Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA

KERAJAAN DEMAK

Muhamad Messa Sunandang Miana

Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

suhendarmessa@gmail.com

ABSTRACT

The Kingdom of Demak was the first Islamic empire built as a sign of consolidated
Islam into political institutions. The Islamic Sultanate of Demak was the first Islamic
struggle on the island of Java which was deliberately designed by Wali Songo. The
purpose of this study is to find out how the process of glory in the Kingdom of Demak
and the process of developing Islamic education in the region. This article is
qualitative-normative using a historical approach. This method is an approach with a
method of reviewing sources containing news about history and discussing in depth
matters relating to the history of Islamic civilization in the region. The conclusion of
this study is that the development of Islam in the early days of the formation of social
and cultural forces, was in line with internal political movements in the kingdom’s
territory, or it could also be called a sultanate in its development which functioned not
only as a political and economic center, but also as a the basis for the ongoing process
of Islamization.

Keywords: The Kingdom of Demak, history, Islamic education

ABSTRAK

Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama yang dibangun sebagai ditandainya
Islam yang terkonsolidasi kepada lembaga politik. Kesultanan Islam Demak adalah
perjuangan Islam pertama di pulau Jawa yang sengaja dirancang oleh Wali Songo.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses kejayaan
pada Kerajaan Demak dan proses perkembangan pendidikan Islam di wilayah tersebut.
Artikel ini bersifat kualitatif-normatif dengan memakai metode pendekatan historis.
Metode ini ialah cara pendekatan dengan metode penelaahan sumber-sumber yang
berisi berita tentang sejarah dan membahas secara mendalam tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sejarah peradaban Islam di wilayah tersebut. Kesimpulan dari
penelitian ini ialah bahwa perkembangan Islam pada masa awal pembentukan kekuatan
sosial dan budaya, sejalan dengan gerak-gerik politik internal di wilayah kerajaan
tersebut, atau juga bisa disebut dengan kesultanan dalam perkembangannya yang
berfungsi tidak hanya berperan sebagai pusat politik dan ekonomi, sekaligus sebagai
pijakan bagi berlangsungnya proses pengislaman.

Kata kunci: Kerajaan Demak, Sejarah, Pendidikan Islam

PENDAHULUAN

Kerajaan Islam di Indonesia khususnya di pulau Jawa lahir sebagai konsep paling dasar
dari rangkaian sejarah pendidikan Islam, Islam diberikan kesempatan untuk
mewujudkan cita-cita ajarannya, juga dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam
itu sendiri. Salah satunya adalah kerajaan Demak yang menjadi topik pembahasan
utama pada artikel kali ini.

Kerajaan Demak meruapakan bagian dari proses islamisasi di Pulau Jawa, karena
Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama yang berdiri sebagai ditandainya Islam
terkonsolidasi kepada lembaga politik. Kesultanan Islam Demak merupakan perjuangan
Islam pertama di Jawa yang sengaja dirancang oleh Wali Songo (Hasyim, 2021: 1-16).
Masuknya Islam di Indonesia berlangsung secara terstruktur tanpa adanya paksaan atau
kekerasan dari Islam itu sendiri. Para pendakwah melakukan revolusi di Indonesia
secara mendasar, mulai dari segi akidah hingga sistem hukum-hukum yang sebelumnya
menganut Agama Hindu-Budha. Perubahan ini merupakan revolusi yang sangat besar
bagi peradaban Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Perubahan substansial
tersebut ditandai dengan lahirnya tradisi keilmuan, serta perubahan pemikiran pada
pandangan hidup. Kehadiran dan penyebaran agama Islam di Bumi Nusantara,
khususnya Kerajaan Demak pasti meninggalkan peradaban dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, khususnya pulau Jawa (Fadhilah, 2020: 33-46).

Penulisan karya tulis ilmuah dengan objek yang sama telah dilakukan oleh
Maryam (2016). Dalam penelitiannya yang berjudul Transformasi Islam Kultural Ke
Struktural (Studi Atas Kerajaaan Demak) yang dapat disimpulkan bahwasannya
peralihan struktur kekuasaan dari kerajaan yang beragama Hindu kedalam agama Islam,
memiliki kaitan erat dengan pergeseran struktur sosial, dan itu menjadi salah satu bukti
adanya Islami kultural. Dan sejarah berdirinya masjid Demak berhubungan erat dengan
berdirinya kerajaan tersebut.

