Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HIV AIDS

Dosen Pengampu : Dr. Rachmat S., Ns., M. Kep., Sp. Kep.MB

Disusun Oleh :
Daru Frengki Ardiani (20.03.0007)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP

PRODI DIII KEPERAWATAN TINGKAT II

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat,kita taufiknya,serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah memenuhi
tugas ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu
berpegang teguh pada sunnahnya. Penyusunan makalah ini tentunya hambatan
selalu mengiringi namun atas bantuan,dorongan dan bimbingan dari orang tua,
dosen pembimbing dan teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu,
tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih .

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
mungkin masih terdapat banyak kesalahan, baik dari segi materi maupun Teknik
penulisan dan penyusunan, Untuk itu masukan,saran,serta kritik sangat diharapkan
guna kesempurnaan makalah ini.

Cilacap , 6 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
A. Defenisi.....................................................................................................................................6
B. Etiologi......................................................................................................................................6
C. Patofisiologi...............................................................................................................................7
D. Pathway.....................................................................................................................................9
E. Komplikasi..............................................................................................................................10
F. Pemerikasaan Penunjang.........................................................................................................11
G. Penatalaksanaan.......................................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................16
A. Pengkajian...............................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................................17
C. Intervensi.................................................................................................................................18
D. Implementasi...........................................................................................................................20
E. Evaluasi...................................................................................................................................20
BAB IV...............................................................................................................................................21
A. Kesimpulan..............................................................................................................................21
B. Saran........................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi human immunodeficeincy Virus (HIV) dan Acquireed Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan didunia yang menjadi wabah
internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza , Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini disebabkasn
oleh virus Human Immunodefiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh
( Kemenkes, 2015).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015).
Meskipun ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupakan
masalah kesehatan yang penting (Smeltzer dan Bare 2015). Penyebaran HIV tidak mengenal
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan , pekerjaan, status perkawinan dan daerah tempat
tinggalnya (tanggadi, 1996 dan budiarto 1997 ),laporan dari United Nations prograem on HIV and
AIDS atau UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta ijnfeksi baru diseulruh dunia, yang
menjaadi 36,7 juta dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).
Penyakit HIV menular melalui cairan genitalia (sperma dan cairan vagina penderita
masuk keorang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan anus akibat hubungan
seksbebas tanpa kondom, heteroseksual atau homoseksual. Ibu yang menderita HIV sangat
beresiko menularkan HIV ke bayi yang dikandung jika tida ditangani dengan kompeten
(Nursalam 2011).
Menurut laporan Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen
P2P Kementrian Kesehatan RI tahun 2017 presentase faktor resiko HIV adalah hubungan seks
beresiko pada lelaki seks lelaki ata LSL (28%) heteroseksual(24%), lain lain(9%) dan penggunaan
jarum suntik tidak steril pada penasun (2%). Sedangkan untuk presentase faktor resiko AIDS
tertinggi adalah hubunga seks beresiko pada heteroseksual (67%), lelaki suka lelaki atau LSL
(23%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (2%), dan perinatal (2%). Orang yang
terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa disebut ODHA. Orang dengan HIV AIDS (ODHA)
beresiko mengalami Infeksi Oportunistik atau IO.
Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh
seseorang akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan HIV stadium lanjut
menyebabkan gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan
oksigenasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spiritual. Gangguan
kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare, nyeri kronis pada beberapa anggota tubuh,
penurunan berat badan, kelemahan, infeksi jamur,hingga distres dan depresi (Nursalam, 2011).
Penurunan imunitas membuat ODHA rentan terkena penyakit penyerta, menurut hasil laporan
Ditjen P2P kementrian Kesehatan tahun 2016 ada beberapa penyakit penyerta yang biasa
menyertai AIDS diantaranya , Tuberkolosis, Diare, Kandidiasis, Dermatitis, Herpes simplex,
Heerpes zooster, Limfadenopati generalisata persisten. Penyakit HIV AIDS juga memunculkan
berbagai maslah psikologi seperti ketakutan, keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk
dan diskriminasi dari orang lain, yang kemudian menimbulkan tekanan psikologios (Arriza dkk,
2013).
Menurut Nursalam (2011) jika ditambah dengan stres psikososial-spiritual yang
berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan
meningkatkan kematian. Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status HIV

4
AIDS kesehatan ODHA meningkat melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan suatu tindakan atau proses dalam praktek keperawatan yabg diberikan secara lengsung
kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehoingga dapat mengatasi masalah
yang sedang dihadapinya.

B. Rumusan Masalah
a) Apakah definisi HIV AIDS?
b) Bagaimana etiologi HIV AIDS?
c) Bagaimana patofisiologi HIV AIDS?
d) Bagaimana pathway HIV AIDS?
e) Bagaimana komplikasi HIV AIDS?
f) Bagaimana pemeriksaan penunjang HIV AIDS?
g) Bagaimana penatalaksanaan HIV AIDS?
h) Bagaimana komplikasi HIV AIDS?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
dengan HIV AIDS melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi hasil pengkajian pada klien HIV AIDS
b. Mengidentifikasi diagnosis keperawatan Pada klien HIV AIDS
c. Menyusun perencanaan keperawatan Pada klien dengan Literatur Review HIV
AIDS
d. Melaksanakan intervensi keperawatan Pada klien HIV AIDS
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien HIV AIDS
D. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan bagi penulis dan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dalam
bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum tentu
membutuhkan pengobatan. Meskipun demikian, orang tersebut dapat menularkan virusnya
kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan berbagi penggunaan alat suntik
dengan orang lain (KPAD Kab. Jember, 2015).
HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di dunia
(Silalahi, Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat diibaratkan sebagai
gunung es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty, 2016) yang dimana HIV memang tidak tampak
tetapi penyebarannya mengakibatkan banyaknya kasus HIV baik di Indonesia maupun di
dunia.
AIDS adalah Suatu kumpulan kondisi tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV ( Virginia Macedolan, 2008 ). Acquired Immune Deficiency Syndrome atau
AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh yang menurun
yang disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka
orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada
kulit, paru, saluran penernaan, otak dan kanker. (KPAD Kab. Jember, 2015).
B. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diesbabkan oleh Human
immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termnasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada
imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa pada kuda).
Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1
dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari pendrita AIDS. Sebagian retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk bkerucut yang padat elektron dan dikelilingi
selubung lipid yang berasal dari membran sel penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid
utama protein p24, nukleukapsid protein p7 atau p9, dua sirina genom, dan ketiga enzim virus
(protease, reserve, ytranscriptase dan integrase).
Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini HIV ini mengandung beberapa gen lain
(diberi nama misalnya tat, rev, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan
partikel virus yang ineksius. (Robbins dkk, 2011). Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011)
virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS Hubungan seksual secara vaginal, anal dan
oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menu;arkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir,
penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam
aliran darah (Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk asuk kedalam aliran darah
pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan 7%. Bila ibu

6
baru terinfeksi HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI , 1995
ddalam Nursalam 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi
fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi
maternal saat melahirkan. ( Lili V 2004 dalam Nursalam 2007). Transmisi lain terjadi selama
periode post partum melalui ASI dari Ibu yang positif sekitar 10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menular HIV karena virus
langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum,
tenakulum, dan alat- alat lainnya yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang
terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menularkan HIV.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang digunakan oleh parah
pengguna narkoba (Injekting Drug User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain
jarum suntik para pengguna IDU secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur,
pengaduk dan gelsa pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV. HIV tidak
menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah dengan
pederita HIV/AIDS, gigtan nyamuk, dan hubunga sosial yang lainnya.
C. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang
dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu.
(1) fase akut pada tahap awal;
(2) fase kronis pada tahap menengah; dan
(3) fase kritis pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang imunokompeten
terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas merupakan penyakit yang sembuh
sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah
infeksi; fase ini ditandai dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa,
demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan
prooduksi virus dalam jumlah besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid
perifer, yang secara khas disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+ kembali mendekati
jumlah normal.
Namun segera setelah hali itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik
terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi ( biasanya dalam rentang waktu 3 hingg
17 minggu setelah pejanan) dan munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus.
Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun
berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus,
yang akan terus berkanjut didalam magkrofak dan sel T CD4+ jaringan. Fase kronis, pada
tahap menengah, menunjukan tahap penahanan relatif virus. Pada fase ini, sebagaian besar
sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien
tiudak menunjukan gejala ataupn limfadenopati persisten, dsan banyak penderita yang
mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau herpes zoster selama
fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus yang meluas

7
akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan
regenerasi imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dengan juumlah yang besar.
Oleh karena itu penuruna sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana.
Setelah melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah
CD4+ mulai menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat.
Linfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang
bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya deokompesasi sistem
imun, peningkatan replikasi virus, dan onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna penjamu yang
sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis. Para pasien khasnya akan
mengalami demam lebih dari satu bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare.
Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/µL. Setelah adanya interval yang berubah- ubah,
para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau
manifestasi neurologis (disebut kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang
bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jikakondisi lazim
yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat ini menentukan
bahwa seseorang teerinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sma dengan 200/µL
sebagai pengidap AIDS.

8
D. Pathway

(HIV RETROVIRUS)

(STADIUM HIV (1-3 atau 6 bulan) Sindrom mononukleosida, yaitu


MENYERANG LIMFOSIT T CD4+ demam 38-40o c, pembesaran
Ditularkan melalui darah, semen, kelenjar getah bening dan di
sekresi vagina, ludah, air mata, ASI ketiak, disertai timbulnya bercak
kemerahan pada kulit.

(STADIUM ASIMPTOMATIK (5-10


tahun)
Masuk ke dalam organ tubuh tapi
tidak mengalami gejala Manifestasi Pembesaran kelenjar getah bening di
klinis leher, ketiak, paha. Keluar keringat
malam hari. Lemas, BB turun
5kg/bulan batuk kering, diare, bercak
di kulit,ulserasi, perdarahan, sesak
nafas, kelumpuhan, gangguan
penglihatan, kejiwaan terganggu.
(STADIUM PEMBESARAN KELENJAR
LIMFE 1 bulan set. Std,
Asimptomatik)
Tidak ada gejala

Kelainan otak, meningitis, kanker


kulit, luka ulserasi, infeksi yang
menyebar, TBC, diare kolik,
(STADIUM AIDS) candidiasis mulut dan pneumonia.
Tahap akhir infeksi, menyerang limfosit B
akan antibody spesifik dan system saraf
pusat, meliputi selaputnya yang sifatnya
toksik terhadap sel

9
E. Komplikasi
Menurut Budhy (2017) komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah
system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan terserang banyak infeksi dan jenis kanker
tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain :
1. Tuberkulosis (TB).
2. Sitomegalovirus
Herpes yang ditularkan melalui cairan tubuh. Jika kekebalan
tubuh melemah virus muncul kembali, menyebabkan kerusakan pada
mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.
3. Kandidiasis
Infeksi yang berhubungan dengan HIV menyebabkan radang
dan lapisan putih tebal diselaput lendir mulut, lidah , kerongkongan
dan vagina.
4. Meningitis kriptokokal
Pembengkakan selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokal adalah
infeksi system saraf pusat yang umum yang terkait dengan HIV
disebabkan oleh jamur.
5. Toksoplasmosis.
6. Kriptosporidiosis
Infeksi yang disebabkan oleh parasit usus yang biasa
ditemukan pada hewan. Kriptosporidiosis bisa masuk kedalam tubuh
seseorang ketika menelan makanan yang terkontaminasi. Parasite
tumbuh di usus dan saluran empedu yang dapat menyebabkan diare
kronis yang parah pada pasien dengan AIDS.
7. Kanker
a. Tumor Sarkoma Kaposi.
b. Sarcoma Kaposi.

10
F. Pemerikasaan Penunjang

1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
a) Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada
sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV ) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin

11
positif
b) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
c) Tes Lainnya
a) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
b) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
d) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru

2. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurang
dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah
menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di
pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang
mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang
AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini
bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan
demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan
untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi
HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western
blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan
mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara

12
infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi
(window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya
mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan
hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen
HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis
infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negaranegara maju.
3. USG Abdomen
4. Rongen Thorak
G. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis meliputi beberapa
cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignasi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta
pemulihan sistem imun melaluui penggunaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan kulit,
kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai
berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-SMZ (bactrim,
septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada psien-pasien dengan gastrointestinal
yang normal tidak memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan
TMP- SMZ dapat mengalami efek yang merugikan dengan insidenm tinggi yang tidak
lazim terjadi, sepeerti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan
fungsi renal. Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak
memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas kesehatan
dapat meromendasikan pentamidin. Meningitis, terapi untuk meningitis kriptokokus
adalah amfoteisin B IV dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol (diflukcan). Keadaan
pasien harus dipantau untuk mendeteksi efek yanga potensial merugikan dan seirus dari
amfoterisin B yang mencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta hepar,gangguan
kesiembangan eletrolit, anemia, panas danb menggigil. Retinitis sitomegalovirus, retinitis
yang disebabkan oleh sitomegalovirus (CMV; cyto megalovirus) merupak penyebab
utama kebutaan pada penderita penyakit AIDS. Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain
yang digunakan mengobati retinitis CMV, disuntikan secara IV setiap 8 jam sekali selam
2 hingga 3 minggu. Reaksi merugikan yang lazim pada pemberiam foskarnet adalah
nefrotoksisitas yang mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan elektrolit
yang mencakup hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta hipomagnesemia. Semua keadaan
ini dapat memabawa kematian. Efek merugikan lainnya yang lazim dijumpai adalah
serangan kejang-kejang gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus
dan nyeri punggung bawah.
b. Penatalaksanaan diare kronik Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu
analog sisntesis somatostatin, ternyata efektif untuk mengattasi diare yang berat dan

13
kronik. Konsentraasi reseptor somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan mengahambat banayk
fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi – interstinal air
serta elekltrolit.
c. Penalaksanaan sindrom pelisutan Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup
penanganan penyebab yang mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun
gastrointerstinal. Mallnutirisi sendriri akan memperbersar resiko infeksi dan dapat pula
meningkatkan insiden infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat dilakukan mulai dari diet
oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga dukungan nutrisi
parenteral jika diperlukan.
d. Penanganan keganasan Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya
gejala dan sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala
dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang
berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan
dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hingga saat ini, kemoterapi yang paling efektif
tampaknya berupa ABV (adriamisin, bleomisin, dan vinkristin).
e. Terapi antiretrovirus Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA
untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin,
dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve
trancriptase virus dan mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu
substansi molekuler yang dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi
partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah komponen struktural rantaii DNA,
produksi virus yang baru akan dihambat.
f. Inhibitor protase Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerja enzim protase,
yaitu enzim yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular.
Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus noninfeksius dengan penurunan
aktivitas enzim reserve transcriptase.
g. Perawatan Pendukung Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang
menurun sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan banyak
macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana
seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau mempersiapkan makanan. Untuk
pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn asupan makanan, sindrom
perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin
diperlukan dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat mual, vomitus dan diare
kerap kali memrlukan terapi pengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada
kulit yang berkaitan dengan sarkoma caposi, ekskoriasi kulit periana dan imobilisasi
ditangani dengan perawatan kulit yang seksama dan rajin; Perawatan ini mencakup
tindakan mengembalikan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan
salab obat serta menutup lesi dengan kasah steril.
h. Terapi nutrisi Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan,nebingkatkan fungsi sistim imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga orang yang
hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin dan mineral
bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini
walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, defisiensi terjadi
karena HIV menyebabka hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gisi. Untuk
mengatasi masalh nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus diberi makanan tinggi
kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup air. i. Manfaat konseling dan
VCT pada pasien HIV Menurut Nursalam (2011) kionseling HIV/AIDS merupakan
dialog antara seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor )yang bersifat

14
rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau
mengadaptasi diri denga stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan
dengan HIV/AIDS. Konseling HIV berbeda dengan konseling lainnya, walaupun
keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling HIV menjadi hal yang unik
karena :
1) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/
AIDS
2) Membutuhkan menganai praktik seks yang bersifat pribadi
3) Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian
4) Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat dan nilai
yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai yang dianut oleh konselor itu sendiri
5) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV positif
6) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasnagan maupun anggota
keluarga klien Menurut nursalam (2011) tujuan konseling HIV yaitu :

1) Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah perilaku. Untuk merubah perilaku
ODHA (orang dengan HIV/AIDS) tidak hanya membutuhkan informaasi belaka, tetapi
jauh lebih pentung adalah pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi
mereka, misalnya dala m perilaku seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-
lain.
2) Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis, psikologis, sosial,
dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan memberikan dukungan kepada ODHA
agar mampu hidup secara positif. Voluntary conseling tetsting atau VCT adalah suatu
pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dengan
kliennya bertujuan mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi,
serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan lingkungannya (Nursalam, 2011).
Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV /AIDS, upaya untuk mengurangi
kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko
penyebab seseorang terinfeksi HIV, dan upaya pengembangan perubahan perilaku,
sehingga secara dini mengarahkan menuju ke program pelayanan dan dukunga termasuk
akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stikma dalam masyarakat
(Nursalam, 2011).

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama , umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, nomor,rekam medis, diagnosa
medis, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien, terlihat lemah dan pucat, batuk lebih dari 2
minggu, nafsu makan berkurang dan terdapat stomatitis dimulut. Biasanya pada pasien
HIV/AIDS akan merasakan demam dan diare terus menerus (Katiandagho, 2015).
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit yang dialami pasien mulai awal timbul gejala dirumah
hingga upaya pengobatan dirumah sampai pasien dibawa kerumah sakit dan dijelaskan
keluhan pasien saat dirumah sakit. Biasanya pasien mengeluh hipoksia, sesak nafas, jari
tabuh, limfadenopati (Jauhar & Bararah, 2013).
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien HIV/AIDS dikaji riwayat pernah dirawat dirumah sakit dengan penyakit
berbeda atau sama sebelumnya. Sebelumnya pasien mengeluh mengalami penurunan BB
lebih dari 10%,demam,dan batuk dengan waktu yang cukup lama. (Jauhar & Bararah, 2013).
Kaji riwayat pengobatan pemberian obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti
nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non
nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease (Yulrina & Lusiana, 2015).
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada pasien HIV/AIDS perlu dikaji apakah keluarga mempunyai penyakit HIV sama
dengan pasien. Perlu dikaji juga penyakit TBC yang dapat menular ke pasien dan
menyebabkan pasien terkena TB. Kaji juga riwayat penyakit hepatitis dan DM. Biasanya
penyakit HIV di tularkan dari ibu ke anaknya (Jauhar & Bararah, 2013).
6. Riwayat psikososial
Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapat. Isolasi dan kesepian terjadi perubahan pada interaksi
keluarga atau orang tedekat. Aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan
(Desmawati, 2013). Persepsi pasien tentang kondisi yang dialami berbeda-beda beberapa
pasien HIV/AIDS memiliki pengetahuan tentang kondisinya dan melakukan kegiatan yang
menunjang peningkatan daya tahan tubuh dengan tidur teratur makan seimbang dan konsumsi
ARV rutin yang dipengaruhi oleh strategi koping terhadap respon psikologis masingmasing
pasien (Nursalam & Ninuk, 2013).
7. Pola kesehatan sehari-hari
a. Nutrisi Pada pasien HIV tidak nafsu makan, terjadi perubahan kemampuan untuk
mengenali suatu makanan, disfagia, nyeri retrosternal saat menelan, mual atau muntah, dan
terjadi penurunan berat badan yang cepat.

16
b. Eliminasi BAK/BAB Pada pasien HIV terjadi diare terus menerus, sering dengan atau
tanpa rasa kram pada perut. Nyeri pada panggul saat BAK rasa seperti terbakar. Feses encer
dengan atau tanpa disertai mucus atau darah, diare pekat, perubahan dalam jumlah, warna dan
karakteristik urine.
c. Personal hygiene Tidak mampu menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari.
d. Aktivitas/istirahat Pada istirahat tidur terjadi perubahan pola tidur. Mengalami mudah
lelah, kelelahan/malaise dan berkurang toleransi terhadap aktivitas dalam kehidupan sehari-
hari.
8. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada pasien HIV/AIDS menurut Desmawati (2013)
sebagai berikut :
a. Keadaan umum Meliputi keadaan umum klien ditemukan pasien tampak lemah, kesadaran
composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan kesadaran apatis, somnolen, stupor
sampai koma. Pemeriksaan TTV, Tekanan darah normal, nadi takikardia, frekuensi
pernafasan meningkat, dan suhu meningkat.
b. Mata Terjadi perubahan ketajaman pada penglihatan. Konjungtiva anemis.
c. Hidung Terjadi pernafasan cuping hidung.
d. Telinga Auditorius kurang bersih akibat penyebaran penyakit.
e. Mulut Terdapat lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna, bibir
terlihat pucat/ sianosis. Kesehatan gigi atau gusi yang buruk.
f. Leher Tekanan vena jugularis tidak meninggi, pada kelenjar tiroid biasanya ada pembesaran
dan timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe.
g. Thorak : Paru-paru Pergerakan dada simetris, nafas pendek dan progresif, takipneu, dan
perubahan bunyi nafas adventisius.
h. Abdomen Terjadi distensi abdomen, peristaltic usus meningkat >25x/menit akibat virus
yang menyerang usus. Nyeri tekan pada abdomen. i. Ekstremitas Terjadi kelemahan pada
otot, menurunnya massa otot dan tremor, kebas, kesemutan pada ekstermitas dan terdapat
pembengkakan pada sendi.
j. Integritas kulit Warna kulit terlihat pucat dan terdapat bintik-bintik yang gatal. Turgor kulit
menurun, akral teraba hangat jika teraba dingin waspada terjadi syok. CRT (Capilary Refil
Time) > 2 detik. Perubahan integritas kulit (ruam, perubahan warna, mudah terjadi memar
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya).
k. Genetalia Adanya lesi atau abses rektal, perianal. Terdapat juga herpes, kutil kelamin dan
pada anus terjadi peradangan gatal dan terdapat bercak atau bintik.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis yang muncul pada pasien HIV/AIDS menurut T. Heather & Shigemi dalam
NANDA (North Nursing Diagnosis Association NIC-NOC, 2018) antara lain yaitu :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik

17
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
4. Perubahan eliminasi BAB
5. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
6. risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan
respon imun , kerusakan kulit.
C. Intervensi

No. DIAGNOSA NOC NIC


1. ketidakseimbangan nutrisi kurang Tujuan: 1.Kaji adanya alergi
dari kebutuhan tubuh b.d  Nutritional Status : makanan
penurunan nafsu makan  Nutritional Status : food and 2.Monitor adanya
Fluid Intake penurunan berat badan
 Nutritional Status: nutrient 3.Monitor adanya mual,
Intake Weight control muntah dan diare
4.kolaborasi dengan dokter
Kriteria hasil: untuk pemasangan NGT
 Adanya peningkatan berat 5.Monitor jumlah nutrisi
badan sesuai dengan tujuan dan kandungan kalori
 Berat badan ideal sesuai 6.Monitor kadar albumin,
dengan tinggi badan Hb dan Ht
7.Kolaborasi dengan ahli
 Tidak adanya tanda-tanda
gizi untuk menentukan
malnutrisi
jumlah kalori dan nutrisi
 Menunjukan peningkatan
yang dibutuhkan pasien
fungsi menelan
8.Berikan substansi gula
 Mampu mengidentifikasi 9.Berikan makanan yang
kebutuhan nutrisi sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi.
2. Nyeri akut b.d agen Tujuan: 1.lakukan pengkajian nyeri
injuri fisik  Pain Level secara komprehensif
 Pain control termasuk lokasi,
 Comfort level karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
Kriteria hasil: faktor presipitasi.
1. Pasien dapat mengontrol 2.control lingkungan yang
nyerinya dapat mempengaruhi nyeri,
2 .Skala nyeri berkurang dari seperti suhu ruangan,
skala 6 menjadi skala 3 pencahayaan dan
3. Klien mengatakan nyeri kebisingan.
sudah berkurang 3.ajarkan tentang tehnik
4. Dapat mengenali faktor nonfarmakologi.
penyebab nyeri 4.berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
5.ajarkan teknik relaksasi
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: 1.Monitoring vital sign
b.d penurunan  Joint Movement : Active sebelum/sesudah latihan dan
kekuatan otot  Mobility level lihat respon pasien saat
 Self care : ADLs latihan
 Transfer performance 2.Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
Kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan
 Klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik 3.Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
 Mengerti tujuan dan

18
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
 Memverbalisasikan perasaan cedera
dalam meningkatkan kekuatan 4.Ajarkan pasien atau
dan kemampuan berpindah tenaga kesehatan lain
 Memperagakan penggunaan tentang teknik ambulasi
alat Bantu untuk mobilisasi 5.Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6.Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
7.ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
8.Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
9.ADLs pasien.
Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
10.Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika
diperlukan
4. Perubahan Tujuan : 1. Evaluasi efek samping
eliminasi BAB  Bowel elimination pengobatan terhadap
 Fluid Balance gastrointestinal
 Hydration 2.Ajarkan pasien untuk
 Electrolyte and Acid base menggunakan obat antidiare
Balance 3.Instruksikan
pasien/keluarga
KriteriaHasil : untukmencatat warna,
 Feses berbentuk, BAB sehari jumlah, frekuenai dan
sekali- tiga hari konsistensi dari feses
4.Evaluasi intake makanan
 Menjaga daerah sekitar rectal
yang masuk
dari iritasi
5.Identifikasi factor
 Tidak mengalami diare
penyebab dari diare
 Menjelaskan penyebab diare 6.Monitor tanda dan gejala
dan rasional tendakan diare
 Mempertahankan turgor kulit 7.Observasi turgor kulit
secara rutin
8.Ukur diare/keluaran BAB
9.Hubungi dokter jika ada
kenanikan bising usus
9.instruksikan pasien
untukmakan rendah serat,
tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan
10.Instruksikan untuk
menghindari laksative
11.Ajarkan tehnik
menurunkan stress
Monitor persiapan makanan
yang aman
5. Kelelahan b/d Tujuan : Energy Management
status penyakit,  Indurance 1.Observasi adanya
anemia, malnutrisi  Concentration pembatasan klien dalam
 Energy conservation melakukan aktivitas
 Nutritional status : energy 2.Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan
Kriteria hasil : terhadap keterbatasan
3.Kaji adanya factor yang

19
 Memverbalisasikan menyebabkan kelelahan
peningkatan energi dan merasa 4.Monitor nutrisi dan
lebih baik sumber energi tangadekuat
 Menjelaskan penggunaan 5.Monitor pasien akan
energi untuk mengatasi adanya kelelahan fisik dan
kelelahan emosi secara berlebihan
6.Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
7.Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
6. Risiko tinggi Tujuan : 1.Berikan obat antibiotik
terhadap infeksi  western blot positif dan evaluasi ke efektifannya
berhubungan 2.jamin pemasukan cairan
dengan faktor Kriteria hasil : paling sedikit 2-3 liter
:Penurunan respon  temperature dan SDP sehari.
imun , kerusakan kembalikebatas normal, 3.Pelihara kenyamanan suhu
kulit.  keringat malam berkurang dan kamar. Jaga kebersihan dan
tidak ada batuk, keringnya kulit.
 meningkatnya masukan 4.Pantau hasil JDL dan CD4
makanan , tercapai pantau temperatur setiap 4
jam
5.pantau status umum (
apendiks F ) setiap 8 jam

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan yang digunakan untuk mengetahui atau mengevaluasi
sejauh mana keberhasilan perawatan yang sudah dicapai dan memberikan umpan balik
terhadap Asuhan Keperawatan yang sudah diberikan oleh perawat (Zaidin Ali, 2009).Teknik
penulisan SOAP
1. S (Subjektif) : informasi atau respon berupa ungkapan yang didapatkan dari klien setelah
mendapatkan tindakan.
2. O (Objektif) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan perawat setelah tindakan.
3. A (Analisis) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif dengan tujuan &
kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau masalah tidak teratasi.
4. P (Planning) : Rencana keperawatan lanjutan yang akan diberikan berdsarkan hasil analisa.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV adalah salah satu penyakit menular seksual paling berbahaya di dunia. Orang
yang terinfeksi HIV dapat dibandingkan dengan gunung es yang tidak terlihat HIV , tetapi
penyebarannya telah menyebabkan banyak infeksi HIV baik di Indonesia maupun di seluruh
dunia. AIDS adalah kumpulan penyakit tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh melemahnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Karena
daya tahan tubuh yang melemah, sangat rentan terhadap berbagai penyakit radang seperti
TBC, kandidiasis, kulit, paru-paru, saluran pencernaan, otak dan kanker.
B. Saran
Dalam menegakan asuhan keperawatan dalam kasus HIV AIDS perlu
profesionalitas dan integritas karena jika tidak dilakukan asuhan keperawatan yang
professional dan sesuai akan menimbulkan beberapa komplikasi seperti yang sudah
dipaparkan dalam makalah yang disusun oleh penulis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV


AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia
2014. Jakarta:Sekretaris Jenderal
Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi Jakarta: EGC
Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta : Salemba
Medika
Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

22

Anda mungkin juga menyukai