Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. C DENGAN IMA (INFARK MIOKARD AKUT)


DIRUANG FALMBOYAN UOBK RSUD dr. MOH. SALEH
KOTA PROBOLINGGO

Oleh :

ANA MUSTIKA
NIM : 14901.08.21049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. C


DENGAN IMA (INFARK MIOKARD AKUT) Di RUANG FLAMBOYAN
UOBK RSUD dr. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO

Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Pembimbing Lahan Dan Akademik

Probolinggo, Januari 2022

Mahasiswa

ANA MUSTIKA
NIM : 14901.08.21049

Mengetahui,

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

NUZULUL HIDAYATI, S.Kep.,Ns ANA F. NUSANTARA, S.Kep.Ns.,M.Kep


NIP. 19790810 200604 2 026 NIDN. 0728108401

KEPALA RUANG FLAMBOYAN

TITIK SRI WAHYUNI, S.Kep.,Ns


NIP. 19730601 199603 2 002
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. C
DENGAN IMA (INFARK MIOKARD AKUT) Di RUANG FLAMBOYAN
UOBK RSUD dr. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO

Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Pembimbing Lahan Dan Akademik

Probolinggo, Januari 2022

Mahasiswa

ANA MUSTIKA
NIM : 14901.08.21049

Mengetahui,

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

NUZULUL HIDAYATI, S.Kep.,Ns WARDATUL WASHILAH, S.Kep.Ns


NIP. 19790810 200604 2 026

KEPALA RUANG FLAMBOYAN

TITIK SRI WAHYUNI, S.Kep.,Ns


NIP. 19730601 199603 2 002
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN IMA (INFARK MIOKARD AKUT)

A. KAJIAN PUSTAKA
1. ANATOMI FISIOLOGI
Jantung terletak di dada diantara belakang tulang dada paru-paru dan diafragma
atas biasa disebut mediastinum. Dikelilingi oleh perikardium yaitu perikardium fibrosa
dan perikardium serosa. Ukuran jantung yakni sebesar kepalan tangan dan memiliki
berat sekitar 250-300 gram. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan

Gambar 2. 1 Lapisan dinding jantung (Fathoni M. 2017).

a. Epikardium
Epikardium adalah lapisan luar dari dinding jantung dan dibentuk oleh lapisan
visceral pericardium. Visceral pericardium ini disebut sebagai lapisan epicardium
Pericardium terdiri dari dua lapisan, lapisan luar disebut pericardium fibrous dan
lapisan dalam disebut epitel (VanPutte et al., 2016) Diantara dinding pericardium, ada
rongga pericardial (Gambar 2.1). Ruang sempit ini biasanya berisi 10-15 ml cairan
pericardial yang berfungsi memudahkan pergerakan jantung saat proses pemompaan
darah (Fathoni M. 2017).
b. Miokardium
Lapisan tengah dinding jantung disebut miokardium. Lapisan ini paling tebal
dan terdiri atas sel-sel otot jantung yang melapisi dinding jantung. Miokardium
berkontraksi untuk memompa darah dari jantung ke aorta. Ketebalan miokard
bervariasi dari satu ruang jantung ke ruang yang lainnya (Fathoni M. 2017).
c. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan terdalam dari jantung, tersusun dari jaringan
endotalim dan jaringan ikat subendotelial. Lapisan ini melapisi jantung, katup, dan
menyambung lapisan endotelial yang melapisi pembuluh darah yang memasuki dan
meninggalkan jantung (Fathoni M. 2017).