Artikel ini berusaha untuk menceritakan bagaimana Islam mengkultur pada publik
atau menggenapkan Islam kepada budaya setempat dan bagaimana bentuk Islam yang
menstruktur pada tatanan bidang politik, atau sederhananya bagaimana peranan ulama
dalam bidang politik pada Kerajaan Islam Demak. Tujuannya untuk memberi
pemahaman kepada para pembaca bahwa perkembangan Islam pada masa kerajaan
Demak ini sejalan dengan dinamika politik internal di wilayah tersebut. Fungsi dari
adanya Kesultanan tidak hanya sebagai pusat politik dan ekonomi, kesultanan juga
berfungsi sebagai pijakan berlangsungnya proses pengislaman dengan berbagai macam
media dan strateginya.

Penelitian Artikel ini bersifat kualitatif-normatif dengan memakai metode


pendekatan historis. Metode ini merupakan metode pendekatan dengan cara penelaahan
sumber-sumber yang berisikan berita tentang sejarah, membahas secara mendalam
tentang hal-hal yang berkaitan dengan sejarah peradaban Islam pada masa kerajaan
Demak.

Untuk memudahkan penulis dalam mencapai tujuan artikel ini, maka penulis akan
memaparkan sejarah perkembangan Islam pada masa Kerajaan Demak dengan dimulai
dari menjelaskan sejarah berdirinya kerajaan Demak, kejayaan Kerajaan Demak pada
masa kepemimpinan Raden Fatah, hingga eksistensi kerajaan Demak pada masa
moderen. Adapun rangkaian susunan dalam penelitian ini diawali dari pendahuluan
yang didalamnya memperkenalkan secara singkat tentang masuknya Islam di Indonesia
khususnya di pulau Jawa, metodologi yang digunakan dalam penelitian untuk
memperoleh informasi mengenai sejarah dan pendidikan Islam pada masa kerajaan
Demak, kemudian pada pembahasan inti yaitu tentang Islamisasi dan sejarah pendidikan
Islam masa Kerajaan Demak dan peradabannya, kemudian yang terakhir ditutup dengan
kesimpulan.
PEMBAHASAN

Berdirinya Kerajaan Islam Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di wilayah pesisir utara Jawa
Tengah (Deliar, 1983). Secara geografis kerajaan Demak terdapat di kabupaten Demak
provinsi Jawa Tengah. Sebelum berdirinya kerajaan, dulu Demak dikenal dengan
sebutan Bintoro atau disebut juga Glagah Wangi, yang merupakan kerajaan dibawah
naungan Majapahit.

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul istilah Demak. Pertama, Demak


berasal dari bahasa Kawi yang artinya pemberian atau pegangan. Kedua, Demak barasal
dari bahasa Arab yaitu dama’, yang artinya air mata. Pemberian nama tersebut dikaitkan
dengan usaha yang dilakukan untuk menyebarluaskan Islam di Jawa. Ketiga, Demak
juga berasal dari bahasa Arab yaitu dimyat, yang artinya contoh (Yogyanto, 2017: 5-9).

Pada pertengahan akhir abad ke-15 Demak muncul dan berdiri pada tahun 1478.
Hal terseut diawali pada saat jatuhnya Majapahit diawah perintah Prabu Kertabumi
(Brawijaya V) dengan ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya
tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi) (Sabarudin, 2015: 139-147). munculnya kerajaan
baru tersebut membuat terheran-heran, karena Demak terletak didaerah yang kurang
subur, sebelah Utara terbentang daerah rawa yang sangat luas sekali dan daerah Demak
sering sekali dilanda musibah banjir. Walaupun daerahnya kurang subur dan penuh
rawa tidak berpengaruh kepada munculnya kerajaan kemudian berkembang dengan
pesat. Awalnya Demak tidak berada di wilayah pedalaman yang jaraknya lumayan jauh
dari bibir laut Jawa seperti sekarang ini. Posisi Demak pada saat itu berada didekat
sungai Tuntang yang sumbernya dari Rawa Pening, yang mana sungai Tuntang ini
membuang airnya ke laut Jawa yang muaranya yang posisinya dekat dengan Demak
(Pratiwi, 2018: 162-169).

