Anda di halaman 1dari 66

Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu

Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

ABSTRAK

Sistem politik Melayu pada umumnya dan sistem politik Serdang pada
khususnya mengungkapkan bahwa kepala dari suatu negeri Melayu ( negeri =
negara ) adalah menurut konsep pemerintahan Hindu. Yang Dipertuan ; Raja
menurut kebiasaan Hindu atau Sultan untuk menyelaraskan diri dengan Islam.
Menurut konsep Hindu raja – raja Melayu itu dialiri oleh darah putih dari seorang
dewa Hindu atau Bodhisatwa. Dalam ungkapan – ungkapannyapun raja Melayu
mempunyai istilah – istilah sendiri seperti “bersiram = mandi” , “gering = sakit” ,
“ulu = kepala” , “berangkat = berjalan” , “mangkat = meninggal” , “murka = marah”
, “titah = perintah” , “kurnia = pemberian” , “anugrah = hadiah” , dan lain – lain
sebagainya.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 1


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

BAGIAN – 1
KELAHIRAN DAN EVOLUSI
BANGSAWAN MELAYU SERDANG

1.1 Suksesi Di Kerajaan Deli Sebagai Embrio Dari Bangsawan


Serdang Tahun 1720
Berdirinya kerajaan Serdang diawali dari perang suksesi dalam perebutan tahta di
Deli disekitar tahun 1820. Perang suksesi ini merupakan sebagai embrio terbentuknya
bangsawan Melayu Serdang sekaligus telah mewujudkan kerajaan Serdang. Namun
kerajaan yang didirikan oleh permaisuri Tengku Puan Sampali bersama putranya
Tengku Umar Johan Pahlawan Alamsyah dan adiknya Tengku Tarwar serta mendapat
bantuan dari Datuk Sunggal dan Datuk Tanjung Morawa marga Saragih Dasalah itu
bukanlah merupakan tujuan semata – mata , melainkan hanyalah alat untuk mencapai
cita – cita bangsa dan tujuan negara yakni membentuk masyarakat adil dan makmur
berdasarkan raja adil raja disembah raja zalim raja disanggah.
Kerajaan Serdang merupakan perkawinan antara kerajaan Perbaungan asal
Minangkabau , Denai 11 , Lubuk Pakam , Batang Kuis , Percut Sei Tuan sampai
Selatan , sampai kebatas Sungai Ular melalui Namu Rambe dari Hulu sampai ke pantai
Selat Malaka. 22
Adapun arti daripada suksesi 1720 itu dalam garis – garis besarnya ialah :
1. Lahirnya bangsawan Melayu Serdang ;
2. Puncak perjuangan Tengku Umar Johan Perkasa Alamsyah untuk
memperebutkan tahta kerajaan Deli namun gagal ;
3. Titik tolak untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja
adil raja disembah raja jalim raja disanggah.
Semenjak suksesi 1720 itu sejarah bangsa Melayu Serdang merupakan daripada
suatu bangsa yang merdeka dan bernegara ; sejarah bangsa Melayu Serdang yang
menyusun pemerintahannya.

1.2 Bangsawan Serdang Dalam Kekuasaan Tradisional


( 1723 – 1862 )
1.2.1 Konsep Daulat-Durhaka
Jati diri Melayu umumnya mengajarkan kepada orang – orang Melayu akan adanya
siklus antara daulat dan derhaka. Secara simbolik jati diri ini diaktualisasikan dalam tiga

1
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.
2
Luckman. Sari Sejarah Serdang ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 )
hal. 18.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 2


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

unsur mendasar yaitu Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat
yang menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu. Ketiga unsur ini
bertalian erat diantara satu dengan lainnya. Bangsawan Serdang merupakan bagian dari
bangsawan Melayu. Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam , berbahasa
Melayu sehari – harinya dan beristiadat Melayu. Dalam adat Melayu terdapat satu
ungkapapan yang dipedomani. Ungkapan ini ; “adat bersendi hukum syarak , syarak
bersendikan kitabullah”. Jadi orang Melayu itu adalah etnis secara kultural ( budaya )
dan tidak mesti secara genologis ( persamaan darah turunan ). Dalam hukum
kekeluargaan orang Melayu menganut sistem “parental” ( kedudukan pihak ibu dan
pihak bapak sama ). Pada awalnya ketika agama Islam mulai dikembangkan oleh orang
Melayu ( pedagang ) ke seantero Nusantara ; pengertian Melayu merupakan pengertian
suatu wadah orang Islam dalam menghadapi golongan non – Islam.33
Dalam kesadaran Barat kekuasaan merupakan gejala yang khas antarmanusia.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain , untuk
membuat mereka melakukan tindakan – tindakan yang kita kehendaki. Kekuasaan
pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongkret dalam
sebab – sebab dan akibatnya. Kekuasaan terdiri dalam hubungan tertentu antara
orang – orang ataupun kelompok orang dimana salah satu pihak dapat memenangkan
kehendaknya terhadap yang satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang beraneka
ragam misalnya sebagai kekuasaan orang tua , karismatik , politik , fisik , finansial ,
inteletual , dan tergantung dari dasar empirisnya.44
Dalam paham Melayu kekuasaan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Sistem
kerajaan – kerajaan Melayu yang tumbuh di Sumatera Timur dan ada sejak kerajaan
Haru di Deli lenyap karena serangan Aceh pada 1539 M merupakan bersifat kerajaan
Islam Mazhab Syafii yang mengutamakan mufakat ( konsensus ) dalam pemerintahan
sehari – hari diantara Raja / Sultan yang dianggap sebagai “zilullah fi’l alam” bayang –
bayang Tuhan diatas dunia atau “kalifatullah fi’l ard” wakil Tuhan di dunia dengan
rakyat diwakili oleh para “Orang Besar” telah diciptakan ketika terjadi “kontrak
sosial” antara sang sapurba dengan demang lebar daun di Bukit Seguntang Maha Meru
seperti yang diceritakan oleh sejarah Melayu. Dalam “kontrak sosial” ini Raja / Sultan
( penguasa ) tidak boleh menghina dan memperkosa hak rakyat. Raja tidak akan
membuat keputusan tanpa mufakat dan persetujuan segenap Orang Besar. Taatnya
orang Melayu kepada Raja / Sultan yang dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia /
kepala pemerintahan Islam / kepala adat sejak dahulu sebelumnya terungkap dalam
pepatah “ada raja adat berdiri , tiada raja adat mati”. Oleh sebab itu Raja / Sultan
mempunyai “Daulat” selaku penguasa pemerintahan , penguasa Islam dikerajaannya ;
dan selaku kepala adat Melayu. Pemberontakan terhadap Raja / Sultan dianggap

3
Lihat juga , Tengku Luckman Sinar , SH. Jati Diri Melayu ( Medan : Lembaga Pembinaan dan
Pengembangan Budaya Melayu – MABMI , 1994 ) hal. 8 – 15.
4
Magnis. Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa ( rev . ed. ;
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1996 ) , hal. 98 – 99.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 3


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

merusak keseimbangan kosmos di alam tindakan mana disebut “Durhaka” , yang


hukumnya sangat berat sampai melibatkan keluarga dan harta benda pendurhaka itu.
Oleh sebab itu dapatlah kita lihat didalam sejarah kerajaan – kerajaan Melayu sebelum
penjajahan Barat untuk melenyapkan ketidakadilan rakyat memakai tiga cara :
1. Cara pertama : Memprotes sesuai pepatah “Raja adil Raja disembah , Raja
zalim Raja disanggah”. Pepatah ini memperlihatkan bahwa hak azasi manusia
sudah lama dipraktekan pada orang Melayu dibandingkan orang diluar
Melayu ;
2. Cara kedua ; sering kita lihat dengan meracuni raja itu hingga tewas ;
3. Cara ketiga ; rakyat yang merasa ditekan lalu berangkat pindah dengan
keluarganya ke kerajaan lain sehingga daulat raja itu jadi berkurang. Dalam
hikayat Melayu sering hal itu dilukiskan dengan “negeri itu menjadi lengang
ibarat disambar garuda”. Dengan banyak keluar rakayatnya maka raja yang
zalim itu hilanglah pamornya ( daulatnya ) dan turunlah derarajat kerajaannya
menjadi miskin.5
Ketiga unsur ; Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat yang
menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu itu merupakan semacam
matarantai yang tidak dapat dipisahkan. Siapa dan apa yang menaikan martabat
seorang raja atau sultan tidaklah terlepas dari rakyat walaupun sekecil apapun pengikut
dan rakyat yang mendaulati beginda dari kerajaan itu. Sebaliknya tentulah tidak akan
terwujud suatu sistem , peraturan , atau organisasi sesuatu kerajaan atau kesultanan ,
masyarakat yang teratur , tata cara hidup yang bernorma dan berbudaya seandainya
ketiadaan raja atau sultan yang didaulati sebagai unsur tertinggi dalam tata cara
berkerajaan dan berpemerintahan. Sebagai pemimpin sebuah masyarakat yang besar
dalam tradisi kemepimpinan Melayu – Islam ia perlu diakui sebagai khalifah di dunia.
Apabila merujuk kepada tradisi pribumi ; rakyat suatu kerajaan atau suatu
kesultanan dianggap sebagai tanah. Hanya unsur tanah saja yang boleh menumbuhkan
pohon. Dan apabila mengambil contoh tradisi kepemimpinan Parsi , raja diibaratkan
pohon dan rakyatnya diumpamakan sebagai akarnya. Hanya apakah ada akar barulah
pohonnya boleh tumbuh dan berkembang. Tanah yang segar , akar yang kuat tentu
dapat menghasilkan pohon yang subur dan baik. Perantaraan diantara raja atau sultan
dengan rakyatnya adalah pembesar. Para pembesar dari pelbagai hirarki melaksakan
fungsi – fungsi fiskal dalam melangsungkan kewibawaan dan berkuasanya seorang
raja atau sultan terhadap seluruh rakyatnya. Tidak mungkin kesemua tanggungjawab
itu dilakukan oleh raja atau sultan. Maka memang sangat diperlukanlah hal – hal yang
bersifat kompleks itu dibagi – bagikan ( pembagian kekuasaan ) kepada para pembesar
tersebut.
Seorang raja atau sultan mempunyai tugas pertama – tama ia harus mengangkat
bendahara , kedua ia juga mengangkat tumenggung , tugas yang ketiga seorang raja
atau sultan yang bijaksana juga harus melakukan pengangkatan terhadap syahbandar.

5
Luckman , Op. Cit. , hal. 18 – 25.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 4


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Demikianlah , betapa raja atau sultan dan pembesar saling perlu memerlukan ibarat api
dengan kayu tidak akan mungkin menyala api apabila tanpa adanya kayu. Maka
wajarlah apabila raja atau sultan , pembesar , dan rakyat menjadi dasar dalam
pandangan hidup perpolitikan Melayu dalam membentuk sebuah kerajaan dengan
berbagai keragaman institusinya. Selanjutnya apabila dikaitkan seorang raja atau sultan
yang berwibawa serta yang pemegang kekuasaan tertinggi dalam institusi kerajaan
yang memakai gelar sultan tersebut maka wujud dari kerajaan itu berwujud kesultanan.
Instutusi inilah yang menjadi tonggak dari penggagasan , penumbuhan ,
perkembangan , dan kelangsungan daripada suatu kerajaan dan warisan – warisan
Melayu berikutnya. Begitu penting institusi ini dalam menyumbang untuk
mewujudkan sebuah kerajaan sehingga diungkapkan secara falsafah dalam budaya
politik Melayu “…negeri ( kerajaan ) kalah , apabila rajanya mati”.6
Dari ungkapan ini dapat diyakini bahwa raja atau sultan dalam paham Melayu
memiliki kosmis. Kosmis ialah suatu kekuatan yang dimiliki oleh seorang raja
(penguasa ) berdasarkan keseimbangan dalam berpedomankan akan kestabilan kosmos
( alam semesta ). Artinya seorang raja atau sultan dapat berkuasa apabila jumlah total
kekuasaan dalam alam semesta tetap sama saja. Individu - individu yang berkuasa
dianggap penuh kekuatan batin dalam arti baik atau buruk. Pada prinsipnya kekuatan
adi dunia itu ada dimana - mana tetapi ada tempat , benda , dan manusia dengan
pemusatan yang lebih tinggi. Raja atau sultan yang dipenuhi oleh kekuatan ini tidak
bisa dikalahkan dan tak dapat dilukai dengan kata lain raja atau sultan itu sakti
kekuatan yang membuat sakti disebut kesaktian. Kekuasaan politik adalah ungkapan
kesaktian maka tidak merupakan sesuatu yang abstrak suatu nama belakang bagi
hubungan antara dua unsur yang kongkret yaitu manusia atau kelompok manusia.
Kekuasaan mempunyai substansi pada dirinya sendiri ( kehendak dari raja atau sultan
yang bersangkutan ) berinteraksi pada dirinya sendiri dan tidak tergantung dari dan
mendahului terhadap segala pembawaan empiris. Dalam kenyataannya kekuasaan
hakekat realitas sendiri , dasar ilahinya dilihat dari segi kekuatan yang menagalir pada
dirinya sendiri itu merupakan sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongret dalam
sebab - sebab dan akibat - akibatnya. Kekuasaan terdiri dari hubungan tertentu antara
orang - orang atau kelompok orang tertentu dimana salah satu pihak dapat
memenangkan kehendaknya terhadap satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang
beraneka ragam ; misalnya sebagai kekuasaan orang tua yang kharismatik , politik ,
fisik , finansial , intelektual ; tergantung dari dasar empiriknya. Pada latarbelakang
kekuasaaan itu raja atau sultan dapat dimengerti sebagai orang yang memusatkan
suatu takaran kekuatan kosmis yang besar dalam dirinya sendiri sebagai orang yang
sakti sesaktinya. Kita bisa membayangkan sebagai pintu air yang menampung seluruh
air sungai dan bagi tanah yang lebih rendah merupakan satu - satunya sumber air dan
kesuburan , atau sebagai lensa pembakar yang memusatkan cahaya matahari dan
mengarahkannya kebawah. Kesaktian sang raja atau sultan diukur pada besar kecilnya

6
Latiff. Melaka dan Arus Gerak Kebangsaan Malaysia ( Kuala Lumpur : Universiti Malaya ,
1991 ) , hal. 10 – 15.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 5


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

monopoli kekuasaan yang dipegangnya. Kekuasaan semakin besar semakin luas


wilayah kekuasaan yang dipegangnya. Dari seorang raja atau sultan akan mengalirlah
ketenangan dan kesejahteraan kedaerah sekelingnya. Tidak ada musuh dari luar atau
kekacauan didalam yang menggangu petani pada pekerjaannya di sawah karena
kekuasaaan yang berpusat dalam raja atau sultan sedemikian besar sehingga semua
faktor yang bisa mengganggu kekuatanya seakan - akan dikeringkan daya pengacau
dari pihak - pihak yang dianggap berbahaya seakan - akan dihisap kedalam raja atau
sultan. Dalam wilayah kekuasaanya akan dapat ketentraman dan keadilan serta setiap
pihak dapat menjalankan usaha - usahanya tanpa perlu takut dan kaget. Kekuasaan dari
raja atau sultan juga nampak dari kesuburan tanah dan apabila tidak terjadi bencana -
bencana alam seperti banjir , letusan gunung berapi , dan gempa bumi karena semua
peristiwa alam dari kekuatan kosmis yang sama dan dipusatkan dalam diri raja atau
sultan , maka apabila kekuasaannya raja atau sultan itu menyeluruh maka akan terlepas
dari apa yang dikatakan dengan tidak adanya kekuatan - kekuatan selain kekuatan
pusat ( basis kekuasaan ) termasuk kekuatan - kekuatan alam masih bisa bergerak.
Oleh karena itu kekuatan raja atau sultan terbukti dari akan adanya keteraturan dan
kesuburan alam serta masyarakat. Jadi apabila semuanya tentram , bila tanah memberi
panen yang berlimpah - limpah , bila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian
secukupnya dan semua orang merasa puas inilah yang dikatakan bahwa raja atau sultan
masih memiliki kosmis yang direalisasikan sebagai keadaan yang “…negeri
( kerajaan ) apabila rajanya mati”. Apabila kosmis itu tidak dimiliki lagi oleh raja atau
sultan tersebut maka akan terjadinya kekacauan , kritikan - kritikan , dan
perlawanan – perlawanan. Apabila tidak ada lagi terdapat pusat - pusat kekuasaan yang
belum tergantung daripadanya atau memberontak terhadap pemerintahan pusat dan
apabila terjadi segala macam ganguan terhadap ketentraman serta keselarasan dalam
wilayah kekuasaanya tersebut.7
Dengan demikian , faktor – faktor berikut akan menjadi landasan utama secara
umum dalam menegaskan dan meneruskan kelangsungan institusi kerajaan – kerajaan
Melayu sebagai berikut : Hardinya seorang raja atau sultan yang didaulati. Baginda
harus beragama Islam. Dalam melaksanakan hukum – hukum dan perundang –
undangan kerajaan maka syariat Islam diterapkan bersama – sama peraturan –
peraturan dari adat – istiadat setempat. Landasan kepada penegakan daulat ialah adil.
Baginda menjadi pelindung kepada kesejahteraan rakyat dan kerajaan. “Memangsai
rakyat tanpa dosanya ( melalaikan dosa menderhaka kepada raja ) , alamat kerajaan
akan binasa”. Ukuran dari tingginya daulat yang dimiliki oleh raja atau sultan dapat
ditaidai dengan taat dan setianya rakyat serta kemakmuran seluruh kerajaan.
Perdagangan maju dan banyaknya alim ulama yang masuk ke negeri ini.
Pembesar dan para menteri yang menjalankan tugasnya dan menjunjung tinggi
perintah raja / sultan dengan setianya. Filsuf mengungkapkan “bahwa kerja / titah raja
dijunjung , kerja sendiri terabaikan , ini adalah idealismenya.

7
Ibid., hal. 17.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 6


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Orang kebanyakan baik yang berada di tanah Melayu sendiri ataupun kawasan –
kawasan yang menjadi taklukan Melayu menjadi rakyat kebawah Duli Yang Maha
Mulia. Secara idealnya mereka melindungi sebaliknya mereka adalah penegak daulat
raja. Interaksi mereka dengan raja adalah renggang tetapi untuk menyeimbangi
kereanggangan tersebut dibarengi dengan kepercayaan dan pendukungan terhadap
daulat secara spiritual , peranan , dan fungsi pembesar ke atas mereka.
Hadirnya kerjasama , saling topang – menopang , dan dukung – mendukung secara
langsung maupun secara tidak langsung diantara ketiga unsur ( raja / sultan ,
pembesar , dan rakayat ) ini. Dengan fenomena ini akan terbentuk suatu konsensus
masyarakat yang diaktualisasikan kepada pegangan dan kepatuahan kepada wadah
( kontrak sosial ) “sang spurba taram seri tri buana ( pihak yang diperintah )” dengan
“demang selebar daun ( pihak yang diperintah )”. Ini merupakan suatu tradisi turun –
temurun dalam politik Melayu.
Secara historis dalam budaya berpolitik Melayu menjurus kearah terbinanya
sebuah kerajaan , apabila tonggak bernegara ialah institusi kerajaan atau kesultanan
maka unsur yang sangat mendasari akan kedua aspek ini ialah pemegang dan penguasa
dari politik tersebut. Kedaulatan dan usaha – usaha pembinannya bukan sekedar
muncul dari dukungan dan pengakuan dari kalangan – kalangan seperti pembesar ,
menteri , dan rakyat tetapi harus didukung juga oleh adanya penguatan dengan mitos –
mitos dan kepercayaan diwariskan oleh pendahulu – pendahulu terdahulu secara
turun – temurun mengenai asal usul dari raja / sultan tersebut.8

1.2.2 Orang Besar Kerajaan : Gelar dan Fungsinya


Dalam bidang pemerintahan kerajaan Melayu pada umumnya , dan di kerajaan
Serdang pada khususnya selalu memakai Orang Besar dalam jumlah astrologi
( mendapat pengaruh dari Hindu ) yaitu : 4 , 8 , 16 , dan kadang – kadang sampai 32
orang. Struktur pemerintahan di Serdang dan negeri – negeri Melayu lainnya di
Sumatera Timur berdasarkan asal struktur perkembangan dari pemerinatahnnya mula –
mula sangat sederhana sekali. Kita dapat membuat hipotesa bahwa perkampungan –
perkampungan kecil disepanjang Selat Malaka yang hampir – hampir tidak
berpengaruh itu mempunyai kepala – kepala kaum dimana penghuni – penghuni
kampung menganggap dirinya sebagai raja mereka yang kadang – kadang
pemerintahannya bersifat despotis dan otokratis , yang kadang – kadang juga dengan
atau tanpa mufakat bersama – sama mengambil saja sesuatu gelar untuk dirinya dan
juga memberikan gelar – gelar kepada kaum – kaum lainnya yang dengan sukarela
menetap didaerahnya ataupun dapat dilakukannya dengan peperangan. Untuk
memperkuat kekuasaannya ia mengangkat pula anggota – anggota keluarganya atau
orang – orang kepercayaannya untuk memegang fungsi – fungsi tertentu seperti :
panglima perang , syahbandar , dan lain – lain. Pemberian gelar – gelar itu mempunyai
arti apa – apa dan pemberian gelar itu hanyalah sebagai mutan politik untuk mengikat

8
Ibid., hal. 18

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 7


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

persahabatan guna menjaga stabilitas negerinya. Penghasilan yang diperoleh dari raja –
raja tersebut umumnya dari peradilan , bea – cuaki , hasil – hasil muara sungai ,
persembahan – persembahan yang diterima , barang larangan , pancong alas , bea
masuk orang asing yang memasuki wilayahnya ; dan bersamaan dengan daerah –
daerah kediaman orang – orang Batak keuntungan biasanya didapatkan dari monopoli
garam , candu , dan sering juga dari ekspor budak – budak ( biasanya orang – orang
kafir ) yang dijual oleh pedagang Cina ke Malaya didaerah pertambangan timah dan
perak di Perak dan Selangor. Didaerah – daerah yang ditaklukkannya raja – raja itu
pada umumnya tidak pernah meninggalkan pasukan tetap tetapi mengambil salah
seorang anak raja yang dikalahkannya atau pengganti raja untuk dididik di istananya.
Sering pula raja penakluk itu menunggu datangnya utusan – utusan pemberian upeti
( Bunga Emas ) dan menerima pendapatan hasil cukai dari raja – raja taklukkan.
Intervensi di daerah – daerah jajahan dalam bidang pemerintahan hampir tidak ada.
Mengenai biaya untuk pemerintahan ditanggung bersama – sama oleh kepala daerah –
daerah taklukkan , dan biaya – biaya untuk peperangan biasanya ditanggung sebagian
oleh mereka.
Orang Besar kerajaan atau Rijsgroten adalah dimaksudkan sebagai para
fungsionaris yang menjadi kepala – kepala daerah di daerah – daerah yang menjadi
bagian dari daerah suatu kerajaan tersebut atau juga mereka berfungsi sebagai kepala
daerah didaerah Sultan ( reechtstreek Sulthansgebied ). Bahwa susunan dewan
kerajaan Serdang umumnya hampir sama dengan negeri Melayu lainnya yang ada di
Sumatera Timur yang didapat dari pengaruh kerajaan Melayu Melaka dan Johor –
Riau serta Siak.
Adapun Menteri yang utama ( Perdana Menteri atau Patih di Jawa ) ialah yang
bertindak sebagai Mangkubumi adalah Datuk Paduka Setia Maharaja yang
mendampingi Raja Muda. Sedangkan Raja Muda itu mempunyai fungsi sebagai
berikut : mengambil keputusan – keputusan atas nama Raja / Sultan mengenai semua
hal tentang Batak Dusun sepanjang wakil Raja / Sultan di Batak Timur atau Kejuruan
Senembah tidak dapat menyelesaikannya ; Kepala kantor dan Kepala polisi raja – raja ;
pejabat Ketua Kerapatan ; hakim tunggal mengenai perkara – perkara yang dianggap
tidak penting ; kepala peradilan mengenai keturunan – keturunan raja atau orang –
orang besar ; dan kepala peradilan mengenai penghuni – penghuni istana atau keraton.
Dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan
sehari – hari. Dibawhnya ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap
kepala kepolisian. Selanjutnya Laksamana yang berfungsi sebagai panglima angkatan
laut dan merngkap panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima
perang yang ditugaskan sebagai panglima perang angkatan darat. Syahbandar
fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan , mengurus imigrasi , dan untuk urusan
perdagangan. Betara kanan adalah merupakan ajudan Raja / Sultan. Betara Kiri
merupakan sebagai penghulu istana dan penghulu bangsawan ( Kepala rumah tangga
istana ) yang sering juga disebut sebagai Betara Dalam dan Betara Luar.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 8


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Adapun asal kata Wazir di Serdang dan Bendahara dilain negeri Melayu itu ialah
karena ia merupakan sebagai tempat pembendaharaan segala rahasia raja dan
memberikan kebajikan atas bumi yang dilingkari raja itu ( asal kata Mangkubumi ).
Mereka – mereka itu dibawah pimpinan Menteri Utama ( Wazir ) yang mengurus
jalannya pemerintahan sehari – hari dalam negara. Disamping itu ada lagi Dewan
Menteri yang terdiri dari Orang Besar Berempat yang merupakan “inner Council”
yang diketuai oleh Wazir dan masing – masing Orang Besar Berempat mempunyai
pula menteri – menteri dibawahnya yang berjumlah delapan ( Menteri Delapan ).
Adapun Orang Besar Berempat itu adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku
Seri Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Adapun gelar dari
masing – masing Orang Besar Berempat yang sesuai dengan tingkatan dalam
kedudukan hirarki kekuasaan adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku Seri
Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Mereka inilah yang
membantu raja dalam penentuan pengganti raja – raja dan penambalan raja – raja
baru , membuat perjanjian , menentukan keadaan perang , dan lain – lain hal yang
dianggap penting.
Sewaktu kerajaan Serdang masih kecil dan mulai berkembang dari Sampali ke
Sungai Serdang , keempat Wazir ini belum mempunyai daerah sendiri. Fungsi Wazir
ini sebagai kawan Raja dalam musyawarah untuk hubungan – hubungan politik.59

1.3 Bangsawan Serdang Dalam Jaman Kekuasaan Asing


( 1863 – 1945 )
Pesatnya perkembangan agro – industri dan perdagangan serta ekspor di Sumatera
Timur , maka datanglah berduyun – duyun bangsa asing seperti Cina , India , Arab ,
dan bangsa Eropa. Suku – suku dari luar Sumatera Timur seperti Jawa , Batak Toba ,
Mandailing , Minangkabau , dan lain – lain datang untuk mencari kerja sebagai
buruh , guru sekolah , pegawai pemerintah , pegawai perkebunan , pedagang kecil ,
dan sebagainya ; sehingga Sumatera Timur diberi gelar “Deli negeri dolar”. Menurut
sensus 1940 penduduk asli hanya 39,50 % saja dari seluruh penduduk di Sumatera
Timur ( Melayu 23 % , Karo 9,98 % , dan Simalungun 6,53 % ) sehingga merupakan
minoritas dinegerinya yang kaya itu. Karena situasi yang tidak berimbang itu tidaklah
terdapat budaya yang dominan , kecuali dalam bahasa pergaulan yaitu bahasa Melayu.
Karena penduduk asli menguasai pemerintahan kerajaan lokal dan tanah adat yang luas
walaupun tidak dikerjakan sendiri ; maka terjadilah pengkotak – kotakan penduduk
( misalnya diperkebunan yang dominan ialah suku Jawa , di kota – kota yang dominan
“orang pendatang” dari berbagai etnis yang tidak berhak atas pemilikan tanah karena
mereka warga Hindia Belanda [ Gouverment Onderdanen ] ). Karena “orang
pendatang” lebih terdidik dan lebih berhasil dalam bidang perniagaan , maka mereka
lebih banyak menyekolahkan anaknya kesekolah Belanda bahkan perguruan tinggi di

