Anda di halaman 1dari 4

Cina berkuasa di Xinjiang (1884)

Pada tahun 1884, wilayah ini di bawah kendali Beijing dan secara resmi
ditetapkan sebagai provinsi yang disebut Xinjiang, atau Perbatasan Baru.
Uighur (Muslim berbahasa Turki) adalah kelompok etnis dominan di
wilayah tersebut.

Upaya kemerdekaan (1933-1944)


Selama perang saudara Cina, para pemimpin Uighur mendirikan Republik
independen berumur pendek yang disebut Turkestan Timur selama dua
periode yang terpisah: pertama pada tahun 1933 dan kemudian pada
tahun 1944.

Etnis Han pindah ke Xinjiang (1950-1990)


Cina mendirikan Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, dan sekelompok besar
orang Cina Han (kelompok etnis mayoritas negara) didorong untuk pindah
ke provinsi tersebut. Populasi Cina Han tumbuh dari waktu ke waktu
sampai mereka menyaingi Uighur sebagai salah satu kelompok etnis
terbesar di Xinjiang.

Kebencian meningkat (1990-an)


Pada 1990-an Warga Uighur mulai memprotes penindasan dan perlakuan
tidak adil di tangan pemerintah dan otoritas Cina.

Cina merespons (1997)


Cina melancarkan aksi polisionil yang keras terhadap para demonstran
Uighur, menewaskan puluhan dan menahan ratusan lainnya. Ini adalah
penumpasan paling mematikan sejauh ini dalam kampanye yang disebut
Kampanye Hantam Keras (Strike Hard) yang dimulai setahun sebelumnya.

Perang melawan teror dimulai (2001)


Setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat,
pemerintah Cina mulai membenarkan tindakannya terhadap warga Uighur
sebagai bagian dari perang global melawan terorisme.
Kekerasan mematikan meningkat (2009)
Saling benci antara populasi Uighur dan Han menyebabkan protes dan
pecahnya kekerasan ekstrem. Pada Juli, hampir 200 orang tewas dan
sekitar 1.700 lainnya cedera dalam kerusuhan hebat di ibu kota Urumqi,
Xinjiang.

Pihak berwenang Cina merespons dengan menindak orang-orang Uighur


yang dicurigai sebagai pembangkang dan separatis.
Selama beberapa tahun berikutnya, ada penembakan yang
didokumentasikan, penangkapan dan hukuman penjara yang panjang.

Penangkapan di bawah hukum terorisme baru (2014)


Pada November 2014, Xinjiang mengadopsi undang-undang anti-
terorisme, yang pertama yang menargetkan ekstremisme agama. Sejak
itu, para aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa jumlah orang yang
ditangkap telah meningkat.

Kehadiran polisi bertambah (2016)


Pejabat Partai Komunis Cina dan mantan prajurit Chen Quanguo pindah
ke Xinjiang setelah pemerintahan lima tahun di Tibet dan secara dramatis
meningkatkan langkah-langkah keamanan di wilayah tersebut.

Kamp pelatihan untuk memerangi ekstremisme (2017)


Undang-undang anti-ekstremisme yang disetujui oleh pemerintah Xinjiang
pada Maret 2017, yang melarang orang untuk menumbuhkan jenggot
panjang dan mengenakan kerudung di depan umum. Undang-undang ini
juga secara formal mengadopsi penggunaan pusat pelatihan untuk
memerangi ekstremisme.

Pengawasan meluas (2017)


Pada April Pemerintah Cina memperluas pengawasannya terhadap orang-
orang Uighur, dengan kamera-kamera baru, pos-pos pemeriksaan dan
peningkatan patroli polisi di daerah-daerah yang sebagian besar
penduduknya adalah warga Uighur. Langkah-langkah baru termasuk
menahan hingga 1 juta warga Uighur di "pusat pelatihan politik" atau
kamp pendidikan di Xinjiang.

Tingkat penahanan meningkat secara dramatis. Puluhan kamp pendidikan


ulang bertambah hampir tiga kali lipat antara April 2017 dan Agustus
2018, menurut investigasi Reuters.

PBB mengutuk penahanan massal (2018)


Pada Agustus, Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial
menyerukan Cina untuk mengakhiri penahanan orang-orang Uighur.
Pemerintah Cina menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di
kamp-kamp dan menggambarkan fasilitas sebagai pusat kejuruan bagi
para penjahat yang dihukum karena pelanggaran ringan.

Cina membela kamp Xinjiang (2018)


Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi Cina Xinhua pada
Oktober, ketua pemerintahan Xinjiang, Shohrat Zakir, menggambarkan
kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan yang manusiawi, dengan
tujuan mengapuskan lingkungan yang bisa menumbuhkan terorisme dan
ekstremisme agama.

Penahanan berlanjut (2019)


Pada Juli Pemerintah Cina mengklaim sebagian besar warga Uighur telah
dibebaskan dari kamp. Laporan menunjukkan fasilitas masih beroperasi.

AS mengeluarkan sanksi (2019)


Amerika Serikat memberlakukan pembatasan visa pada pejabat Cina yang
diyakini terkait dengan penahanan kelompok minoritas Muslim di Xinjiang
pada Oktober. Ada juga tindakan terhadap 28 entitas (termasuk
perusahaan komersial) yang terlibat dalam kampanye pengawasan,
penahanan, dan penindasan Cina.

Cina mengatakan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif dalam


memerangi terorisme dan tidak melanggar kebebasan beragama.

"Karena tindakan telah diambil, tidak ada satu pun insiden teroris dalam
tiga tahun terakhir. Xinjiang kembali berubah menjadi daerah yang
makmur, indah dan damai," menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh
kantor pers kedutaan besar Cina di Inggris.

Cina juga membantah keaslian dokumen-dokumen Xinjiang yang bocor,


menyebutnya fabrikasi murni dan berita palsu.

Dokumen yang disebut merujuk pada White Paper resmi di mana


pemerintah Cina menggambarkan tujuan kamp untuk memberikan
bantuan dan rehabilitasi bagi warga Uighur yang terlibat dalam kegiatan
terorisme atau ekstremisme.

Anda mungkin juga menyukai