Pada masa berakhirnya kerajaan Majapahit baru berdirilah kerajaan Demak. Para
ahli sejarah sepakat bahwa perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan
masa runtuhnya kerajaan Majapahit. Keadaan ini memberi peluang besar kepada para
penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang otonom.

Raden Fatah diangkat menjadi raja pertama di Demak yang diangkat oleh Wali
Songo yang di pimpin oleh Sunan Ampel Denta, dengan gelar Senopati Jimbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidina Panatagama. Raden Fatah dibantu
oleh para ulama yang tergabung dalam Walisongo untuk menjalankan pemerintahannya,
terutama hal-hal yang berkaitan dengan masalah Agama, Demak merupakan daerah
Majapahit yang sebelumnya bernama Bintoro dan diberikan kepada Raden Fatah.
Pemerintahan Raden Fatah berlangsung selama akhir abad ke-15 sampai awal abad ke-
17. Beliaulah seorang raja Islam anak raja Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan
Campa (Nata, 2016: 240).

Kemudian beliau digantikan oleh anaknya yang bernama Sambrang Lor, beliau
lebih dikenal dengan nama Pati Unus yang menaiki kursi kerajaan pada usia 17 Tahun.
Kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Gunung Jati
dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin masa periode tahun 1524-1546. Pada masa
pemerintahannya ini Islam berkembang pesat ke seluruh Bumi Nusantara khususnya
tanah Jawa. Di bawah pimpinan Fadhilah Khan penakhlukan Sunda Kelapa yang
berakhir tahun 1527 dan dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon. Pada
masa itu Majapahit dan Tuban runtuh dibawah kekuasaan Kerajaan Demak. Selanjutnya
pada Tahun 1529, Demak berhasil melibas Madiun, Blora (1530), Pasuruan (1535),
Surabaya (1531), Lamongan, Wirasaba, Blitar, dan Kediri. Di sisi lain Palembang dan
Banjarmasin pun mengakui kekuasaan Demak. Demikian pula dengan daerah Jawa
Tengah bagian selatan sekitar wilayah Gunung Merapi, Pengging dan Panjang yang
dikuasai berkat pelopor Islam, Sultan Tembayat dan Syeh Siti Jenar. Sultan Trenggono
Meninggal tahun 1546 Karena terbunuh saat melakukan penyerangan ke Blambangan.
Kemudian beliau digantikan oleh Prawoto, dan beliau juga terbunuh oleh Aria
Penangsang dari Jipang pada tahun 1549. Kerajaan Demak berakhir pada masa Aria
Penangsang dibinasakan oleh Jaka Tingkir yang kemudian mendirikan kerajaan Pajang.
Pada akhirnya, yang menjadi raja-raja di kerajaan Demak hanya lima Orang, yaitu:
Raden Fatah, Pati Unus, Trenggono, Prawoto dan Aria Panangsang.

Perkembangan Kerajaan Demak pada Masa Raden Patah


Pangeran Jimbun adalah nama kecil dari raden patah. Pada masa remajanya raden Fatah
mendapatkan pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. Beliau
hidup di istana Adipati Palembang kurang lebih selama 20 tahun. Setelah tumbuh
dewasa beliau kembali ke Majapahit. Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi
tidak seayah. Raden Patah merupakan anak dari prabu Brawijaya raja terakhir. Dalam
kisahnya prabu Brawijaya tidak hanya menikah dengan Ni Endang Sasmitapura, tetapi
beliau juga menikah dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang
maharani yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa
memberikan putri Cina kepada putra pertamanya, yaitu Arya Damar bupati Palembang.
Setelah Raden Fatah dilahirkan, putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan
seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Fatah dan
Raden Kusen adalah saudara seibu tapi berlainan bapak ( Muljana, 2005). Saat
memasuki usia remaja, Raden Fatah bersama adiknya melakukan perjalanan ke tanah
Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Pada tahun 1419 M, mereka baru mendarat di
pelabuhan Tuban (Yogyanto, 2017: 5).

Raden Fatah sempat tinggal di Ampel Denta dengan waktu yang cukup lama,
ditemani para saudagar muslim pada saat itu. Di sana beliau mendapat banyak
dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho atau yang akrab disebut
sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai- jin, beliau merupakan panglima muslim.
Raden Fatah menggali agama Islam bersama para pemuda lainnya, seperti raden Paku
(Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim (Sunan Drajat) dan
masih banyak lagi. Setelah pelulusan, Raden Fatah dipercaya menjadi ulama dan
membuat Kawasan tinggal di Bintara. Beliau didampingi oleh Sultan Palembang, yaitu
Arya Dilah dengan 200 tentaranya. Raden Fatah memusatkan kegiatannya di Bintara,
karena daerah tersebut direncanakan oleh Wali songo sebagai pusat kerajaan Islam di
Jawa (Ahmad, 2019: 1689-1699).

Raden Fatah juga mendirikan pondok pesantren di Bintara. Penyebluasan agama


dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sedikit demi sedikit,
Bintara menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Raden patah dipercaya untuk
memerintah Demak samapai tahun 1518, dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di
tanah Jawa sejak saat itu. Seiring berjalannya waktu, tiga sultan Demak menjadi cukup
terkenal pada saat itu, Yakni Raden Fatah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad
Yunus sebagai raja kedua, dan Sultan Trenggana sebagai raja ketiga (1524 – 1546)
(Ahmad, 2019: 1699).

Raden Patah wafat Pada tahun 1518 kemudian digantikan oleh putranya yaitu Pati
Unus. Pati Unus dikenal sebagai panglima perang yang sangat gagah dan pemberani,
beliau pernah memimpin pasukan perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena
keberaniannya itulah beliau mendapatkan julukan sebagai Pangeran Sabrang Lor
(Soekmono, 1973). dalam buku Tome Pires, Suma Oriental menceritakan awal mula
dan pengalaman Pati Unus. Dikisahkan bahwa Pati Unus mempunyai nenek yang
berasal dari Kalimantan Barat Daya. beliau melakukan perjalanan ke Malaka dan
menikah dengan seorang wanita suku Melayu. Dari hasil perkawinan tersebut lahirlah
ayah Pati Unus, kemudian ayah Pati Unus kembali ke tanah Jawa dan menjadi penguasa
di Jepara (Muljana, 2005). Setelah tumbuh dewasa beliau diambil menjadi mantu oleh
Raden Fatah yang telah dijadikan sebagai Sultan Demak I. Dari hasil pernikahan
tersebut, Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara yaitu tempat
kelahiran beliau sendiri. Karena ramanda beliau yaitu Raden Yunus lebih dulu dikenal
masyarakat, maka dari itu Raden Abdul Qadir lebih akrab dipanggil sebagai Adipati bin
Yunus atau putra Yunus. Lalu banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih
mudah yaitu Pati Unus. Pada tahun 1512, Samudra Pasai jatuh ke tangan Portugis
(Muljana, 2005). Hal ini menjadi tugas bagi Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam
tanah Jawa (Ahmad, 2019: 1700).

Pada tahun 1513 dikirimlah sebuah armada kecil, yaitu ekspedisi Jihad I yang
mencoba mendesak untuk masuk pada benteng Portugis di Malaka yang gagal dan
pulang kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini disebabkan kurangnya persiapan, dan hal
ini menjadi pelajaran berharga untuk mempersiapkan yang lebih baik lagi. kemudian
mereka merencanakan sebuah pembangunan armada besar sebanyak kurang lebih 375
kapal perang di tanah Gowa yang masyarakatnya sudah cukup mahir-mahir dalam
membuat kapal. Pada tahun 1518, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah
mangkat, beliau berpesan supaya mantu beliau yaitu Pati Unus untuk diangkat menjadi
Sultan Demak berikutnya setelah beliau. Maka diangkatlah Pati Unus. Kurang lebih 375
kapal perang Islam siap diberangkatkan dari pelabuhan Demak dengan mendapat
pemndari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.
Pada masa pemerintahan Raden Patah, Kerajaan Demak mempunyai wilayah
kekuasaan yang cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan
sebagian daerah di Kalimantan. Wilayah-wilayah pesisir di Jawa Tengah dan Jawa
Timur ikut mengakui kedaulatan Demak dan mengibarkan benderanya. Jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis sangat mempengaruhi pada Kemajuan yang dialami oleh
Demak. Karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka para pedagang yang tidak
empati dengan hadirnya Portugis di Malaka beralih haluan menuju pelabuhan-
pelabuhan Demak seperti Jepara, Tuban, Sedayu, dan Gresik. Wilayah tersebut
kemudian berkembang menjadi pelabuhan transit. Selain tumbuh sebagai pusat
penyebaran agama Islam, Demak juga tumbuh seabagai pusat perdagangan. Kemudian
Para wali memanfaatkan posisinya untuk menyebarluaskankan Islam kepada penduduk
Jawa. Para wali juga berusaha menyebarluaskankan Islam di luar Pulau Jawa. Sunan
Giri menyebarluaskan agama Islam di Maluku sedangkan Tunggang Parangan
menyebarluaskan agama Islam di daerah Kalimantan Timur, beliau adalah seorang
penghulu dari Kerajaan Demak.

Raden Patah menunjukan berbagai keberhasilan yang beliau capai Dalam


memimpin Kerajaan Demak, seperti:

1. Raden Patah dalam pertahanan dan perluasan kerajaan dapat dilihat ketika beliau
menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahta Majapahit (1478), sehingga
dapat menggambil alih kembali kekuasaan Majapahit. Tidak hanya itu, Raden Patah
juga mengadakan penyerangan balik terhadap Portugis (1511), yang telah
menguasai Malaka dan ingin membuat kekacauan di Demak. Dengan mengirim
pasukannya yang dipimpin oleh Pati Unus yaitu anak dari Raden Patah (Yogyanto,
2017: 16).
2. Keberhasilan Raden Patah dalam dakwah Islam dan pengembangannya dapat
dilihat ketika beliau mencoba menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek
kehidupan. Tidak hanya itu, beliau juga membangun istana dan mendirikan Masjid
(1479) yang sampai sekarang terkenal dengan nama Masjid Agung Demak.
Merupakan salahsatu Masjid tertua di Indonesia. Masjid Agung Demak terletak di
alun-alun kota Demak, Km 22 di sebelah timur Laut Semarang Jawa Tengah.
Masjid ini adalah cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.
Masjid merupakan sebuah seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia yang
mempunyai nilai historis. Wujudnya yang megah, anggun, indah, karismatik,
mempesona dan berwibawa. Empat tiang raksasa menjadi penopang atap tengah yang
salah satunya terbuat dari satu batang utuh, kemudian disusun dari beberapa balik yang
diikat menjadi menjadi satu (Ahmad, 2019: 66). Penampakan atap yang berbentuk limas
piramida pada masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian,
yaitu; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Pada Masjid ini juga terdapat sebuah pintu
yang bernama “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi “Nogo
Mulat Saliro Wani”, yang bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Fattah ditemani Wali Songo mendirikan Masjid yang gagah ini dengan
memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan “Condro Sengkolo Memet”, dengan
arti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti” dengan bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus
terdiri dari kepala yang berarti angka 1 (satu), kaki 4 berarti angka 4 (empat), badan
bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dapat disimpulkan,
Bahwa Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka (Yogyanto, 2017: 17).
Wali Songo juga Adipati Unus membantu sepenuhnya dalam Pendirian masjid ini.
Masjid agung Demak merupakan lambang kekuasaan bercorak Islam yang tak
terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan wali songo berpusat di Masjid ini.
Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran perihal keagamaan. Masjid demak
didirikan oleh Walisanga secara gotongroyong. Pada awalnya, masjid ini menjadi pusat
kegiatan kerajaan Islam pertama di Jawa. mesjid ini juga dijadikan markas para wali
untuk mengadakan upacara Sekaten. Pada upacara ini, dibunyikanlah gamelan dan
rebana di depan serambi masjid, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk
berkumpul dan memenuhi depan gapura. Lalu para wali mengadakan semacam
pengajian akbar, sehingga rakyatpun secara sukarela dituntun mengucapkan dua kalimat
syahadat. Kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas dan pusat
kegiatan pengislaman yang tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah
para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang
dibarengi oleh kegiatan dakwah Islam ke seluruh bumi Nusantara khususnya tanah
Jawa. Sekarang Masjid Agung Demak dijadikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.

Eksistensi Kerajaan Demak pada Masa Moderen


Masjid Agung Demak adalah salahsatu masjid tertua di tanah Jawa, yang didirikan oleh
Wali Songo. Lokasi Masjid ini terdapat di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari
Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara.

Masjid ini adalah bibit dari berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.
Masjid ini mempunyai Struktur bangunan yang historis juga merupakan seni bangun
arsitektur tradisional khas Indonesia. Terlihat sangat megah, anggun, indah, karismatik,
mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak dijadikan sebagai tempat
peribadatan dan ziarah.

Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang
terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat
sebuah pintu yang Bernama “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang
berbunyi “Nogo Mulat Saliro Wani”, yang bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M,
atau 887 H.

Raden Fattah ditemani Wali Songo membangun Masjid ini dengan memberi
prasasti bergambar bulus. Ini merupakan “Condro Sengkolo Memet”, dengan arti
“Sariro Sunyi Kiblating Gusti” yang bermakna tahun 1401 Saka. Sedangkan gambar
bulus terdiri dari kepala yang artinya angka 1 (satu), kaki 4 artinya angka 4 (empat),
badan bulus artinya angka 0 (nol), ekor bulus artinya angka 1 (satu). Dapat disimpulkan,
Bahwa Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.

Di masjid ini terdapat bagian-bagian soko guru yang sudah rusak (sokoguru
Sunan Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan
Ampel), sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong atau
tempayan besar dari Dinasti Ming yang merupakan hadiah dari Putri Campa abad ke-14,
pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo yang merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo
Mulat Saliro Wani yang berarti angka tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H, foto-
foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu serta peralatan rumah tangga dari
kristal dan juga kaca hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz full
tulisan tangan, maket masjid Demak tahun 1845 – 1864 M, beberapa prasasti kayu
memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, dan lampu
robyong masjid Demak yang dipakai tahun 1923 – 1936 M (Ahmad, 2019: 68).
KESIMPULAN

perkembangan Islam pada masa awal pembentukan kekuatan sosial dan budaya, sejalan
dengan gerak-gerik politik internal di wilayah kerajaan tersebut, atau juga bisa disebut
dengan kesultanan dalam perkembangannya yang berfungsi tidak hanya berperan
sebagai pusat politik dan ekonomi, sekaligus sebagai pijakan bagi berlangsungnya
proses pengislaman.

Raden Fatah telah berhasil membangun sebuah kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa yang berdiri pada tahun 1478-1518. Sejalan dengan berdirinya Kerajaan Demak
pada masa pemerintahan Raden Fatah, Kerajaan Demak juga berkembang pesat sebagai
tempat penyebaran agama Islam. Selain menjadi penguasa, Raden Fatah juga sebagai
penyiar agama Islam. Dakwah Islam dan pengembangannya, menerapkan hukum Islam
dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga mendirikan sebuah istana dan
membangun masjid yang sampai sekarang terkenal dengan nama Masjid Agung Demak.

DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Abdul Wahid. “Demak Sultanate: The Fortress of Islamic Greatness in the
Middle Ages Java Island.” Buletin Al-Turas 27, no. 1 (2021).

Fadhilah, Naily. “Jejak Peradaban Dan Hukum Islam Masa Kerajaan Demak.” Al-
Mawarid 2, no. 1 (2020).

Yogyanto, R. Nurcahyo. “Peran Raden Fatah Dalam Mengembangkan Agama Islam Di


Demak.” PGRI Yogyakarta 6 (2017).

Sabarudin, Muhammad. “Pola Dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal Dan
Sebelum Kemerdekaan” 2015 (2015).

Pratiwi, Vina. “Jurnal Sejarah Dan Pembelajaran Sejarah” 4, no. 2 (2018).

Nata, Abbudin. “Sejarah Pendidikan Islam”. (Jakarta: Kencana, 2016).


Ahmad, Tsabit Azinar. “Transformasi Islam Kultural Ke Struktural (Studi Atas
Kerajaan Demak).” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9
(2019).

Anda mungkin juga menyukai