9
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 9


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

negeri Belanda atau Betawi. Juga di dalam partai atau organisasi “pergerakan
nasional” mereka dominan dan aktif. Rasa terancam karena ketidakberdayaan terhadap
tekanan pemerintahan Hindia Belanda maupun karena merasa terdesak oleh “orang
pendatang” ; sejumlah tokoh dibeberapa kerajaan Melayu menganggap perlu
membentuk persatuan dan menegakan jati diri Melayu ( Islam mazhab Syafii , budaya
dan adat serta bahasa Melayu ) melalui pendidikan dan organisasi seperti itu di
Serdang maka terbentuklah Bangsawan Sepakat ( 1923 ) Syairus Sulaiman ; persatuan
raja – raja Melayu seperti Syirkatul Muluk ( 20 September 1932 ) , dan Persatuan
Sumatera Timur ( 1941 ). Tetapi kecurigaan akibat taktik pecah belah kaum penjajah ,
organisasi itu tidak banyak artinya dalam mempertahankan hegemoni penduduk asli
Melayu. Bahkan karena perjuangan mempertahankan hak adat tanah jaluran di areal
perkebunan tembakau , pihak kerajaan Melayu mendapat tekanan tiap tahun dari pihak
perkebunan asing dan pemerintah Hindia Belanda.10
Sejak permulaan priode ini birokrasi Belanda terus – menerus berusaha secara
berangsur – angsur menggugah raja / sultan yang berada dibawah “politik kontrak” itu
kejurusan situasi yang “normal” , dengan menurunkan penghasilan dan kekuasaan
otonominya ketingkat raja – raja yang berstatus Korte Verklaring.
Akibat dari kebijakan ini di kerajaan Serdang terjadi suatu perubahan besar yang
sedikit demi sedikit mulai berlaku di kerajaan ini. Di dalam kerajaan Melayu menurut
adat seorang raja bergelar Sultan , Yang Dipertuan , dan sebagainya. Lalu seorang Raja
Muda atau Yang Dipertuan Muda dan sejumlah biasanya 4 yang tergabung dalam
Orang – Orang Besar atau Datuk atau Wazir ; sebenarnya Sultan itu bukan penguasa
yang absoulut tetapi hanya mewakili kerajaan. Oleh karena itu menerima
penghormatan yang tertinggi dan pendapatan yang besar , tetapi meskipun demikian
tugasnya akan jadi senang saja. Tugas pemerintahan yang sebenarnya terletak pada
Raja Muda yang kadang – kadang kekuasaannya sering menyamai Sultan dan
kadang – kadang melampaui kekuasaan Sultan.
Sejak memasuki tahun 1930 beberapa instutusi kerajaan dihapuskan dan diganti
dengan institusi yang dibuat oleh Belanda dalam tahun 1907 dengan ikatan politik
yang sesungguhnya sangat memberatkan tetapi harus ditaati oleh karena kerajaan
Serdang dalam keadaaan “taklukan” kekuasaan asing. Dengan keadaan yang
sedemikian ini maka bangsawan memamfaatkan keahliannya ini dalam hubungan –
hubungan yang mempunyai pengaruh besar , kalau perlu membungkuk – membungkuk
merendahkan diri dengan harapan agar tidak memungkinkan Belanda secara langsung
mencapai tujuannya. Kesempatan mendesakan perubahan ini hanya terbuka pada
mangkatnya setiap raja / sultan ; dimana kelonggaran – kelonggoran dalam hubungan
mereka telah diperketat lagi dan penghasilan pengganti – penggantinya telah
diturunkan. Sasaran tetap politik Belanda ditujakan kepada eenhoofdig bestuur
( pemerintahan di bawah satu raja ) ; dimana sejumlah raja kecil yang sudah tunduk

10
Lihat Tengku Luckman Sinar , “Sumatera Timur Menjelang Proklamasi dan Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” , dalam Panitia Konfrensi Internasional , Denyut Nadi Revolusi
Indonesia (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1997 ) , hal. 136 – 137.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 10


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

secara teori maupun praktek kepada kekuasaan kolonial Belanda berangsur – angsur
hanya berfungsi sebagai pejabat – pejabat bawahan dari raja – raja / sultan – sultan
yang telah mantap pengaruh dan keberhasilannya. Kebijakan ini dibuat oleh Belanda
dengan sasaran agar kekuasaan “elit pribumi” ini dapat dikontrol melalui satu raja /
sultan dan dengan perantaraan raja / sultan ini pengontrolan birokrasi kepegawaian
kepala – kepala distrik yang bersifat aristokrasi. Tekanan – tekanan kejurusan
memperkecil penghasilan para raja / sultan ternyata menimbulkan “masalah”. Masalah
ini menjadi gawat pada tahun – tahun krisis ekonomi dunia ketika keungan perkebunan
dan kerajaan mengalami kesulitan yang luar biasa. Krisis dunia ini tidak mengubah
penghasilan resmi para bangsaawan , tidak seperti raja - raja / sultan – sultan yang
tidak berdaya diikat oleh Korte Verklaring yang penghasilannya dipotong 10 % pada
tahun 1932. Dalam keadaan yang suram ini , para bangsawan masih terus
menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang
berlebih – lebihan ; membikin Belanda hilang kesabaranya. Praktek persen – persenan
dan pemberian barang – barang berharga kepada elit Melayu yang berpengaruh untuk
menjinakan mereka dalam urusaan tanah yang dulunya dilakukan oleh perkebunan –
perkebunan terhadap bangsawan – bangsawan ini , sekarang tidak dilakukan lagi. Jika
timbul sengketa pihak perkebunan langsung membawanya ke pengadilan untuk
diputuskan ; utang – utang para bangsawan ini mereka tagih tidak mereka hapuskan
seperti dulu karena kepentingan politik mereka. Hubungan antara perkebunan dan
kerajaan semakin putus , sehingga maslah keuangan para bangsawan semakin menjadi
parah. Jika pemborosan raja / sultan dan para kerabat sekitarnya tanpaknya semakin
meningkat selama tahun – tahun krisis ekonomi dunia ; demikian juga permohonan –
permohonan akan perlindungan dan bantuan kerajaan semakin meningkat pula.
Persaingan diantara kaum bangsawan Melayu ini dalam perlombaan kemewahan
pesta – pestanya dan kehebatan mobil – mobilnya telah mencapai tingkat yang sedikit
pun tidak lagi memikirkan martabat kekuasaanya. Menjelang tahun 1931 utang istana
Serdang sudah sedemikian bertumpuk sehingga pemilik – pemilik modal Eropa
menolak memberi utang selanjutnya sehingga para bangsawan itu terjerumus
berhutang kepada rentenir – rentenir India. Seluruh utangnya diperkirakan berjumlah
300.000 gulden pada tahun 1933 , tetapi di tahun 1935 terungkap utangnya sebanyak
lebih dari satu miliun gulden.11
Pernyataan seperti ini memang kiranya agak menyesatkan. Namun benar bahwa
tidak semua bangsawan yang berlatarbelakang bangsawan kerjanya hanya
menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang
berlebih – lebihan. Tidak halnya dengan Sultan Sulaiaman yang dengan uang
pribadinya sendiri dan dari kas kerajaan membuka Serdang Kanaal , melempangkan
sungai Serdang untuk mengeringkan air bah dan rawa – rawa. Tujuan pembangunan

11
Reid. The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional Rule In Northern
Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera , terj. Tim PSH
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 96 – 97.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 11


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

ini tidak lain diperuntukan untuk mengairi sawah rakyat seluas 2000 Ha yang tidak
lain untuk mensejahterakan rakyat petani.612
Setelah masuknya Jepang , pemerintahan militer Jepang merupakan penguasa
tertinggi atas negara ini. Pmerintahan militer Jepang telah mendomonasi negara atas
rakyat Indonesia khususnya di kerajaan Serdang. Gambaran ini merupakan ciri utama
dari sistem pemerintahan militer yang di terapkan Jepang. Kemampuan ekonomi dan
militer negara sangat besar ; kekuasaan negara dilaksanakan melalui patronanse dan
penindasan. Berdiri di atas kaki sendiri dijadikan modal untuk membangun apa yang
disebut perang Asia Timur Raya. Pengawasan negara atas rakyat dapat berjalan secara
efektif ; hal ini dapat terlihat dari campur tangannya pemerintahan militer Jepang atas
seluruh wilayah kehidupan rakyat. Aristokrat diangkat sebagai klien negara dalam
tingkat regional yang mengontrol dan memantau hampir seluruh kegiatan dari rakyat
Serdang. Surat rekomendasi dari berbagai kantor militer dan sipil diperlukan penduduk
yang akan melamar pekerjaan , memasuki pendidikan tinggi , pindahan , menikah , dan
lain – lainnya. Struktur rezim Jepang dengan pengawasan militer pada tingkat
nasional , regional , dan lokal serta lembaga kecamatannya yang sangat kuat.
Gerakan tiga “A” yang dipropagandakan oleh pemerintahan militer Jepang ini juga
digunakan untuk membeli kesetiaan para pembangkang potensial , seperti kelompok –
kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama.713 Rezim pemerintahan militer Jepang
telah menetapkan sebuah sistem korporatis yang disambungkan dengan wahana bela
negara. Kelompok – kelompok kepentingan korporatis yang itu bersatu dibawah
jaringan PETA ; seperti Persatoean Oelama Soematera Timoer dijadikan sebagai satu –
satunya instituisi keulamaan umat Islam ; Persatoean Oelama Kerajaan – Kerajaan
Soematera Timoer , dijadikan sebagai satu – satunya institusi dari bangsawan Melayu ,
HEIHO merupakan organisasi dalam ketentaraan yang dibentuk oleh Jepang karena
Jepang kekurangan prajurit dalam angkatan perangnya. GYUGUN ( Tentara Pembela
Tanah Air ) , organisasi ini yang akhirnya merupakan sebagai inti dari TNI sekarang.
Tingkat urbanisasi dan industrialisasi perang ditambah lagi dengan isolasi dari
pihak Sekutu maka di kerajaan Serdang terjadinya multi krisis yang pada akhir – akhir
dari kekalahan Jepang di tahun 1945 merupakan petunjuk bahwa kelas menengah dan
pekerja masih cukup kecil untuk mengerti akan arti kemerdekaan bangsa. Ini menjadi
masalah sebab sejarah membuktikan bahwa kelas rakyat biasa dan unsur – unsur dari

12
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.
13
Yang penulis maksudkan sebagai kelompok – kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama
yang dapat dibeli kesetiaannya untuk tidak berperan sebagai oposisi bagi pemerintahan militer Jepang ;
misalnya pemerintah memberikan jabatan atau kedudukan untuk menetralisirkan ( setidak – tidaknya
tidak menentang atas kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh negara atau bila perlu mau bergabung
dengan pemerintah untuk bekerja sama ) ; disamping itu juga pemerintah dalam membeli kesetiaan para
pembangkang potensial dari golongan agama dan golongan intelektual , pemerintah menggunakan cara
untuk mengambil hati dari pemimipin – pemimpinya ; seperti dengan membangunkan rumah – rumah
ibadah dan kebebasan – kebebasn dalam mengeluarkan ide bagi pemimpin – pemimpin intelektual.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 12


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

golongan kirilah yang paling mendukung untuk kemerdekaan bangsa dan berdirinya
negara Indonesia.
Struktur kelas di kerajaan Serdang sedang berubah seiring dengan tumbuhnya
kelas menengah dan pekerja. Di balik struktur kelas yang sedang berubah ini
merupakan hasil pembangunan militerlisme yang berlangsung selama masa
pendudukan Jepang di kerajaan Serdang tersebut. Kerajaan Serdang telah mengalami
periode panjang dari pertumbuhan ekonominya dibandingkan negara – negara
tetangganya yang ada di Sumatera Timur tersebut dengan kemungkinan pertumbuhan
pertaniannya yang mampu menjadi lumbung padi semasa pendudukan Jepang di
Sumatera Timur. Pembangunan industri militer ini menciptakan kelas sosial baru yang
bisa jadi menuntut janji – janji kemerdekaan. Di satu sisi dinyatakan bahwa performasi
militer yang berkembang akan menciptakan tuntutan terhadap partisipasi politik dari
kelas menengah yang sedang tumbuh. Di sisi lain ; pembangunan militerlistik yang
terjadi di kerajaan Serdang mengantarkan negara pada standar persiapan menuju
revolusi yang baik bagi kebanyakkan orang tetapi juga pada kesenjangan yang lebih
besar antara kelas atas dan menengah kaya yang jumlahnya terus bertambah dengan
golongan miskin ; ini jugalah yang merangsang terjadinya gerakan oposisi yang tidak
kalah dari kelas menengah yang sedang tumbuh tersebut.
Berbeda dari banyak negara ; berdirinya negara Indonesia merupakan salah satu
dari sedikit negara yang dilahirkan sebagai negara revolusi rakyat. Hadirnya negara
Indonesia merupakan konsekwensi dari keadaan – keadaan istimewa yang terjadi di
Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad kolonialisme Belanda dan Imprialisme Jepang
dari Maret 1942 sampai dengan Agustus 1945. Selama periode ini rakyat Indonesia
harus mengalami banyak penderitaan. Sementara warisan penderitaan dan dominasi
asing meninggalkan bekas yang tidak bisa dihapuskan pada jiwa orang Indonesia.
Secara militer pihak Jepang juga memainkan peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi arah masa depan politik dan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin
dari upaya – upaya Jepang dalam menciptakan berbagai organisasi militer dan kuasi –
[ sic ] militer di negara ini selama peralihan pemerintahan.
Revolusi di Indonesia ( 1945 – 1950 ) menyisakan banyak masalah diseluruh daerah –
daerah yang termasuk dalam wilayah Hindia Belanda yang akhirnya menjadi
Indonesia. Misalnya Sumatera Timur yang wilayahnya ikut serta terimbas dalam
prahara revolusi ; revolusi Indonesia khususnya di kerajaan Serdang.
Pekik merdeka yang merabah ke kerajaan Serdang megelombang mewarnai saat –
saat akhir dari kejatuhan rezim pemerintahan militer Jepang tanpaknya membawa
petunjuk bahwa masa yang akan datang kerajaan Serdang akan mengalami
transformasi yang sifatnya mendasar. Gejala – gejala yang terjadi menyertai
gelombang kemerdekaan membawa tanda – tanda terjadinya perubahan – perubahan
kualitatif maupun stuktural dalam perkembangan sejarah di kerajaan Serdang.
Motivasi dominasi disertai dengan penindasan yang makin menyatu dengan politik dan
kekerasan terhadap rakyat merupakan arus utama yang amat kuat mewarnai perubahan
– perubahan diakhir rezim pemerintahan militer Jepang. Dalam konteks seperti itu
mempercepat terjadinya revolusi di kerajaan Serdang itu sendiri yang merupakan

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 13


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

sebagai bagian dari gelombang sejarah revolusi Indonesia pada umumnya dan sejarah
di kerajaan Serdang pada khususnya.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 14


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

BAGIAN – 2
BANGSAWAN MELAYU SERDANG DAN
AKTUALISASI REVOLUSI INDONESIA
DI SUMATERA TIMUR
2.1 Lahirnya Revolusi Indonesia Tahun 1945
Di Jawa , desas – desus bahwa Jepang harus atau akan mengadakan kapitulasi
dengan Sekutu memacu aksi beberapa organisasi bawah tanah yang telah bersepakat
untuk bangkit melawan Jepang bila sekutu mendarat. Bahkan pada tanggal 10 Agustus
1945 , setelah mendengar siaran radio yang kebetulan tidak disegel oleh pemerintah
militer Jepang bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah , Sjarir mendesak
Hatta agar bersama Soekarno , dia segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ,
dan menyakinkan bahwa Hatta boleh mengharapkan dukungan dari para gerilyawan
dan banyak unit PETA. Takkala Soekarno dan Hatta baru pulang dari Dalat pada
tanggal 14 Agustus 1945 , Sjarir memberitahukan mereka bahwa Jepang sudah minta
diadakan gencatan senjata dan sekali lagi berusaha mendesak memproklamirkan
kemerdekaan. Soekarno dan Hatta belum begitu yakin bahwa Jepang telah menyerah ,
merasa bahwa para gerilyawan belum lagi mampu menghimpun kekuatan untuk
mengalahkan Jepang dan khawatir bila hal ini mengakibatkan pertumpahan darah yang
sia – sia.
Namun demikian , Sjarir yang percaya bahwa Soekarno bersedia
memproklamirkan kemerdekaan dengan deklarasi kemerdekaan berisikan kata – kata
sangat anti – Jepang yang telah disiapkan Sjarir dan kawan – kawannya , segera
mengorganisir para gerilyawan dan pelajar Jakarta untuk mengadakan demostrasi
umum dan kerusuhan – kerusuhan militer. Tembusan dan deklarasi kemerdekaan
mereka yang anti – Jepang itu sudah dikirim ke semua pelosok pulau Jawa untuk
segera diterbitkan begitu Soekarno memproklamirkan kemerdekaan yang diharapkan
bakal terlaksana pada tanggal 15 Agustus 1945. Setelah persiapan – persiapan mulai
dilakukan , menjadi jelas bahwa Soekarno dan Hatta tidak bersedia memproklamirkan
kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1945. Sjarir tidak dapat menghubungi semua
pemimpin organisasinya pada waktu yang tepat untuk memberitahukan pembatalan
ini. Revolusi satu – satunya telah meletus di Cirebon pada tanggal 15 Agustus 1945
dibawah Dr. Sudarsono , tetapi segera dipadamkan.
Demi menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu setidak – tidaknya
mereka ingin memastikan dulu sikap para pejabat militer Jepang sebelum
menggerakan pemberontakan rakyat. Lebih – lebih lagi keduanya merasa bahwa setiap
deklarasi harus benar – benar meliputi seluruh penduduk Indonesia , karena itu harus
dilaksanakan lewat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang mewakili seluruh
rakyat Indonesia. Menurut mereka dengan cara itu seluruh rakyat Indonesia akan
bangkit bersama – sama menegaskan kemerdekaan , dan akan lebih banyak
kesempatan menggerakan penduduk secara berhasil melawan Jepang. Suatu rapat

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 15


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

panitia tersebut direncanakan akan diadakan pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00
pagi dan kemudian mereka mengusulkan untuk memproklamirkan kemerdekaan.1
Mr. Teuku Moh. Hasan dan Dr. Amir mengikuti acara proklamasi kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. Mereka diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur
Sumatera dan Menteri Negara tanpa porto polio. Keduanya tiba di Medan pada tanggal
28 Agustus 1945 dengan letih dan lesu. Dr. Amir yang menjadi dokter kerajaan
Langkat kembali ke Tanjung Pura tempat tinggal isterinya seorang wanita Belanda ;
sementara Mr. Teuku Moh. Hasan hanya berdiam diri di Medan. Ketika Xarim M.S ,
yang berpengaruh di kalangan pemuda mengetahui dari dokter A.K Gani di Palembang
tentang proklamasi itu ia dapat mendesak para pemuda , sehingga Letnan Gyugun
Ahmad Tahir berhasil mengundang para pemuda bekas Gyugun dan Heiho pada
tangga 23 September 1945 untuk secara rahasia dan tertutup mengadakan rapat di jalan
Istana dan kemudian di asrama Rensheikei ( Hotel Dirga Surya sekarang ).
Pada mulanya proklamasi kemererdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan
karena putusnya hubungan dengan Jawa. Orang hanya kebingungan mendengar
desas – desus bahwa tentara Sekutu ( yang memboncengi Belanda ) akan segera
mendarat. Dr. Tengku Mansyur selaku ketua Shu Shangi Kei ( DPR ) Sumatera Timur
pada 25 Agustus 1945 mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk berunding di
rumahnya. Pertemuan itu dihadiri antara lain oleh Mr. Moh. Yusuf , Xarim M.S , dan
lain – lain. Maka dikeluarkanlah pengumuman untuk menjaga keamanan dan
dibentuklah suatu panitia kecil yang diketuai oleh Sultan Langkat untuk menjelaskan
kepada tentara Sekutu mengapa selama mereka mengadakan kerjasama dengan Jepang.
Panitia inilah yang kemudian diisyukan oleh PKI sebagai “panitia penyambutan
Belanda” ( Comite van ontvangat ) yang antara lain tugasnya adalah menangkapi orang
pergerakan yang bekerjasama dengan Jepang.2
2.1.1 Isu Commite Van Ountvangst
Berita akan adanya suatu panitia untuk menyambut kedatangan Belanda yang
dilakukan oleh bangsawan ini Sebenarnya masih sebatas isu. Kebenaran akan adanya
permasalah ini masih sangat diragukan oleh karena apabila masih – masing pihak
diberikan tanggapan atas peristiwa ini masing – masing pihak selalu membenarkan
pernyataan yang mereka perbuat dengan memperkuat penyataan tersebut oleh masing
– masing pihak ; sehingga kebenaran akan peristiwa ini perlu dikaji lebih mendalam
lagi dalam waktu yang mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk
mengetahui akan peristiwa tersbut.
Menurut salah satu sumber bahwa peristiwa ini terjadi pada 25 Agustus 1945 yang
dilakukan oleh beberapa diantara dari bangsawan dari berbagai kerajaan yang ada di

1
George Mc Turnan Kahin. Nationalism And Revolution In Indonesia , atau Refleksi
Pergumulan Lahirnya Republik : Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia , terj. Nin Bakdi
Soemanto ( Semarang - Jakarta : Sebelas Maret University Press & Pustaka Sinar Harapan , 1995 ) ,
hal. 170 - 175.
2
Panitia Konfrensi Internasional. Denyut Nadi Revolusi Indonesia (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama , 1997 ) , hal. 141.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 16


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Sumatera Timur dengan mendirikan Comitte van Ontvangst untuk menerima


kedatangan Belanda. Panitia ini diketuai oleh Sultan Langkat dan Dr. Tengku Mansur.3
Sementara alasan Dr. Mansur mengundang dan mengadakan pertemuan
dirumahnya pada tanggal 25 Agustus 1945 oleh karena tanggungjawab ia sebagai
ketua Shu sangi kai untuk membicarakan masalah perihal mengenai kepentingan untuk
mencegah tindakan balas dendam dan mengadukan “kolabultor – kolabulator” kepada
Sekutu yang akan mendarat. Pertimbangan ini diperbuat oleh Dr. Mansur dengan
pertimbangan melihat situasi kelahiran republik yang hanya beredar dalam desas –
desus yang mengakibatkan situasi masyarakat dan negara ( kota – kota di Suamtera
Timur) tidak relevan dengan peristiwa besar ini dan bahwa beberapa orang dari
sebagian besar para pemimpin di daerah ini hanya semata tertumpu kepada akibat –
akibat yang dibawa oleh pertukaran rezim kolonial itu terhadap perimbangan posisi
antara kelompok – kelompok di daerah ini ( orang – orang Indonesia ) yang saling
bersaing dan sulit untuk dipersatukan tersebut. Kenyataannya pertemuan ini bukan
semata diadakan dari bangsawan oleh bangsawan dan untuk bangsawan tetapi
pertemuan ini diadakan dengan mengundang kelompok – kelompok diluar bangsawan
itu sendiri tetapi yang hadir hanya diantaranya seperti Xarim M.S dan Mr. Joesoef.4
Sementara itu menurut pendapat salah seorang bangsawan bahwa isu ini dibuat
oleh orang komunis karena kebencian orang – orang komunis ini terhadap bangsawan
tanpa alasan – alasan yang masuk akal. Mereka menggap bangsawan itu sarang feodal
yang banyak menyengsarakan rakyat banyak akibat kebijakan – kebijakan yang dibuat
oleh bangsawan tersebut.85
2.1.2 Pemuda Dalam Dunia Bergerak
Para pemuda Indonesia di Sumatera Timur yang telah mendapatkan sekedar
latihan militer dan cara berorganisasi selama zaman pendudukan Jepang juga dilanda
rasa terkejut dan kehilangan arah setelah mengetahui berita tentang kekalahan Jepang.
Giyugun , Heiho , dan Konkukotai telah ditanggalkan senjatanya dan dibubarkan sejak
sekitar 16 Agustus 1945 , jauh mereka sebelum mengerti apa yang sebenarnya telah
terjadi. Bagi mereka yang berada di Medan dan bertugas di kota – kota lainnya tidak
ada alat pengangkutan untuk memulangkan mereka kembali ke kampungnya masing –
masing. Sebagian besar mereka termasuk dalam lapisan masyarakat miskin yang
menyedihkan , diterlantarkan , dibuang sebagai sampah setelah tidak diperlukan lagi
oleh oleh tentara pendudukan Jepang. Mereka pun menjadi bulan – bulanan pokok

3
Tim Pengumpulan , Penelitian , dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I
Sumatera Utara. Draf Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I Sumatera Utara , 1945 – 1950
( Medan : Diklat Propsu , 1992 ) , hal. 53.
4
Reid. The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional Rule In Northern
Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera , terj. Tim PSH
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 260.
5
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrial ; dirumah : JL. Kalimantan III No. 18 B Kompleks
Perumahan Pelabuhan , km 20 Belawan ; tanggal 5 April 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 17


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

kemarahan masyarakat miskin yang paling mengalami penderitaan dibawah kekuasaan


Jepang.
Situasi inilah yang menjadi pangkal gerak pertama berdirinya organisasi –
organisasi. Menjelang akhir Agustus , beberapa bekas perwira Giyugun menghubungi
Xarim M.S yang dulunya merekrut mereka ke dalam barisan itu dan melayani mereka
lewat Bompa. Xarim juga menjadi pengawas atas milik dan peralatan bekas Bompa
yang sekarang dipakainya untuk menampung para prajurit – prajurit Indonesia di
Sumatera Timur yang terlantar itu. Suatu badan penyantun , “Pelita penolong
penganguran Heiho dan Gyugun” telah dibentuk untuk mengurus makan mereka dari
persediaan beras digudang Bompa dan sebagian mereka ditempatkan di kantor –
kantor Bompa. Kemudian perwira – perwira Gyugun itu segera mendirikan kelompok
yang lebih luas , “Persatuan Pemuda Latihan” yang menghimpun dan membela mereka
yang pernah mendapatkan latihan Jepang sebagai polisi , pegawai , maupun prajurit
terhadap tuduhan fasis atau kolaborator. Lewat himpunan – himpunan seperti ini , para
pemuda bekas latihan Jepang ini sering berkumpul membicarakan berita dan kabar –
kabar angin tentang maksud – maksud sekutu maupun tentang perkembangan di pulau
Jawa.
Para pemuda yang memiliki potensi militer ini hanya sedikit mempunyai kontak
dengan pemimpin – pemimpin politik atau dengan gerakan”bawah tanah” yang
samar – samar itu yang juga sudah tidak mempunyai kapasitas tujuan lagi. Adalah
Xarim M.S yang menjadi rantai penghubung antara ketiga unsure ini dan mungkin
beralasan jika dia pada minggu – minggu pertama setelah menyerahnya Jepang
bertindak hati – hati sekali. Nyatanya hanya setelah telegram dari Dr. Gani pada
15 September 1945 itu dia memberitahukan kepada pemuda yang menjadi
pembantunya , Abdul Razak tentang perkembangan gerakan Republik di Jawa. Secepat
mungkin Razak dan beberapa rekan – rekanya dari Giyugun mencoba menjumpai
Mr. Hasan. Gagal menjupainya mereka berangkat ke Tanjung Pura pada 19 September
1945. Akhirnya dari Dr. Amir mendapat tahu sepenuhnya tentang apa yang telah
terjadi di Jakarta dan mereka berjanji dan menyokong setiap inisiatif yang diambil
pemimpin – pemimpin tua untuk memproklamasikan Republik.
Sejak itu para pemuda bekas latihan Jepang bergerak menjalankan
tanggungjawabnya sendiri dengan melaksanakan beberapa inisiatif karena lambatnya
yang tua – tua untuk mengadakan pergerakan. Demikianlah sekitar 20 September 1945
bekas opsir senior Giyugu , Ahmad Tahir mengeluarkan undangan bagi suatu rapat
pemuda yang luas di bekas kantor Bompa di jalan Istana kota Medan. Sementara itu
mereka bergabung dengan kekuatan kelompok bekas latihan Jepang lainnya yang
berpusat di asrama Rhenseikai yang terletak di hotel Dirga Surya sekarang. Dulunya
ini adalah tempat penginapan bagi orang – orang muda Indonesia yang dilatih Jepang
untuk kejuruan kepolisian dan administrasi pemerintahan serta tempat ini diperuntukan
juga tempat penginanpan bagi pemuda – pemuda yang dilatih dalam Talapeta atau
sekolah pertanian Naga Huta. Pada waktu itu ada sekitar 50 pemuda tinggal disana dan
mereka pun sudah mendengar tentang proklamasi kemeredekaan Indonesia. Ketika
Jepang melarang rapat yang diadakan oleh Ahmad Tahir di jalan Istana , maka diam –

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 18


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

diam pertemuan itu dipindahkan ke asrama Rheiseikai. Pada 23 September 1945


sejumlah 53 pemuda berkumpul disana semua terdiri dari dua kelompok pemuda yang
pernah mendapatkan latihan Jepang. Dalam pertemuan itu paling sedikit hadir dua
pemuda yang mempunyai kontak dengan kelompok – kelompok bawah tanah yang
sebelum perang sudah mempunyai pengalaman dalam gerakan sayap kiri , Nip Xarim
dan Marzuki Lubis. Kenyataannya pada sekitar menyerahnya Jepang hanya ada dua
pusat penting gerakan bawah tanah ini. Satunya adalah kelompok yang dominan Karo
yang sebelum perang telah terikat dengan PNI barunya Hatta dan Sjahril. Meskipun
mereka mereka merasa nasionalis dari sosialis mereka telah disadarkan oleh partai itu
untuk tidak percaya kepada Jepang dan mereka memiliki tradisi organisasi sel – sel
gerakan bawah tanah. Pemimpin – pemimpin kelompok ini seperti Selamat Ginting ,
Tama Ginting , dan Rakuta di Tanah Karo ; Egon di Medan terus mengadakan kontak
selama tahun – tahun terahir pendudukan Jepang lewat suatu badan distribusi beras
yang dikenal dengan nama “pusat usaha ekonomi rakyat”. Kelompok ini juga
mempunyai sekedar hubungan dengan kelompok – kelompok bawah tanah Cina yang
berpangkalan di Malaya tetapi tidak ada hubungan dengan Jawa. Tindakan hebat dan
berhasil yang pernah dilakukan dari dari semua apa yang dinamakan gerakan bawah
tanah itu ( yang tidak lebih dari hanya mengadakan kontak – kontak saja ) adalah
pekerjaan tunggal satu orang ; Selamat Ginting. Tidak lama sebelum Jepang menyerah
dia membonceng pada sebuah truk serdadu Jepang yang mengangkut senjata dan
berhasil membunuh dua serdadu Jepang yang ditugaskan mengawal kendaraan itu
secara tidak terduga dengan pistol yang dicurinya sebelum tindakan itu. Kemudian dia
tanam sejumlah rampasannya ini yang terdiri dari pistol dan amunisi di suatu tempat
dekat terjadinya sergapan itu.
Pusat gerakan bawah tanah lainnya adalah Nathar Zainuddin , veteran komunis
Islam itu yang telah menggunakan kelonggaran dan hak – hak istimewanya dari
Kempetai untuk membangun jaringan marxis dan nasionalis radikal yang
dinamakannya “Gerakan Anti – Fasis”. Dalam gerakan ini termasuk Urbanus Pardede ,
Bustami , dan Junus Nasution , juga bekas pemimpin Parpindo ; Marzuki Lubis.
Kelompk ini pasti tidak mempunyai kontak dengan Sekutu dan sedikit dengan
kelompok gerakan bawah tanah Cina. Dan bukan tidak mungkin satu dua perwira
Jepang tahu dan menyetujui jaringan peotensial anti – Belanda yang dibangun Nathar
Zainuddin itu. Setelah menyerahnya Jepang , kelompok “Anti – Fasis” ini bekerja
untuk “perkumpulan informasi intel” yang kemudian dipergunakan dalam siaran –
siaran pamflet nasionalis. Kedua kelompok bawah tanah ini mengadakan kontak pada
menjelang akhir September , ketika Selamat Ginting berada di Medan. Bersama
Marzuki Lubis dia menjumpai Xarim M.S untuk menggertak mendorong dia bertindak
lebih aktif. Ketika mereka menodongkan pistolnya ; Xarim M.S lantas bertanya apa
mereka masih mempunyai senjata – senjata lagi. Hasilnya sekitar dua puluh pistol dari
simpanannya Selamat Ginting diserahkan kepada Xarim. Selama bulan Oktober
mereka berhasil membentuk landasan pertama suatu pasukan bersenjata yang dipimpin
putranya Xarim ; Nip Xarim yang merupakan satu bagian yang longgar dari jaringan
“Anti Fasis”.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 19


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Perkumpulan 23 September itu mencerminkan perwakilan kelompok – kelompok


pemuda yang paling aktif , sedangkan tokoh – tokoh politik tua yang diundang tidak
ada yang hadir. Pertemuan itu mulai dengan membicarakan pembentukan suatu
organisasi kesejahteraan pemuda yang lain tetapi kemudian dijuruskan kepada tujuan
revolusioner yang tegas oleh para pemuda yang sudah matang politik terutama Abdul
Razak dan B.H Hutajulu dari lingkungan kelompok Xarim di Gyugun / BOMPA , dan
pemuda yang penuh semangat dan keras ; Aminuddin Nazir dari pasukan pengawalan
partainya Inoue. Menjelang petang telah terbentuk badan Pemuda Indonesia ( BPI )
dengan tujuan mempertahankan kemerdekaan. Ahmad Tahir dipilih sebagai ketua I
dan seorang guru Muhammadiyah ; aktivis Malik Munir sebagai ketua II. Dirasa perlu
adanya seorang tokoh pemimpin yang berpengalaman dan pilihan jatuh kepada
Sugondo Kartoprodjo seorang tokoh yang populer dikalangan pemuda lewat organisasi
pendidikan Taman Siswanya dan seorang tokoh yang tidak mempunyai kedudukan
apapun dalam pemerintahan pendudukan Jepang yang sekarang tidak disenangi itu.
Dua ratus lima puluh undangan telah disampaikan kepada tokoh – tokoh politik
penting BOMPA dan tokoh – tokoh pemuda dari seluruh Sumatera Timur.6
2.1.3 Proklamasi Republik Di Sumatera Timur
"Hanya bangsa yang tinggi budinya dapat mengerti apa yang
sebenarnya dimaksudkan dengan kemerdekaan. Kemerdekaan
dapat dicapai oleh sembarang bangsa ; tetapi kemerdekaan
sejati hanyalah hasil daripada budi pekerti yang luhur.
Sejarah telah menunjukan jatuhnya negara - negara "besar" ,
oleh karena budi pekertinya tidak luhur.97

Suasana proklamasi di Sumatera Timur dalam bulan – bulan Agustus itu berlain
sama sekali dengan keadaan di daerah – daerah lain seperti Bukit Tinggi , Palembang ,
dan Jambi. Di tempat – tempat yang telah saya sebutkan terdahulu ini pemimpinya
berhasil membentuk KNI di bulan Agustus juga sesuai dengan petunjuk – petunjuk
yang diberikan oleh Mr. Teuku Moehamad Hasan.
Ketika Mr. Teuku Moehamad Hasan tiba di Medan setelah lawatannya dari Jakarta
untuk mengikuti acara deklarasi kemerdekaan Indonesia tersebut dia melihat banyak
diantara para pemimpin telah melarikan diri ke luar kota atau keluar Sumatera Timur.
Mereka tidak berani menghadapi situasi yang sudah berubah ini. Perubahan –
perubahan ini mulai tanpak pada 20 Agustus 1945 , ketika itu Panglima Tentara
Jepang di Sumatera membubarkan semua pasukan – pasukan pembantu buatan Jepang
seperti Gyugun , Heiho , Tokubetsu , dan lain – lain.
Suatu hal yang sulit dimengerti oleh para pemuda ketika itu adalah sikap
Mr. Teuku Moehamad Hasan yang sejak awal bulan September 1945 banyak diantara
kelompok pemuda menemuinya dikediamannya di jalan Bintang. Mereka tidak

Reid Op. Cit , hal. 265 – 268.


6

Notosoetardjo. Dokumen – Dokumen Konfrensi Meja Bundar : Sebelum , Sesudah dan


7

Pembubarannya ( Jakarta : Endang , 1956 ) , hal. 3.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 20


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

mengerti mengapa Mr. Teuku Moehamad Hasan berdiam diri dan tidak bertindak.
Padahal pada waktu itu ia telah ditetapkan sebagai wakil Pemimpin Besar Bangsa
untuk Sumatera. Ketetapan ini diberikan di Jakarta pada 22 Agustus 1945 dan
seharusnya Mr. Teuku Moehamad Hasan segera membentuk pemerintahan.
Beberapa hal dapat disebutkan sebagai alasan mengapa Mr. Teuku Moehamad
Hasan bersikap pasif dalam bulan September 1945 ; pertama : tidak banyak pemimpin
rakyat yang tetap berdiam didaerahnya masing – masing pada saat itu. Kebanyakan
telah melarikan diri keluar kota , yang ada hanyalah pemimpin – pemimimpin dari
“gerakan bawah tanah”. Pada saat itu secara taktis tidaklah bijaksana untuk
menampilkan orang – orang ini , apalagi karena pihak Jepang lebih senang berurusan
dengan orang – orang seperti Mr. Teuku Moehamad Hasan yang “moderat”. Selain itu
menurut Mr. Teuku Moehamad Hasan sendiri ; ia tidak bisa membentuk pemerintahan
sebelum diangkat secara resmi sebagai Gubernur Sumatera. Ketika masih berada di
Jakarta ia hanya diberi surat keputusan sebagai Wakil Pemimpin Besar. Namun
kedudukan ini bukanlah kedudukan administratif. Memang sudah ditentukan bahwa ia
akan menjabat sebagai Gubernur Sumatera , tetapi pengangkatannya belum ada.
Karena desakan – desakan pemuda inilah maka ia mengirimkan sebuah telegraf pada
pemerintah pusat agar ia diangkat secara resmi. Surat pengangkatan itu baru
dikeluarkan di Jakarta pada 29 September 1945 dan baru sampai pada 2 Oktober 1945.
Pada 2 Oktober 1945 itu terbentuklah KNI Sumatera Timur. Tindakannya pertama
yang dilakukan oleh Mr. Teuku Moehamad Hasan adalah menghunjuk 10 orang
Residen untuk Sumatera.
Keesokan harinya , para pemuda merencanakan suatu rapat umum. Ternyata rapat
umum inilah yang mengawali perebutan gedung – gedung pemerintahan. Rapat – rapat
umum semacam ini dianggap sangat penting pada waktu itu. Berita – berita bantahan
mengenai Proklamasi yang disiarkan oleh pihak Jepang bisa menimbulkan pesimisme.
Harus ada tindakan yang menyakinkan bahwa proklamasi itu benar – benar ada.
Perencanaan rapat umum ini dilakukan di asrama pelajar Fuzi Dori ( Jl. Imam Bonjol
sekarang ). Ditempat inilah disebarkan pamflet – pamflet untuk mengerahkan rakyat
berkumpul dilapangan Fukuda yang terletak dipusat kota Medan. Selain itu robongan –
rombongan pemuda dikirimkan kesegenap pelosok untuk mengundang rakyat
menghadiri rapat umum itu dan rakyat diminta agar berkumpul pada pukul 10.00 pada
tanggal 3 Oktober 1945. Pada waktu yang telah ditentukan itu rakyat berkumpul
dilapangan Fukada. Pada saat itu juga nama lapangan diubah menjadi lapangan
“merdeka”. Acara pertama adalah pembacaan teks proklamasi yang dilakukan dengan
hidmat.108
Sejak saat proklamasi itu diberbagai tempat diselenggarakan pawai dan
pembentukan kesatuan militer yang mulanya hanya bersenjatakan bambu runcing.
Diluar kota Medan aparat kerajaan masih berkuasa , ada yang hanya menunggu

8
Tim Pengumpulan , Penelitian , dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I
Sumatera Utara. Draf Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I Sumatera Utara , 1945 – 1950
( Medan : Diklat Propsu , 1992 ) , hal. 53.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 21


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

perkembangan dan perintah dari yang berkuasa tetapi ada pula yang segera aktif dan
tegas mendukung NRI seperti Sultan Siak dan Sultan Serdang. Bendera merah –
putih dinaikkan di keraton Perbaungan dan Sultan Serdang mengajukan kepada
pemuda bangsawan agar bergabung ke dalam barisan bersenjata terutama tentera
keamanan rakyat yang nantinya akan menjadi TNI , serta Sultan Serdang juga
mengajukan para bangsawannya agar masuk partai – partai politik.119
4.1.4 Serdang , Deli , dan Langkat : Jalan Sendiri – Sendiri
Dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur kecuali Kerajaan Serdang , banyak
negara – negara Melayu di daerah ini dapat dikatakan bersikap lebih konservatif
namun kurang keras kepala ketimbang rekan – rekan mereka di Aceh. Ketika
kelemahan pihak Belanda tanpak dengan jelas mereka menyadari bahwa satu – satunya
harapan mereka hanyalah ada pada pemerintahan Republik 1210, namun berbeda
dengan bangsawan Melayu kerajaan Deli dan bangsawan Melayu kerajaan Langkat.
Bangsawan Melayu kerajaan Deli menempatkan dirinya langsung berhubungan dengan
Inggris , Belanda , dan pemimpin – pemimpin republik di Medan tanpa sepengetahuan
wakil pemerintah NRI di daerah itu yakni Tulus bekas pegawai dijaman Belanda.11
Sultan Deli yang baru Sultan Osman ( Otteman ) yang masih bisa mengharapkan
perlindungan Sekutu atas istananya di Medan. Bangsawan Melayu Deli beranggapan
bahwa mereka tidak perlu menuruti ajakan bangsawan Melayu Serdang untuk
mendukung revolusi Indonesia di Sumatera Timur karena Sultan ini masih terus
bersikap megah menjaukan diri dari republik dan dalam pembicaraannya dengan
wakil – wakil Belanda dia mengatakan bahwa usul – usul rencana konstitusi mereka
mengancam kedudukannya , ditempatkan dibawah “dominasi Jawa”. Apa yang
diinginkannya ialah suatu hubungan langsung dengan mahkota Belanda dibawah
seorang komisaris tinggi dan menempatkan raja – raja Melayu diluar setiap bentuk
negara Indonesia. Pada pertengahan Desember Sultan ini masuk rumah sakit untuk
seminggu lamanya ; “tidak begitu sebagai pasien tetapi supaya tidak bisa bebas
sejenak dari merah – putih yang telah membikin hidupnya tidak tertahankan”.12
Sementara bangsawan Melayu Langkat , mereka menganggap bahwa kerajaan
mereka ini adalah merupakan kerajaan yang kecil. Jadi tanpa pengaruh dari bangsawan
Melayu Serdangpun dalam mendukung revolusi Indoneisa mereka telah mendukung
revolusi Indonesia karena sebelumnya ada tekanan – tekanan yang dilakukan oleh
pemuda atas bangsawan Melayu Langkat ini walaupun sebelumnya mereka telah
berhubungan dengan Inggris dan NICA.13

9
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.
10
Lihat Anthony Reid. Revolusi Nasional Indonesia , terj. Tim PSH ( Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan , 1996 ) , hal. 114.
11
Reid , Op. Cit. hal. 291 – 293.
12
Wawancara dengan Bapak Tengku Muhammad Abra ; dirumah Mahardi : JL. Bhayangkara Gg.
Keluarga No. 29 Medan , tanggal 11 April 2001.
13
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrul ; dirumah : JL. Fatahila No. 12 Selesai , tanggal
15 Febuari 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 22


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

4.1.5 Pendaratan Sekutu Dan Tindakan Kekerasan Di Sumatera Timur


Suatu brigade divisi India ke – 26 yang berkekuatan 5.000 orang dibawah
pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D Kelly mulai diturunkan di pelabuhan Belawan pada
10 Oktober 1945. Bangunan posisi militernya baru selesai pada 5 November 1945
sesudah mereka berhasil menempatkan pasukan – pasukan kecil di Binjai dan Brastagi
disamping kekuatan pokoknya di Medan. Pendaratan – pendaratan pasukan Inggris
sebelumnya di Jawa telah menunjukkan adanya kesulitan dalam mempertemukan
tuntutan – tuntutan Belanda dengan keterbatasan pasukan / alat perlengkapan serta
tugas / tujuan tentara Inggris yang didaratkan. Ketentuan – ketentuan semula bagi
pemerintahan militer Sekutu di Indonesia telah direncanakan selama tahun 1944 –
1945 untuk Sumatera saja yang sejak Juni 1945 merupakan satu – satunya daerah
Indonesia yang termasuk dibawah komando Asia Tenggara ( SEAC , South – East
Asia Command ) yang dipimpin oleh Laksamana Mounbatten. Rencana persetujuan ini
telah diluaskan sampai meliputi seluruh Indonesia sejak 15 Agustus 1945. Persetujuan
ini berisikan ketentuan – ketentuan bahwa panglima – panglima sekutu ( Inggris ) tidak
akan menjalankan wewenang resmi supaya tidak merusak kedaulatan Belanda. Mereka
cukup menyatakan maksud tujuannya hanyalah untuk membebaskan para tawanan
perang , memulangkan Jepang kenegerinya , dan menjaga keamanan serta ketertiban
umum sampai pemerintah yang sah kembali dapat berfungsi. Namun akan ada suatu
tingkat persiapan dalam pendudukan itu bahwa sementara ketertiban ditegakkan ,
pejabat – pejabat NICA akan sepenuhnya tunduk kepada kekuasaan militer Sekutu ,
dan hanya bertindak lewat kekuasaan Sekutu ini.
Perkembangan – perkembangan selama bulan September sudah cukup terang
menjelaskan kepada Mounbetten dan panglimanya di Hindia Belanda , Letjen
Cristison bahwa pasukan – pasukan Inggris yang ada di Jawa dan Sumatera meskipun
ditambah dengan tiga brigade lagi tidak akan dapat diharapkan lebih daripada hanya
menguasai kota – kota besar saja. Di luar ini Jepang dan kekuasaan Indonesia harus
diandalkan untuk terpeliharanya keamanan dan ketertiban. Oleh sebab itu
kebijaksanaan politik harus disesuaikan untuk mendapatkan kerjasama dari republik
dan bersamaan itu menyakinkan Belanda bahwa ini tidak mengandung pengertian
pengakuan terhadap republik. Reaksi kemarahan Belanda terhadap pernyataan
Cristison pada 29 Septemeber 1945 itu tentu mempunyai pengaruh khusus yang peka
terhadap Brigjen Kelly dalam melaksanakan rencana kerjanya.
Sementara itu dalam melaksanakan tugasnya ; Mr. Hasan tetap menjalankan
kebijaksanaan politik resmi republik yaitu bekerjasama dengan Sekutu seperti yang
dinyatakan dalam ketentuan – ketentuan tugas mereka meskipun Dr. Amir atau Mr.
Josuf telah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari hubungan –
hubungannya dengan Inggris. Diantara pengumuman – pengumuman resminya yang
pertama ialah perintah kepada seluruh penduduk Indonesia di Sumatera “terutama
pemuda … supaya tidak mengganggu ketentraman orang Jepang , Sekutu , Cina atau
Belanda”. Terhadap Belanda pernyataan pertamanya sangat keras.
Orang Belanda salah raba jika mereka masih memikirkan bahwa keadaan sekarang
masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang. Belanda lebih baik jangan

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 23


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

mencari akal atau mencari kaki tangan untuk menduduki Indonesia kembali karena hal
ini akan mengganggu ketentraman umum sebab rakyat Indonesia umumnya dan
pemuda – pemuda Indonesia pada khususnya memandang kaki tangan Belanda sebagai
penghianat tanah air. Karena itu percobaan mereka sedemikian itu sangat berbahaya
bagi keselamatan diri orang – orang Belanda dan kaki tangannya apalagi jika salah
seorang pemimpinnya memperoleh cedera karenanya tentu kemungkinan besar sekali
yang orang Belanda dan kaki tangannya itu akan disingkirkan dari masyarakat.
Meskipun ada janji – janji sementara pemuda akan bermandikan darah sebelum
mengizinkan pasukan – pasukan sekutu mendarat , pada umumnya tidak ada oposisi
maupun bentrokan dengan pihak Indonesia. Politik resmi republik telah diindahkan.
Namun tindakan – tindakan kekerasan mulai bergelora segera setelah pendaratan –
pendaratan Sekutu , sama halnya seperti di Jawa. Mungkin para pemuda Indonesia
merasa inisiatif telah mulai lepas dari tangannya setelah tindakan berani pertama
mereka sehingga perlu dilancarkan tindakan untuk menghindarkan rasa kalah.
Laporan – laporan Indonesia juga memberi kesan bahwa keangkuhan dan
provokator Belanda segera meningkat setelah pendaratan sekutu itu. Titik apinya di
Medan adalah bekas Pension Wilhelmina diseberang pasar senteral di jalan Bali yang
dipakai sebagai asrama dan markas serdadu Ambon bekas KNIL yang dipimpin
Westering. Pada hari Sabtu pagi tanggal 13 Oktober 1945 serombongan orang yang
marah mulai berkumpul diluar asrama itu karena kabarnya seorang pengawal dari suku
Ambon telah merenggut dan menginjak – injak lambang / emblim merah putih yang
sedang dipakai seorang anak Indonesia. Baku hantam segera terjadi , pisau – pisau
mulai dikeluarkan dan beberapa orang luka – luka. Ditengah baku hantam itu dua
orang Belanda yang berada dikendaraan yang sedang meluncur melepaskan tembakan
kearah rombongan yang membikin mati seorang Indonesia. Pasukan Jepang segera tiba
untuk menentramkan keadaan bersama dengan bekas barisan militer BPI dibawah
pimpinan Ahmad Tahir yang pada waktu itu sedang berada dalam proses menjadi
angkatan bersenjata republik. Akhirnya mereka berhasil menyabarkan khalayak ramai
itu dengan janji orang Ambon akan dipindahkan dari Pension Wilhelmina itu secepat
mungkin. Sementara itu serdadu – serdadu Jepang mengambil sejumlah senjata mereka
dari gedung itu dan menempatkan pengawalan dipintu pagar. Khalayak ramai itu bubar
pada pukul 13.30 meninggalkan dua orang Indonesia dan seorang wanita Ambon yang
mati. Tetapi kurang dari dua jam kemudian sejumlah besar kekuatan pemuda kembali
mendatangi dan menyerang asrama / Pension di jalan Bali itu serta menyerang setiap
orang Ambon yang ditemui. Kejadian itu meninggalkan enam orang Ambon yang mati
dan sekitar 100 orang Ambon dan Manado yang luka – luka. Orang Belanda yang
mengurus asrama / Pension itu juga mati , demikian juga satu keluarga Swis tanpa
sebab dibunuh. Gelombang kekerasan pemuda menjalar cepat ke Pematang Siantar.
Suatu detasemen terdiri lima serdadunya Brondgeest telah ditempatkan menginap di
hotel Siantar untuk mencegah larinya serdadu – serdadu Jepang dari pusat
pengumpulan besar di kota itu. Pada 15 Oktober 1945 pertempuran terjadi antara para
pemuda dan orang – orang Belanda ini. Hotel itu dikepung dan akhirnya dibakar ,
sedangkan semua orang Belanda itu mati terbunuh kecuali seorang perwiranya yang

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 24


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

bisa meloloskan diri sampai ke Medan untuk melapor. Juga mati terbunuh sekitar
sepuluh orang Ambon , dua pemuda juga mati terbunuh di pihak republik , dan empat
orang Swiss yang mengelola hotel itu.
Bagi orang Eropa di Sumatera Timur kedua insiden ini menunjukkan pangkal
tolak dimulainya teror. Dengan berang Brondgeest menuntut Sekutu mengirim
pasukan – pasukan ke Siantar. Sesudah mengadakan penyelidikan yang singkat Kelly
menolak dan lebih memusatkan kekuatannya yang kecil itu di kota Medan. Orang –
orang Eropa yang netral dan baru keluar dari kamp – kamp tawanan diluar kota cepat
berangkat ke Medan , dimana Sekutu berangsur – angsur mulai membangun suatu
“daerah perlindungan” disegitiga ; lapangan terbang , sungai Deli , dan sungai Babura.
Pada 14 Oktober 1945 , Brigjen Kelly memanggil Mr. Hasan , Dr. Amir , Mr. Luat
Siregar , dan lain – lain pemimpin Indonesia untuk membicarakan persoalan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Seperti juga di Jawa sebelumnya pertemuan
yang demikian itu memerlukan terkandungnya suatu kadar pengakuan atas kekuasaan
republik , betapun prinsip ini dibantah. Dalam penampilan pertamanya didepan umum
sejak diangkat menjadi Menteri Negara republik pada suatu pertemuan pers tanggal
17 Oktober 1945 , Dr. Amir mengumumkan bahwa Sekutu telah mengakui Luat
Siregar sebagai Walikota Medan yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan
pelayanan umum di kota itu. Segera ini diprotes Belanda malah Brondgeest bermaksud
menangkap Hasan , Amir , dan lain – lainnya. Brigjen Kelly terpaksa harus
menyangkal setiap kesimpulan bahwa pembicaraan – pembicaraannya dengan Mr.
Luat merupakan pengakuan terhadap republik.
Hasan menjajikan kerjasama untuk melaksanakan tugas tujuan terbatas dari Sekutu
seperti yang telah dirumuskan dan keesokan harinya mengeluarkan peringatan keras
yang begitu tidak berguna kepada para pemuda atas serangan – serangan dan
penyitaan – penyitaan yang tidak dibenarkan. Politik Kelly semula ialah meletakkan
tanggungjawab insiden – insiden di kota itu kepada republik dan polisinya , dan
mencoba mencoba mempergunakan pengaruh mereka untuk melucuti senjata pemuda.
Pada 18 Oktober 1945 dia mengeluarkan pengumuman supaya semua senjata apakah
senjata api , tombak atau senjata tajam diserahkan kepada tentara Inggris di Medan dan
pengumuman ini segera disusul serangkaian dengan pengrebekan. Sudah berkonsultasi
dengan Jenderal Chambers di Padang , Kelly juga membubarkan dan melucuti
pasukan – pasukan Ambonya Brondgeest dan Westering pada 25 Oktober 1945.
Dengan ini pengawasan atas Medan menjadi tanggungjawab Inggris meskipun
pembesar – pembesar republik juga sering diminta pendapatnya. Orang – orang
Belanda tawanan yang masih berada di kamp – kamp diluar Medan kembali dikawal
lebih ketat oleh tentara Jepang daripada orang – orangnya Brondgeest ; dalam hal
keadaan seperti ini Belanda bukan main marahnya. Kelompok komando pertama
Belanda yang diterjunkan di Sumatera Timur sebagai bagian dari “seksi urusan
wilayah Inggris – Belanda” Sekutu segera ditarik ke Jakarta dan mereka mengeluh
tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Hanya Westering yang tinggal atas permintaan

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 25


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Brigjen Kelly yang ingin menggunakan taktik – taktik terornya untuk kepentingan
Inggris.14
4.2 Bangsawan Revolusioner
4.2.1 Munculnya Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah
Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah dilahirkan pada saat – saat keadaan yang
sangat memprihatinkan. Masih balita Tuanku Sulaiman dihadapkan dalam suatu
keadaan dari kebijakan pemerintah Belanda dengan dikeluarkanya beslit Gubernur
Jenderal Hindia Belanda No. 1 / 1865 tertanggal 25 Agustus 1865. Bersamaan dengan
dikeluarkanya beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda maka dikirimkalah suatu
kekuatan balatentara Hindia Belanda yang sangat besar pada waktu itu untuk
menaklukan kerajaan Serdang dan kerajaan Asahan. Eksepedisi militer ini dikenal
dengan “Expeditie Tegen Serdang en Asahan” yang terdiri dari pasukan infantri ,
marinir , artileri , kesehatan dan lain – lain yang diangkat oleh tujuh kapal perang.
Kapal – kapal perang ini dilengkapi dengan 49 pucuk meriam besar itu mengangkut
1000 orang tentara. Setelah menyerang dan mendarat di Asahan sebagian besar
balatentara Belanda itu menembaki dan mendarat di Serdang pada 30 September 1865.
Bersamaan dengan dua tahun genap usia Tuanku Sulaiman terjadi perlawan pejuang –
pejuang Serdang untuk membatalkan ekspedisi militer ini namun perlawanan –
perlawanan yang dilakukan oleh pejuang – pejuang Serdang tersebut dapat dipatahkan
dan bersamaan dengan kegagalan perlawanan ini berakibat dengan ditangkapnya
Sultan Basyaruddin Syaiful Alam Shah beserta Raja Muda Mattakir dan Temenggong
Tan Sidik. Sebagai hukuman atas pembangkangan kerajaan Serdang ini maka wilayah
Padang , Bedagai , Percut , dan Denai diambil alih oleh Belanda dan selanjutnya
diserahkan serta masuk dalam wilayah dari kerajaan Deli. Kekalahan kerajaan Serdang
atas ekspedisi militer Belanda ini mematahkan semangat Sultan Basyaruddin sehingga
Sultan ini sering mengucilkan diri dan banyak menyerahkan administrasi pemerintahan
kepada Raja Muda Tan Aman yang akhirnya membuat Serdang dalam keadaan
semakin hari semakin lemah.
Tuanku Sulaiman dilahirkan pada 3 Oktober 1862 dari seorang ibu yang berasal
dari Pantai Cermin bernama Encik Rata. Encik Rata ini merupakan ibu orang
kebanyakan yang bertempat di istana Bongak ( Rantau Panjang ). Pada 7 Muharram
1279 ( 21 Febuari 1881 ) Sultan Basyaruddin mangkat. Bersamaan dengan
meninggalnya Sultan Basyaruddin ini maka para Orang Besar dan rakyat Serdang
menambalkan Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah sebagai Sultan Serdang ke – 5.
Karena usia beliau masih dibawah umur , maka sebagai walinya diangkat Tengku
Mustafa. Pengangkatan Sultan ke – 5 Serdang ini tidak diakui oleh pemerintah Hindia
Belanda akibatnya pada tahun 1882 Belanda memaksakan agar sebagian dari wilayah
Sinembah diserahkan kepada Deli dan daerah Sungai Tuan dimasukkan juga ke Deli.
Sebagai imbalanya Deli menyerahkan kembali Negeri Denai kepada Serdang. Setelah

Reid , Op. Cit. hal. 272 – 276.


