Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. D DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DIRUANG FALMBOYAN UOBK RSUD dr. MOH. SALEH
KOTA PROBOLINGGO

Oleh :

ANA MUSTIKA
NIM : 14901.08.21049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Tn. D DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Di RUANG FLAMBOYAN UOBK RSUD dr. MOHAMAD SALEH
KOTA PROBOLINGGO

Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Pembimbing Lahan Dan Akademik

Probolinggo, Nopember 2021

Mahasiswa

ANA MUSTIKA
NIM : 14901.08.21049

Mengetahui,

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

TITIK SRI WAHYUNI, S.Kep.,Ns WIDYA ADDIARTO, S.Kep.Ns., M.Kep


NIP. 19730601 199603 2 002 NIDN. 716058903

KEPALA RUANG FLAMBOYAN

TITIK SRI WAHYUNI, S.Kep.,Ns


NIP. 19730601 199603 2 002
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)/
GAGAL GINJAL KRONIS

A. KAJIAN PUSTAKA
1. ANATOMI FISIOLOGI
1) Anatomi Ginjal
Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area
retroperianeal bagian atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung
pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah, jumlahnya ada 2
buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ±200 gram. Pada umunya ginjal laki-laki lebih panjang
daripada ginjal wanita.
a) Struktur Makroskopis Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

Gambar 2.1 Bagian-bagian ginjal


Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)

b) Kulit Ginjal (Korteks)


Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung
kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus
dikelilingi oleh simpai bowman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai
bowman disebut badan malpighi. Penyaringan darah terjadi pada bagian malpighi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah
akan masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat tersebut akan menuju
ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal.
c) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks
atau papila renis mengarah ke bagian dalam ginjal. satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak
bergaris-garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
kolingentes). Diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal.
Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari
simpai bowman. Di dalam pembuluh halus ini terngkut urine yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malpighi setelah mengalami berbagai proses
d) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang
dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing bercabang membentuk
beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks
minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine
masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung
kemih (vesika urinaria). (Nuari dan Widayati, 2017)
e) Struktur Mikroskopis Ginjal
Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap- tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan kapiler peritubuler yang mengitari
tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsula bowman, serta tubulus-tubulus,
yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kontortus
pengumpul dan lengkung henle. Henle yang terdapat pada medula. Kapsula
Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler glomerulus) yang bentuknya besar dengan banyak
juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler
secara teratur sehingga celah-celah antara pedikel itu sangat teratur. Kapsula
bowman bersama glomerulus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar
dari korpuskel renal disebut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya
berkelok-kelok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian
menjadi tipis disebut ansa henle atau loop of henle, karena mebuat lengkungan tajam
berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus
kontortus distal. (Nuari dan Widayati, 2017).
Gambar 2.2 Bagian-bagian nefron
Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)

f) Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi
ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan
glomerulus dan dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman,
didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan
simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior. (Nuari
dan Widayati, 2017)

Gambar 2.3 Vaskularisasi ginjal


Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)

2) Fisiologi Ginjal
Ginjal memainkan peran penting dalam mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh, mengeluarkan racun, dan menghasilkan hormon seperti renin, eritroprotein, dan
bagian aktif vitamin D. Sebelum menjadi urin, didalam ginjal akan terjadi tiga macam
proses, yaitu:

a) Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di
kapiler glomerolus. Sel-sel kapiler glomerolus yang berpori (podosit), tekanan dan
permeabilitas yang tinggi pada glomerolus mempermudah proses penyaringan. Selain
penyaringan, di glomerolus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah,
dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma
darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat
melewati filter dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerolus
disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium,
kalium, dan garam-garam lainnya.
b) Penyerapan Kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin primer akan diserap kembali
di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus distal terjadi penambahan zat-zat
sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan
air terjadi di tubulus proksimal dan tubulus distal. Subtansi yang masih diperlukan
seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke dalam darah. Zat amonia, obat- obatan
seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama
urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat
yang masih diperlukan tidak ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
c) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi
di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan menuju ke rongga
ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. jika kantong kemih
telah terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin
berkemih. Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui
uretara adalah air, garam, urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin (Nuari dan Widayati, 2017)

2. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Nuari dan Widayati, 2017).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia. Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

3. ETIOLOGI
Menurut Nuari dan Widayati (2017) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3. Batu ginjal: nefrolitiasis.
4. Kista di ginjal: polycstis kidney.
5. Trauma langsung pada ginjal.
6. Keganasan pada ginjal.
7. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.

b. Penyakit umum di luar ginjal


1. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2. Dyslipidemia dan SLE.
3. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
4. Preeklamsi.
5. Obat-obatan.
6. Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma),
yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

5. KLASIFIKASI
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet.
Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria
sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran
urin kurang dari 500 cc/hari.

6. PATOFISIOLOGI
1) Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatini. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat.
2) Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, menyebabkan penurunan klirens (subtansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3) Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsetrasi atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi
4) Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi
pendarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR
maka tejadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon,
akibatnya kalsium di dalam tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
6) Penyakit tulang uremik (osteodiostrofi)
Terjadi perubahan kompleks kalsium fosfat dan keseimbangan parathormon.

