mengalami kekerasan di rumah, saat di sekolah dia akan
menunjukkan sikap memberontak kepad gurunya atau bahkan melakukan
kekerasan seperti apa yang dia alami.
f. Siswa yang salah bergaul.
Lingkungan memang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan sikap siswa. Pergaulan yang kurang tepat atau menyimpang
dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang.

Melalui konflik ini diharapkan dapat menjadi konflik konstruktif yakni


suatu konflik yang ditimbulkan untuk merangsang pertumbuhan atau
perkembangan dari semua pihak yang terlibat sehingga mendorong seseorang atau
kelompok untuk berusaha lebih keras, cerdas, dan kreatif untuk mencapai hal yang
lebih baik

Dasar kajian teori:

C. Narasi konflik

Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah


yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan

5
keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para
pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.

Adapun strategi yang harus di lakukan meliputi hal-hal berikut:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan tingkah laku dan kepribadian anak


didik sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untu
mencapai sasaran yang akurat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik belajar mengajar
dan dianggap paling tepat dijadikan pegangan guru dalam menunaikan
kegiatan mengajar.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru
dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar.
5. Memberikan motivasi positif untuk membangkitkan semangat siswa
6. Mengurangi rasa marah yang berlebihan.
7. Menciptakan keharmonisan

Adapun cara menghadapi kenakalan siswa:

1. Sedikit kelonggaran
Memberikan kelonggaran namun tetap berkomitmen dengan aturan yang
penting.
2. Pendekatan
Pendekatan ini perlu adanya kemampuan membaca tanda-tanda yang
ditunjukkan siswa, terlibat dalam setiap tindakan siswa, penyebab
terjadinya kesalahan yang dilakukan, memahami karakter siswa,
3. Koordinasi
Menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan orang tua dalam
mengatasi masalah yang dihadapi siswa, mau mendengar apa saja kendala

6
dan masalah yang dihadapi siswa. Berdiskusi dengan bijak tentang apa
yang bias dilakukan untuk mengontrol perasaannya.
4. Problem solver
Berikan siswa sebuah tanggung jawab untuk membangkitkan rasa percaya
dirinya dan menumbuhkan jiwa kepemimpinannya.
5. Memberikan pendidikan agama utamanya pendidikan akhlak.
6. Mendoakan yang terbaik untuk anak didik.
D. Hasil
Dari hasil konflik yang pernah saya alami di atas adalah dengan strategi
dan upaya yang dilakukan terjadi:
1. Terciptanya keharmonisan antara guru dan siswa dalam kurun waktu yang
lama.
2. Terciptanya masa depan yang baik kepada siswa apabila berhasil
mengontrol pikiran dan hatinya.
3. Guru sebagai contoh yang baik maka siswa mengikuti perilaku guru
utamanya dalam menyikapi masalah dan berakhlak yang baik.
4. Guru akan merasa bangga apabila siswanya berakhlak dan berbudi pekerti
serta menghormati gurunya.
E. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa siswa nakal, menurut saya yang ada adalah guru
belum menemukan metode yang tepat dalam memberikan didikan dan
pembelajaran yang tepat pad siswa. Dengan metode pendekatan,
koordinasi dan problem solver diharapkan sebagai motivasi dan konflik
konstruktif agar kualitas guru semakin lebih baik dalam mendidik siswa
serta sebagai bahan evaluasi pendididikan untuk sama-sama mencari
solusi.

7
Daftar pustaka

Murray, Joseph and Farrington, David P. 2010 . Risk Factors for Conduct
Disorder and Delinquency: Key Findings From Longitudinal Studies. The
Canadian Journal of Psychiatry. Vol 55. No 10, October 2010

Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.

Winardi. J, (1994). Manajemen Konflik: Konflik Perubahan dan Pengembangan,


Bandung: Mandar Maju.

Syukur, Fatah. 2011. Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah. Semarang:


PT. Pustaka Rizki Putra.

Abdurrahman, Pengelolaan Pengajaran, cet. IV; Ujung Pandang : CV, Bintang


Selatan, 1993.

Anda mungkin juga menyukai