Anda di halaman 1dari 13

INTERELASI ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM BIDANG POLITIK

PADA MASA KERAJAAN DEMAK

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Islam Budaya dan Kearifan Lokal

Dosen Pengampu : Dr. H. Anasom , M. Hum

Disusun oleh :

Lu’lu’ Nadia Falkha 23010360083

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam, merupakan salah satu agama terbesar yang dianut oleh
umat Islam di dunia, salah satu ajarannya ialah untuk menjamin kebahagiaan
hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat yang termaktub dalam Al-Qur’an
dan Hadist.1 Untuk melihat lebih jauh tentang interelasi budaya jawa dan
islam tentu tidak lepas dari proses penyeberannya, dimana islam masuk ke
tanah jawa dengan damai tanpa ada paksaan. Proses perkembangan Islam
sangat mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat jawa.
Meski islam dan jawa merupakan dua entitas yang berbeda, namun
sebenarnya keduanya bisa hidup berdampingan secara damai. Masuknya umat
islam ke tanah jawa sendiri terjadi tanpa menimbulkan ketegangan yang
berarti. Lebih lanjut, keduanya terbuka terhadap interaksi dan hubungan
timbal balik pada tataran nilai dan budaya.

Salah satu interelasi nilai-nilai jawa dan islam yang dapat hidup
berdampingan adalah keterkaitan dalam ranah politik. Dimana pada zaman
dahulu terdapat kesinambungan antara budaya politik jawa dan islam.
Misalnya saja bagaimana orang Jawa membentuk sistem pemerintahan,
bagaimana mereka menyebut atau mengangkat pejabat kerajaan dan para abdi
dalemnya, dan masih banyak lagi korelasi lainnya.

Masyarakat Jawa identik dengan istilah suku Jawa secara biografis


suatu wilayah pulau jawa yaitu : Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan
juga Jawa Timur. Sebelum munculnya kondisi regional pada daerah. Hal ini
1
Quraish Shihab. Membumikan Al-Quran: “Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat”,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2013), 45.
menjadi sinonim dengan istilah Kejawen atau pesisir dan ujung timur. 2 Salah
satunya yaitu interelasi islam dan budaya pada masa Kerajaan Demak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Demak?
3. Bagaimana kondisi politik pada masa Kerajaan Demak?
C. Tujuan
1. Mengetahui sistem politik dalam perjalanan sejarah politik di jawa
2. Mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Demak
3. Mengetahui Kondisi politik pada masa Kerajaan Demak

2
M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. terj.Darmono Hardjowijono, (Yogyakarta: Gajah Mada
University press, 1993), cet.3, h. 5-6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sistem politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa


Islam pertama kali masuk ke Pulau Jawa pada tahun 475 H (1082 M).
Klaim ini dibuat berdasarkan penemuan prasasti Islam (terutama batu nisan)
dan beberapa catatan para musyafir. Nisan muslim tertua yang diketahui
tanggalnya ditemukan di Desa Leren, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa
Timur.3 Fatimah merupakan keturunan Hibatullah, sebuah dinasti Persia.
Selain itu, di Gresik ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan
(sebuah situs di Persia), yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M.
Lebih jauh ke pedalaman, ratusan makam kuno umat Islam juga ditemukan di
Mojokerto. Makam tertua berasal dari tahun 1374 Masehi. Makam-makam ini
diperkirakan milik keluarga keraton Majapahit.4
Seiring berjalannya waktu, peradaban di Pulau Jawa mulai
berkembang dan terus berkembang. Kerajaan-kerajaan mulai berdiri dan
perubahan terus terjadi hingga saat ini. Mengenai sistem politik Jawa, sejarah
mencatat ada beberapa periode yang berkaitan dengan sistem politik dan
birokrasi Jawa. Khususnya pada masa kekaisaran, masa kolonial, dan setelah
kemerdekaan. Berikut penjelasannya
a) Sistem Politik pada Masa Kerajaan (Pra-kolonial)

Dalam perjalanannya, sejarah menceritakan bahwa pada zaman


dahulu, masyarakat Jawa mengangkat atau menetapkan seorang raja
sebagai pemimpin mereka, yang memegang kekuasaan tunggal dan
mutlak. Raja berasal dari kata Sansekerta raj dan raiya yang berarti
kerajaan atau pemerintahan. Bisa jadi laki-laki seperti yang banyak kita
temui sepanjang sejarah, tapi bisa juga perempuan seperti Ratu Sima dari
3
M.C. Riflefs. sejarah Indonesia modern 1200-2004. (Jakarta, serambi ilmu, 2007), hlm. 28
4
https://web.iaincirebon.ac.id/globalnews/sejarah-awal-agama-islam-masuk-ke-tanah-jawa/
Kalinga (Jawa Tengah) atau Pramodhawardhani dari Mataram. Ada pula
istilah Susuhunan yang artinya orang yang dipuji (diletakkan di atas
kepala). Istilah ini sering digunakan untuk menunjuk atau menyebut
pemimpin mereka.5

Disebutkan juga bahwa pada zaman dahulu masyarakat Jawa percaya


bahwa raja adalah satu-satunya perantara. Artinya raja adalah seseorang
yang mempunyai kemampuan menghubungkan manusia dengan Tuhanya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika setiap keputusan raja tidak dapat
dibatalkan dan tidak ada batasnya. Wenang Murba Wasesa merupakan
ungkapan makna kekuasaan absolut raja yang bersumber dari kekuasaan
Tuhan dengan menempatkan kedudukan raja sebagai cerminan kekuasaan
Tuhan. Konsep-konsep ini ada hingga munculnya Islam dan pengaruhnya
terhadap kekuasaan. Bahkan ketika Islam masuk ke Pulau Jawa, raja
tetaplah yang selalu menjadi yang pertama bagi rakyat. Dan hal ini tidak
berbeda dengan sistem khilafah atau kekhalifahan di negara-negara
Muslim di Timur Tengah, dimana mereka tidak memisahkan kekuatan
politik dan agama. Orang Jawa juga mulai menggunakan istilah Sulthan,
yang mempunyai arti sama dengan Susuhunan atau raja, untuk menyebut
penguasanya.6
Pada saat itu birokrasi masih bersifat tradisional. Seperti halnya di
kerajaan Mataram. Ia memiliki 150 posisi, yang semuanya berada di
bawah kekuasaan raja. Mereka disebut abdi dalem (abdi raja). Beberapa
dari mereka bertugas menyediakan kebutuhan raja dan keluarganya.
Sedangkan yang lain bertugas mengurus urusan negara. Segala kegiatan
administrasi negara dipusatkan di istana yang merupakan pusat
pemerintahan. Istana dikelilingi ibu kota, seperti lingkaran tempat tinggal
5
Hans Antlov, Sven Cederroth. Kepemimpinan Jawa (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter).
(Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001) Hlm. ix
6
Akhmad Setiawan. Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Paham Kekuasaan Jawa. (Yogyakarta,
Pustaka Belajar, 1998), Hlm. 76
keluarga kelompok bawahan. Dari ibu kota, kekuatan keraton menyebar
ke seluruh desa. Semakin jauh dia pergi dari istana, semakin lemah pula
kekuasaan raja hingga hilang sama sekali. Di kerajaan-kerajaan Islam,
aktivitas politik yang paling penting adalah pemekaran wilayah atau
perluasan wilayah yang dilakukan oleh banyak pejabat Kerajaan.
b) Sistem Politik Pada Masa Kolonial
Pada akhir abad ke-19, keadaan menjadi sangat berbeda. Saat itu
negara Jawa dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.7 Tepat pada tahun 1873,
ketika kekuatan ekonomi dan politik Belanda semakin kuat di Pulau
Jawa, R. Hg. Ronggowarsito, seorang penyair keraton asal Surakarta,
menulis puisi dengan nada yang sangat putus asa. Puisi tersebut berjudul
“Serat Kala Tida” (puisi tentang masa kelam).8 Pada saat itu, warga desa
semakin frustasi dengan adanya Cultuurstelsel, yaitu sistem penanaman
kopi dan gula secara paksa, yang berujung pada restrukturisasi sistem
politik. Bupati, pejabat bahkan penguasa seolah-olah dijajah oleh majikan
asing (kolonial) demi mempertahankan kekuasaan kolonial tradisional di
Indonesia. Bupati-bupati ini digunakan Belanda sebagai penyeimbang
pengaruh Mataram atau raja-raja Jawa lainnya. Masa kolonial yang
panjang memunculkan gerakan-gerakan kerakyatan. Lambat laun mereka
mulai menemui kekuatan baru dan akhirnya membawa kemenangan bagi
bangsa Indonesia.
c) Sistem Politik Pasca Kemerdekaan
Setelah pemerintahan kolonial Indonesia lenyap, elite kerajaan kini
tersingkir dari lingkaran dalam. Di seluruh wilayah, sebagian besar bupati
dan wakil bupati digantikan setelah kemerdekaan. Mereka digantikan
oleh pegawai negeri "modern" lulusan Belanda, yang dikenal sebagai

7
Darori Amin. Islam dan Kebudayaan Jawa. (Yogyakarta, Gama Media, 2000), Hlm. 210
8
Akhmad Setiawan. Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Paham Kekuasaan Jawa. (Yogyakarta,
Pustaka Belajar, 1998), Hlm. 86
pangreh praja.9 Sebelumnya, pada tahun 1913, didirikan kelompok politik
pertama dengan nama Sarikat Islam. Setelah kemerdekaan, kita dapat
melihat perbedaan besar antara kelompok yang dipimpin oleh orang Jawa
dan kelompok yang dipimpin oleh Muslim dalam masyarakat. Konflik ini
semakin diperparah dengan meningkatnya politisasi masyarakat Jawa pada
tahun 1950an. Partai politik selalu jelas berpihak pada salah satu
perbedaan agama tersebut.10
2. Sejarah berdirinya Kerajaan Demak
Sejarah mengatakan bahwa Islamisasi yang ada di Jawa memunculkan
adanya beberapa Kerajaan Islam yaitu Kerajaan Demak, Kemudian Pajang,
dan Mataran. Tetapi pada pembahasan kali ini akan membahas tentang
Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak berdiri pada masa setelah Kerajaan Majapahit
mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasannya mulai
memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten
tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit.
Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati yaitu adipati
Raden Fatah dan Ki Ageng Pengging. Sementara itu Raden Fatah
Mendapatkan dukungan dari Walisongoo dan Ki Ageng pengging mendapatka
dukungan dari Syeikh Siti Jenar.11
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah atas restu dan dukungan
dari para Walisongo yang diperkirakan tidak lama setelah keruntuhan kerajaan
Majapahit. Sebelum Demak menjadi pusat kerajaan, dulunya Demak
merupakan kadipaten di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit (Brawijaya V)

9
Hans Antlov, Sven Cederroth. Kepemimpinan Jawa (Perintah Halus, Pemerintahan Otoriter),
(Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001), Hlm. 211
10
Darori Amin, Opcid, Hlm. 211
11
Hj. De Graaf dan Pegeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Jawa. (Jakarta: Pustaka Grafitipers,
2006), hlm. 23
dan sebelum berstatus kadipaten, lebih dikenal orang dengan nama Glagah
Wangi yang menjadi wilayah kadipaten Jepara dan merupakan satu-satunya
kadipaten yang adipatinya memeluk Agama Islam.12
Kerajaan demak yang berdiri pada tahun 1482 M mempunyai
pengaruh yang besar dalam membentuk masyarakat Jawa dan Nusantara
menjadi umat islam mayoritas di dunia.13 Selain membentuk mayoritas
masyarakat Jawa dan Indonesia Islam, Kesultanan Demak juga mempunyai
pengaruh yang besar di Kehidupan masyarakat Jawa dalam berbagai aspek
kehidupan, meliputi aspek ideologi, politik, pemerintahan, hukum, militer,
pengajaran, adat istiadat, kesenian dan berbagai peninggalan pesantren
peninggalan yang sangat berharga.14

https://www.mahadalyjakarta.com/sejarah-kesultanan-demak/

12
Teguh Panji. Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit, (Jogjakarta: Laksana, 2015), hlm. 318
13
Rachmad Abdullah, Kerajaan Islam Demak Api Revolusi Islam Di Tanah Jawa(1518-1549 M),
(Solo: Al-Wafi, 2016), hlm. 187
14
Rachmad Abdullah, Kerajaan Islam Demak Api Revolusi Islam..., hlm. 188
https://pagaralampos.disway.id/read/649530/menelusuri-sejarah-beridirinya-kerajaan-
demak-ini-5-raja-yang-berperan-dalam-penyebaran-islam-di-nusantara

3. Kondisi politik pada masa Kerajaan Demak


Ada beberapa ciri kehidupan politik pada masa Kerajaan Demak yaitu:
1. Berawal dari keturunan Majapahit
Demak awalnya adalah Kerajaan Glagawangi yang dikelola oleh
Majapahit sebelum menjadi sebuah kerajaan. Pada tahun 1478, Kerajaan
Glagahwangi memutuskan memisahkan diri dari Majapahit dan mulai
runtuh. Raden Patah, putra Prabu Brawijaya V (raja Majapahit yang
bertakhta tahun 1474 hingga 1498), kemudian mendeklarasikan berdirinya
Kerajaan Demak sekitar tahun 1481. Secara politik, Kerajaan Demak
mampu bertahan berkat memanfaatkan kelemahan Majapahit dan
keruntuhan yang tak terelakkan.
2. Memanfaatkan diplomasi perkawinan
Berkat peran besar Wali Songo, kerajaan Demak menjadi pusat
penyebaran Islam yang pengaruhnya meluas hingga ke luar Pulau Jawa,
misalnya ke Palembang, Kalimantan, dan Maluku. Pada masa
keberadaannya, Kerajaan Demak juga kerap melakukan diplomasi
perkawinan untuk mengatasi gejolak politik atau memperluas wilayah
kekuasaannya. Misalnya saja Sultan Trenggono yang melakukan
diplomasi perkawinan terhadap putri-putrinya. Ratu Mas menikah dengan
Pangeran Langgar dari Madura, Ratu Mas Pemantingan menikah dengan
Panembahan Tejowulan, Ratu Mas Gorobang menikah dengan Sultan
Hasanudin dari Cirebon, Ratu Kalinyamat menikah dengan Pangeran
Hadiri dari Aceh, dan seterusnya. Seorang kerabat istana atau putra
mahkota kemudian diberi tugas untuk memerintah kerajaan. Misalnya
Ratu Kalinyamat menjadi penguasa Jepara, Pangeran Timur menjadi
panembahan di Madiun, dan Jipang ditugaskan ke Arya Penangsang.
3. Peran Walisongo dalam sitem politik Kerajaan Demak
Kerajaan Demak tidak lepas dari peran penting WaliSongo yang
dikenal menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Pada masa berdirinya kerajaan
baru, Masjid Agung Demak juga dibangun atas bantuan Wali Songo. Wali
Songo tidak hanya mendukung berdirinya kerajaan dan pembangunan
Masjid Agung Demak tetapi juga menjadi penasehat kerajaan.
Sunan Kudus bahkan mempunyai peran ganda sebagai penasehat
kerajaan, tuan, dan hakim kerajaan di Kerajaan Demak. Sunan Kalijaga
juga berjasa dalam kepemimpinan dan pengelolaan kehidupan bernegara.
Dengan dukungan penuh Wali Songo yang mempunyai pengaruh sangat
kuat dalam masyarakat Jawa, kerajaan Demak dengan cepat berkembang
menjadi kerajaan besar.
Kebangkitan kerajaan Demak tidak hanya menandai revolusi sistem
kepemimpinan di Jawa, namun juga mempertahankan model
kepemimpinan tradisional.
Semangat kebebasan, kesetaraan, dan musyawarah yang menjadi ciri
kepemimpinan dalam Islam baru ada pada masa Demak. Pengaruh Wali
Songo, simbol musyawarah, berbenturan dengan sistem kekuasaan
mutlak para raja dari daerah pedalaman.
4. Runtuh karena perang saudara
Selain mengembangkan potensi pembangunan yang ada, Kerajaan
Demak mengerahkan kekuatan militernya untuk mengusir Portugis yang
mulai mengincar nusantara. Sultan Trenggono yang membawa kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya juga berhasil menaklukkan berbagai
wilayah di Pulau Jawa. Sepeninggal Sultan Trenggono pada tahun 1546,
terjadi perebutan kekuasaan di dalam keluarga. Pangeran Sekar Sedolepen
yang seharusnya pewaris takhta dibunuh oleh Sunan Prawoto. Arya
Penangsang putra Sekar Sedolepen tidak tinggal diam dan berusaha
membunuh Sunan Prawoto dan pengikutnya pada tahun 1547. Namun
Arya Penangsang akhirnya dikalahkan oleh Jaka Tingkir (Sultan
Hadiwijaya), menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati Pajang.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Kerajaan Demak dan dimulailah
kekuasaan Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya.
Kehidupan politik kerajaan Demak menunjukkan dinamisme dan
kompleksitas sejarah nusantara.15

15
https://intisari.grid.id/read/033867059/kehidupan-politik-kerajaan-demak-salah-satunya-diplomasi-
perkawinan?page=all diakses hari Senin, 16 Oktober 2023, Jam 23.00
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama Islam, merupakan salah satu agama terbesar yang dianut oleh umat
Islam di dunia, salah satu ajarannya ialah untuk menjamin kebahagiaan hidup
pemeluknya di dunia dan di akhirat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan
Hadist. Masyarakat Jawa identik dengan istilah suku Jawa secara biografis
suatu wilayah pulau jawa yaitu : Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan
juga Jawa Timur. Mengenai sistem politik Jawa, sejarah mencatat ada
beberapa periode yang berkaitan dengan sistem politik dan birokrasi Jawa
yaitu pada masa kekaisaran, masa kolonial, dan setelah kemerdekaan. Selain
membentuk mayoritas masyarakat Jawa dan Indonesia Islam, Kesultanan
Demak juga mempunyai pengaruh yang besar di Kehidupan masyarakat Jawa
dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi aspek ideologi, politik,
pemerintahan, hukum, militer, pengajaran, adat istiadat, kesenian dan berbagai
peninggalan. ciri kehidupan politik pada masa Kerajaan Demak yaitu berawal
dari keturunan Majapahit, memanfaatkan diplomasi perkawinan, peran
walisongo dalam politik Kerajaan Demak, dan runtuh karena perang saudara.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rachmad. Kerajaan Islam Demak Api Revolusi Islam Di Tanah

Jawa (1518-1549 M). Solo: Al-Wafi, 2016.

Amin, Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta, Gama Media, 2000.

Antlov, Hans & Cedeerroth, Sven. Kepemimpin Jawa Perintah Halus, Pemerintahan
Otoriter). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001.

https://intisari.grid.id/read/033867059/kehidupan-politik-kerajaan-demak-salah-
satunya-diplomasi-perkawinan?page=all diakses hari Senin, 16 Oktober 2023,
Jam 23.00.
https://web.iaincirebon.ac.id/globalnews/sejarah-awal-agama-islam-masuk-ke-tanah-
jawa/ diakses hari Senin, 16 Oktober 2023, jam 22.30.

Panji, Teguh. Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit. Jogjakarta: Laksana, 2015.

Pegeaud, Hj. De Graaf. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: PT


Pustaka Utama Grafiti, 2006.

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. terj. Darmono Hardjowijono, Yogyakarta:


Gajah Mada University press, 1993.

Rickles, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta, Serambi Ilmu, 2007

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Quran “Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat”. Bandung, Mizan Pustaka, 2013.

Setiawan, Akhmad. Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Paham Kekuasaan Jawa.


Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1998.

Anda mungkin juga menyukai