14

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 26


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

itu semua selesai meskipun dengan protes keras dari Serdang barulah Belanda
mengakui Tuangku Sulaiman Shaiful sebagai Sultan Serdang pada 29 Januari 1887.
Dalam tahun 1891 Konteril Serdang ; H.C.H. Douwes Dekker memindahkan
ibukota Serdang ke Lubuk Pakam karena Rantau Panjang selalu digenangi oleh air
bah. Sultan Sulaiman tidak mau mengikuti ajakan agar harus pindah ke Lubuk Pakam
sebaliknya beliau membuat keraton dan istana di Perbaungan ( keraton Kota Galuh )
dalam tahun ini juga. Ibukota ini belau bangun bersamaan dengan juga dibangunya
kedai , pasar ikan , dan pertokoan sehingga terbangunlah sebuah kota kecil Simpang
Tiga Perbaungan. Kota inilah yang dijadikan beliau sebagai tandingan atas ibukota
kerajaan Serdang yang dibangun oleh pemerintah Belanda melalui pejabat
Kontelirnya. Dalam tahun 1891 ini juga beliau menikahi Permaisuri Tengku
Darwisyah , cucu dari pahlawan nasional ; Sultan Bagagarsyah Pagaruyung pada
21 Maret 1891 tetapi tidak mempunyai anak. Beliau kemudian menikah lagi dengan
Encik Kurnia br. Purba dan mempunyai anak seperti Tengku Puteri Nazry dan Tengku
Putera Mahkota Rajib Anwar. Kemudian Tuanku Sulaiman menikah kembali dengan
Encik Raya br. Purba dan mempunyai anak seperti Tengku Zahry ( perempuan ) dan
Tengku Shahrial. Yang terahir Tuanku Sulaiman kembali menikahi Encik Hj. Zaharah
dan mempunyai anak seperti Tengku Zainabah ( perempuan ) , Tengku Abunawar ,
Tengku Lukcman Sinar , dan Tengku Abukasim.
Dalam tahun 1898 dengan penuh upacara istiadat dilantiklah Tengku Darwisyah
sebagai permaisuri Serdang. Atas permintaan Hindia Belanda agar beliau menghadap
Ratu Belanda di Nederland dengan dingin ditolaknya ; sebaliknya beliau beserta
permaisuri dan ajudan ( guru silat beliau yang bernama Tuan Shekh Batumandi ) dan
dua orang pelayan beliau berangkat ke Tiongkok dan kemudian mendarat di
Yokohama Jepang serta ingin menghadap kaisar Jepang. Tetapi karena Serdang adalah
Jajahan Belanda , maka pertemuan resmi tidak diterima tetapi secara incognito beliau
bisa menghadap dan meminta bantuan Jepang untuk mengusir penjajah Belanda dari
bumi Serdang , sebagai tanda persahabatan Tenno Heika Meiji itu memberikan gambar
dengan tandatangannya. Di jaman pemerintahan Kaisar Meiji inilah Jepang maju
dalam teknologi sehingga disebut “Meiji Restorasi”. Sepulang lawatan beliau dari
Jepang , Tuanku Sulaiman telah membawa dua orang ahli irigasi dari Jepang untuk
membangun proyek irigasi persawahan di Bendang dengan tujuan agar hasil
persawahan dari proyek irigasi ini diberikan secara cuma – cuma kepada rakyat
Serdang. Begitu juga industri pekerjaan tangan kepandai putri berkembang didik oleh
Tuan Ohori. Sultan Sulaiman juga mendirikan “Bank Batak” di Serdang hulu untuk
memajukan pertanian di daerah tersebut. Sultan Sulaiman juga mendirikan badan
pendidikan pribumi “Syairussulaiman” di Perbaungan. Salah seorang lulusannya ialah
Haji Abdurrahman , Syihab asal Melayu Galang yang kemudian hari sebagai tokoh
pendiri “Al Jamiatul Washiyah”. Sultan Sulaiman juga terkenal sebagai satu – satunya
Sultan di Sumatera Timur yang mengayomi kesenian rakyat. Di Serdang terkenal
dengan kesenian silat , zapin , ronggeng , makyong bangsawan dan lain – lain yang
diambil dari kalangan rakyat dan untuk menghibur rakyat dengan cuma – cuma.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 27


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Hubungan dengan Konteril Belanda di Serdang selalu tegang karena beliau tidak
mau mengikuti apa saja yang dikehendaki oleh Belanda. “Sultan Serdang adalah
seorang yang aneh , ia hanya memeintingkan kepentingan sendiri dan melihat setiap
pegawai pemerintah Hindia Belanda sebagai musuh bebuyutannya. Terutama
mengenai politik kontrak yang baru ( 1907 ) sangat menyakitkan hatinya terhadap kita.
Selalu curiga kepada kita dan setiap tindakan mengenai sesuatu diperhitungkannya
keburukan yang terdapat dibelakang layar. Jika kita menemuinya untuk
mempersoalkan sesuatu hal , tidak pernah ia mau memberikan keputusan , selalu
mengulur – ulur waktu dan jikapun setelah berunding panjang akhirnya kita mendapat
jawaban. Janganlah dengan demikian kita akan merasa pasti , bahwa ia akan
bekerjasama ; kita akan terkejut nanti , bahwa setelah beberapa waktu kemudian
ternyata bahwa baginda Sulaiman berbuat seolah – olah tidak pernah terjadi sesuatu
apapun dan tidak pernah terdapat persesuaian paham. Saya memperingatkan dengan
sangat kepada pengganti – pengganti saya bahwa mereka harus berhati – hati di
Serdang , jika kita dengan senang hati dapat bekerja di Deli , sebaliknya kita musti
selalu berada didalam ketakutan , bahwa setiap saat bisa terjadi sesuatu yang aneh.
Kejadian yang unik pernah menimpa diri Konteril kemudian menjadi Residen J.
Ballot……” Jelasnya dalam tempo 20 tahun tidak kurang dari 15 orang kontelir
Belanda di Serdang yang harus ditukar karena hubungan yang dingin dan tegang
diantara mereka dengan Sultan Sulaiman , bahkan ada diantara mereka yang ditampar
oleh Sultan karena menghina rakyat pribumi. Dalam rangka anti kolonialisme ini ,
Sultan Sulaiman dipaksa untuk menandatangani “Politik Kontrak” yang diadakan
antara pemerintah Hindia Belanda dengan raja – raja di Indonesia di tahun 1907. Kalau
kerajaan yang 16 kerajaan lainnya di Indonesia sudah menandatanganinya tetapi hanya
Serdang sendiri yang belum karena Sultan Sulaiman berkali – kali mengulur waktu
dan menuntut berbagai perombakan pasal – pasal dalam kontrak itu yang mengurangi
hak pribumi. Akhirnya karena tekanan ia terpaksa menandatangainya juga tetapi tidak
dalam pakaian upacara tetapi beseragam putih sebagai tanda berkabung. Dalam
pidatonya beliau mengatakan “Bahwa pemerintah Hindia Belanda mengikat leher
raja – raja dengan rantai emas”. Melalui beberapa pengawalnya orang Jepang , Sultan
Sulaiman mengadakan kontak dengan pemerintah Jepang agar membantu Serdang
mengusir penjajahan Belanda dari Indonesia karena Jepang bangsa Asia juga yang
sudah berhasil menandingi orang Barat , sedang Turki sudah lemah dan dianggap “the
sickman of Europ”. Entah bagaimana keahlian intel Belanda ; Duta Besar Belanda di
Tokyo mengirim berita kepada Gubernur Jenderal di Betawi mengenai hubungan erat
antara Serdang dengan Jepang ini. Atas laporan rahasia dari Dubes Belanda di Tokyo
tertanggal 14 Maret 1907 itu PID ( polisi rahasia Hindia Belanda ) mulai memata –
matai setiap gerakan Sultan Sulaiman. Agar lebih mudah maka ditempatkanlah salah
seorang kerabat Sultan Sulaiman sebagai inspektur PID di Medan yang antara lain
bertugas melaporkan setiap tidak – tanduk Sultan Sulaiman. Dia dipakai Belanda
karena keluarga mereka pernah menuntut tahta Sultan karena merasa moyang mereka
ada hak akan menjadi Raja Serdang diakhir abad ke – 18. Untuk meningkatkan peran
serta masyarakat Serdang dalam ekonomi , maka Sultan Sulaiman membuka

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 28


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

perkebunan kelapa di pantai Labu dan dalam tahun ini juga Sultan Sulaiman juga
membuka pula perkebunan karet dan memperkerjakan sebagai administraturnya orang
Swis ( konsul Swis di Medan ).
Dalam tahun 1911 – 1915 bertugaslah di Lubuk Pakam Dr. R. Sutomo pendiri
“Budi Utomo” selaku dokter kerajaan Serdang. Sultan Sulaiman berhubungan baik
dengannya dan selalu bertukar pikiran mengenai tekanan pihak kolonial Belanda
terhadap pribumi Indonesia.
Dalam tahun 1919 Sultan Sulaiman , atas permintaan dari dan bekerjasama dengan
Dr. R. Sutomo ; Sultan Sulaiman menampung buruh perkebunan ( kuli kontrak ) orang
Jawa yang habis kontraknya atau lari dari kebun Belanda. Kepada mereka ini diberikan
100 buah tanah kosong di Kotosan ( kecamatan Galang sekarang ) dan mereka
dijadikan rakyat oleh Sultan Serdang. Begitu juga kepada suku – suku pendatang dari
luar Sumatera Timur seperti dari Sumatera Barat , Tapanuli Selatan , Kalimantan , dan
lain – lain diberikan oleh Sultan Sulaiman tanah pertanian setelah mereka membaur
dengan penduduk asli Melayu dan memperoleh hak tanah penunggu ( jaluran ). Sultan
Sulaiman memperjuangkan agar rakyat kampung disekitar konsensi perkebunan
tembakau dibenarkan mengerjakan tanah untuk tanaman padi didalam areal yang
sedang dibelukarkan setiap tahun. Tetapi baik pihak perkebunan asing maupun pihak
ambtenar Belanda selalu saja mempersulit pelaksanaan hak itu dengan alasan yang
dicari – cari , bahkan tidak henti – hentinya mereka menganjurkan agar peraturan adat
itu dihapuskan saja. Untuk menghilangkan suara – suara negatif ini Sultan Sulaiman
dan Orang – orang Besarnya lalu membuat kodifikasi yang pertama mengenai “hak
adat rakyat penunggu” itu sehingga peraturan tersebut dijadikan pedoman dan unifikasi
untuk seluruh kerajaan lainnya. Dalam peraturan ini dibuka juga kesempatan kepada
rakyat pendatang yang sudah bersemenda dan memenuhi syarat tertentu untuk
memperoleh hak jaluran. Berbagai cara ambtenar Belanda menyabot pelaksanaan
peraturan ini yang antara lain dengan gagasan agar hak mengerjakan tanah penunggu
itu diganti saja dengan sejumlah uang atau sejumlah 300 gantang padi per jaluran ,
sehingga menjadi rakyat penunggu sebagai penyewa atau rentenir saja. Hal ini
ditentang oleh Sultan Sulaiman.
Dalam tahun 1921 , PID mendapat laporan dari Dubes Belanda di Tokyo bahwa
pemerintah Jepang bermaksud akan mendrop sejata ke Aceh dan ke Serdang. Setelah
diselidiki ternyata Sultan Sulaiman hanya mengimpor dari Jepang mesin dan baling –
baling pesawat terbang Jepang untuk dipakai disalah satu kapal beliau , dan itu
dipasang oleh seorang mekanik bangsa Jepang yang disebut “Tuan Muda” yang
membuka workshop di Perbaungan.
Untuk kesejahteraan kerajaan Serdang dan berkembangnya penduduk Serdang ,
Sultan Sulaiman menjalankan politik pintu terbuka yang lembut terhadap suku bangsa
Indonesia lainnya yang datang dari luar Sumatera Timur. Bukan saja untuk
memperoleh kemudahan tempat tinggi buat berniaga tetapi juga kemudahan
memperoleh hak tanah tidak berbeda dengan penduduk asli ( Melayu Karo dan Timur )
di Serdang. Banyak orang pendatang seperti Mandailing , Jawa , dan Minangkabau
yang diangkat menjadi penghulu – penghulu kampung dan pegawai – pegawai

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 29


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

kerajaan. Bahkan di Serdanglah satu – satunya kerajaan Melayu dimana seorang


pendatang ; Jaksa Kupang Nasution diangkat menjadi salah salah satu Orang Besar
kerajaan Serdang yaitu Wakil Sultan wilayah Batak Timur.
Sultan Sulaiman menentang politik Belanda untuk menghapuskan institusi Orang
Besar , dimana Belanda bermaksud menciptakan hanya seorang raja tunggal disetiap
kerajaan sehingga tidak perlu berkonsultasi dan meminta keizinan dari para Orang
Besarnya setiap kali yang dirasa Belanda sering mengganjal kelancaran kebijaksanaan
politiknya. Cara Belanda ialah perlahan – lahan bila ada Orang Besar yang meninggal
dunia , kedudukannya tidaklah lagi digantikan. Diangkat juga puteranya tetapi hanya
sebagai “kepala distrik” yaitu pamongpraja kerajaan saja. Lama kelamaan raja tinggal
sendiri dan kehilangan kekuatan akarnya kebawah dan dengan mudah dapat dipahat
Belanda untuk mengantisipasi sebagai ganti kehilangan itu nanti. Sultan Sulaiman
memajukan gagsan ditahun 1925 kepada pemerintah Hindia Belanda agar dapat
dibentuk Serdang suatu “Landshapsraad” ( Dewan perwakilan kerajaan ) dengan tokoh
– tokoh mansyarakat dari semua kalangan di Serdang sebagai anggota dari dewan ini
untuk membantu Sultan memerintah dalam negeri ini. Karena ide demokrasi ini
membahayakan dari kolonialisme Belanda maka Belanda tidak menanggapi secara
serius , sehingga membuat Sultan Sulaiman menyampaikanya kepada Mangaraja
Soangkupon yang merupakan wakil Sumatera Timur di Volksraad waktu itu. Sultan
Sulaiman mengharapkan agar masalah ini dibawa kedalam sidang tahun 1928 dan
untuk menjadi perhatian Gubernur Jenderal. Untuk mengatasi hal ini Sultan Sulaiman
memakai sistem komunikasi langsung atau tatap muka dengan rakyat jelata. Apabila
tidak dipenuhi oleh acara sidang kerapatan atau acara resmi lainnya maka baginda
duduk ditangga depan istana sejak pagi untuk menerima semua rakyat dari segenap
lapisan berbincang dengan santai dari hati ke hati. Sambil mencicipi langsung bawaan
( oleh – oleh ) dari rakyat itu yang berupa buah – buahan atau penganan baginda
berbahas soal kesulitan yang dihadapi ataupun baginda akan menanyakan pikiran
mereka mengenai suatu rencana pembangunan atau akan menanyakan kebijaksanaan
baru yang akan dilaksanakan didalam wilayah mereka. Tidak jarang suatu keputusan
yang sudah diambil dalam rapat Orang Besar bisa berubah kembali karena baginda
mendengar adanya pandangan positif dari rakyat biasa itu. Disamping itu baginda
hampir tiap minggu turun kedaerah pesisir dan kampung – kampung ataupun ke
pesanggerahan baginda di daerah hulu yaitu Gunung Paribuan sehingga dapat bertemu
muka dengan pembesar – pembesar rendahan dan rakyat jelata. Perkembangan politik
dan kejadian didalam maupun diluar negeri baik melalui pers maupun radio diikuti
baginda setelah menerima ulasan dari keponakannya , Tengku Syahril.
Dalam tahun 1940 Nederland diduduki oleh Nazi Jerman. Pemerintah Hindia
Belanda mengerahkan pengumpulan dana di Indonesia untuk membantu pemerintah
Belanda dalam pengunsian di London dan untuk membantu Sekutu dalam membeli
pesawat terbang “Spitfire” fighter untuk membantu Sekutu melawan Jerman.
Dikalangan orang Belanda dan raja – raja pribumi kita lihat berbagai bazar
pengumpulan untuk “Spitfire Fonds” dan berbagai pernyataan mengutuk Nazi Jerman
dan doa selamat untuk raja Belanda. Sementara itu bayangan bahaya perang dengan

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 30


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Jepang dalam waktu tidak lama lagi sudah dapat dipastikan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Karena Sultan Sulaiman tidak ada menyatakan rasa simpati sama sekali
terhadap bencana yang di derita oleh pemerintah Belanda itu dan mengingat hubungan
baik antara Sultan Sulaiman dengan Jepang , maka pada akhir tahun 1940 itu tentara
KNIL Belanda dan Benteng Medan mengadakan latihan perang – perangan disekitar
kraton Kota Galuh Perbaungan. Biasanya dalam basa – basi diplomatik ini merupakan
peringatan terahir kepada raja – raja pribumi yang membangkang terhadap Belanda.
Pada 11 Maret 1942 ( malam ) , pasukan “Imperial Guards” dari Jenderal Kono
mendarat di pantai Perupuk Tanjung Tiram ( Batubara ) dan dengan mengendaraan
sepeda sebagian cabang melewati kota Perbaungan menuju Medan. Sultan Sulaiman
sudah menyuruh menaikan bendera merah – putih menyatakan kebahagiaan hatinya
bahwa penjajahan Belanda sudah diusir dari bumi Indonesia. Karena takut akan
diperkosa oleh stooffroep Jepang , maka banyaklah penduduk di kota Perbaungan yang
mengungsikan anak – anak gadisnya kedalam kraton Kota Galuh. Beberapa opsir
tentara Jepang yang lewat lalu memasuki istana Sultan dan menemui Sultan Sulaiman
duduk diatas singgasana dan dibelakang dinding tergantung lukisan Tenno Heika Meiji
, Anak Dewa dalam agama Shinto Jepang. Dengan sangat terperanjat mereka semua
tunduk “Sheikerei”. Sejak itu hubungan antara Sultan Serdang dengan pemerintah
militer Jepang ( Shu Chokan Nakashima ) di Sumatera Timur sangat baik. Kepada
Sultan Serdang diberi BK no.1 sebagai penghormatan dan dijanjikan bahwa tidak ada
rakyat Serdang diambil sebagai romusha ( pekerja paksa ) dan akan dilindungi Serdang
sebagai daerah swsembada beras dengan syarat hanya melengkapi suplai beras buat
batalion Jepang yang ada di Melati. Sultan Sulaiman juga memenuhi permintaan
Jepang agar puteranya Tengku Syahrial ; cucunya Tengku Ziwar dan Tengku Nurdin
agar memasuki pendidikan militer Jepang. Ketika “serikat tani Indonesia” di wilayah
Deli Dusun yang terdiri dari kalangan suku Karo yang dimotori oleh GERINDO (
gerakan rakyat Indonesia ) pimpinan Yacob Siregar cs mengadakan pemberontakan
dan membunuh beberapa pamongpraja kerajaan Deli dan kerajaan Langkat pada 3 Juni
1942 , maka gerakan “goro – goro arun” itu dapat ditumpas oleh tentara Jepang
dikepalai kapten Inouye dengan memenggal beberapa orang pemuka gerakan itu.
Tetapi gerakan aron ini tidak berhasil di Serdang karena hubungan yang baik antara
petani di Serdang Hulu dengan pihak kerajaan Serdang. Begitu juga dengan gerakan
bawah tanah Sekutu menentang Jepang ( Treffers Organisation ) dapat terbongkar ;
dimana salah seorang kerabat Sultan Sulaiman , Tengku Rahmat juga menjadi salah
satu daripada seorang pemimpinnya yang kemudian dihukum pancung oleh Jepang ;
Sultan Sulaiman tidak terbukti turut terlibat dalam gerakan bawah tanah itu meskipun
seorang spion Jepang Raden Saleh Gunung sudah diseludupkan tinggal dalam
lingkuangan keraton Kota Galuh. Ketika pemerintah militer Jepang di Sumatera Timur
mulai mengorganisir kaum muslimin untuk mempropagandakan mendukung “Perang
Asia Timur Raya” dengan menenmpatkan ketua “Muhammadiyah” Sumatera Timur ;
Hamka menjadi ketua “Persatoean Oelama Soematera Timoer” ( POEST ) , maka
Sultan Sulaiman membentuk pula bersama – sama raja – raja Melayu lainnya suatu
organisasi “Persatoean Oelama Keradjaan - Keradjaan Soematera Timoer” ( POKST )

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 31


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

yang diketuai oleh Tengku Yafzham ( ketua Majelis Syar’i kerajaan Serdang ) yang
menghalangi tuan Usugane , kepala jawatan agama militer Jepang ( syumuhan ) untuk
mengadu domba umat Islam.
Ketika balatentara ke – 25 Jepang di Bukittinggi pada 10 Oktober 1944
mendirikan “Tyo Sangi In” ( semacam DPR sementara Sumatera ) maka diutus dari
residensi Sumatera Timur Tengku Putera Mahkota Serdang Rajib Anwar , Dr. Pringadi
, Adinegoro , Raja Kaliamsyah Sinaga , dan Shu Hua Chang.
Pada 6 Oktober 1945 , Gubernur Sumatera NRI ; Mr. T. M. Hasan mengumumkan
didalam rapat raksasa di Lapangan Merdeka Medan lalu resmi terbentuknya negara
Republik Indonesia dan terbentuknya provinsi NRI di Sumatera dimana ia sebagai
Gubernurnya. Sementara itu Sultan Serdang sudah menyuruh dikabarkannya bendera
merah putih di istana , kantor – kantor , rumah – rumah dan mengajurkan para
pemuda bangsawan agar memasuki barisan bersenjata rakyat. Pada 4 Desember 1945
Sultan Sulaiman mengirimkan telegram kepada presiden Soekarno melalui Gubernur
T. M. Hasan yang isinya : “harap sampaikan kehadapan Presiden Negara Republik
Indonesia bahwa Kerajaan Serdang dengan seluruh daerah taklukannya hanya
mengakui kekuasaan pemerintahan republik Indonesia dan segala kekuatannya akan
mendukung Republik”. Pernyataan sikap tegas Sultan Sulaiman itu segera dikutip
dokumen Belanda dengan catatan lengkap telegram itu sebagai berikut : “De Sultan
van Serdang zond begint December een telegram aan Teku Mohd. Hasan : - Verzoeke
den President der Negara Republik Indonesia temelden , dat het Sultanaat Serdang en
al zijn onderhoongheden alleen het gezag van de Indonesische Republiek erkennen en
met alle krachten de Republiek zullen steunen”. Kemudian dibuat catatan oleh Belanda
bahwa Sultan Serdang tidak dapat diharapkan membantu Belanda ( “Aanggaande den
Sultan van Serdang bestaat die zekerheid geenszin” ). Dengan demikian disamping
Sultan Syarif Kasim dari Siak , maka Sultan Sulaiman dari Serdang sudah berani
mempertaruhkan nasib dan tahtanya dalam siatusi yang kritis tidak menentu dengan
tegas berpihak kepada perjuangan bangsa Indonesia dan Republik Indonesia meski
situasi di Sumatera Timur ketika itu masih seperti telur diujung tanduk.
Atas prakarsa Gubernur T. M. Hasan karena melihat situasi yang panas dikobarkan
oleh pihak kiri ( PKI , PESINDO , dan antek – anteknya ) , maka dikumpulkanlah raja
– raja Sumatera Timur di Gedong Suka Mulia Medan pada 3 Febuari 1946. Dalam
pertemuan itu Sultan Langkat atas nama seluruh raja – raja membacakan ikrar
mematuhi pemerintahan RI dan akan melaksanakan demokratisasi dalam tubuh
kerajaan sesuai tuntutan revolusi. Panitia penyusun undang – undang itu yaitu Mr.
Mahadi ( seketaris Sultan Deli ) , Tengku Mr. Bahriun ( kotapinang ) dan Wan
Umaruddin Baros ( Orang Besar Serdang ) sudah sempat menyerahkan konsep
undang – undang itu kepada wakil gubernur Dr. Amir tetapi tidak pernah digubris
sampai kemudian meletusnya apa yang disebut revolusi sosial di Sumatera Timur.
Memasuki tahun 1946 beberapa jabatan kunci di Sumatera Timur telah berada
ditangan kaum komunis. Markas Agung , sentral posisi dari beberapa kesatuan
bersenjata organisasi massa berada ditangan Nathar Zainuddin ( biro khusus PKI )
bersama dengan gembong komunis lainnya seperti Bustami , Xarim M.S ( ketua PKI

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 32


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Sumatera ) dan Yunus Nasution serta Sarwono ( ketua PESINDO mantelnya organisasi
PKI ) , telah duduk pula Mr. Luat Siregar ( ketua PKI Sumatera Timur ) dan lalu
mengadakan gerakan pembersihan dalam tubuh KNI dengan mengeser tokoh – tokoh
yang beraliran moderat / liberal dan bangsawan. Dalam bulan Febuari 1946
ditingkatkan suhu penggayangan terhadap “kaum feodal” ( diartikan sebagai kaum
bangsawan ) dengan tuduhan bahwa raja – raja dan para bangwasan itu “pro Belanda”
dan “penghisap darah rakyat”. Menurut Nip Xarim , pakcinya Nathar Zainuddin itulah
otak dibelakang layar revolusi sosial di Aceh dan Sumatera Timur. Pada 6 Febuari
1946 Gubernur T. M. Hasan bersama Xarim MS mengadakan tour ke Sumatera
Selatan dan menyerahkan pimpinan harian di Medan kepada wakil Gubernur Dr. Amir.
Untuk menggalang kaum kiri ; kaum komunis mensponsori berdirinya “volksfront”
( persatuan perjuangan ). Dari sini digodoklah suatu rencana untuk merevolusi raja –
raja dan mengambil alih harta benda mereka karena kaum komunis takut jika ditunggu
lama lagi maka tentara Belanda akan mendarat. Revolusi sosial di Sumatera Timur
bukanlah merupakan aksi massa yang spontan tetapi suatu gerakan yang telah
direncanakan secara serius oleh Markas Agung yang sudah berada ditangan volksfront
dengan tokoh – tokoh komunis antara lain Nathar Zainuddin , Xarim M.S , Sarwono ,
M. Saleh Umar , Zainal Baharuddin , dan lain – lain. Ketua PESINDO dan volksfront
Sarwono memerintahkan secara serentak diadakan pada penyerangan atas raja – raja di
Sumatera Timur. Gerakan serentak diadakan pada 3 Maret 1946 tengah malam.
Korban pertama ialah Raja Raya di Simalungun yang dibunuh atas instruksi kepala
“barisan harimau liar” ; Saragih Ras. Pembunuhan banyak terjadi juga di Labuhan
Batu yang dipimpin oleh Panji Aflus dari PESINDO. Di Langkat pembunuhan dan
perkosaan dilakukan atas perintah ketua PKI , Marwan dan di Deli ditangkapi anggota
organisasi “persatuan anak Deli Islam” ( PADI ) yang bekerjasama dengan pasukan
ke – V pimpinan Dr. Nainggolan. Setelah mendapat laporan di Simalungun , maka
kolonel Ahmad Tahir memerintahkan kepada kapten Tengku Nurdin ( komandan
batalion III TKR di Melati Perbaungan ) agar mengambil kebijaksanaan melindungi
Sultan Sulaiman dan kaum bangsawan lainnya dari serangan pengganas. Segera kapten
Tengku Nurdin mengadakan perembukan dengan para Orang Besar Serdang yang
dikumpulkan. Maka pada keesokan harinya pada 4 Maret 1946 diadakanlah upacara
serah terima pemerintahan kerajaan Serdang kepada pihak tentara keamanan rakyat RI
yang dihadiri oleh pimpinan komite nasional Indonesia Serdang ( ketua Tengku Nizam
dari PNI ) dan wakil ormas dan orpol serta kepolisian dan lain – lain. Maka resmilah
pemerintahan militer berlaku di wilayah Serdang , kemungkiman ini merupakan suatu
peristiwa pertama kali dalam sejarah Indonesia. Atas kesepakatan TKR dengan komite
nasional Indonesia maka semua Orang Besar dan bangsawan yang utama serta
keluarga Sultan Sulaiman ditempatkan dalam istana kota Galuh serta dijaga oleh
kesatuan batalion III TKR dan semua biaya sehari – hari ditanggung oleh Sultan
Sulaiman. Sejak 3 Maret 1946 itu terjadilah penyerbuan / penangkapan / pembunuhan
di semua kerajaan – kerajaan di Sumatera Timur , kecuali di Serdang. Adanya raja
beserta Orang Besar di istana Serdang merupakan duri dalam daging buat pihak kiri ,
karena “kaum feodal” di kerajaan – kerajaan lain sudah ditangkap dan dibawa ke kamp

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 33


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

kosentrasi “kampung Merdeka” dekat Brastagi. Kesempatan itu terbuka ketika Mayor
Tengku Nurdin pada 1 Mei 1946 diangkat menjadi komandan resimen I berkedudukan
di Brastagi dan komandan batalion III dipegang kapten Zeid Ali. Dalam suatu rapat
raksasa dilapangan kota Perbaungan pada 3 Mei 1946 , ketua PKI Alwi dan konconya
Kocik berpidato dan sambil membuka baju mereka berteriak “tidak perlu lagi memakai
baju ini jika pengecut”. Rupanya ini merupakan kode karena segera laskar rakyat
PESINDO yang didatangkan dari Tembung menyergap tokoh – tokoh moderat dari
komite nasional Indonesia seperti Tengku Nizam , Harun Bacik , Dr. Namora dan lain
– lain. Juga berdasarkan daftar hitam semua golongan bangsawan bergelar Orang Kaya
, Wan , Tengku , dan bekas pejabat kerajaan ditangkap dan dimasukan ke penjara
Lubuk Pakam. Pada waktu tengah hari , pimpinan bersenjata anggota volksfront /
PESINDO kemudian menyergap kapten Zeid Ali dipenginapannya dan dengan
todongan senjata ia diperintahkan agar pasukan TKR yang menjaga istana agar angkat
tangan dan tidak menembak lalu mereka dilucuti. Seluruh penghuni istana lalu
kemudian menyerahkan perhiasan emas , berlian , mutu manikam , dan lain – lainnya
dan dimasukan kedalam 4 peti kayu besar termasuk tiara mahkota kerajaan Serdang
sebagai dana sumbangan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Serah terima ini
disaksikan oleh kepala polisi Karip Harahap , anggota – anggota komite nasional
Indonesia dan wakil – wakil partai serta pemerintahan kabupaten. Lalu harta – harta itu
dibawa dan digembok beserta semua penghuni istana dengan kereta api ke Pematang
Siantar. Tetapi Sultan Sulaiman yang ketika itu sudah terbaring sakit tua , atas
permintaan wakil – wakil partai beserta Tengku Suri Darwisyah , Encik Hj. Zahrah
dan beserta pembantu diminta tinggal ditempatkan di istana Tengku Suri. Sultan Syarif
Karim dari Siak , Sultan Sulaiman dari Serdang , dan Raja Gunung Sailan ( Riau )
adalah tiga tokoh penguasa yang secara spontan menyatakan berdiri dibelakang
Republik setelah proklamasi kemeredekaan diumumkan. Harta yang diseimpan
didalam peti – peti kayu itu yang digembok lalu diserahkan kepada Gubernur T. M.
Hasan di Siantar dan disimpan didalam kluis bannk dagang nasional Indonesia untuk
sumbangsih dalam membiayai perjuangan Indonesia. Istana kota Galuh kemudian
dipakai sebagai kantor pemerintahan NRI kabupaten Deli Serdang ( Bupati Munar S.
Hamijoyo ). Juga perkebunan karet Tanjung Purba dan perkebunan kelapa Pantai Labu
dikelola oleh legium penggempur naga terbang dari Timur Pane. Pada 13 Oktober
1946 , Sultan Sulaiman mangkat karena sakit jantung. Wakil – wakil rakyat meminta
agar baginda dikebumikan disebelah mesjid raya Perbaungan itu dengan upacara
kebesaran raja – raja , tetapi oleh peutera tertuanya ; Tengku Rajib Anwar diminta agar
dimakamkan dengan upacara sederhana saja. Meskipun demikian ia dimakamkan juga
dengan upacara militer. Dalam pidato yang disampaikan oleh Bupati Munar S.
Hamijoyo maupun oleh Jenderal Mayor Timur Pane disebutkan tentang jasa dan sikap
beliau yang anti kolonial semasa hayatnya dan sikapnya yang tegas dalam mendukung
republik Indonesia. Mereka menyayangkan usia baginda yang sudah lanjut benar ,
karena jika ia masih muda pasti beliau akan turut aktif dalam perjuangan fisik untuk
empertahankan kemerdekaan Indonesia. Diantara hadirin rakyat yang berjubel
mengeluarkan air mata mengingat jasa – jasa beliau yang merakyat itu. Putera – putera

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 34


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

baginda yaitu Tengku Syahrial dan Tengku Abunawar juga turut berjuang melawan
Belanda sejak agresi I dan agresi II sehingga resmi menjadi anggota legium veteran RI.
Sesuai dengan politik bumihangus , ketika agresi I pada 29 Juli 1947 , Belanda
mendarat di Pantai Cermin dan menduduki Perbaungan yang strategis itu ; maka
pasukan Indonesia membakar istana dan kraton kota Galuh dan toko – toko di pekan
Perbaungan kepunyaan Sultan Sulaiman sehingga rata dengan tanah. Dengan demikian
bangunan – bangunan itu tidak dapat dipergunakan oleh tentara Belanda. Menurut
tutur mantan Gubernur Sumatera ; T. M. Hasan ketika diwawancarai tim sejarah dari
fakultas sastra USU pada 1 Agustus 1990 di Brastagi dan di Medan , diceritakan oleh
beliau bahwa harta mantan Sultan Sulaiman di bank dagang nasional Indonesia Siantar
sudah dirampas tentara Belanda ketika agresi I. Kami taksir semua harta benda beliau
yang dikorbanlkan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia ditaksir sekitar lebih –
kurang Rp. 5.000.000.000.000. Tidak terlalu berlebihan jika kepada almarhum
Sulatan Sulaiman oleh Pemda / rakyat Sumatera Utara diberikan surat penghargaan
tanda dharma bakti menegakkan NRI di Sumatera Utara untuk menjadi kenangan rasa
terima kasih dan suri tauladan kita dan generasi yang akan datang.15
4.2.2 Tengku Nurdin Jadi Radi Revolusioner
Tengku Nurdin yang terlahir sebagai seorang bangsawan dilahirkan pada
6 November 1922. Meskipun tidak langsung beratokan Sultan Serdang , namun
kemewahan hidup dapat dirasakan oleh Tengku Nurdin. Layaknya sebagai seorang
bangsawan ; perlakuan yang diberikan kepada Tengku Nurdin sama dengan
bangsawan – bangsawan lainnya. Sebagai seorang anggota keluarga kesultanan ,
Tengku Nurdin merupakan salah satu diantara bangsawan yang dapat merakyat.
Semasa kecil Tengku Nurdin telah memiliki suatu sikap melanggar “tatakrama”
bangsawan dengan membaur dengan rakyat biasa seperti bermain dengan dengan
anak – anak diluar istana. Nurdin tidak pernah mengerti mengapa saat – saat berbaur
dengan rakyat biasa membuat hatinya senang dan berbunga – bunga.
Akibat merakyatnya Tengku Nurdin , dia telah tahan menerima hukuman yang
diberikan oleh aturan istana namun pikirannya juga sering menerawangkan pertanyaan
diseputar tidak habis pikir , dan gerangan dosa besar apa yang dia lakukan jika dia
bemain dengan kebanyakan kanak – kanak itu ; apakah berada di pasar merupakan
suatu kejahatan bahkan dia melihat atok Sultan juga pergi ke pasar berbincang dan
terkekeh – kekeh dengan para pedagang disana dan yang menjadi pertanyaan dalam
dirinya mengapa dia tidak boleh melakukan hal yang sama. Pertanyaan – pertanyaan
seperti ini dengan tidak sabar dia tanyakan kepada ende dan maka dapatlah
jawabannya bahwa kalangan istana tidak mau dia terlampau berbaur dengan rakyat
sehingga meninggalkan tatakrama istana , apalagi segala aturan kesultanan Serdang
yang belum benar – benar merasuk kealam pikirannya. Yang lebih meresahkan diluar
sana ada Belanda yang terus menerus mengintip serta memata – matai setiap gerakan
anggota istana dengan mata liciknya. Tengku Nurdin menyadari bahwa larangan untuk

15
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 35


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

berbaur terhadap rakyat biasa memiliki banyak pertimbangan. Kekuatiran hanyalah


kulit luarnya saja ; tetapi isi sebenarnya adalah kebencian terhadap penjajah Belanda.
Sebelum proklamasi kemerdekaan republik Indonesia , Serdang merupakan salah
satu diantara empat kerajaan besar dikawasan Sumatera Timur setelah Deli , Langkat ,
dan Asahan. Keempat kerajaan besar ini oleh Belanda digerogoti sebagai Lange
Verklaring ( kontrak panjang ). Dalam eksistensinya kerajaan Serdang merupakan
satu – satunya kerajaan yang tidak mau bekerjasama apalagi tunduk dibawah perintah
Belanda. Namun kolonial tidak bisa sembarangan mengambil tindakan karena jika
ditilik dari wilayah kekuasaan , Serdang yang sangat berpengaruh itu harus benar –
benar diperhitungkan.
Perjalan waktu jualah yang mengatarkan Tengku Nurdin jadi revolusioner yang
dimulai dari kebencian yang sesungguhnya kepada Belanda baru membahana ketika
bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs ( MULO ) di tahun 1939. Di sekolah
IVOORNO ( Instituut Voor Nasional Onderwijs ) kebenciaan Tengku Nurdin akan
Belanda memuncak ke kepala. Pada saat itu usianya 17 tahun , dia telah mengerti apa
dan siap Belanda. Jika selama ini dia mendengar kisah atok Sultan ; kini dia bisa
melihat dengan mata kepala sendiri dan bahkan ikut merasakan penghinaannya. Hal itu
terjadi ketika dia dan teman – temannya berniat berenang di kolam renang ( di jalan
Sisingamangaraja , Medan sekarang ). Ketika dia masuk bersama temannya mereka
ditahan dan dihardik oleh penjaga kolam tersebut dengan “Inlender tidak boleh masuk”
dan penjaga itu menunjuk kediding dengan berkata “apa Julie tidak baca tidak baca
tulisan itu ; kemudian Nurdin menolehkan kepala ke dinding dan membaca tulisan
yang sangat menusuk perasaan seperti “Verboden voor hoden en inlenders ( dilarang
masuk bagi anjing dan pribumi )”. Dengan perlakuan seperti ini Nurdin menjadi
marah ; alangkah tidak sopannya Belanda – Belanda ini , kami yang punya tanah ini
benar – benar rakyat bangsa ini ; seenaknya perutnya disamkan dengan anjing ,
alangkah menyakitkan penghinaan ini.
Waktu berganti waktu akhirnya Tengku Nurdin berkenalan dengan Sulaiman
Hasibuan yang merupakan anggota Gemente Raad. Pengaruhnya yang kuat
menyebabkan Sulaiman Hasibuan ini cukup disegani oleh Belanda. Sulaiman
Hasibuan adalah pendiri pandu Jong Islamitet Organisatie ( JIO ) yang terdiri dari
Watertroop ( pandu air ) dan pandu darat. Tengku Nurdin tertarik dengan pandu air
karena tertarik dengan seragam matros ( kelasi kapal ) yang dikenakan. Alasan lain
Tengku Nurdin memasuki pandu air oleh karena diperbolehkannya berlatih dikolam
renang terlarang itu pada jam – jam kosong disaat Belanda tidak ada. Disanalah
Tengku Nurdin dan teman – temannya menumpahkan rasa kebenciaannya kepada
Belanda ; bersama Tengku Kamarsyah ( alm. Mantan asisten menteri penertiban
aparatur negara ) , Usman Hasibuan ( pembantu letnan TKR , gugur di Pebatu Tebing
Tinggi pada agresi I ) , Amron Siregar ( alm ) , D. Lubis ( mantan pegawai PTP
Medan ) , dan Mahidin Gani ( pengusaha dan mantan polisi militer DIP IV ) setelah
mereka selesai mandi di kolam renang mereka lalu membuang air serta mengatakan ;
rasakan Belanda – Belanda pasti mandi akan air kencing.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 36


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Menjelang kemerdekaan di Sumatera Timur ; BPI telah lahir dan semua setuju.
Kelahiran BPI dibidani oleh 52 pemuda itu tidak hanya bergema diruangan Fujidori
No.6 saja tetapi bergaung luas diseluruh pelosok terutama di Sumatera Timur.
Pembicaraan bergeser ke hal – hal teknis untuk meresmikan BPI. Ternyata dibutuhkan
forum lebih besar dengan peserta lebih banyak. Maka Tengku Nurdin beserta kawan –
kawan menyusun rencana untuk mengadakan rapat akbar ( rapat pemuda ). Rapat
pemuda diadakan di Gedung Taman Siswa di jalan Amplas , Medan. Jadwal
ditetntukan pada 28 September 1945. Terburu – buru memang , hanya seminggu
setelah BPI dicanangkan tetapi hal ini mutlak. Suasana mengharuskan Tengku Nurdin
beserta kawan – kawannya untuk bergerak cepat. Dua ratus lima puluh undangan
disiapkan dalam tempo singkat. Sungguh kerja yang sangat tidak mudah , namun
untuk peresmian organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa tidak ada hal
yang tidak mungkin. Meskipun akhirnya rapat pemuda itu diundurkan dua hari ,
namun itu bukanlah kemunduran semangat. Hari Minggu pasti lebih baik karena setiap
orang sedang berlibur dan bisa hadir di Taman Siswa. Tengku Nurdin beserta teman –
temannya berharap tentara Jepang juga sedang lengah disaat liburan begini. Maka
terjadilah apa yang harus terjadi. Matahari sudah memancarkan sinar yang sehat sejak
subuh. Acara dimulai pukul sembilan lewat seperempat , gedung Taman Siswa sudah
penuh sesak dengan undangan. Beberapa diantara yang hadir seperti Muhammad Said
dan Jahja Jacob , wartawan yang penuh kobaran semangat. Dari kalangan tua terlihat
Abdul Racmat Sjihab dan Egon yang masih tetap sehat. Luar biasa suasana pada saat
itu , walaupun undangan hanya disiapkan hanya dua ratus lima puluh undangan saja
namun yang hadir hampir dua kali lipat. Semua bersalam – salaman dan berteriak
merdeka.
Belanda ingin kembali. Hal ini tidak bisa dipandang enteng , karena mereka
mendapat dukungan dari sekutu. Ini merupakan ancaman terhadap eksistensi republik
yang baru beberapa pekan berdiri. Dalam pembicaraan dengan teman – temannya ;
timbul gagasan Tengku Nurdin untuk menggalang para pemuda terutama yang pernah
menjadi tentara pembantu Jepang dalam suatu wadah yang lebih konggret. Tengku
Nurdin dan teman – temannya merasa bahwa rintangan yang dihadapi mereka adalah
kekuatan rakyat yang belum terorganisir rapi. Meskipun dukungan rakyat Sumatera
Timur sudah jelas , namun menurut Tengku Nurdin dan teman – temannya bahwa
rakyat Sumatera Timur ini terpencar – pencar dan tidak mampu menyagga aksi
merdeka. Negara pastilah membutuhkan lebih dari sekedar dukungan , maka dengan
dasar inilah Tengku Nurdin dan teman – temannya beranggapan bahwa untuk
mendukung revolusi Indonesia satu – satunya fondasi ialah melalui pembentukan
kekuatan militer untuk menerapkan setiap kebijakan – kebijakan yang diambil.
Kekuatan militer mutlak perlu sebagai unsur penekan dan pertahannan negara. Tengku
Nurdin dan teman – temannya berangaggapan bahwa tugas itu tidak akan bisa diemban
oleh BKR yang cenderung hanya menjaga keamanan dan ketertiban semata. Apalagi
dari Jakarta , Soekarno sudah mengeluarkan instruksi pembubaran BKR dan
menggantinya dengan TKR ini tentu lebih baik.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 37


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Gubernur Hasan pun menindaklanjuti instruksi dari si Bung tersebut. Beliau


mengangkat beberapa koordinator TKR di setiap residensi. Xarim M.S ditugaskan
untuk Sumatera Timur dan Dr. Ferdinand Lumaban Tobing untuk daerah Tapanuli.
Dalam mengemban tugas Xarim menunjuk Sutan Mahruzar ( merupakan adik dari
Sutan Sjarir , Perdana Menteri pertama Indonesia ) sebagai formatur yang langsung
mengkoordinasikan tugasnya dengan BPI. Lewat rapat yang ketat dibentuklah
komposisi staf komando TKR divisi Sumatera dengan Ahmad Tahir sebagai ketua.
Tugas utama staf komando yang digariskan yaitu melakukan kegiatan dan pelatihan
cepat selama 14 hari sebagai upaya konsolidasi. Tengku Nurdin mendapat tugas untuk
memimpin di dua tempat , yaitu dibekas sekolah Seineng Renseisyo di jalan Sei
Rengas ( Jalan Madong Lubis sekarang ) dan bekas sekolah HIS dikawasan Sukaraja.
Beberapa dari diantara Tengku Nurdin dan rekan – rakan lainnya yang pernah
mendapatkan pendidikan militer sebagai Gyugun memperoleh kenaikan pangkat satu
tingkat. TKR mendapat perhatian besar dari masyarakat. Para pemuda berbondong –
bondong mendaftarkan diri mereka. Para mantan Heiho dan Tokubetsu Keisatshu
terlihat diantaranya.
Awal mulai pertempuran dengan pihak Sekutu “NICA” ialah diawali dengan sikap
persis didepan Pension. Waktu itu pada ; 13 Oktober 1945 , seorang penjaga Belanda
memanggil keras seorang remaja yang memakai lencana merah – putih yang lalu
lalang didepan pension Belanda tersebut dan seorang remaja tersebut datang dan
menghampiri penjaga pension tersebut. Namun begitu mendekat NICA itu merengut
lencana yang dipakai seorang remaja tersebut dan membantingnnya. Seperti kesurupan
NICA itu menginjak lencana itu hingga penyok. Tindakan itu dilihat oleh beberapa
pemuda yang ada disekitar itu. Amarah beberapa pemuda itu memuncak dan tidak
terkendalikan. Mereka serentak menghajar serdadu NICA yang berbuat tidak senonoh
itu. Suasana kacau dan NICA itu langsung mengambil langkah seribu masuk ke
pension dan mengunci diri dari dalam. Kerumunan pemuda bertambah banyak.
Parang , pisau , dan benda tajam yang mengkilap ditimpa mentari siap dipakai
membungkam penghianat. Suasanan semakin parah dengan para pemuda yang
besorak – sorai menghujat NICA. Pada saat genting begitu muncul dua truk Jepang.
Mereka mengambil posisi disekitar jalan Sutomo dan jalan Bali. Seorang perwira
Jepang yang bernama Ida Chui menghampiri massa yang beringas untuk menenangkan
keadaan , sesuai dengan tanggungjawabnya sebagai penjaga keamanan kota dan usaha
itu kurang membuahkan hasil. Kemudian Kapten Ahmad Tahir datang dan suasana
akhirnya dapat dikendalikan yang untuk sementara tidak terjadi bentrokan lanjutan.
Namun suasana panas tidak dapat dielakan takkala sebuah truk militer Belanda
berkecepatan tinggi menyerempet beberapa penduduk yang sedang menyeberang yang
tidak beberapa jauh dari pension. Melihat tindakan militer Belanda tersebut para
pemuda mengejar truk tersebut dan menghadangnya di pasar bekas kandang kuda.
Namun mobil itu tidak mau berhenti. Seorang perwira Belanda yang ada truk militer
itu lalu memuntahkan peluru kearah kerumunan pemuda ; akibatnya seorang pemuda
jatuh tersunggkur , terluka , dan berdarah. Melihat kejadian tersebut amarah pemuda
tidak terkendalikan lagi dan mereka berlari kearah truk militer Belanda tersebut.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 38


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Melihat keadaan ini supir truk militer tersebut lansung tancap gas namun usahanya itu
kurang membuahkan hasil sehingga mobil truk itu menyeruduk dua kios di pasar loak
dan terjerumus kedalam parit dan beberapa orang yang ada di truk militer tersebut
jatuh langsung dikeroyok massa , kemudian ada salah seorang mantan Heiho
menikamkan bayonetnya ke ulu hati salah seorang perwira tersebut hingga tewas.
Melihat keadaan yang tidak mengenakan yang diperlakukan massa terhadap perwira
Belanda itu , maka beberapa prajurit dari arah pension menembaki kerumunan massa
sehingga beberapa dari orang yang ada dikerumunan itu ambruk ketanah. Melihat
keadaan ini beberapa pemuda dari kerumunan massa itu tanpa mengenal rasa takut
menyerbu pension. Peristiwa di pension itu mengakibat tujuh prajurit NICA tewas dan
96 orang luka – lula ; sementara dipihak pemuda yang menyerbu pension itu hanya
satu orang yang tewas dan satu orang lagi dalam keadaan luka berat. 16
Pengakuan kedaulatan Indonesia membuat Indonesia menjadi negara yang yang
sepenuhnya merdeka. Bisa menentukan nasib sendiri dan boleh mempersiapkan segala
sesuatu untuk membawa bangsa menuju alam kemakmuran. Dengan pengakuan
kedaulatan Indonesia tersebut , maka berahirlah untuk sementara episode dari
revolusionernya bangsawa Melayu Serdang yang bernama Tengku Nurdin tersebut.

2.3 Politik Nasional Republik : 1946 – 1947


2.3.1 Angkatan Darat
Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia , suatu bangsa telah ada dan
bangsa itu merupakan bagian dari dunia ini. Inilah kiranya awal baru bangsa
Indonesia ; bangsa yang hanya mempunyai rakyat tetapi belum menjadi suatu negara
yang harus memenuhi syarat - syarat seperti adanya wilayah / daerah , pemerintahan
yang berdaulat , dan alat pertahanan dan keamanan negara. Berbeda dari kebanyakan
angkatan bersenjata lain di dunia ketiga ; tentara nasional Indonesia ( TNI ) terutama
angkatan daratnya , merupakan salah satu dari sedikit angkatan bersenjata yang
dilahirkan sebagai pasukan pembebasan nasional. Hal ini meerupakan konsekwensi
dari keadaan - keadaan istimewa yang terjadi di Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad
kolonialisme Belanda ; Indonesia di jajah oleh Jepang dari Maret 1942 sampai dengan
Agustus 1945 ; sebagian rakyat Indonesia mengalami penderitaan , terutama ada juga
keuntungan - keuntungan yang di dapat selama terjadinya proses penjajahan tersebut.
Secara militer pihak Jepang juga sangat berperan dalam mempengaruhi arah
masa depan politik dan masa depan TNI pada umumnya dan angkatan darat pada
khusunya. Hal ini tercermin dari upaya - upaya Jepang dalam menciptakan berbagai
organisasi di negara ini selama masa peralihan pemerintahan.
Dalam kebanyakan masyarakat Barat peran militer pada dasarnya adalah untuk
mendukung aspirasi politik masyarakat di bawah kepemimpinan sipil. Ketika militer
"menyimpang" dari perannya sebagai pendukung kepemimpinan sipil ia dianggap

16
Moenzir. Tengku Nurdin : Bara Juang Nyala Di Dada ( Jakarta : Biografi Indonesia , 1998 ) ,
hal. 63.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 39


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

telah melakukan intervensi politik. Karena itu campur tangan militer pada dasarnya
dipandang secara negatif dan militer dituduh melakukan petualangan dimana sama
sekali ia tidak berhak. Kekhawatiran terhadap campur tangan militer berhubungan
dengan asumsi bahwa tindakan ilegal telah dilakukan.
Asal usul TNI pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya amat
menetukan pembentukan pandangan tentang peran dan tempatnya dalam
masyarakat. Angkatan darat merupakan angkatan bersenjata ciptaan kolonial
Belanda dan warisan pemerintahan militer Jepang dan sejauh itu angkatan darat
melihat dirinya berada diatas politik dan proses - proses politik.
Yang lebih penting ; empat perkembnagan yang mempengaruhi persepsi diri
dan norma perilaku angkatan darat sebagai bagian daripada TNI ; pertama : fakta
bahwa angkatan darat merupakan ciptaan dari kolonial Belanda ( KNIL ) dan
warisan pemerintah militer Jepang menandakan dirinya sebagai pihak yang
memiliki hak yang sama bahkan lebih besar dengan kekuatan - kekuatan lain dalam
negara ini untuk ikut menentukan jalannya masyarakat. Sebagaimana telah berulang
kali dinyatakan pada sebagian doktrin angkatan darat ; angkatan darat diciptakan
untuk berjuang bagi kemerdekaan nasional. Asal usul itulah yang menjadi basis
norma prilaku angkatan darat menganggap dirinya sebagai pengejawatahan dari
perjuangan bersenjata dari rakyat dan karena itulah merupakan tentara rakyat ,
tentara nasional , dan tentara pejuang kemerdekaan.
Kedua ; angkatan darat memfaktakan bahwa pemuda dan anggota angkatan
darat memandang diri mereka sendiri sebagai pejuang kemerdekaan yang telah ikut
memperjuangkan kemerdekaan bagi negara. Kenyataan ini khususnya pada waktu
pemimpin politik siap untuk "menyerah" ; menegaskan bahwa militer dan
pendekatan perjuangan bersenjata lebih kuat daripada pendekatan sipil dan
diplomasi dalam memengkan kemerdekaan dan kebebasan negara. Dengan
demikian muncullah perasaan berhak atas keikutsertaan angkatan darat dalam
menentukan arah politik negara.
Ketiga ; dan sama pentingnya menurut angkatan darat adalah fakta bahwa para
politikus sipil cendrung terpecah - pecah dan hanya mementingkan diri atau
partainya sendiri sementara angkatan darat muncul sebagai kekuatan satu - satunya
yang nampak mempunyai sifat - sifat "nasional".
Keempat ; menurut mereka adalah kenyataan bahwa Jenderal Sudirman melalui
tindakanya dan sikap diamnya mampu menarik garis dalam hubungan sipil - militer
bahkan sampai tidak mau ditundukan. Kenyataan ini juga membentuk pikiran kaum
angkatan darat bahwa mereka dapat menantang kepemimpinan politik ketika
kepemimpinan politik "sipil" tidak mampu atau tidak efektif dalam melindungi dan
memajukan kepentingan nasional tersebut.
Setelah Jepang menyerah kepemimpinan politis negara ini dibawah Soekano
dan Hatta memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kepemimpinan politis pada umumnya terdiri dari "generasi tua" yang telah menjadi
sebagai pemimpin nasional dibawah pemerintahan Belanda. Penjajahan Jepang
telah membangkitkan generasi politik baru yang disebut pemuda yang dikemudian

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 40


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

hari mengkristal menjadi Angkatan 45. Banyak pemimpin nasionalis didik dan
dilatih di Barat dan biasanya datang dari kelas bangsawan ; elit pribumi feodal
tradisional. Orang Jepang menghancurkan otoritas politik dan prestise bangsawan
dengan mengijinkan vakum politik yang ada untuk diisi pemuda yang banyak
diantaranya merupakan anggota militer dan yang pada akhirnya menjadi kelas
politik terkemuka dinegara ini selama beberapa dasawarsa berikutnya. Dampak
pemuda pada politik Indonesia segera dirasakan.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 yakni sehari sebelum Jepang menyerah ; PETA
dan Heiho secara resmi dibubarkan. Ketika kaisar Jepang mengumumkan
penyerahan diri Jepang dan memerintahkan untuk menghentikan permusuhan
dengan sekutu hal ini segera menciptakan vakum militer di negara ini. Kekosongan
ini semakin di isi oleh kelompok - kelompok bersenjata lokal yang mulai merampas
senjata dari pihak Jepang yang karenanya menjadi "pengawal - pengawal pretorian"
yang baru. Pada saat yang sama pengumuman penyerahan Jepang menimbulkan
perbedaan pandangan tentang bagaimana proklamasi kemerdekaan harus
dikeluarkan. Pemimpin - pemimpin yang lama seperti Soekarno dan Hatta , ingin
meneruskan kerjasama mereka dengan Jepang dalam rangka mencegah konflik
bersenjata sementara para pemimpin pemuda bertekad mengakhiri semua ikatan
dengan Jepang mengenai "kemerdekaan dalam waktu dekat". Pada akhirnya kaum
muda memperoleh jalan mereka ketika pemimpin - pemimpin lama menjadi sadar
bahwa pihak Jepang tidak lagi memiliki kekuasaan dan otoritas apapun sejak
penyerahan diri dari pemerintah mereka di Tokyo. Jadi proklamasi kemerdekaan
Indonesia dilakukan sepenuhnya bebas dari ikatan apapun dengan dengan
pemerintah militer jepang.
Lebih penting lagi sejumlah pemuda dengan bantuan sejumlah perwira PETA
yang dikenal sebagai kelompok Menteng 31 "menculik" Soekarno dan Hatta serta
memaksa mereka untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945.
Meskipun kepemimpinan politis mengumumkan kemerdekaan negara ini pada
17 Agustus 1945 pada faktanya tidak ada rencana untuk segera mendirikan
angkatan bersenjata pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya sekalipun
ada banyak orang bersenjata yang tersedia untuk itu. Sementara pasukan Jepang
masih ada di negara ini dan pasukan sekutu mengacau negeri ini ; kepemimpinan
Soekarno dan Hatta melangkah secara hati - hati agar tidak memancing kekuatan
sekutu yang besar. Hal ini sebagian juga disebabkan oleh dua pendekatan berbeda
yang berlaku dalam kaitan dengan tercapainya kemerdekaan. Pemerintah dan para
politisi sipil percaya bahwa hal ini bisa dicapai melalui diplomasi.
Karena takut kalau - kalau pihak sekutu yang sedang menang akan menyebut
republik yang baru ini sebagai "buatan Jepang" atau mengambil sikap agresif ;
pemimpin - pemimpin nasional Indonesia mengambil starategi diplomasi dengan
maksud untuk mendapatkan pengakuan atas republik oleh kekuatan - kekuatan
Sekutu. Untuk menunjukan sikap cinta damai pemerintah Indonesia tidak segera
membentuk angkatan bersenjata nasional. Yang telah terbentuk selama beberapa

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 41


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

minggu setelah proklamasi hanyalah Badan keamanan Rakyat ( BKR ) yang


bertanggung jawab atas keamanan lokal dan bahkan yang tidak memiliki markas
besar. BKR dikelola oleh "komisi - komisi nasional" ( lembaga perwakilan ) lokal.
BKR didirikan pada 20 Agustus 1945 dan kebanyakan anggotanya berasal dari
PETA dan Heiho. Secara ketat dapat dikatakan bahwa BKR bukanlah suatu
angkatan bersenjata melainkan suatu lembaga untuk memberikan perlindungan
keamanan pribadi maupun harta rakyat. Polisi negara juga didirikan untuk
mempertahankan hukum dan ketertiban setempat. Akan tetapi bagaimanapun
banyaknya kelompok bersenjata merasa keberatan terhadap hal ini dan mulai
mendirikan "organisasi - organisasi perjuangan" yang indenpenden seperti misalnya
Angkatan Muda Republik Indonesia dan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia.
Banyak tentara pelajar juga dibentuk selama periode ini.
Satu setengah bulan setelah proklamasi kemerdekaan pemerintah menyadari
bahwa tidak bisa berjalan tanpa angkatan bersenjata nasional. Hal ini sebagian
disebabkan oleh merebaknya angkatan - angkatan bersenjata yang berdiri sendiri -
sendiri diseluruh negeri , disamping hampir tibanya pasukan sekutu dibawah
kepemimpinan Inggris yang dimaksudkan untuk memulihkan kolonialisme Belanda.
Pada akhir September 1945 ; berbagai unit polisi diintegrasikan menjadi lembaga
tunggal dengan penunjukan kepala polisi nasional. Sebagai akibat dari situasi
keamanan internal dan eksternal ; pada 5 Oktober 1945 dengan otoritas dektrit
Presiden Nomor 10 - 1 - 1945 ; BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat
( TKR ). Letnan Jendral Urip Sumohardjo ; pengsiunan perwira KNIL diberi
tanggung jawab untuk mempersatukan berbagai kelompok bersenjata. TKR
merupakan organisasi yang jauh lebih bertingkat - tingkat dan kinerjanya agak
membaik. Dalam konteks keadaan - keadaan inilah ditegaskan bahwa "TNI"
merupakan angkatan bersenjata dari rakyat Indonesia didirikan berdasarkan
kehendak rakyat itu sendiri. TNI diciptakan dari bawah dan sama sekali bukan
merupakan lembaga dari pemerintah.
Jatuhnya kolonialisme Belanda di Indonesia yang sangat cepat dibawah
serangan Jepang pembentukan kelompok - kelompok bersenjata yang disponsori
oleh Jepang dan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 ; TNI pada
umumnya dan angkatan darat pada khususnya menunding kelompok - kelompok
bersenjata itu sebagai angkatan darat yang menciptakan situasi dimana negara
Indonesia secara serempak lahir bersama angkatan darat. Dalam artian tertentu
angkatan bersenjata pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya bahkan
terbentuk sebelum terbentuknya negara. Ketika para politikus memusatkan energi
mereka pada perjuangan politik ; angkatan darat telah melakukan aksi - aksi
sepihaknya seperti melakukan perampasan – perampasan senjata dari tentara sekutu
yang secara de jure bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di Indonesia
sewaktu pasukan – pasukan Sekutu tersebut mengadakan patroli. Angkatan darat
juga telah mengadakan penyerangan - penyerangan kemarkas - markas pasukan
Jepang untuk memperoleh senjata dan yang lebih menyedihkan lagi ; aksi – aksi

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 42


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

yang dilakukan oleh oknum – oknum angkatan darat tersebut adalah mengobarkan
semangat anti Cina dan melakukan pembunuhan - pembunuhan.16
Pada 1948 ; pertikaian yang terjadi dikalangan republik sebagai akibat
perjanjian Renville ; kegoncangan dikalangan angkatan darat sendiri sehubungan
dengan adanya rekonstruksi dan rasionalisasi serta penumpasan pemberontakan di
Madiun ; perundingan - perundingan yang dilakukan dibawah pengawasan KTN
selalu menemui jalan buntu yang disebabkan oleh adanya aksi – aksi sepihak yang
dilakukan oleh angkatan darat dalam situasi yang gawat ini akhirnya pada 13
Desember 1948 Bung Hatta meminta kembali KTN untuk menyelesaikan
perundingan dengan Belanda bahkan dengan syarat "kesediaan republik Indonesia
mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan".
Pada 18 Desember 1948 pukul 23.30 ; Dr. Beel memberitahukan kepada
delegasi RI dan KTN behwa Belanda tidak lagi mengakui dan terikat pada
persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi ; agresi militer kedua
dilancarkan oleh Belanda. Dengan pasukan lintas udara serangan langsung itu
ditujukan ke ibukota RI di Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai
oleh Belanda dan selanjutnya seluruh kota Yogyakarta. Presiden , Wakil Presiden ,
dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda. Presiden Soekarno
diterbangkan ke Prapat dan Wakil Presiden Hatta ke Bangka. Dalam sidang kabinet
yang sempat diadakan pada hari itu juga telah diambil keputusan untuk memberikan
mandat melalui radiogram kepada menteri kemakmuran ; Mr. Sjafuddin
Prawiranegara yang kebetulan pada waktu itu sedang berada di Sumatera agar
membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ). Jika Mr. Sjafruddin
Prawiranegara tidak berhasil membentuk PDRI ; kepada Mr. A. A Maramis
( menteri keuangan ) , L. N Palar , dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India
diberi kekuasaan untuk membentuk pemerintahan republik Indonesia di India.17
Di Jawa ; panglima tentara dan teritorium Jawa kolonel A. H Nasution pada
22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.
Dalam pada itu dibidang militer dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh
selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya
telah disiapkan keonsepsi baru dibidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan
dalam "perintah siasat No. 1 tahun 1948" yang isi pokok adalah sebagai berikut :
1. Tidak melakukan pertahanan linier ;
2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total serta
bumi hangus ;
16
Singh. Dwifungsi ABRI : The Dual Function Of The Indonesian Armed Forces , atau
Dwifungsi ABRI : Asal – Usul , Aktualisasi dan Implikasinya Bagi Stabilitas dan Pembangunan ,
terj. Robert Hariono Imam ( rev . ed. ; Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1996 ) , hal. 25 – 46.
17
Buyung. The Aspiration For Constitutional Government In Indonesia : A Socio – Legal
Study Of The Indonesian Konstituante , 1956 - 1959 , atau Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di
Indonesia : Studi Sosio – Legal Atas Konstituante , 1956 - 1959 , terj. Sylvia Tiwon ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama Grafiti , 1995 ) , hal. 259.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 43


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

3. Membentuk kantong – kantong ditiap onderdistrik yang mempunyai kompleks


di beberapa pegunungan ; dan
4. Pasukan - pasukan yang berasal dari daerah - daerah federal menyusup
kebelakang garis musuh dan membentuk kantong - kantong ; sehingga seluruh
pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.18
Segmen pemuda bersenjata yang secara potensial terkuat dan paling berdisiplin
adalah tentara Republik. Kesatuan – kesatuan ditiap – tiap kabupaten mempunyai
banyak persamaan dengan pasukan – pasukan yang tidak teratur : otonomi setempat
mereka ( berdasarkan kompi PETA / Gyigun ) mencari sendiri suplai seragam dan
senjata ; nilai tinggi yang mereka berikan pada jiwa kepahlawannan berkenaan dengan
disiplin dan taktik militer yang ortodoks ; ketergantungan mereka kepada
kepemimpinan karismatis : itu merupakan waktu dimana ide “bapakisme” dan
“kedaulatan” masing – masing kesatuan diterima secara luas. Bapak yang pintar
memimpin anak buahnya , yang segera memenuhi kebutuhan dan orientasi ideologis
mereka , dengan bijaksana memenuhi keperluan material mereka , memangku
jabatan – jabatan yang kuat dan ditaati seperti bapak. Biasanya mereka bertindak lebih
sebagai “bapak” yang membela kepentingan “anak – anak” mereka , ketimbang
sebagai komandan – komandan yang memberi perintah. Dalam keadaan seperti itu ,
“bapak” memegang kedudukan yang kuat didalam menghadapi atasan – atasannya. Ia
tidak dapat dipindahkan… Dengan demikian pimpinan Angkatan Darat tidak dapat
menguasinya…”19
Sebuah pernyataan beberapa waktu yang lalu memberikan indikasi yang baik
mengenai status persoalan ini :
“Kebudayaan politik bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh hubungan yang
disebut “Bapak – Anak” atau “Bapakisme”. Konsep bapak – anak buah ini
dipahami bahwa bapak pada prinsipnya menanggung pemenuhan kebutuhan
sosial , material , spiritual , dan pelepasan pemenuhan kebutuhan emosional
para anak – buah. Sedangkan disatu sisi para anak buah yang mendapatkan
perlindungan dan pemenuhan kebutuhan tersebut dengan sukarela dan penuh
loyalitas mengabdikan diri serta memenuhi segala perintah bapak. Dalam pola
hubungan yang demikian anak – buah tidak pernah menentang bapak ,
walupun diketahui si bapak telah berbuat kuat benar. Tetapi bagi anak buah
menentang merupakan tindakan yang pantang apalagi dilakukan di depan
umum. Dengan demikian yang ada hanyalah bentuk ketaatan , kesetiaan , serta
sukarela yang penuh hormat diberikan anak – buah kepada bapak. Hubungan
yang seperti ini kata Lucian Pye disebut sebagai sumber legitimasi kekuasaan
( Authority ) bagi bapak dalam kehidupan masyarakat”.20

18
Seketariat Negara Republik Indonesia. 30 Tahun Indonesia Merdeka , (rev . ed. ; Jakarta : PT
Cipta Lamtorogung Persada , 1985 ) , I ; hal. 192 – 193.
19
Reid , Op. Cit . hal.136.
20
Sastoadmodjo. Perilaku Politik ( Semarang : IKIP Semarang Perss , 1995 ) , hal. 21 – 23.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 44


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Sementara dilain pihak , pemerintah mulai melakukan tugas yang luar biasa
beratnya untuk melebur kesatuan – kesatuan seperti itu ke dalam angkatan bersenjata ;
pemerintah hanya pada 5 Oktober 1945 ( yang sekarang diperingati sebagai Hari
Angkatan Bersenjata ) , ketika Soekarno mengeluarkan keputusan tentang
pembentukan TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) dari organisasi semi – militer Badan
Keamanan Rakyat yang hanya terdapat pada tingkat lokal. Tiga bulan kemudian
namanya diubah menjadi TRI. Perubahan – perubahan nama tersebut diterima dengan
antusias ; rekrut – rekrut baru diterima dan struktur – struktur komando mulai dibentuk
pada tingkat kerisidenan melalui suatu proses seleksi alami dari antara berbagai
perwira PETA / Gyigun.
Suatu masalah yang lebih mendesak adalah untuk merukunkan unsur – unsur
bekas PETA dan unsur – unsur pemuda dalam angkatan darat dengan dengan
perwira – perwira didikan Belanda. Perwira – perwira didikan Belanda dalam waktu
yang singkat berhasil menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar
berkat pendidikan mereka yang lebih baik. Hal ini oleh dikarenakan pada masa
pemerintahan Hindia Belanda , Belanda tidak berkepentingan untuk memberikan
kesempatan bagi mobilitas ke atas dengan jalan membuka pintu Akademi Militer bagi
anak – anak petani miskin. Kebijaksanaan yang ditempuhnya adalah untuk membatasi
jumlah opsir pribumi dan orang – orang yang melamar cukup banyak untuk memenuhi
jatah kadet militer yang disediakan bagi golongan indigenes ( pribumi ) untuk dapat
diterima di Akademi Militer orang juga harus lancar berbahasa Belanda dan
persyaratan ini juga merupakan rintangan yang efektif bagi orang – orang dari lapisan
sosial rendah. Tetapi antagonisme terhadap mereka tidak sekedar disebabkan oleh rasa
iri hati. Banyak dari rekan sejawat mereka masih tetap curiga mengenai loyalitasnya
kepada Republik dan mengenai sikap mereka yang mementingkan perencanaan , suatu
hal yang merupakan kontras yang tajam dengan perwira didikan Jepang yang lebih
mementingkan semangat.
Akibat dari Perwira – perwira didikan Belanda yang dalam waktu singkat berhasil
menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar berkat pendidikan mereka
yang lebih baik ; maka pelatihan Jepang telah dibatasi pada operasi lapangan terutama
pada tingkat peleton yang merupakan sebagai dasar perang gerilya. Sebab itu didalam
mencari perwira – perwira staf pemerintahan memandang kepada mereka yang
berpendidikan perwira Belanda pada jaman sebelum perang , yang bagaimapun juga
secara spiritual lebih dekat kepada golongan elit nasionalis ketimbang perwira –
perwira didikan Jepang. Pada pertengahan Oktober seorang mantan mayor KNIL ;
Urip Sumohardjo ditunjuk guna membetuk suatu staf umum angkatan darat di
Yogyakarta. Ia dengan cepat menyusun diatas kertas suatu struktur komando yang
terdiri dari 10 divisi di Jawa , yang dibawahi tiga “komando” sesuai dengan provinsi –
provinsi yang ada. Namun kesatuan – kesatuan TKR yang efektif tetap merupakan
bataliyon dan kompi serta kuasa diatas tingkat itu selalu agak kurang kuat.
Sebaliknya panglima tentara ditunjuk dari bawah suatu pertemuan komandan –
komandan TKR se – Jawa pada 12 November 1945 memilih Kolonel Sudirman
sebagai pemimpin mereka. Sudirman yang pada waktu itu berumur 33 tahun

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 45


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

merupakan mantan seorang Daidancho ( komandan batalion ) yang sebelum perang


bekerja sebagai guru Muhammadiyah. Ia antara lain terpilih
Korps perwira angkatan darat di Sumatera Timur yang boleh dikatakan menonjol
dalam menduduki lapisan atas korps ini adalah berasal dari etnik Batak , sebuah suku
yang tidak lebih dari dua atau tiga persen dari keseluruhan penduduk Indonesia. Tiga
dari kedelapan panglima tentara antara 1945 – 1950 yang bertugas secara berturut –
turut adalah orang – orang Batak. Korps perwira di angkatan darat itu pada dasarnya
terbagi menurut garis – garis etnik dan agama , dan menurut norma – norma
keterampilan yang berbeda. Keanekaragaman agama tidak menimbulkan masalah yang
besar. Sebaliknya , komposisi etnik dari korps perwira – perwira itu ternyata
menimbulkan masalah yang agak lebih sulit apabila perwira – perwira Jawa disebarkan
untuk menduduki posisi – posisi yang paling senior diseluruh Indonesia dan terutama
di pusat : di markas besar. Hal ini terjadi sejalan dengan penyalahgunaan sebagian
besar dari aparat negara oleh orang – orang Jawa yang menimbulkan rasa sakit hati
yang meluas dikalangan penduduk sipil , baik di Jawa maupun luar Jawa. Sementara
selama tahun – tahun yang pertama dari eksistensi angkatan darat , persoalan etnik
boleh dikatakan tidak pernah pecah menjadi suatu konflik terbuka ; maka ia
merupakan masalah yang besar yang membayangi kegiatan politik angkatan darat
dalam tahun – tahun 1950 – an.21
Di Sumatera pola otonom malah lebih kuat oleh karena tidak ada perwira –
perwira didikan Belanda. Disetiap kerisidenan divisi – divisi TKR dibentuk seluruhnya
atas prakarsa mereka sendiri. Hanya pada bulan Januari 1946 Dr. A.K Gani , residen
Palembang dan Wakil Menteri Pertahanan di Sumatera mengangkat seorang panglima
untuk seluruh Sumatera. Namanya Suhardjo Hardjowardjodjo seorang kapten didikan
Belanda di pasukan pengawal kerajaan Mangkunegara ( Surakarta ) sebelum perang.
Suhardjo tidak mempunyai basis dukungan diluar Lampung , tempat ia transmigrasi
pada tahun 1930 – an , dan lebih sedikit lagi kekuasaanya disbanding dengan
Sudirman di Jawa atas divisi – divisi TKR / TRI yang pada pokoknya otonom.
Dipegangnya portofolio pertahanan oleh Amir Sjarifuddin dalam kabinet Sjahril yang
pertama segera membangkitkan ketegangan dengan TKR dan panglimanya yang baru.
Mula – mula tidak ada saling pengakuan diantara kedua belah pihak. Pertemuan TKR
pada 12 Novemeber 1946 telah mengajukan calonnya sendiri sesuai dengan pola
Jepang bagi jabatan Menteri Pertahanan yakni Sultan Yogyakarta ; Hamengkubuwono
IX. Untung Sultan ini berminat merebut posisi tersebut. Sebaliknya pemerintah tidak
mengesahkan pemilihan Sudirman sampai 18 Desember 1946 ketika semua alternatif
telah ditempuh tanpa hasil.
Tentara merupakan sasaran utama bagi program “anti – fasis” pemerintah. Para
mantan perwira PETA telah bersikap bermusuhan oleh karena serangan – serangan

21
Sundhaussen. Road To Power : Indonesian Military Politics , 1945 – 1967 atau Politik Militer
Indonesia : Menuju Dwifungsi ABRI , Terj. Hasan Basari (rev . ed. ; Jakarta : LP3ES , 1988 ) ; hal.
16 – 30.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 46


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

pedas Sjahrir terhadap “penghianat – penghianat” , “fasis – fasis” , dan “kakitangan –


kakitangan” yang telah bekerjasama dengan Jepang. Model bagi Amir adalah Tentara
Merah yang dilihatnya sebagai tentara orang – orang sipil yang setia kepada
pemerintah dan diindoktrinasi dengan cita – cita sosialis. Tetapi walaupun Amir
berusaha untuk mendidik tentara , ia mempunyai cara efektif untuk memaksakan
kehendaknya kepada komandan – komandan kesatuan. Sudirman dan sebagian besar
perwira pendidikan PETA sangat benci bahwa mereka dicap “fasis” dan menolak
untuk memperkenalkan ideologi partisan kedalam tentara. Dalam penglihatan mereka
tentara berada diatas politik dan menjauhi blok – blok yang memecahkan agar dapat
memainkan peranan mempersatukan dalam perjuangan nasional. Oleh karena
antagonisme yang mendasar itu , Amir terpaksa membangun suatu basis bersenjata
yang mendukung pemerintah dengan cara – cara yang lain. Salah satu cara adalah
bersekutu dengan perwira – perwira pendidikan Belanda yang bersimpati di divisi –
divisi tertentu , terutama divisi “siliwangi” di Jawa Barat. Pada bulan Mei 1946 A.H
Nasution yang berpangkat letnan di KNIL sebelum perang menjadi panglima divisi
Siliwangi. Divisi ini dikembangkan menjadi salah salah satu divisi dengan
perlengkapan dan disiplin terbaik diseluruh republik , dengan meresap sebagian besar
persenjataan dan prajurit – prajurit dengan latihan terbaik dari badan perjuangan
diwilayah Bandung.22

2.3.2 Pesindo Dan Saingan – Saingannya


Pilihan lain bagi kabinet baru adalah mengkonsolidasikan pengaruhnya diantara
para pemuda bersenjata yang lebih berpendidikan serta yang bersimpati dengan
pendekatan “anti fasis” dan sosialis yang ditempuhnya. Disi jugalah Amir Sjarifuddin
yang memainkan peranan utama. Amir bukan hanya memiliki kepribadian yang
menarik dan seorang orator yang dapat mempengaruhi orang , tetapi ia juga
mempunyai lebih banyak waktu dan lebih cakap daripada Sjahril bagi pekerjaan
pengorganisasian dan pembentukan partai. Pada waktu Sjahril mempersiapkan daftar
kabinetnya , yang merupakan permulaan bergesernya dukungan pemuda daripadanya ,
Amir sedang menggunakan kekuasaanya yang besar untuk membangun suatu
golongan pengikut pemuda bagi pemerintah yang akan berkuasa dan bagi dirinya
sendiri.
Konggres pemuda pertama seluruh Indonesia diselenggarakan pada 10 November
di Yogyakarta. Sebagai pertunjukan semangat dan solidaritas pemuda , konggres
merupakan sukses yang luar biasa besarnya ; dihadiri oleh ratusan seluruh Jawa yang
memperbaharui komitmen perjuangan pada puncak kemelut di Surabaya. Tujuan para
penyelenggara konggres untuk membentuk suatu organisasi pemuda yang berdisiplin
dengan progam sosialis dan anti – fasis tidak sepenuhnya terpenuhi. Pada akhirnya
hanya tujuan dari dua puluh tiga kelompok pemuda yang diwakili menerima progam
tersebut dan melebur kedalam PESINDO ( Pemuda Sosialis Indonesia ). Namun
ketujuh kelompok ini meliputi katalis – katalis pemuda terpenting pada tahap awal di

Reid , Op. Cit , hal. 136 – 139.


22

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 47


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Jakarta , Semarang , dan Surabaya ; masing – masing API , AMRI , dan PRI.
Ditolaknya secara tegas oleh PESINDO semua yang berbau Jepang , keyakinannya
akan suatu tujuan revolusioner , dan hubungannya yang dekat dengan pemerintah
dengan mudah menjadikannya organisasi pemuda terkuat di Jawa. Pemimpinnya di
Jakarta ; Wikana , mewakili kaum pemuda dalam semua kabinet yang dipimpin kaum
sosialis ; kecuali yang pertama.
Keputusan – keputusan di Yogyakarta juga diterima dengan antusias di Sumatera
Timur. Kebanyakan dari kelompok - kelompok pemuda dini di daerah ini menyatakan
dirinya cabang – cabang dari PESINDO , terutama sebagai tanda solidaritas dengan
perkembangan – perkembangan pemuda yang mengasyikkan di pusat. Cabang –
cabang PESINDO yang kuat berkembang , namun tanpa adanya sikap pro –
pemerintah dan terutama pro – Amir seperti yang dimiliki induknya di Jawa. Di
Sumatera Timur PESINDO hanya mewakili sayap kiri revolusioner “modren” dan
secara relatif sekuler di setiap keadaan keresidenan.
Pembentukan PESINDO menyebabkan bahwa polarisasi serupa seperti yang
terjadi antara para politisi golongan elit sebagai akibat Perjuangan Kita dan naiknya
Sjahril ke tampuk pimpinan , terjadi juga dibarisan pemuda. Diantara organisasi –
oreganisasi pemuda yang pada umumnya melawan PESINDO dalam percaturan politik
nasional adalah Barisan Banteng dan Hizbullah. Kedua – duanya berakar pada jaman
pendudukan Jepang.23
Di bulan Maret 1946 PESINDO Sumatera Timur yang tergabung dalam tubuh
Persatuan Perjuangan melakukan perencanaan kudeta. Kudeta ini lebih dikenal dengan
“malam berdarah” atau “revolusi sosial”. Inti dari kudeta ini adalah meleyapkan raja –
raja yang ada di Sumatera Timur. Dari ketiga alasan mengapa pemimpin PESINDO
turut serta dalam gerakan kudeta tersebut bermotifkan “revolusi sosial” dari pemikiran
marxis mengambil tempat yang kurang penting. Sebagian besar pemimpinya tidak
mempunyai konsep untuk menciptakan peningkatan demokrasi atau struktur
pemerintahan sosialis. Alasan yang umum sering dikemukakan mengenai tindakan
mereka ialah simpati raja – raja itu terhadap Belanda dan ancaman yang
ditampilkannya terhadap kemerdekaan.24

2.3.3 Partai Komunis Indonesia


Dalam arti ideologi atau pragmatis menurut mana partai – partai politik
dipahami didunia Anglo – Saxon , satu – satunya partai politik di Indonesia adalah
yang bercorak marxis. Sejak tahun – tahun 1920 – an sudah umum pagi orang – orang
Indonesia membagikan organisasi – organisasi politik mereka kedalam tiga golongan :
apakah dasar mereka marxis , nasionalis atau religius. Bagi golongan agama dan untuk

23
Ibid., hal. 139 – 141.
24
Lihat Anthony Reid , The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional
Rule In Northern Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di
Sumatera , terj. Tim PSH ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 372.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 48


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

tingkat tertentu juga kaum nasionalis ; partai terutama suatu cara guna menjamin
perwakilan suatu kelompok kebudayaan. Kalau partai – partai Islam membawa suara
masyarakat santri , maka orang – orang Jawa Abangan dan orang – orang luar Jawa
non – Muslim cenderung mencari imbangan dalam partai – partai nasional. Kalaupun
mereka mempunyai program maka kaum nasionalis Indonesia menekankan persatuan
diatas presisi.
Kalau partai – partai marxis sering merumuskan isu – isu praktis di Indonesia ,
maka hal itu terutama berlaku pada tahun – tahun dini revolusi. Latarbelakang anti –
Jepang kaum marxis surat kepercayaan dari kemahiran revolusioner mereka bahasa
berapi – api yang digunakan bila bercerita dengan para pemuda memberikan mereka
suatu posisi yang dominan. Itu sebabnya perpecahan – perpecahan terpenting adalah
antara kaum marxis. Pada akhir tahun 1945 sudah sangat jelas bahwa perpecahan
paling penting terdapat bukan antara kaum komunis dengan demokrat sosialis , namun
antara kaum komunis dikedua kamp tersebut yang orientasi utamanya adalah
internasional dengan mereka yang berpengalaman dan perasaannya terutama atau
seluruhnya adalah Indonesia. Bagi yang disebut pertama isu utama masih tetap
perjuangan internasional melawan fasisme , dan setelah itu melawan kapitalisme
internasional ; strateginya adalah front persatuan bersama kekuatan – kekuatan anti –
fasis dan berjouis – demokratis ; dan salah satu asusmsi adalah kepercayaan secara
relatif kepada sayap kiri Belanda dan Inggris yang kedua – duanya sedang berkuasa.
Bagi kaum marxis Indonesia yang lebih kebarat – baratan yang telah menderita dalam
resistance ( perlawanan terhadap pendudukan Jerman ) bersama – sama orang Eropa ,
ikatan anti – fasis mula – mula lebih kuat daripada ikatan manapun yang mengikat
mereka kepada saudara – saudara sebangsanya dalam kelompok – kelompok seperti
barisan pelopor.
Sebaliknya mayoritas terbesar orang Indonesia yang tertarik kepada komunisme
pada tahun 1945 melihatnya sebagai partai revolusi par excellence yang melanjutkan
tradisi menantang dari pemberotakan tahun 1926 – 1927 siap menandingi retorik
dengan aksi dan untuk membawa revolusi ke struktur – struktur sosial Indonesia.
Berhasilnya kaum marxis internasional didalam mengendalikan sebagian besar
anggota kelompok ini merupakan salah satu faktor terpenting didalam menahan
gerakan revolusioner sosial.25
Marxisme dipahami sebagai kesatuan dialektika antara unsur – unsur yang
bertentangan , kesatuan revolusioner antara teori dan praktek , dan ungkapan –
ungkapan lainnya. Metodologi marxis bertolak pada perpaduan daripada tiga unsur
utama. Unsur pertama adalah holisme metodologis yang memandang bahwa didalam
kehidupan sosial terdapat pernyataan – pernyataan koliktivitas atau keseluruhan
tentang apa yang tidak bisa direduksi kedalam pernyataan – pernyataan tentang
individu – individu anggota masyarakat. Unsur kedua penjelasan fungsional ; suatu
usaha untuk menjelaskan fenomena sosial berdasarkan konsekuensi – konsekuensi

Reid Op. Cit , hal. 141 – 142.


25

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 49


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

yang bermamfaat bagi seseorang atau sesuatu bahkan ketika sama sekali tidak ada
keinginan untuk memamfaatkan konsekuensi – konsekuensi ini yang berhasil
ditunjukkan. Unsur ketiga adalah deduksi dialektis , suatu cara berpikir yang
diturunkan dari logic karya Hegel dan yang tidak mungkin disajikan.
Dalam keyakinan marxis mengenai kapitalisme , marxis mendapati tiga cacat
dalam kapitalisme yaitu inefisiensi , penindasan , dan alienasi. Ketiganya memainkan
dua peran yang sangat penting dalam teorinya. Pada satu sisi mereka dengan kental
mewarnai penilaian normatifnya tentang apa yang salah dalam kapitalisme dan pada
sisi yang lain dari koin yang sama , apa yang diharapkan dalam komunisme. Pada sisi
lainnya , mereka merupakan bagian dari penjelasannya tentang keruntuhan kapitalisme
dan transisi liniernya menuju komunisme. Tentu saja dua peran ini sangat berkaitan
satu sama lain. Pada umumnya berbagai alasan mengapa kapitalisme harus
dihancurkan juga menjelaskan bagaimana kapitalisme akan hancur. Namun ketiganya
mendapatkan penekanan yang sedikit berbeda satu sama lain dalam beberapa bagian
teori Marx yang berbeda. Teori umum cara – cara produksi memberikan posisi
inefisiensi paling besar dan paling penting untuk menjelaskan mengapa suatu cara
digantikan oleh cara lainnya. Teori perjuangan kelas menempatkan posisi yang sentral
dalam analisisnya tentang penindasan. Dalam teori normatif , alienasi dalam
keragaman maknanya merupakan konsep yang paling penting. Marx menghargai
komunisme diatas segalnya karena komunisme akan menghapuskan alienasi dalam
keragaman maknanya pada konteks – konteks yang berbeda. Perbedaan dan konflik
antara orang kaya dan orang miskin , orang kaya yang santai dan orang miskin yang
bekerja adalah tema – tema yang selalu muncul dalam perjalanan sejarah manusia.
Teori Marx tentang penindasan ( eksploitasi ) merupakan sebuah ikhtiar untuk
memberikan suatu pernyataan yang teliti dan ilmiah tentang gagasan – gagasan intuitif
ini. Dalam karya Marx secara keseluruhan , teorinya memiliki dua tujuan yang
berbeda. Pada satu sisi ia menyandung fungsi eksplanatif. Penindasan dalam kacamata
mereka yang tertindas memberikan suatu motivasi untuk mengadakan perlawanan ,
protes , pemberontakan , atau bahkan revolusi. Dalam konteks ini ia bisa masuk
kedalam penjelasan perjuangan kelas dan perubahan sosial. Pada sisi yang lain
penindasan itu merupakan suatu konsep yang normatif yang menjadi bagian dari teori
keadilan distributif secara lebih luas. Penindasan itu , apakah itu dalam pandangan
mereka yang tertindas atau bukan , salah secara moral.26
Di Sumatera Timur unsur – unsur marxis “internasional” memperoleh dukungan
rakyat pada awalnya hanya di bagian selatan. Di Sumatera bagian utara dan tengah
PKI berkembang sebagai partai pertama yang memenangkan dukungan pemuda secara
antusias. Suatu badan eksklusif PKI Sumatera dibentuk di Medan pada 18 Nopember
1945 yang dipimpin oleh Abdul Xarim M.S. Berbeda tajam dengan para marxis
“internasional” , Xarim menonjol selama pendudukan Jepang sebagai jurubicara utama
bagi organisasi propaganda politik Sumatera Timur. Rekan – rekannya yang utama

26
Elster. An Introductions To Karl Marx , atau Marxisme : Analisis Kritis , terj. Sudarmaji (
Jakarta : PT Prestasi Pustaka Karya , 2000 ) , hal. 43 – 107.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 50


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

seperti Nathar Zainuddin di Medan , dan Haji Dato Batuah di Sumatera Barat
merupakan “komunis Islam” yang sama seperti dia giat dalam PKI pra – 1926. Baik
secara pribadi dan secara ideologis orang – orang itu lebih dekat kepada Tan Malaka
daripada kepada kaum marxis “internasional” yang akhirnya memimpin PKI. Dalam
dua keresidenan terbesar ; Sumatera Timur dan Sumatera Barat PKI berhasil
menentukan arah revolusi pemuda , sekurang – kurangnya PNI dan Islam mulai
berkembang pada awal tahun 1946. Walaupun ia tetap kuat , PKI Sumatera menderita
setelah bulan Maret 1946 oleh karena hubungannya yang meningkat dengan PKI di
Jawa yang menahan radikalisme oprtunisnya yang awal.27
4.3.4 Partai Nasional Indonesia
Secara paradoksal aliran nasionalis yang semestinya menikmati tingkat kontinuitas
terbesar dari jaman akhir Jepang , merupakan yang paling lambat mengorganisasikan
diri. Rencana semula PPKI adalah bahwa suatu partai negara PNI akan mencapai suatu
transisi yang lancar dari jaman Jepang dengan meresap Hokokai buatan Jepang dan
badan – badan propaganda buatan Jepang lainnya. Dihentikanya partai negara PNI
oleh Soekarno pada 31 Agustus 1945 sebagai akibat kesulitan – kesulitan
kepemimpinan , menghentikan perkembangannya dibagian – bagian Jawa yang lebih
mudah dicapai. Di Sumatera dimana Dr. A.K Gani yang bersemangat telah diangkat
sebagai pemimpin PNI berlanjut sebagai partai negara dengan mengkalim Soekarno
sebagai kepalanya. Kegagalannya disanapun untuk membangkitkan dukungan atau
semangat massa menunjukkan lemahnya seluruh gagasan partai negara. Badan – badan
propaganda politik Jepang yang pada hakekatnya merupakan organisasi pemimpin –
pemimpin elit dari semua aliran masyarakat , menjadi pengantara antara pihak Jepang
dan rakyat. Mereka tidak memiliki kemampuan maupun kemaun untuk
membangkitkan dukungan massa untuk suatu hal tertentu. Kaum pemuda walaupun
pada prinsipnya ingin adanya persatuan , tidak diilhami oleh jenis retorik yang dapat
diberikan oleh suatu partai negara ; teristimewa kalau kebanyakan pemimpinya
merupakan tokoh – tokoh terkemuka dibawah pemerintahan Jepang. Di Sumatera pun
partai negara PNI dengan cepat dilampaui oleh partai – partai marxis dan Islam kecuali
di Palembang tempat Dr. Gani sendiri.
Menyusul serangan – serangan Sjahrir terhadap para “kolaborator” pengikut –
pengikut terdekat Soekarno di Jawa kelihatannya mula – mula kehilangan semangat.
Hanya bulan Desember 1945 beberapa mantan anggota partai – partai Soekarno jaman
sebelum perang ( PNI dan PARTINDO ) membentuk suatu partai baru ; SERINDO.
Pada bulan Januari 1946 SERINDO mensponsori sebuah konfrensi dimana sebuah PNI
baru ( Partai Nasional Indonesia ) dibentuk melalui peleburan kelompok – kelompok
partai negara di Sumatera , Sulawesi Selatan , dan bagian – bagian di Jawa. Pimpinan
baru PNI yang dipilih ini mencerminkan suatu sikap anti – Jepang dan radikal yang
kuat. Sebagai ketua dipilih Sarmidi Mangunsarkoro yang secara politik tidak menonjol
baik dijaman Jepang maupun dijaman Belanda. Modalnya adalah kedudukan kuat di

27
Reid Op. Cit , hal. 143.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 51


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

sistem sekolah Taman Siswa basis potensial pada sayap pemuda PNI ; suatu sikap anti
Jepang dan suatu peran utama dalam BP – KNIP yang telah membawa Sjahrir
ketampuk kekuasaan. Progam resmi partai adalah “demokrasi sosio – nasional” yang
samar - samar. Jiwanya yang sebelumnya nasionalisme yang menolak model – model
Barat yang konon diikuti oleh Sjahrir dan para marxis ( dan dengan cara berbeda kaum
Muslim ) , dan menerima suatu gaya politik sinkretis yang menghormati sikap – sikap
dan struktur – struktur Jawa tradisional. Dengan dasar ini konstituensi potensial PNI
sangat luas , terutama bila dihubungkan secara tidak langsung dengan kharisma magis
Soekarno. Namun pada tahun pertama revolusi filsafat yang secara hakiki konservatif
itu tidak menarik bagi kaum pemuda revolusioner. Diperlukan waktu sebelum PNI
membuat dampak yang diharapkan dalam percaturan politik nasional.
Walaupun otorientasinya yang Jawa , basis – basis lokal terkuat PNI mula – mula
terdapat diluar pulau Jawa. Di Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan hal itu
merupakan warisan partai negara PNI. Dr. Gani juga mengambil prakarsa membentuk
suatu sayap pemuda PNI dan NAPINDO yang menjadi salah satu kelompok pejuang
terkuat baik di Sumatera Selatan maupun di Sumatera Timur. Di keresidenan Sumatera
Timur kekuatannya bertumpu pada dua rekan GERINDO ; Dr. Gani dari jaman
sebelum perang yang mempunyai banyak pengikut diantara para gerilyawan yang
dilatih Jepang.28

Ibid., hal. 146 – 148.


28

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 52


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

2.3.5 Diplomasi Dan Perjuangan


Dapat diperkirakan bahwa akan berkembang hubungan tertentu antara partai –
partai nasional ini dengan pasukan – pasukan dan badan – badan perjuangan yang
menjalankan kekuasan fisik pada tingkat dasar , berdarkan identitas dan loyalitas
bersama yang dibangun dibawah kekuasaan Jepang. Tetapi oleh karena pasukan –
pasukan sendiri lambat dalam membentuk hubungan – hubungan efektif diatas tingkat
kota atau kabupaten ; baru setelah tahun 1946 berjalan beberapa lamanya , partai –
partai mempunyai kuasa yang dapat diandalkan atas pendukung – pendukung cabang
dan pemuda. Meskipun demikian partai – partai segera menuntut supaya diberi suara
dalam pemerintahan atas nama kelompok agama atau kebudayaan yang mereka rasa
diwakilinya. Masyumi dan PNI menentang kabinet Sjahrir pertama – tama oleh karena
ia menolak perwakilan bagi mereka sendiri dan orientasi kebudayaan mereka masing –
masing , bukan karena mereka tidak menyetujui kebijakan – kebijakkanya.
Isu yang membakar dalam kancah politik republik yakni konflik antara diplomasi
dan perjuangan hanya merupakan isu sampingan bagi partai – partai. Persoalannya
adalah antara pemerintah apapun warana partainya dan oposisi. Setiap pemerintah
republik mempunyai komitmen merundingkan suatu penyelesaian dengan pihak
Belanda dan mengandalkan perasaan simpati internasional sebagai kartu trufnya yang
uatama dimeja perundingan. Secara internal kebijakan itu berarti sikap moderat.
Kepentingan – kepentingan finasial asing tidak dapat dialinasi melalui penyitaan milik
secara prematur , “revolusi – revolusi sosial” secara spontan dan kekacauan –
kekacauan tidak dapat diijinkan mengerogoti kredibilitas pemererintah sebagai aparat
ketertiban. Begitu keampuhan revolusi “anti – fasis” Sjahrir dalam pandangan Sekutu
telah dihabiskan ; strategi diplomasi dengan sendirinya meliputi usaha
mempertahankan status quo.
Sebaliknya gerakan pemuda mengemukakan bahwa kemerdekaan telah
diproklamasikan dan bukan suatu masalah yang harus dirundingkan. Ia hanya harus
dipertahankan melalui tindakan heroik. Mengajak musuh berunding dan melindungi
miliknya merupakan sesuatu yang sangat mencurigakan terutama jika dilakukan oleh
pimpinan yang lebih tua yang berbicara bahasa yang berbeda. Walaupun mula – mula
Sjarir kebal terhadap tuduhan itu , pindahnya pemerintah ke Yogyakarta pada 4 Januari
1946 menyebabkan ia terisolasi. Kehadiran Sekutu dan Belanda di Jakarta telah
merembes kemana – mana dan malahan menjadi berbahaya. Prajurit – prajurit KNIL
berusaha membunuh baik Sjarir maupun Amir Sjarifuddin pada akhir bulan Desember.
Sebab itu pusat politik nasional pindah ke udara bebas Jawa Tengah , dimana revolusi
merupakan suatu realitas yang memabukkan. Tetapi sebagai Menteri Luar Negeri
dengan tanggungjawab utama bagi perundingan – perundingan , Sjarir tetap di Jakarta.
Diplomasi diidentifikasi dengan dia secara pribadi pada tingkat yang lebih besar.
Tidaklah benar untuk menggambarkan oposisi perjuangan sebagai suatu persoalan
pemuda semata – mata. Berhasilnya Amir Sjarifuddin dengan PESINDO telah
memberikan pemerintahan sosialis suatu basis pemuda yang kuat. Daya tarik
PESINDO bagi pemuda yang berpendidikan baik adalah bahwa ia melampaui
“nasionalisme murahan . . . sikap katak dibawah tempurung. Kita sedang membangun

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 53


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

negara dunia”. Marxisme “internasional” memungkinkan pemuda – pemuda seperti itu


merasa bahwa revolusi merupakan sesuatu yang lebih luas dan adil daripada hanya
menyerang orang – orang Belanda , Indo – indo , dan orang – orang Cina yang
sebagian kebudayaannya mereka telah ikut menikmati. Hanya satu orang politikus
dengan status nasional penting yang mengikuti jalan perjuangan ke kemerdekaan
dengan keyakinan dan secara konsisten yakni Tan Malaka. Ia mengimbangi Sjahrir
dalam kesanggupannya dalam menggunakan pendidikan marxisnya terhadap potensi –
potensi revolusioner pada suatu saat tertentu dalam sejarah ; namun ia mencapai
kesimpulan yang berlawanan. Setelah menjalankan kehidupan gerakan bawah tanah
selama dua puluh tahun , ia seorang penyendiri politik yang tulen yang menikmati
kebebasan serta keadaan yang tidak menyenangkan yang dialami seorang nabi. Ia
selalu berada dilatarbelakang tidak pernah mulai membentuk partai massa yang
disarankannya. Dialah yang menyuarakan keinginan yang tidak keruan bagi
perjuangan dan dengan demikian memberikan arah dan amunisi bagi berbagi unsur
yang hilang semangatnya , yang menjadi pihak oposisi dengan naiknya Sjahrir ke
tampuk pimpinan yakni anggota – anggota kabinet pertama yang dibubarkan terutama
dari pihak Kaigun , Masyumi , dan PNI yang tidak terwakili ; pimpinan tentara yang
memusuhi karena Perjuangan Kita dan Kementerian Pertahanan yang dipegang Amir.
Gabungan unsur – unsur yang kuat itu dengan gelombang perjuangan yang emotif
hampir melanda pemerintah pada tahun 1946. Terhadapnya pemerintah hanya
memiliki dua senjata : mengeskploitasi keragaman dalam tubuh oposisi dan seruan
terhadap persatuan nasional didalam mengahadapi bahaya dari luar. Dalam suatu
masyarakat dimana gagasan – gagasan holistik tradisional tentang negara tidak pernah
digoncangkan secara mendasar , seruan seperti itu jarang saja gagal menyelamatkan
pemerintah dari lawan – lawannya. Adalah ironis bahwa kaum sosialis dan komunis
yang paling menderita dari taktik ini dalam jangka panjang , merupakan pihak pertama
yang menggunakannya pada tanun 1946.30

2.3.6 Tan Malaka Dan Persatuan Perjuangan


Pada saat proklamasi kemerdekaan , Tan Malaka sama sekali tidak mengetahui
realitas – realitas di Indonesia. Pertemuannya pada 24 Agustus 1945 dengan Mr.
Soebardjo merupakan kontak langsungnya yang pertama dengan politik elit Indonesi
sejak puluhan tahun lamanya. Brosurnya yang pertama , PARI yang rupanya ditulis
awal bulan September masih dikuasai oleh impian pra perangnya yang fantastis untuk
menghubungkan Indonesia dengan Australia dan negara – negara Asia Tenggara
lainnya dalam republik proletariat yang disebutnya ASLIA ; suatu langkah menuju
federasi dunia. Namun ia sudah melihat jalur – jalur kemerdekaan dan sosialime
sebagai satu. Ia telah lama menolak paham ortodoks akan suatu revolusi borjuis
dahulu. Priolitas pertama adalah mobilisasi satu partai saja ( PARI ) , satu – satunya
jaminan bagi persatuan yang diperlukan dalam perjuangan yang akan dating. Begitu

Ibid., hal. 148 – 151.


30

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 54


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

partai – partai itu didirikan di pusat – pusat utama : para pekerja , petani , pertahanan ,
pemuda , dan wanita ( dalam urutan seperti itu ) harus diorganisasi melalui suatu
sistem kooperasi dan sindikat. Hanya setelah itu perjuangan dapat dimulai terhadap
penghianat didalam kamp dan imprealis diluarnya. Namun rencana awal Tan Malaka
untuk memberlakukan strategi jenis itu dari atas gagal ketika Sjahrir dan Soekarno
menjalin apa yang kelihatannya sebagai suatu hubungan kerja pada awal Nopember.
Perbedaan sikap antara kedua pemimpin tersebut dengan Tan Malaka menjadi sangat
jelas pada bulan Desember ketika brosur kedua dari Tan Malaka “muslihat”
diterbitkan.31
Tan Malaka yang dilahirkan di Suliki Sumatera Barat , mungkin dalam tahun 1897
dari bangsawan Minangkabau setempat dengan nama Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan
Malaka32 ; merupakan seorang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang paling
rumit. Kisah hidupnya yang heroik , baktinya yang tidak kenal lelah , pemikirannya
yang brilian , dan sosoknya yang misterius menjadikan dirinya semacam legenda kalau
bukan dongeng. Tidak banyak orang yang mengenalnya secara pribadi. Marxisme
bukan dogma melainkan petunjuk untuk revolusi tulis Tan Malaka dalam autobiografi
eksilisnya Dari Penjara Ke Penjara.33
Dalam brosur muslihat Tan Malaka menyerang asumsi pemerintah bahwa
pengakuan internasional merupakan tujuan utama. Dengan mengingat Surabaya , tugas
yang segera ia mengorganisasi dan mempersatukan perjuangan untuk menghalau pihak
Belanda ke dalam laut. Oleh karena adanya kesempatan satu partai telah lenyap ,
persatuan dapat dicapai melalui suatu Volksfront ( front rakyat ) yang diorganisasi
bagi perang total. Untuk memastikan komitmen maksimal bagi perjuangan pekerja –
pekerja harus segera memperoleh pengawasan atas produksi dan petani – petani miskin
memperoleh tanah walaupun hanya demi kerugian orang asing dan penghianat.
Sekarang sama seperti tahun 1920 – an Tan Malaka siap mengobarkan prinsip –
prinsip marxis maupun yang kelihatannya merintangi persatuan revolusioner yang
maksimal.
Selama dua bulan menyusul munculnya brosur ( yang masih anonim ) itu , Tan
Malaka naik dari seorang yang tidak dikenal menjadi seorang pimpinan yang paling
terkenal di Indonesia. Ia dengan kokoh didukung disatu pihak oleh murid – muridnya
dari golongan pemuda semasa sebelum perang seperti Sukarni , Chairul Saleh , dan
Adam Malik yang keluar dari PESINDO pada bulan Desember karena kecewa
terhadap Sjahrir dan Amir serta pada pihak lainnya oleh para politisi Kaigun atau
kabinet pertama yang didepak Soebardjo , Iwa Kusuma Sumantri , Yamin , dan Sajuti
Melik. Pada tiga pertemuan selama bulan Januari di Purwekerto dan Surakarta
31
Ibid., hal. 151.
32
Anderson. Java In A Time Of Revolution Occuption And resistences , 1944 – 1946 , atau
Revolusi Pemuda : Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa , 1944 – 1946 , terj. Jiman Rumbo
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1988 ) , hal. 229.
33
Malaka. Madilog : Materailisme Dialektika dan Logika , ( Jakarta : Pusat Data Indikator , 1999 )
; hal. xxv.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 55


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

kelompok itu mengorganisasikan sebuah persatuan perjuangan ( PP ) yang dengan


cepat memenangkan dukungan semua organisasi kemasyarakatan utama. Menurut
kata – kata Yamin , ia menarik rakyat dan perhatian perjuangan sebagai suatu magnit
menarik logam disekitarnya. Progam minimum yang diusulkan oleh Tan Malaka
seperti diterima persatuan perjuangan ( PP ) pada 27 Januari 1946 adalah sebagai
berikut :
1. Perundingan tentang pengakuan 100 porsen merdeka ;
2. Pemerintahan Rakyat ;
3. Tentara rakyat ;
4. Mengurus para interniran Eropa ;
5. Pelucutan senjata Jepang ;
6. Penyitaan dan hak – hak milik musuh ;
7. Penyitaan industri musuh ( pabrik – pabrik , bengkel – bengkel , dan lain – lain
sebagainya ) dan pertanian ( perkebunan – perkebunan , tambang – tambang ,
dan lain – lain ).
Di dalam menguraikan pokok pertama para juru bicara PP menekankan
kemerdekaan 100 porsen merupakan prasyarat bagi perundingan. Mereka tidak
bersedia mengadakan perundingan , mereka beranggapan apabila mengadakan
perundingan tanpa kemerdekaan 100 porsen akan bertentangan dengan kehendak
khalayak ramai. Oleh karena itu selama masih ada satu orang musuh pun dinegeri ini ,
selama masih ada sebuah musuh kapal di pantai negeri ini ; mereka harus terus
berjuang. Walaupun hal itu kelihatannya tidak praktis di daerah – daerah yang luas
diduduki pihak Belanda di luar Jawa dan Sumatera para pemuda militan ingin
mendegar percakapan perjuangan dari pemimpin – pemimpin mereka. Dua daya tarik
yakni slongan “100 prosen merdeka” dan seruan bagi persatuan yang total ,
menyebabkan bahwa persatuan perjuangan tidak dapat dilawan. Pada kedua – dua
pokok tersebut PP mengambil posisi yang langsung bertentangan dengan kabinet
Sjahrir yang sangat tidak represetatif dan oleh karenanya dianggap sebagai tantangan
terbuka oleh kabinet itu. Namun pemimpin – pemimpinya tidak menyerang Sjahrir
secara terbuka dan partai – partai pro Sjahrir ; PESINDO dan partai sosialis ikut serta
didalamnya. Memang tidak mungin bagi organisasi kemasyarakatan manapun untuk
berdiri diluar PP melihat kepopuleran slongan – slongannya dan kebutuhan akan suatu
forum pada tingkat keresidenan dimana badan – badan perjuangan yang kuat dapat
bekerjasama. Di Sumatera Barat partai sosialis malahan mempromsikan PP setempat ;
sedangan di Periangan PESINDO dengan cepat menguasainya. Di beberapa daerah
terpencil terutama di Sumatera , PP menjalankan peran semi pemerintah sebagai badan
perwakilan yang paling mengikuti perkembangan bagi berbagai organisasi yang
memegang kuasa fisik. Walaupun kabinet pasti menentang persatuan perjuangan
dimana – mana hanya tingkat nasional sifat menentangnya ketara atau diperlukan. Dua
pokok terahir dari program minmum PP walaupun kurang dipulikasikan dibandingkan
dengan yang pertama , juga merupakan kontradiksi atas janji pemerintah kepada
kapital asing. Namun menarik perhatian bahwa mereka tidak mengandung ancaman
terhadap kepentingan – kepentingan properti Indonesia dan pembenaran seluruhnya

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 56


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

dilakukan dalam kerangka nasionalis tanpa sedikitpun menyinggung marxsme :


“mengapa pabrik – pabrik dan perkebunan – perkebunan harus disita sebelum
kemerdekan secara 100 porsen ?” ; “mengapakah mereka harus didistribusikan kepada
massa” ? ; “sebab kalau mereka telah menjadi milik massa , rakyat akan mampu
berjuang bagaikan singa kalau musuh datang kembali”. Karena tidak mepunyai waktu
dan keinginan untuk menyusun suatu basis diantara massa Indonesia yang serba
berkekurangan , Tan Malaka memainkan permainan politik elit yang sama seperti
kabinet yang ditentangnya. Walaupun ia menyatakan dukungan post factum terhadap
“revolusi – revolusi sosial” , ia malahan lebih kurang mampu dibandingkan dengan
Sjahrir untuk membalikkan semtimen – sentimen pemerataan didalamnya demi
keuntungannya. Dalam hal ini yang dapat dikatakan tentang PP adalah bahwa sama
seperti KNI – KNI yang disusun kembali oleh Sjahrir badan itu menyediakan suatu
alat untuk menjadikan pemerintahan setempat lebih reprensentatif terhadap kekuatan –
kekuatan dalam masyarakat pada suatu saat tertentu yakni Januari / Febuari 1946.
Keyakinan pemerintah bahwa ia harus memberikan respons yang positif terhadap
unsur – unsur Belanda yang realistis Belanda pada 10 Febuari 1946 menyebabkan
bahwa suatu adu kekuatan dengan PP tidak terhindar. Empat hari sebelum usul – usul
itu diumumkan Sjahrir sudah mengadakan perjalanan ke Yogyakarta dimana ia
mengadaka pembicaraan – pembicaraan yang tidak berhasil dengan PP dan pemimpin
– pemimpin lainnya mengenai konsensi – konsensi dari pihak republik. Sebaliknya
slongan PP “100 porsen merdeka” dicanangkan dan bergema dirapat – rapat raksasa
diseluruh wilayah republik terutama perayaan – perayaan untuk memperingati enam
bulan kemeredekaan pada 17 Febuari 1946. Panglima TRI , Jenderal Sudirman dengan
tegas berbicara tentang tugas suci perlawanan pada salah satu rapat PP. Sjahrir
dibanjiri dengan telegram – telegram yang menyatakan hal yang sama. Suatu
mayoritas BP – KNIP menjadi yakin bahwa pemerintahan Sjahrir tidak dapat
melanjutkan program – programnya dan keanggotaanya yang ada. Pengunduran diri
Sjahrir secara resmi diterima Soekarno pada 28 Febuari 1946 pada permulaan suatu
rapat penting KNIP lengkap di Surakarta.
Menurut pandangan Soekarno , Hatta , dan pemimpin – pemimpin lainya
diplomasi Sjahrir merupakan satu – satunya kebijaksanaan yang praktis. Sebab itu
krisis harus diselesaikan semata – mata dengan memperluas kabinet. Dipihak lain
Sukarni dan Chairul Saleh mendesak atas nama Tan Malaka bahwa kebijakan –
kebijakan lebih penting daripada rakyat dan bahwa program minimum PP yang jelas
populer harus menjadi dasar kabinet baru. Pimpinan PP mengumumkan bahwa mereka
akan memboikot suatu kabinet yang dibentuk atas dasar yang lain. Berdasarkan
keyakinan kebanyakan pemimpin bahkan didalam PP sendiripun bahwa diplomasi
merupakan suatu keharusan yang menyakitkan posisi perjuangan yang murni ini
membuka jalan bagi isolasi dan kekalahan PP. Sjahrir berhasil membujuk empat
politisi Masyumi dan satu tokoh PNI yang kurang penting untuk mengabaikan garis PP
yang dipegang partai – partai mereka masing – masing. Dengan penambahan mereka
kabinet baru yang dibentuknya pada 12 Maret 1946 kelihatannya akan lebih luas
daripada pendahulunya tetapi mengurangi kuasa partai sosiais atas jabatan – jabatan

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 57


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

kunci dan kebijakan – kebijakan penting. Pemerintah baru tidak secara eksplisit
mengutuk program PP yang populer. Ia hanya menerima program lima butir Soekarno
yang mirip bunyinya dengan yang dari PP namun cukup samar – samar sehingga
menjamin kebebasan bergerak sepenuhnya. Kemelut pemerintah ini memungkinkan
Soekarno untuk kembali pertama kali sejak kemerdekaan ke perannya yang menarik
sebagai seorang manipulator dan wasit faksi – faksi yang bertikai. Dalam krisis pada
bulan Oktober sebelumnya Soekarno telah dijadikan sasaran utama kecaman pemuda
dan “oposisi” berhasil memperoleh suatu kemenangan yang ternyata unik. Digesernya
Presiden dari tanggungjawab politik secara langsung ternyata merupakan suatu berkat
baginya. Ia tidak lagi dianggap oleh Sekutu sebagai penanggungjawab utama atas
kekerasan pihak pemuda dan begitupun para pemuda tidak menganggapnya
penanggungjawab utama bagi diplomasi. Peran itu sekarang jatuh ke tangan Sjahrir
dan Amir. Soekarno dibebaskan untuk membangun citranya dijantung wilayah
republik sebagai lambang pusat persatuan dan kemerdekaan. Selama bulan Desember
dan Januari ia terus menerus bergerak diseluruh daerah berbahasa Jawa. Dari Banten di
barat sampai Malang di timur , dimana – mana ia berpidato didepan ribuan orang.
Pemimpin – pemimpin utama republik lainnya : Hatta , Sjahrir , Amir , dan Tan
Malaka bukan orang Jawa dalam kenyataannya bahasa maupun gayanya. Tidak
satupun dari mereka yang dapat mendekati kemampuan Soekarno untuk langsung
menyerukan kepada rakyat dengan menggunakan gambar dan lambang Jawa.
Kemampuan Soekarno untuk menjadikan perjuangan republik sesuatu yang nyata bagi
orang sederhana untuk mempesonakan orang banyak melalui keahiaannya berpidato
merupakan sesuatu yang unik dan mutlak diperlukan. Pada bulan Febuari Presiden
telah memperoleh kembali tanah tengah yang menyenangkan dari percaturan politik
republik. Pada setiap saat krisis ia mendukung pemerintah dan diplomasi namun ia
memakai bahasa perjuangan dan mengajak oposisi agar mempercayainya. “Kalau
ternyata bahwa Sjahrir tidak menjaga tuntutan bagi 100 prosen merdeka yang saudara
semua menghendaki , maka saya berwenang memecatnya” , ia katakana kepada orang
banyak yang bertepuk tangan pada 17 Febauri 1946. Lagi pula kaum pemuda yang
paling sengit menentang Sjahrir ( Barisan Benteng dan BPRI Bung Tomo disamping
banyak pemimpin TRI di Jawa Tngah ) mempunyai respek yang hangat dan lama bagi
Soekarno pada bulan Oktober , mulai sekarang Soekarnolah yang akan menyelamatkan
Sjahrir.34

2.3.7 Revolusi Sosial Di Sumatera Timur


Kalau marxisme dapat diabaikan perannya dalam revolusi sosial di Aceh ; ia
memainkan peranan lebih besar di Sumatera Timur. Keresidenan itu berada ditengah –
tengah arus gerakan nasional sebelum perang. Kontras antara ploretariat
perkebunannya yang besar dengan kekayaan yang berlimpah – limpah yang diperoleh

Reid Op. Cit , hal. 152 – 157.


34

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 58


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

beberapa rajanya dari sumber minyak dan konsensi perkebunan , merupakan jaminan
bahwa marxisme dominan dalam percaturan politik.35
Memasuki tahun 1946 beberapa jabatan kunci di Sumatera Timur telah berada
ditangan kaum komunis. Markas Agung , sentral posisi dari beberapa kesatuan
bersenjata organisasi massa berada ditangan Nathar Zainuddin ( biro khusus PKI )
bersama dengan gembong komunis lainnya seperti Bustami , Xarim M.S ( ketua PKI
Sumatera ) dan Yunus Nasution serta Sarwono ( ketua PESINDO mantelnya organisasi
PKI ) , telah duduk pula Mr. Luat Siregar ( ketua PKI Sumatera Timur ) dan lalu
mengadakan gerakan pembersihan dalam tubuh KNI dengan mengeser tokoh – tokoh
yang beraliran moderat / liberal dan bangsawan. Dalam bulan Febuari 1946
ditingkatkan suhu penggayangan terhadap “kaum feodal” ( diartikan sebagai kaum
bangsawan ) dengan tuduhan bahwa raja – raja dan para bangwasan itu “pro Belanda”
dan “penghisap darah rakyat”. Menurut Nip Xarim , pakcinya Nathar Zainuddin itulah
otak dibelakang layar revolusi sosial di Aceh dan Sumatera Timur. Pada 6 Febuari
1946 Gubernur T. M. Hasan bersama Xarim MS mengadakan tour ke Sumatera
Selatan dan menyerahkan pimpinan harian di Medan kepada wakil Gubernur Dr. Amir.
Untuk menggalang kaum kiri ; kaum komunis mensponsori berdirinya “volksfront”
( persatuan perjuangan ). Dari sini digodoklah suatu rencana untuk merevolusi raja –
raja dan mengambil alih harta benda mereka karena kaum komunis takut jika ditunggu
lama lagi maka tentara Belanda akan mendarat. Revolusi sosial di Sumatera Timur
bukanlah merupakan aksi massa yang spontan tetapi suatu gerakan yang telah
direncanakan secara serius oleh Markas Agung yang sudah berada ditangan volksfront
dengan tokoh – tokoh komunis antara lain Nathar Zainuddin , Xarim M.S , Sarwono ,
M. Saleh Umar , Zainal Baharuddin , dan lain – lain. Ketua PESINDO dan volksfront
Sarwono memerintahkan secara serentak diadakan pada penyerangan atas raja – raja di
Sumatera Timur. Gerakan serentak diadakan pada 3 Maret 1946 tengah malam.
Korban pertama ialah Raja Raya di Simalungun yang dibunuh atas instruksi kepala
“barisan harimau liar” ; Saragih Ras. Pembunuhan banyak terjadi juga di Labuhan
Batu yang dipimpin oleh Panji Aflus dari PESINDO. Di Langkat pembunuhan dan
perkosaan dilakukan atas perintah ketua PKI , Marwan dan di Deli ditangkapi anggota
organisasi “persatuan anak Deli Islam” ( PADI ) yang bekerjasama dengan pasukan
ke – V pimpinan Dr. Nainggolan.36
Pada 3 Maret 1946 terjadi suatu peristiwa yang disebut sebagai revolusi sosial.
Gerakan revolusiener ini telah mencapai puncaknya dengan dihentikannya residen
pihak republik yang pertama. Revolusi sosial di Sumatera Timur dilancarkan atas
instruksi Persatuan Perjuangan setempat yang sudah menjalankan kekuasaan semi –
pemerintah sebab ia secara efektif mewakili kaum pemuda bersenjata. Pada waktu
raja – raja Melayu , Simalungun , dan Karo ditangkap bersama relasi – relasi mereka
diseluruh Sumatera Timur dan pejabat – pejabat baru sayap kiri dipilih

35
Ibid., hal. 114.
36
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 59


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

menggantikannya ; angkatan darat dan pejabat gubernur menyetujuinya “dengan


perasaan syukur kepada Allah”. Reaksinya hanya terjadi pada tanggal 13 Maret 1946
setelah peristiwa pertama dalam serangkaian pembunuhan dan kekejaman terhadap
bangsawan yang dipenjarakan. Suatu pertarungan segitiga terjadi antara angkatan
darat , kaum nasionalis tua yang moderat , dan pihak revolusioner yang kurang rapi
tersusun. Kedua pihak pertama masing – masing berusaha dengan caranya sendiri
mengakhiri revolusi sosial , sedangkan dikalangan pihak terahir sekelompok kaum
komunis secara konsisten berusaha menggunakannya untuk menstransformasi struktur
pemerintahan secara mendasar. Namun kaum komunis sendiri tidak berdisiplin dan
tidak sekasama dalam tujuan mereka. Struktur partai mereka dengan badan perjuangan
yang mendukung , merupakan anak revolusi sama seperti saingan – saingannya dan
tidak dapat diharapkan untuk membawa jenis disipil yang baru. Suatu badan ekonomi
yang dipimpin oleh kaum komunis memperoleh pengesahan pemerintah untuk waktu
yang singkat dalam periode ini guna mengambil alih perusahan – perusahaan dan
perkebunan – perkebunan serta merencanakan perekonomian , namun kelihatannya ia
tidak kebal dari kepentingan pribadi sama seperti badan – badan lainnya.37
Revolusi sosial di Serdang tidak separah yang terjadi di daerah – derah lain ; pada
daerah – daerah seprti di Langkat , Asahan , Labuhan Batu , dan Siamlungun terjadi
penangkapan dan pembunuhan – pembunuhan terhadap bangsawan. Setelah mendapat
laporan di Simalungun , maka kolonel Ahmad Tahir memerintahkan kepada kapten
Tengku Nurdin ( komandan batalion III TKR di Melati Perbaungan ) agar mengambil
kebijaksanaan melindungi Sultan Sulaiman dan kaum bangsawan lainnya dari
serangan pengganas. Segera kapten Tengku Nurdin mengadakan perembukan dengan
para Orang Besar Serdang yang dikumpulkan. Maka pada keesokan harinya pada 4
Maret 1946 diadakanlah upacara serah terima pemerintahan kerajaan Serdang kepada
pihak tentara keamanan rakyat RI yang dihadiri oleh pimpinan komite nasional
Indonesia Serdang ( ketua Tengku Nizam dari PNI ) dan wakil ormas dan orpol serta
kepolisian dan lain – lain. Maka resmilah pemerintahan militer berlaku di wilayah
Serdang , kemungkiman ini merupakan suatu peristiwa pertama kali dalam sejarah
Indonesia. Atas kesepakatan TKR dengan komite nasional Indonesia maka semua
Orang Besar dan bangsawan yang utama serta keluarga Sultan Sulaiman ditempatkan
dalam istana kota Galuh serta dijaga oleh kesatuan batalion III TKR dan semua biaya
sehari – hari ditanggung oleh Sultan Sulaiman. Sejak 3 Maret 1946 itu terjadilah
penyerbuan / penangkapan / pembunuhan di semua kerajaan – kerajaan di Sumatera
Timur , kecuali di Serdang. Adanya raja beserta Orang Besar di istana Serdang
merupakan duri dalam daging buat pihak kiri , karena “kaum feodal” di kerajaan –
kerajaan lain sudah ditangkap dan dibawa ke kamp kosentrasi “kampung Merdeka”
dekat Brastagi. Kesempatan itu terbuka ketika Mayor Tengku Nurdin pada 1 Mei 1946
diangkat menjadi komandan resimen I berkedudukan di Brastagi dan komandan
batalion III dipegang kapten Zeid Ali. Dalam suatu rapat raksasa dilapangan kota
Perbaungan pada 3 Mei 1946 , ketua PKI Alwi dan konconya Kocik berpidato dan

Reid , Op. Cit , hal. 115 – 116.


37

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 60


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

sambil membuka baju mereka berteriak “tidak perlu lagi memakai baju ini jika
pengecut”. Rupanya ini merupakan kode karena segera laskar rakyat PESINDO yang
didatangkan dari Tembung menyergap tokoh – tokoh moderat dari komite nasional
Indonesia seperti Tengku Nizam , Harun Bacik , Dr. Namora dan lain – lain. Juga
berdasarkan daftar hitam semua golongan bangsawan bergelar Orang Kaya , Wan ,
Tengku , dan bekas pejabat kerajaan ditangkap dan dimasukan ke penjara Lubuk
Pakam. Pada waktu tengah hari , pimpinan bersenjata anggota volksfront / PESINDO
kemudian menyergap kapten Zeid Ali dipenginapannya dan dengan todongan senjata
ia diperintahkan agar pasukan TKR yang menjaga istana agar angkat tangan dan tidak
menembak lalu mereka dilucuti. Seluruh penghuni istana lalu kemudian menyerahkan
perhiasan emas , berlian , mutu manikam , dan lain – lainnya dan dimasukan kedalam
4 peti kayu besar termasuk tiara mahkota kerajaan Serdang sebagai dana sumbangan
untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Serah terima ini disaksikan oleh kepala
polisi Karip Harahap , anggota – anggota komite nasional Indonesia dan wakil – wakil
partai serta pemerintahan kabupaten. Lalu harta – harta itu dibawa dan digembok
beserta semua penghuni istana dengan kereta api ke Pematang Siantar. Tetapi Sultan
Sulaiman yang ketika itu sudah terbaring sakit tua , atas permintaan wakil – wakil
partai beserta Tengku Suri Darwisyah , Encik Hj. Zahrah dan beserta pembantu
diminta tinggal ditempatkan di istana Tengku Suri. Sultan Syarif Karim dari Siak ,
Sultan Sulaiman dari Serdang , dan Raja Gunung Sailan ( Riau ) adalah tiga tokoh
penguasa yang secara spontan menyatakan berdiri dibelakang Republik setelah
proklamasi kemeredekaan diumumkan. Harta yang diseimpan didalam peti – peti kayu
itu yang digembok lalu diserahkan kepada Gubernur T. M. Hasan di Siantar dan
disimpan didalam kluis bannk dagang nasional Indonesia untuk sumbangsih dalam
membiayai perjuangan Indonesia. Istana kota Galuh kemudian dipakai sebagai kantor
pemerintahan NRI kabupaten Deli Serdang ( Bupati Munar S. Hamijoyo ). Juga
perkebunan karet Tanjung Purba dan perkebunan kelapa Pantai Labu dikelola oleh
legium penggempur naga terbang dari Timur Pane.38
Pada akhir bulan April 1946 gerakan revolusioner sosial sudah jelas berahir dan
pemimpin – pemimpinnya yang paling radikal telah dipenjarakan atau
menyembunyikan diri. Ia telah mencapai penghancuran banyak negara – negara kecil
secara permanen dan memberikan peran lebih besar dalam stuktur kekuasaan yang
formal kepada organisasi – organisasi pemuda , angkatan darat , dan beberapa politisi.
Namun harga yang harus dibayar tidak hanya terbatas pada beberapa ratus bangsawan
yang menjadi korban revolusi sosial ; yang termasuk penyair terbesar Indonesia zaman
pra kemerdekaan , Amir Hamzah. Salah satu akibat adalah dipercepatnya
pengambrukan kekuasaan di Sumatera Timur dari sejumlah badan perjuangan yang
saling bersaing yang lebih dirancangkan untuk mengembangkan kepentingan –
kepentingan ekonomi dan politik mereka masing – masing ketimbang melindungi
daerah itu terhadap serangan Belanda. Akibat lainnya adalah memburuknya hubungan

38
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrial ; dirumah : JL. Kalimantan III No. 18 B Kompleks
Perumahan Pelabuhan , km 20 Belawan ; tanggal 5 April 2001.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 61


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

antar suku di Sumatera Timur maupun diluarnya. Bagi kaum bangsawan pribumi dan
pendukung – pendukungnya yang berjumlah besar diantara orang Melayu dan
Simalungun ; revolusi melambangkan kekalahan mereka yang berdarah ditangan
kelompok – kelompok luar.
Tetapi sampai dengan bulan April 1946 garis maxis “internasional” moderat
praktis tidak terwakili. Pejabat – pejabat republik setempat tidak mendapat dukungan
efektif dalam kebijaksanaannya sebagai pengatara antara para pemuda dengan raja
yang saling bermusuhan. Para raja – raja di Sumatera Timur dapat dikatakan bersifat
konservatif ( kecuali Serdang ) namun kurang keras kepala ketimbang rekan – rekan
mereka di Aceh. Pada bulan Febuari ketika kelemahan pihak Belanda tanpak dengan
jelas , mereka menyadari bahwa satu – satunya harapan mereka adalah pemerintah
republik dan mulai perundingan – perundingan serius dengannya bagi “demokratisasi”
wilayah – wilayah mereka yang otonom dibawah pimpinan republik. Hal ini hanya
memperbesar keurigaan pemimpin – pemimpin pemuda radikal yang khawatir akan
bengkinya kembali secara artifisial kerajaan – kerajaan yang praktis sudah lumpuh
sebagai akibat politik revolusioner.39
Lagi pula usaha yang gagal untuk mengekspor “revolusi sosial” ke Tapanuli
mengakibatkan bentrokan – bentrokan sengit di Sidikalang yang pada bulan Mei 1946
telah bersifat etnis secara eksklusif antara orang Karo ( dengan sekedar dukungan
orang Aceh ) dengan Batak. Kira – kira 300 orang diperkirakan dibunuh dalam
perkelahian – perkelahian selama enam minggu.40

2.4 Tahun – Tahun Akhir Bangsawan Melayu Serdang


Pada 27 Desember 1949 merupakan suatu peristiwa yang mengakui kemerdekaan
dan kedaulatan atas Indonesia oleh Belanda. Sejak itu bangsa Indonesia mempuyai hak
sepenuhnya untuk menentukan sendiri nasibnya , perkembangannya , dan kehidupan
nasionalnya.
Setelah berahirnya revolusi Indonesia ; bagaimanakah kedudukan bangsawan
Melayu Serdang ?
Proklamasi 6 Oktober 1945 adalah merupakan dasar hukum sekaligus menjadi
sumber hukum bagi penyusunan pemerintahan NRI baik lembaga – lembaganya
maupun fungsi lembaga – lembaga itu sebagai satu pemerintahan yang berdaulat dan
sesuai dengan cita – cita serta tujuan bangsa Indonesia. Berdasarkan proklamasi ini
juga secara tegas tetapi “agak kurang resmi” pengapusan negara – negara yang
dimasuki oleh NRI.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap perubahan akan dimuai dari
adanya konflik – konflik. Konflik – konflik ini biasa terjadi pada kelompok , antar
kelompok , dan antar elit yang ditandai oleh pola – pola perubahan yang terpadu.
Perubahan ini cenderung terumuskan dalam beberapa aturan – aturan dasar interaksi
sosial. Seperti pada setiap masyarakat tradisional kecenderungan peraduan dari

Reid , Op. Cit. hal. 114 – 115.


39
40
Ibid., hal. 116.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 62


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

berbagai gerakan – gerakan revolusioner kerapkali ditentang oleh elit penguasa. Usaha
untuk melemahkan kecenderungan – kecenderuangan ini dan memisahkan gerakan –
gerakan revolusioner , khususnya menceraikan dari pembangunan kelembagaan dan
proses politik memang berhasil dengan baik. Sebagai akibatnya keterpaduan dari
segenap gerakan – gerakan tersebut memang hampir tidak menemukakan titik temu.
Namun pada akhirnya ia dapat berkembang atau sekurang – kurangnya membawa
transformasi parsial dari rezim tersebut.
Tingkat keterpaduan pada seluruh masyarakat kerajaan sama sekali tidak seragam.
Kerajaan Serdang ditandai oleh knvergansi yang termasuk besar dari segenap
perubahan dalam bidang politik ; demikian juga bahwa perubahan – perubahan politik
tidak diintegrasikan dengan perubahan – perubahan dalam penatan ke “Indonesia” an
( musyawarah untuk mencapai mufakat ) berbagai lapisan sosial. Sebaliknya NRI
ditandai oleh “Jawanisasi” derajat artikulasi ideologi dari perjuangan politik bersama
perpaduan gerakan – gerakan revolusioner.41
Ketika bangsawan menujukkan dukungannya terhadap revolusi , maka bangsawan
itu sendiri terimbas revolusi yang ia dukung tersebut. Pada bulan Maret sampai dengan
April 1946 ini merupakan pencanangan awal dari “pegganyangan” resmi terhadap
bangsawan.
Terbentuknya NRI jilid II ditahun 1950 merupakan pukulan telak bagi
bangsawan , karena bangsawan tidak mempunyai status setelah revolusi Indonesia ;
artinya kekuasaan atas negara yang diperintah oleh bangsawan selama turun temurun
tersebut , maka harus direlakan untuk dilepaskan kepada penguasa baru dalam negara
yang baru ; dan revolusioner bangsawan tidak diperlukan lagi oleh karena revolusi
Indonesia ( proklamasi kemerdekaan dan perjuangan bersenjata ) masanya telah
selesai.

41
Eisenstadt. Revolution And The Transformation Of Societies , atau Revolusi dan Transformasi
Masyarakat , terj. Chandra Johan ( Jakarta : CV Rajawali , 1986 ) , hal. 105.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 63


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

BAGIAN 3
PROLOG

Pembangkangan Sultan Sulaiman Sjaiful Alam Shah terhadap aturan – aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Belanda menjadi titik yang menentukan dalam sejarah
revolusioner bangsawan Serdang. Dengan sikap Sultan Sulaiman ini juga merupakan
unsur yang paling aktif dan paling berkomitmen dalam proses pembentukan
bangsawan Serdang yang revolusioner. Revolusi yang lahir dengan bangkitnya
perlawanan bagsawan atas kebijakan – kebijakan dari pemerintah Belanda melalui
kontrelirnya di jaman kolonial , hidup secara terus menerus sampai akhirnya Indonesia
merebut kemerdekaannya kembali dan menciptakan dunia baru yang terlepas dari
kebijakan – kebijakan kekuasaan asing. Pemerintah Hindia dan aparaturnya secara
ekstensif dan efektif melalui PID nya selalu mengawasi dengan sangat waspada dan
siap setiap saat untuk menupas setiap gerakan “subversif” bangsawan. Disamping itu
bayangan menakutkan tentang kedekatan Serdang kepada Jepang yang di Timur telah
menghantui setiap kontelir Belanda akan datangnya revolusi. Akibat dari semua itu ,
gerakan bangsawan Serdang berusaha diimbangi dengan “mengotoriterkan” Serdang
disertai dihapuskannya institusi Orang Besar untuk mengurangi dan sekaligus
memecah belah bangsawan Serdang itu sendiri.
Yang perlu dipertanyakan disini adalah : apakah sebenarnya arti revolusi Indonesia
itu bagi bangsawan Melayu Serdang ? Mulai sekarang jelaslah kiranya bahwa revolusi
Indonesia mempunyai makna yang lebih besar dan lebih kompleks bagi bangsawan
Melayu Serdang daripada hanya sekedar pendeklarasian berdirinya NRI serta
perjuangan bersenjata di Sumatera Timur pada umumnya dan di Serdang pada
khususnya. Unsur revolusi Indonesia atau lebih tepatnya perspektif revolusi nasional /
kemerdekaan Indonesia sentris itu sudah pasti ada dari mulanya karena memang unsur
ini yang menjadi benang merah ikutnya bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi
Indonesia. Tetapi menyamakannya sama halnya dengan mengamati sekilas sambil
menutup mata terhadap berwarna – warninya dinamika dan kompleksitas revolusi
Indonesia itu sendiri. Ini perlu diingat karena revolusi Indonesia tidak hanya sebatas
pendeklarasian NRI dan perjuangan bersenjata untuk menghilangkan anarsir – anarsi
asing dari negeri ini tetapi revolusi Indonesia ini secara “tidak resmi” menghilangkan
kedaulatan bangsawan Melayu Serdang atas kekuasaan negaranya. Selain itu revolusi
Indonesia ini juga secara semi – sistematis bisa dikatakan sebagai pembersihan
terhadap golongan etnis tertentu yang kebetulan mendukung daripada bangsawan
Melayu Serdang itu sendiri. Jadi kemudian apa itu bangsawan Melayu Serdang dalam
revolusi Indonesia ?
Pertama , bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi Indonesia merupakan suatu
proses “penerjemahan” dalam usaha bersama untuk mengusir penjajahan disertai
pembentukan negara baru yang demokratis yang sebelum kedatangan kekuasaan asing
pernah ada. Ketika Sultan Sulaiman mengadakan diskusi ringan dengan Dr. Sutomo ;

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 64


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Sultan tersebut mempunyai pandangan bahwa tidak hanya bangsawan – bangsawan


Serdang saja yang mengalami penjajahan tetapi dibanyak tempat khususnya di Jawa
posisi bangsawan juga sama keadaanya dengan bangsawan – bangsawan Serdang.
Kedua ; kita mungkin bertanya , mengapa bangsawan Melayu Serdang mendukung
dan menyatakan berdiri dibelakang NRI ; ini semua tindakan yang keliru. Dalam
klasifikasi ini , bangsawan Melayu Serdang tetap sosok dari golongan bangsawan yang
membingungkan karena apabila NRI berdiri maka secara langsung kekuasaan
bangsawan atas kerajaannya harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan bentuk
pemerintahan republik. Idenya tentang mendukung dan sekaligus berdiri dibelakang
NRI tidak dapat dikalsifikasikan ke kategori apapun. Tetapi jika kita ikuti lagi tindakan
yang mereka perbuat yang dipakainya untuk menerangi dunia lingkungan hidupnya , ia
( bangsawan Melayu Serdang ) bukan sosok bangsawan yang membingungkan lagi. Ia
adalah golongan bangsawan yang moderat dan bukan sebagai kaum feodal yang
mencoba membuktikan kepada orang bukan bangsawan bahwa tidak semua golongan
bangsawan itu feodal. Bangsawan Melayu Serdang mengingatkan kepada kita akan
kesalahan klasifikasi bangsawan dan pengamatan yang serampangan itu serta
menghindarkan diri dari pandangan umum , maka kemunculan bangsawan Melayu
Serdang dalam revolusi Indonesia merupakan sikap bangsawan yang lain daripada
yang lain.

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 65


Hilang Dalam Terang : Studi Atas Kehidupan Bangsawan Melayu
Serdang Dalam Revolusi Indonesia di Sumatera Timur 1945-1946

Oleh : Muhammad Alamsyah, S.S Page 66

Anda mungkin juga menyukai