PATHWAY
7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Nuari dan Widayati (2017) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet
rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein
lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

9. PENATALKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis dibagi tiga
yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak
senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 2 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/uremia,
dan terjadi perikarditis.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal
2. Gangguan integritas kulit b.d kelembapan ditandai dengan : pruritus, kulit kering dan
bersisik, pigmentasi abnormal, terdapat luka di kulit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif Tujuan : Intervensi
1. Manajemen Cairan (I.03098)
( D.0016) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... jam
diharapkan perfusi renal meningkat Tindakan :
Dibuktikan dengan Observasi
FaktorResiko: Kriteria Hasil : 2. Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
1. Hipertensi Perfusi Renal (L02013) pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2. Disfungsi ginjal 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
Kriteria Hasil : Skor
3. Hiperglikemia 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl,
1. Jumlah urine meningkat 5
4. Hipoksemia berat jenis urine, BUN)
2. Mual menurun 5
5. Hipoksia 5. Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP jika
3. Tekanan arteri rata rata membaik 5
6. Asidosis Metabolik tersedia)
4. Kadar urea nitrogen darah membaik 5
7. Sepsis Terapeutik
5. Kadar kreatinin plasma membaik 5
8. Lanjut Usia 6. Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24 jam
6. Kadar elektrolit membaik 5
9. Merokok 7. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
2 Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan Tujuan : Intervensi Utama:
(D.0129) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........... jam 1. Perawatan integritas kulit (I.11353)
diharapkan integritas kulit meningkat Tindakan :
Penyebab: Kriteria Hasil : Observasi
1. Perubahan sirkulasi Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
2. Kekurangan/kelebihan volume cairan perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan
Kriteria Hasil : Skor
3. Kelembaban 1. Elastisitas meningkat ekstrem, penurunan mobiltas)
5
2. Hidrasi meningkat Terapeutik
5
Dibuktikan dengan: 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Kerusakan jaringan menurun 5
Gejala dan tanda mayor 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
4. Kerusakan lapisan kulit menurun 5
Kerusakan jaringan dan atau lapisan 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
5. Pigmentasi abnormal menurun 5
kulit (pruritus, kulit kering dan bersisik, sensitif
6. Nekrosis menurun 5
pigmentasi abnormal) 5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
7. Suhu kulit membaik 5
Edukasi
8. Tekstur membaik 5
Gejala dan tanda minor 6. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
1. Nyeri 7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
2. Perdarahan 8. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
3. Kemerahan 9. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3 Hipervolemia ( D.0022) Tujuan : Intervensi Utama
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …............ jam, 1. Manajemen Hipervolemia (I.04150)
Penyebab : keseimbangan cairan meningkat Tindakan :
1. Gangguan mekanisme regulasi Observasi
Kriteria Hasil : 1. Periksatanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnea, dispnea edema,
JVP/CVP meningkat,refleks hepatojugular positif,suara napas tambahan).
Dibuktikan dengan: Keseimbangan cairan (L05020) 2. Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung,tekanan darah,
Gejala dan tanda mayor: MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika tersedia
Kriteria Hasil : Skor
1. Ortopnea 3. Monitor intake dan output cairan
2. Dispneu 1. Keluaran urin meningkat 5 4. Monitor tanda hemokonsentrasi (Mis : kadar natrium, BUN, Hematokrit,
3. paroxysmal nocturnal dyspnea berat jenis urin).
(PND) 2. Kelembabpan turgor kulit membran mukosa 5. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma ( mis: kadar protein
5
4. edema anasarka dan atau dengan meningkat dan albumin meningkat)
edema perifer. 3. Edema menurun 5 6. Monior kecepatan infus secara tepat.
5. Berat badan meningkat dalam waktu 7. Monitor efek samping diuretik (hipotensi ortostatik, hipovolemia,
singkat 4. Dehidrasi menurun 5 hipokalsemia, hiponatremia).
6. Jugular venous pressure (JVP) 5. Asites menurun 5 Terapeutik
dan/atau central venous pressure 8. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
(CVP) meningkat 6. Tekanan darah membaik 5 9. Batasi asupan cairan dan garam
7. Refleks hepatojugular positif 7. Denyut nadi radial membaik 5 10. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
Gejala dan tanda minor 8. Turgor kulit membaik 5 11. Anjurkan melapor jika haluaran urin<0,5 ml/kg/jam dalam 6jam
1. Distensi vena jugularis 9. Berat badan membaik 5 12. Anjurkan melapor jika BB bertambah lebih dari 1kg dalam sehari
2. Terdengar suara napas tambahan 13. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan haluaran cairan
3. Hepatomegali 14. Ajarkan cara membatasi cairan
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria Kolaborasi
6. Intake lebih banyak dari output 15. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
(balance cairan positif)
Kongesti paru
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.

Nuari dan Widayati. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai