Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah Dosen Pegampu

Sejarah Islam Asia Tenggara Husnaini Zein, Dr., M.pd

RESUME

SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE ASIA TENGGARA

UIN SUSKA RIAU

Disusun Oleh :

Zulfatma Khairani

NIM : 12080322289

Kelas : Gizi 4b

PRODI GIZI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PERTERNAKAN
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TP. 2021/2022
SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE ASIA TENGGARA

Salah satu fakta tentang orang yang paling berpengaruh diseluruh dunia adalah Nabi kita
Rasulullah Muhammad Shallallahu‘alaihiwasallam.Beliau menyebarkan Islam sendirian di
Mekkah yang saat itu penduduknya jahiliyah dan kemudian berubah menjadi masyarakat yang
berakhlak baik dengan memeluk Agama Islam yang dibawa oleh beliau. Dari sinilah sejarah
penyebaran Islam semakin luas ke seluruh dunia hingga sampai ke Asia Tenggara.

Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi penduduk Muslim terbesar di dunia. Islam
merupakan agama mayoritas di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Selain itu,
minoritas Muslim dapat ditemukan di Burma (Myanmar), Singapura, Filipina, Thailand dan
Vietnam. Secara geografis, kawasan Asia Tenggara merupakan tempat yang unik dan menarik
bagi perkembangan agama-agama dunia, sehingga hampir seluruh agama terutama agama besar
pernah singgah dan mendapat pengaruh di beberapa tempat di kawasan ini, termasuk agama
Islam. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan bahwa penduduk Muslim terbesar ada di kawasan
Asia Tenggara. Saat ini, ada sekitar 240 juta Muslim di Asia Tenggara atau sekitar 42% dari
jumlah populasi penduduk Asia Tenggara. Jumlahnya sekitar 25% dari total penduduk Muslim
dunia yang berjumlah 1.57 miliar jiwa.

Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang menganut agama
Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,9% dari total Muslim dunia. Saat ini, Muslim
di Indonesia berjumlah sekitar 203 juta jiwa atau 88,2% dari seluruh jumlah penduduk yang
berjumlah hampir 230 juta jiwa. Di Malaysia, Muslim berjumlah 16.581.000 jiwa, atau 60.4%
dari total penduduknya. Di Brunei, Muslim berjumlah 269.000 jiwa, atau 67,2% dari seluruh
jumlah penduduknya. Di Singapura terdapat 16.581.000 orang Muslim, atau 15% dari seluruh
jumlah penduduk. Selain itu, juga terdapat minoritas Muslim di beberapa negara Asia tenggara
lainnya, seperti 4,654.000 orang (5,1%) di Filipina; 3,930.0008 orang (5,7%) dari seluruh jumlah
penduduk Thailand; 1.889.000 orang (3,8%) di Myanmar; dan 2000 orang (-1%) di Laos.1

Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan
Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari
Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan
berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan
Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749). Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad
ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China.2

Teori Masuknya Islam di Kawasan Asia Tenggara


Teori masuknya atau kedatangan islam di kawasan Asia Tenggara adalah suatu teori
yang membicarakan tentang kapan awal datangnya islam di kawasan ini, siapa pembawa atau
pendakwah, dari negeri mana, dan bagaimana ajarannya atau mazhab apa yang dikembangkanya.
Sampai hari ini terdapat beberapa teori mengenai kedatangan islam di kawasan Asia Tenggara,
yaitu 1) teori india, 2) teori Arab (Mekah), 3) teori Arab-Parsi, dan 4) teori Cina atau
Indo-China.3

1
Dr Hj Helmiati, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, 2014, hal 1
2
Sulthon Mas’ud, S.Ag, M.Pd.I, Sejarah Peradaban Islam, 2014, Hal. 148
3
Asep Achmad Hidayat, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, 2014, hal.22
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir
semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para
pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5
sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang
berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir.
Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk
menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.4

Cara-cara Datang dan  Berkembangnya  Islam di Asia Tenggara

Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada


beberapa yaitu: 

1.      Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim
(Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat,
Tenggara dan Timur Benua Asia.Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan
mereka menjadi pemilik kapal dan saham.Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan
mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak
Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian
mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2.      Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan,
tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu.Sebelum dikawin mereka diIslamkan terlebih
dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul
kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.

3.      Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana
jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini
puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada
penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya
menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-
ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di
abad ke-20 M ini.

4.      Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama.Di pesantren atau pondok itu, calon
ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama.Setelah keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan
Islam.Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan
4
Dr Siti Zubaidah, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, 2016, hal. 206.
Sunan Giri di Giri.Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan
Agama Islam.

5.      Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang.Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari
cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan
Islam.Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad
dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

6.      Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk
Islam terlebih dahulu.Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.Di
samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan
politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam.Kemenangan kerajaan
Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Tahap-tahap Perkembangan Islam

1.      Kehadiran para pedagang Muslim (7 - 12 M)


Permulaan dari proses sosialisasi Islam di kawasan Asia Tenggara, yang dimulai dengan
kontak sosial budaya antara pendatang Muslim dengan penduduk setempat. Pada fase pertama
ini, tidak ditemukan data mengenai masuknya penduduk asli ke dalam Islam. Bukti yang cukup
jelas mengenai hal ini baru diperoleh jauh kemudian, yakni pada permulaan abad ke-13 M / 7 H.
Sangat mungkin dalam kurun abad ke 1 sampai 4 H terdapat hubungan perkawinan antara
pedagang Muslim dengan penduduk setempat, hingga menjadikan mereka beralih menjadi
Muslim. Tetapi  ini baru pada tahap dugaan. Walaupun di Leran - Gresik, terdapat sebuah batu
nisan bertuliskan  Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H / 1082 M.  Namun dari
bentuknya, nisan itu menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M seperti yang
ditemukan di Campa, yakni berisi tulisan yang berupa do'a-do'a kepada Allah. 

2.      Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16M)


Pada fase kedua ini, Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara dengan
mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke-13 kerajaan Samudera Pasai 
sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di Selat Malaka
yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut hingga pada
permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia. Sultan Mansyur Syah
(w. 1477 M) adalah sultan keenam Kerajaan Malaka yang membuat Islam sangat berkembang di
Pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaka.Di bagian lain, di Jawa saat itu sudah
memperlihatkan bukti kuatnya peranan kelompok Masyarakat Muslim, terutama di pesisir utara.

3.      Pelembagaan Islam
Pada fase ini sosialisasi Islam semakin tak terbendung lagi masuk ke pusat-pusat
kekuasaan, merembes terus sampai hampir ke seluruh wilayah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari
peranan para penyebar dan pengajar Islam.Mereka menduduki berbagai jabatan dalam struktur
birokrasi kerajaan, dan banyak diantara mereka menikah dengan penduduk pribumi. Dengan
kata lain, Islam dikukuhkan di pusat-pusat kekuasaan di Nusantara melalui jalur perdagangan,
perkawinan dengan elit birokrasi dan ekonomi, di samping dengan sosialisasi langsung pada
masyarakat bawah. Pengaruh Islamisasi yang pada awalnya hanya berpusat di satu tempat telah
jauh meluas ke  wilayah-wilayah lain di Asia tenggara. Islam Begitu cepat berkembang dan
dapat diterima dengan baik di masyarakat karena Dalam Penyebaran dan perkembangannya,
dengan jalan damai.tidak pernah ada ekspedisi militer ataupun kekerasan untuk Islamisasi ini.5

Pertautan Islam dan Budaya Lokal


Islam di Dunia Melayu (Asia Tenggara) diakui sebagai salah satu wilayah kebudayaan
yang cukup berpengaruh dari tujuh wilayah kebudayaan yang ada di dunia. Enam wilayah
kebudayaan Islam lainnya adalah wilayah kebudayaan Islam-Arab , Islam Persia, Islam-Turki
dengan beberapa wilayah strategis di Eropa Timur seperti Bosnia, Kosovo dan daerah
sekitarnya, Islam Afrika, Islam anak Benua India, dan terakhir adalah wilayah peradaban Islam
yang disebut sebagai Western Hemisphere (wilayah kebudayaan Islam di Dunia Barat).

Watak dan Karakteristik Islam Asia Tenggara


Beberapa hasil studi menegaskan bahwa Islam Asia Tenggara memiliki watak dan
karakteristik yang khas, yang berbeda dengan watak Islam di kawasan lain, khususnya di Timur
Tengah yang merupakan jantung Dunia Muslim. Hal ini disebabkan oleh adanya proses adaptasi
dengan kondisi lokal sehingga membentuk dinamika Islam Asia Tenggara yang khas, yang
membedakannya dengan Islam di Timur Tengah, Afrika dan wilayah lainnya. Karakteristik khas
Islam di Asia Tenggara itu, misalnya –seperti yang dikemukakan Azyumardi Azra—adalah
watak Islam yang lebih damai, ramah, dan toleran.6

5
https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-perkembangan-islam-di-asia.html
6
Dr Hj Helmiati, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, 2014, hal 18

Anda mungkin juga menyukai