Gambar 2. 2 Kompartemen dan Katup Jantung

Jantung memiliki empat ruang yang berbeda dengan ketebalan dinding otot
yang berbeda yaitu atrium kiri (LA), atrium kanan (RA), ventrikel kiri (LV) dan
ventrikel kanan (RV) (Gambar 2.2). Atrium menerima darah dari sistem vena dan
paru-paru, kemudian berkontraksi dan mengeluarkan darah ke dalam ventrikel.
Kemudian ventrikel memompa darah ke seluruh tubuh atau paru-paru. Jantung
memliki empat katup, yaitukatup trikuspid, katup mitral, katup pulmonary dan katup
aorta. Darah mengalir ke atrium kanan melalui vena kava superior dan inferior.
Masing-masing atria kiri dan kanan terhubung ke ventrikel melalui katup mitral dan
katup tricuspid. Darah terdeoksigenasi dari vena cava superior, vena cava inferior
dan sinus koroner (miokardium) mencapai RA. RA yang penuh dengan darah
terdeoksigenasi, meningkatkan tekanan di dalam ruang atrium. Ketika tekanan
atrium melebihi tekanan di RV, katup tricuspid akan terbuka dan memungkinkan
darah masuk ke RV. Ketika kapasitas di ruang RV sudah mencukupi akan memaksa
katup tricuspid menutup dan membuka katup pulmonal, sehingga mengeluarkan
darah ke arteri pulmonalis dan paru-paru.
Darah beroksigen dari paru-paru mencapai LA melalui vena paru, ketika
melebihi dari kapasitas LA katup mitral terbuka, memungkinkan darah untuk
memasuki LV. Ketika darah mengisi LV, LV mulai berkontraksi dan terjadi
peningkatan tekanan ruang LV sehingga memaksa katup mitral menutup dan
membuka katup aorta, sehingga mengeluarkan darah ke aorta, untuk didistribusikan
ke seluruh tubuh (Fathoni M. 2017).
2. DEFINISI
Infark Miokard Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang terjadi karena
kematian jaringan otot jantung atau nekrosis yang diawali dengan iskemik. Infark
miokard merupakan salah satu manifestasi akut dari penyakit jantung koroner yang
berhubungan dengan arteriosklerosis. Infark miokard yang merupakan hasil dari penyakit
jantung koroner, yang mana obstruksi aliran darah karena plak arteri koroner atau
mekanisme yang menghalanginya (misalnya spasm of plaquefree arteries). Plak
selalu konsekuensi dari aterosklerosis. Dimana plak yang ditandai dengan terjadinya
peradangan pada pembuluh darah dilokasi plak berada. Ditempat tersebut kemungkinan
terjadi erosi, fissuring atau bahkan pecahnya plak (Fathoni M. 2017).
IMA adalah kondisi dimana tidak mencukupinya pemasokan darah dan oksigen
ke miokardium karena adanya trombus yang menyumbat arteri koroner yang
mengakibatkan nekrosis miokard (Fauci 2010). IMA terjadi ketika iskemia miokard
terjadinya nekrosis. IMA paling sering disebabkan oleh ruptureaterosklerosis
dalam arteri koroner, sehingga menyebabkan pembentukan trombus arteri berhenti
memasokkan darah ke jantung (Harun S, Alwi.2016).

3. ETIOLOGI
Menurut Harun S, Alwi (2016), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik IMA menurut Harun S, Alwi (2016), yaitu :
1) Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
2) Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
3) Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas
kiri.
4) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
5) Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas
dan lemas
6) Dispnea

Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Nuari dan Widayati
(2017) adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (>30
menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar
titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset
infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari.
Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan
dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat
pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan
oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun
kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat
dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap
abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik. Sebagai indikator nekrosis
miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein yang terdapat pada
filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa
jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi
kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi.
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA
dapat dibagi menjadi :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Septal V1 dan V2 LA
Anterior V3 dan V4 D
Lateral I, a VL, V5 dan V6 LC
Inferior II, III, dan a VF LAD

Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 – V2 sebagi mirror image dari


perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

5. KLASIFIKASI
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:
1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark)
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG.
2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark)
Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak atherosklerosis,
tidak disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG

6. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah
iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang
harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat
iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal
jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia (Fathoni M. 2017)
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah- daerah diskinetik
akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan
terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap
rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan
akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis
pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark. (Nuari dan Widayati. 2017)
7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture
miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nuari dan
Widayati. 2017)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologi
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI
i. Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia
missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

9. PENATALKSANAAN
Terapi awal untuk IMA yakni diarahkan restorasi perfusi sesegera mungkin
untuk menyelamatkan miokardium sebanyak yang mungkin dapat membahayakan. Hal
ini dapat dilakukan melalui cara-cara medis atau mekanis, seperti Percutaneus
Coronary Intervention (PCI) atau Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
Meskipun pengobatan awal dari berbagai jenis sindrom koroner akut (SKA)
mungkin tampak mirip, sangat penting untuk membedakan antara apakah pasien
memiliki ST-elevasi MI (STEMI) atau Non-STEMI (NSTEMI), karena terapi
definitif berbeda antara kedua jenis MI. Pertimbangan tertentu dan perbedaan
membedakan urgensi terapi dan tingkat bukti mengenai pilihan farmakologis yang
berbeda (Fathoni M. 2017).
a. Terapi Non Farmakologi
Untuk pasien dengan STEMI dalam waktu 12 jam onset gejala, pilihan
pengobatan reperfusi adalah awal reperfusi dengan penanganan pasien yang
mengalami primary PCI arteri dalam waktu 90 menit kontak medis pertama. Untuk
pasien dengan NSTEMI, direkomendasikan angiografi koroner dengan PCI atau
operasi CABG revaskularisasi sebagai pengobatan awal untuk pasien berisiko
tinggi, namun juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak berisiko tinggi
(Dipiro et al., 2015).
b. Terapi Farmakologi
1) Penggunaan Oksigen
Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi diberikan oksigen selama 6
jam pertama
2) Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik mungkin tidak berguna pada pasien yang datang lebih
dari 12 jam setelah onset gejala, meskipun pedoman praktek saat
merekomendasikan pertimbangan fibrinolisis pada pasien dengan gejala area
besar miokardium berisiko (berdasarkan EKG atau pencitraan kardiovaskular)
atau ketidaksatbilan hemodinamik jika PCI tidak tersedia
3) Antiplatelet
a) Aspirin
Aspirin untuk semua pasien tanpa kontraindikasi dalam waktu 24 jam
sebelum atau setelah kedatang ke rumah sakit. Aspirin merupakan
tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
b) Inhibitor Platelet
Clopidogrel, prasugrel, dan ticargrelor memblokir subtype dari reseptor
ADP (reseptor P2Y12) pada trombosit, mencegah pengikatan ADP ke
resptor dan ekspresi berikutnya dari trombosit reseptor GP IIb/IIIa,
mengurangi agregasi platelet. Inhibitor reseptor P2Y12 selain aspirin
direkomendasikan untuk semua pasien dengan STEMI
4) Antikoagulan
Antikoagulan merupakan terapi tambahan penting untuk terapi reperfusi
terlepas dari strategi yang dipilih (PCI primer atau terapi fibrinolitik).
Antikoagulan yang berbeda tersedia; utilitas masing-masing agen tergantung
pada konteks klinis dengan mempertimbangkan metode reperfusi
5) Beta Bloker
Beta blocker menghambat kronotropik, inotropic, dan respons
vasokontriktor pada katekolamin, epinefrin dan norepinefrin. Beta blocker
memiliki efek yang berbeda pada 3 reseptor adrenergic (β1, β2, dan α) dan efek
durasinya. Beta blocker kardioselektif menghambat reseptor β1 yang terdapat di
miokardium
6) Nitrat
Nitrat merupakan vasodilator yang kuat, berperan untuk merelaksasikan
vena. Hasil dari system venodilasi dalam pengurangan kembalinya darah vena
ke jantung, sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung, kebutuhan oksigen
berkurang, dan mengurangi nyeri iskemik.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler
3) dangkal.
Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST
2) Pengkajian Sekunder
a. AMPLE

1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu


terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum
sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien
dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d) Murmu r: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
2) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
3) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat
4) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
5) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut)
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada IMA adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri).
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan : Intervensi


Penyebab: 1. Manajemen nyeri (1.08238)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..
1. Agen pencedera Tindakan :
jam, tingkat nyeri menurun
fisiologis (mis, Observasi
inflamasi, iskemia, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
neoplasma) Kriteria Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
Dibuktikan dengan Tingkat nyeri (L.08066) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Gejala dan tanda mayor Kriteria Hasil : Skor 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
1. Mengeluh nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
2. Tampak meringis 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
5
3. Bersikap protektif (mis. meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Waspada, posisi 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
menghindari nyeri) 2. Keluhan nyeri menurun 5 Terapeutik
4. Gelisah 3. Meringis menurun 5 10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Tens, hipnosis,
5. Frekuensi nadi akupresur, terapi musik, biofedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
meningkat 4. Sikap protektif menrun 5 terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
6. Sulit tidur 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
5. Gelisah menurun 5
pencahayaan, kebisingan)
Gejala dan tanda minor 6. Kesulitan tidur menurun 5 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Tekanan darah 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
7. Frekuensi nadi membaik 5
meningkat Edukasi
2. Pola nafas berubah 8. Pola nafas membaik 5 14. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
3. Nafsu makan berubah 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Tekanan darah membaik 5
4. Proses berfikir 16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
terganggu 10. Proses berpikir membaik 5 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Menarik diri 18. Ajarkan teknik nonfarmakologis unuk mengurangi rasa nyeri
6. Berfokus pada diri 11. Pola tidur membaik 5 Kolaborasi
sendiri 19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Diaforesis
2 Penurunan curah Tujuan : Intervensi Utama:
jantung (D.0008) 1. Perawatan Jantung (I.02075)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..
Tindakan :
jam, curah jantung meningkat
Penyebab : Observasi
1. Perubahan irama 2. Monitor tekanan darah
Kriteria Hasil :
jantung 3. Monitor intake dan output
2. Perubahan Curah Jantung (L.02003) 4. Monitor keluhan nyeri
frekuensi jantung 5. Monitor EKG
3. Perubahan Kriteria Hasil : Skor 6. Monitor aritmia
kontraktilitas 5 7. Monitor nilai laboratorium jantung
1. Bradikardi/ takikardi menurun
Gejala dan tanda 2. Tekanan darah membaik 5 Terapeutik
mayor : 5 8. Posisikan semi Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
1. Bradikardi 3. Distensi vena jugularis menurun 9. Berikan diet jantung yang sesuai
2. Aritmia 4. CRT membaik 5 10. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
3. Edema 11. Berikan dukungan moral dan spiritual
5. Sianosis menurun 5
4. Distensi vena jugularis 12. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Tekanan darah 6. Oliguria menurun 5
menurun/meningkat Edukasi
7. Suara tambahan jantung 5
6. Nada perifer terdengar 13. Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
menurun
lemah 14. Anjurka beraktivitas fisik secara bertahap
7. CRT >3 detik 8. Edema menurun 5 15. Anjurka berhenti merokok
8. Oliguria 16. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
9. Sianosis 17. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
10. Terdenngar suara Kolaborasi
jantung S3 dan/atau S4 18. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
19. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3 Intoleransi Aktifitas Tujuan : Intervensi Utama
(D.0056)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. 1. Manajemen energi (I. 05178)
Jam, toleransi aktifitas meningkat
Tindakan :
Penyebab : Kriteria Hasil :
1. Ketidakseimbangan Observasi
antara suplai dan Toleransi Aktifitas ( L. 05047)
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
kebutuhan oksigen
Kriteria Hasil : Skor
2. Monitor kelelahan fisik dan fungsional.
Dibuktikan dengan 1. Frekuensi nadi meningkat 5
3. Monitor pola dan jam tidur.
Gejala dan Tanda Mayor
2. Saturasi oksigen meningkat 5
1. Mengeluh lelah 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
2. frekuensi jantung 3. Kemudahan dalam melakukan
5 Terapeutik
meningkat > 20 % dari aktifitas sehari-hari meningkat.
kondisi istirahat. 4. Kecepatan berjalan meningkat. 5 5. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus ( mis. Cahaya, suara,
5. Jarak berjalan meningkat 5 kunjungan )
Gejala dan Tanda Minor
1. Dyspnea saat / setelah 6. Kekuatan tubuh bagian atas 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif )
5
aktifitas. meningkat
7. Kekuatan tubuh bagian bawah 7. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan.
2. Merasa tidak nyaman 5
setelah beraktifitas. meningkat. 8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.
3. Merasa lemah. 8. Keluhan Lelah menurun 5
Edukasi
4. Tekanan darah
9. Dyspnea saat aktifitas menurun 5
berubah > 20 % dari 9. Anjurkan tirah baring
kondisi istirahat. 10. Dyspnea setelah aktifitas menurun 5
11. Aritmia saat aktifitas menurun. 5 10. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap.
5. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia 12. Aritmia setelah aktifitas menurun. 5 11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.
saat/setelah aktifitas 13. Sianosis menurun. 5
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
6. Gambaran EKG 14. Warna kulit membaik 5
menunjukkan iskemia 15. Tekanan darah membaik. 5 Kolaborasi
7. Sianosis 16. Frekuensi nafas membaik 5
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
17. EKG iskemia membaik 5
18.
DAFTAR PUSTAKA

Fathoni M. 2017. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Disfungsi, Endotel dan


Manifestasi Klinis. Surakarta :UNS Perss.

Harun S, Alwi.2016. Infark Miokard Akut dalam Ilmu Ajar Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta; Interna Publishing.

Nuari dan Widayati. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Kardiofaskuler. Jakarta
: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai