Anda di halaman 1dari 6

MataKuliah DosenPengampu

Sejarah IslamAsiaTenggara Husnaini Zein, Dr.,M.pd

RESUME

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

Disusun Oleh:
Muhammad royhan Srg(12080317044)
Gizi 4B

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
A. Sejarah masuknya Islam diSulawesi

Islamisasi di Sulawesi yang berlangsung sekitar abad ke 16M, telah membawa perubahan sosial
terhadap masayarakat setempat. Setidaknya perubahan itu berlangsung melalui beralihnya agama
masyarakat, dari agama yang sebelumnya bersifat Hindu-Budha ke agama baru, yaitu Islam.Islamisasi
yang berlangsung di Sulawesi Selatan berlangsung melalui pola dari atas ke bawah (top down). Artinya,
pada tahap awal Islam diterima oleh Raja, lalu setelah itu rakyat secara resmi memeluk agamaIslam.
Dalam konteks Islamisasi di Sulawesi Selatan, kawasan ini agak terlambat menerima agama Islam
dibandingkan dengan kawasan lain di Timur Nusantara, seperti Maluku, dan Kalimantan. Namun
hubungan perdagangan dengan kerajaan lainnya sudah berlangsung sejak lama.Adapun daerah
Kerajaan yang lebih awal memeluk agama Islam di Sulawesi Selatan ialah Kerajaan Gowa-Tallo.Kerajaan
ini juga yang pertama menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Demikian juga peran Ulama dan
Raja sangat besar peranannya dalam Islamisasi di SulawesiSelatan.

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/5148

B. Diterimanya Islam di Sulawesi Selatan

Dari sumber yang diperoleh, tanpaknya terdapa beberapa pendapat mengenai tahun mulainya
diterima agama Islam di Sulawesi Selatan. Namun demikian, J. Noord berkeyakinan bahwa tahun 1603
M., adalah tahun Islamisa. Makassar (J. Noorduyn, 1972). Bertautan dengan itu. Muhammad Hisyam
mengemukakan, bahwa pada tahun 1603 1605, secara pasti tiga kerajaan di Sulawesi Selatan; yaitu
kerajaan Gowa, Tallo, dan Luwu, telah menyatakan diri memeluk agama Islam (Muhammad Hisyam,
dalam Mukhlis -ed-, 1985: 122). Setelah raja Gowa dan raja Tallo menerima agama Islam pada tahun
1603 M, maka agama Islam dijadikan sebagai agama resmi pada kerajaan tersebut.Muhammad Ahmad
mengemukakan bahwa raja Gowa dan Tallo menerima agama Islam pada awal abad ke 17 M. Setelah
raja tersebut menerima agama Islam. Dan menjadikannya sebagai agama resmi dalam kerajaan, maka
kerajaan itu pula yang menjadi pusat pengislaman seluruh. Daerah di Sulawesi Selatan (Muhammad
Ahmad, dalam Andi Rasdiyanah -ed-. Penerimaan agama 1982: Islam 31). Oleh terjadi pada awal abad
ke 17 M. Dikemukakan pula bahwa kerajaan Bugis-Makassar Sumber ini mengemukakan bahwa
kerajaan yang mula-mula menerima agama Islam adalah kerajaan Luwu pada kerajaan Tallo-Gowa
tahun 1603 tahun 1605M.

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/9098/1/Jumriati%20Tc.pdf
C.HASIL PROSES ISLAMISASI HINGGA AWAL ABAD KE XX

Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, norma adat yang dinamakan pan gadakkang atau pangadereng dilebur ber sama
dengan norma agama yang kemudian disebut "sara." Karena itulah, pelanggaran terhadap norma agama di
identikkan dengan pelanggaran adat. Integrasi nilai ajaran Islam ke dalam adat kehidupan masyarakat menyebab
kan lahirnya system nilai baru seperti, ade, rapang, wari, bicara dan sara Disebabkan adanya sifat penyesuaian,
maka unsur sara' diterima ke dalam pangadereng. Melalui pranata sara', maka berlangsunglah proses pene rimaan
Islam yang memberi warna. kepada pangadereng seluruhnya, se hingga di kalangan orang Bugis muncul
pemahaman bahwa Islam itu identik dengan kebudayaan Bugis. Oleh karena itu, sangat aneh apabila ditemukan ada
orang Bugis-Makassar yang bukan Is lam. Apabila hal ini terjadi, berarti mereka melakukan pelanggaran ter hadap
pangadereng (Mattulada, 1995: 351).Dalam konteks islamisasi di Sula wesi Selatan, akulturasi Islam dengan budaya
local dapat ditelusuri melalui dua aspek. Pertama, dalam bidang ke percayaan. Contohnya di dalam. pelaksanaan
ritual keagamaan, seperti acara do'a tudang sipulung" dan "barazanji" yang dilakukan ketika hajat seseorang
terkabul sebagai pertanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, proses islamisasi ini terlaksana dengan
baik karena adanya. metode dan pendekatan yang dilakukan para muballigh, terutama di masa-masa awal
masuknya Islam di Sulawesi Selatan yang bersifat akomodatif. Mereka. memakai pendekatan adaptasi struktural
melalui pintu istana (raja). dan tetap menghargai nilai-nilai budaya. lokal yang dapat diislamkan. Pendekat an
Islamisasi seperti ini dinamakan do mestifikasi atau penjinakan. Pendekatan melalui penjinakan ini, diartikan bahwa
semakin besar unsur pengorbanan dari penerima budaya, maka proses akul turasi berjalan lamban. Sebaliknya,
makin besar hubungan dan kecocokant dengan tradisi local, makin lancar pula proses akulturasi berlangsung.
Misalnya pada acara "Mabharzanji". Sebelum ke datangan Islam, acara ini biasanya diisi pembacaan naskah "La
Galigo" dan "Meong Palo Kareliae". Hal ini membuk tikan para ulama pembawa agama Islam tidak berusaha
menghilangkan atau me nolak budaya local masyarakat Bugis Makassar, tetapi bahkan mengislamkan dengan jalan
mengganti bacaan mereka dengan bacaan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang dikenal dengan
"barazanji" (Kambe, 2003: 32-33).Fakta kesejarahan lainnya, ialah bahwa Islam yang berkembang di Sula wesi
Selatan adalah Islam Mistik. Hal ini dapat diketahui dari latar sejarah ke hadiran tiga tokoh pembawa Islam ke
daerah ini, yaitu Datuk ri Bandang, Da tuk ri Tiro, dan Datuk Patimang, meng ingat ketiga tokoh ini adalah
merupakan ahli agama Islam yang kuat dalam. pengetahuan sufistik (tasawuf). Mereka bertiga diutus untuk
menyiarkan Islam kepada masyarakat Sulawesi Selatan yang terkenal sangat mistik yang ajar annya bersumber dari
Kitab "I La Gali go" dan "Lontarak".

(Jurnal)
https://www.researchgate.net/publication/
298332751_ISLAMISASI_DI_SULAWESI_SELATAN_DALAM_PERSPEKTIF_SEJARAH

D.KONFLIK,KONTRAK SOSIALDAN PERTUMBUHAN KERAJAAN KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI SELATAN

Kondisi homo homini lupus ada juga di Nusantara, khusunya di Sulawesi Selatan. Keruntuhan Majapahit
pada abad ke-16 menyebabkan kondisi sosial dan ekonomi kacau, akibat dari tidak adanya jaminan
keamanan, berlangsung berkepanjangan. Dapat dipahami jika mitos I Lagaligo, yang berkembang di Luwu,
Sulawesi Selatan, yang mengisahkan Sawerigading, dan tokoh-tokoh lainnya dalam mitos, di sepanjang
pelayarannya ke negeri Cina, selama bertahun-tahun, selalu menjumpai musuh dan terlibat perang.
Orang-orang Majapahit yang pada mulanya menjaga keamanan di lautan telah berubah menjadi bajak
laut.Perang-perang merupakan upaya menciptakan tatanan politik yang menjamin kehidupan yang
sejahtera, tertib, dan damai. Hal ini banyak dilakukan oleh kerajaan Luwu, yang melakukan berbagai
ekspansi ke negeri tetangganya. Keberhasilan Luwu telah mengantarkannya sebagai kerajaan yang
disegani di Sulawesi Selatan, sehingga menggiatkan negeri-negeri lain untuk menggunakan mitologi I
Lagaligo untuk melegitimasi kekuasaan mereka dengan menciptakan mitos tentang To
Manurung.Kesusahan dan kesengsaraan itu menyebabkan timbulnya harapan akan kehadiran seorang
pemimpin yang melindungi mereka. Dalam kondisi ini, munculnya To Manurung (orang yang turun. dari
langit) telah diangkat sebagai raja oleh kepala-kepala wanua di Sulawesi Selatan. Kisah sosok To
Manurung ini bersumber dari mitologi I Lagaligo. Berawal dari mitos 1 Lagaligo itu selanjutnya
bermunculanSulawesi Selatan, termasuk Tanete, Wajo, Bone, Bantaeng, Toraja, Gowa, dan lain- lain.
Semua kerajaan mengklaim sebagai memiliki kedaulatan yang berasal dari para dewa. Akibatnya, perang-
perang antar kerajaan pun terjadi. Orang Mandar menyebut kondisi ini sebagai si anre balie tauwe,
artinya ikan yang besar memangsa ikan yang kecil.Masyarakat komunal dapat sentuhan kapitalis, dan
upaya mendirikan kerajaan yang demokratis dan ekspansif dalam masyarakat y yang pada mulanya
berorientasi agraris, kini berubah menjadi kerajaan maritim. Dan kerajaan Gowa berkembang menjadi
kekuatan kapitalis.Demikian juga Bone juga Bone, yang akhirnya berhasil melegitimasi kekuasaannya
dengan itos To mitos Manurung, dan berkembang menjadi kerajaan besar yang yang patut
diperhitungkan. Raja Dewa mengha diperhitungkan. menghadapi Bone yang bersekutu dengan Wajo.
Persekutuan dengan Wajo diperoleh dengan cara menyerahkan Larompong, Sallo Malluse, dan oleh Pada
Wain Kebaikan ini diterima oleh Wajo sebagai sikap persaudaraan antara orang tua dan anaknya. Sebagai
imbalannya, Wajo membantu Luwu dalam menaklukan Sidenreng. Sesudah itu, Luwu (di bawah
Latenrisuki), menyerang apat dikalahkan. Hal Bone, walaupun dapat dikalahkan ini merupakan awal
persekutuan at antara kerajaan Luwu dengan kerajaan Gowa.Perkembangan Sesudah Proses Islamisasi di
Sulawesi Selatan. Awal abad ke-16 merupakan babakan baru dalam sejarah Sulawesi Selatan. Pada tahun
1511, Malaka jatuh kepada kekuasaan Portugis.' Migrasi besar-besaran terjadi ke kota-kota pantai di
pesisir utara a pulau Jaw Makassar, dan lain-lain. Jawa, Sumatra, Selat 2 Pilihan untuk tinggal di jazirah
Sulawesi Selatan sangat tepat, karena relatif aman dari ancaman Portugis. Pada masa ini Islam belum
masuk ke Sulawesi Selatan, sehingga tidak terjadi permusuhan dengan Portugis.
Pembangunan masyarakat, konflik, dan perang, yang menjadi latar belakang peristiwa-peristiwa penting
pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan, merupakan ekspresi dari harga diri. Pembangunan masyarakat,
sudah barang tentu, dimulai dengan membentuk "polity" (entitas politik), seperti kerajaan atau negara,
dengan Raja yang dipilih oleh kepala-kepala "wanua", Bentuk federasi diubah menjadi kerajaan atau
kekuasaan yang sentralistik. Ibukota kerajaan selanjutnya dipindahkan dari pedalaman ke pesisir, di
muara sungai. Artinya, sistem kekuasaan yang semula berorientasi agraris selanjutnya berorientasi
maritim. Sesudah itu, proses pembangunan kerajaan dilakukan dengan jalan ekspansi dan penaklukan,
serta mengangkut penduduk negeri taklukan tersebut ke ibukota kerajaan. Proses ekspansi dan
penaklukan ini juga menciptakan hubungan perkawinan, dengan menempatkan keluarga bangsawan di
negeri "vazal", serta membangun kerjasama dan tolong-menolong dengan negeri "vazal". Artikel ini
membahas tentang perkembangan sejarah Kerajaan Gowa dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi
Selatan pada abas ke-17 Masehi. Bisa dikatakan bahwa abad ke-17 adalah puncak kebesaran Sulawesi
Selatan, terutama bagi suku Bugis, Makassar, dan Mandar. Nilai nilai yang berkembang pada periode itu
masih dapat ditemukan sebagai acuan dan gaya hidup orang-orang Bugis dan Makassar di masa kini.

(Jurnal)
https://journals.mindamas.com/index.php/sosiohumanika/article/view/495/493
C. Kerajaan Bercorak Islam di Sulawesi &Sejarah

-Kesultanan Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam, merupakan kerajaan yang sering berperang
dengan kerajaan lain di Sulawesi Selatan.Kerajaan Gowa sendiri mulai bercorak Islam sejak tahun
1605, dan melakukan peluasan politik dengan menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan
lain.Tujuannya, agar kerajaan-kerajaan lain memeluk Islam dan tunduk pada kerajaan Gowa-Tallo.

-Kerajaan Bone
Maurunge Ri Matajang pada abad ke 14 berhasil mendirikan Kerajaan Bone, yang berasal dari kehadiran
seorang bangsawan bernama Tomanurung.Nah, Proses Islamisasi Kerajaan Bone sendiri dilakukan
Kerajaan Gowa-Tallo oleh Sultan Alauddin yang dilakukan dengan jalan peperangan.Hingga pada tahun
1611, Sultan Alauddin berhasil membuat Kerajaan Bone menjadi kerajaan Islam yang berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo.
-Kerajaan Wajo

Pengaruh Kerajaan Gowa-Tallo pada 1610 membuat Kerajaan Wajo menganut agama Islam dan
menjadi kerajaan Islam di Sulwaesi Selatan.Dato’ Ri Bandang dan Dato’ Sulaeman memberikan
pelajaran agama Islam kepada raja-raja Wajo dan juga rakyatnya dalam masalah fikih dan
kalam.Kerajaan Wajo juga berhasil memperluas daerah kekuasannya dan mengajak beberapa
kerajaan kecil untuk bergabung.Akan tetapi, adanya perjanjian Bongaya pada 1667 antara kerajaan
Gowa-Tallo dan VOC membuat Kerajaan Wajo mengalami keruntuhan tiga tahun setelah perjanjian
tersebut tepatnya pada 1670.

-Kerajaan Soppeng

Sama seperti Wajo, Soppeng berubah menjadi kerajaan bercorak Islam akibat pengaruh dari
Kesultanan Gowa-Tallo, tepatnya pada 1609 M.Dikutip dari buku Sejarah Sulawesi Selatan Jilid II (2004)
suntingan Edward L. Poelinggomang dan A. Suriadi Mappangara, pada 1905 Belanda berhasil
menundukkan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, termasuk Kesultanan Soppeng.Setelahitu,
negeri-negeri yang berada di wilauah Soppeng dan sekitarnya dilebur menjadi satu pengelolaan yang
berada di bawah pengaruh Belanda.

-Kesultanan Buton

Kerajaan Buton sudah berdiri sejak 1332 M. Akan tetapi, kerajaan ini resmi menjadi kerajaan bercorak
Islam sejak kepemimpinan Lakilaponto atau Halu Oleo yang kemudian dikenal sebagai Sultan Murhum
(1538-1584 M). Riwayat Kesultanan Buton amat panjang. Meskipun sempat melemah akibat gangguan
penjajah Belanda dan konflik internal, namun kerajaan ini mampu bertahan cukup lama hingga
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi kabupaten.Meski sempat
melemah akibat pengaruh penjajahan Belanda dan juga konflik internal, kerajaan ini mampu bertahan
cukup lama.Nah, Adjarian, itu tadi beberapa kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Sulawesi yang di
mana pengaruh Kerajaan Gowa-Tallo sangat kuat dalam proses Islamisasi kerajaan lainnya.

(Website)
https://adjar.grid.id/amp/542894605/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-sulawesi?page=4

Anda mungkin juga menyukai