ABSTRAK
Sistem politik Melayu pada umumnya dan sistem politik Serdang pada
khususnya mengungkapkan bahwa kepala dari suatu negeri Melayu ( negeri =
negara ) adalah menurut konsep pemerintahan Hindu. Yang Dipertuan ; Raja
menurut kebiasaan Hindu atau Sultan untuk menyelaraskan diri dengan Islam.
Menurut konsep Hindu raja – raja Melayu itu dialiri oleh darah putih dari seorang
dewa Hindu atau Bodhisatwa. Dalam ungkapan – ungkapannyapun raja Melayu
mempunyai istilah – istilah sendiri seperti “bersiram = mandi” , “gering = sakit” ,
“ulu = kepala” , “berangkat = berjalan” , “mangkat = meninggal” , “murka = marah”
, “titah = perintah” , “kurnia = pemberian” , “anugrah = hadiah” , dan lain – lain
sebagainya.
BAGIAN – 1
KELAHIRAN DAN EVOLUSI
BANGSAWAN MELAYU SERDANG
1
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.
2
Luckman. Sari Sejarah Serdang ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 )
hal. 18.
unsur mendasar yaitu Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat
yang menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu. Ketiga unsur ini
bertalian erat diantara satu dengan lainnya. Bangsawan Serdang merupakan bagian dari
bangsawan Melayu. Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam , berbahasa
Melayu sehari – harinya dan beristiadat Melayu. Dalam adat Melayu terdapat satu
ungkapapan yang dipedomani. Ungkapan ini ; “adat bersendi hukum syarak , syarak
bersendikan kitabullah”. Jadi orang Melayu itu adalah etnis secara kultural ( budaya )
dan tidak mesti secara genologis ( persamaan darah turunan ). Dalam hukum
kekeluargaan orang Melayu menganut sistem “parental” ( kedudukan pihak ibu dan
pihak bapak sama ). Pada awalnya ketika agama Islam mulai dikembangkan oleh orang
Melayu ( pedagang ) ke seantero Nusantara ; pengertian Melayu merupakan pengertian
suatu wadah orang Islam dalam menghadapi golongan non – Islam.33
Dalam kesadaran Barat kekuasaan merupakan gejala yang khas antarmanusia.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain , untuk
membuat mereka melakukan tindakan – tindakan yang kita kehendaki. Kekuasaan
pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongkret dalam
sebab – sebab dan akibatnya. Kekuasaan terdiri dalam hubungan tertentu antara
orang – orang ataupun kelompok orang dimana salah satu pihak dapat memenangkan
kehendaknya terhadap yang satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang beraneka
ragam misalnya sebagai kekuasaan orang tua , karismatik , politik , fisik , finansial ,
inteletual , dan tergantung dari dasar empirisnya.44
Dalam paham Melayu kekuasaan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Sistem
kerajaan – kerajaan Melayu yang tumbuh di Sumatera Timur dan ada sejak kerajaan
Haru di Deli lenyap karena serangan Aceh pada 1539 M merupakan bersifat kerajaan
Islam Mazhab Syafii yang mengutamakan mufakat ( konsensus ) dalam pemerintahan
sehari – hari diantara Raja / Sultan yang dianggap sebagai “zilullah fi’l alam” bayang –
bayang Tuhan diatas dunia atau “kalifatullah fi’l ard” wakil Tuhan di dunia dengan
rakyat diwakili oleh para “Orang Besar” telah diciptakan ketika terjadi “kontrak
sosial” antara sang sapurba dengan demang lebar daun di Bukit Seguntang Maha Meru
seperti yang diceritakan oleh sejarah Melayu. Dalam “kontrak sosial” ini Raja / Sultan
( penguasa ) tidak boleh menghina dan memperkosa hak rakyat. Raja tidak akan
membuat keputusan tanpa mufakat dan persetujuan segenap Orang Besar. Taatnya
orang Melayu kepada Raja / Sultan yang dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia /
kepala pemerintahan Islam / kepala adat sejak dahulu sebelumnya terungkap dalam
pepatah “ada raja adat berdiri , tiada raja adat mati”. Oleh sebab itu Raja / Sultan
mempunyai “Daulat” selaku penguasa pemerintahan , penguasa Islam dikerajaannya ;
dan selaku kepala adat Melayu. Pemberontakan terhadap Raja / Sultan dianggap
3
Lihat juga , Tengku Luckman Sinar , SH. Jati Diri Melayu ( Medan : Lembaga Pembinaan dan
Pengembangan Budaya Melayu – MABMI , 1994 ) hal. 8 – 15.
4
Magnis. Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa ( rev . ed. ;
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1996 ) , hal. 98 – 99.
5
Luckman , Op. Cit. , hal. 18 – 25.
Demikianlah , betapa raja atau sultan dan pembesar saling perlu memerlukan ibarat api
dengan kayu tidak akan mungkin menyala api apabila tanpa adanya kayu. Maka
wajarlah apabila raja atau sultan , pembesar , dan rakyat menjadi dasar dalam
pandangan hidup perpolitikan Melayu dalam membentuk sebuah kerajaan dengan
berbagai keragaman institusinya. Selanjutnya apabila dikaitkan seorang raja atau sultan
yang berwibawa serta yang pemegang kekuasaan tertinggi dalam institusi kerajaan
yang memakai gelar sultan tersebut maka wujud dari kerajaan itu berwujud kesultanan.
Instutusi inilah yang menjadi tonggak dari penggagasan , penumbuhan ,
perkembangan , dan kelangsungan daripada suatu kerajaan dan warisan – warisan
Melayu berikutnya. Begitu penting institusi ini dalam menyumbang untuk
mewujudkan sebuah kerajaan sehingga diungkapkan secara falsafah dalam budaya
politik Melayu “…negeri ( kerajaan ) kalah , apabila rajanya mati”.6
Dari ungkapan ini dapat diyakini bahwa raja atau sultan dalam paham Melayu
memiliki kosmis. Kosmis ialah suatu kekuatan yang dimiliki oleh seorang raja
(penguasa ) berdasarkan keseimbangan dalam berpedomankan akan kestabilan kosmos
( alam semesta ). Artinya seorang raja atau sultan dapat berkuasa apabila jumlah total
kekuasaan dalam alam semesta tetap sama saja. Individu - individu yang berkuasa
dianggap penuh kekuatan batin dalam arti baik atau buruk. Pada prinsipnya kekuatan
adi dunia itu ada dimana - mana tetapi ada tempat , benda , dan manusia dengan
pemusatan yang lebih tinggi. Raja atau sultan yang dipenuhi oleh kekuatan ini tidak
bisa dikalahkan dan tak dapat dilukai dengan kata lain raja atau sultan itu sakti
kekuatan yang membuat sakti disebut kesaktian. Kekuasaan politik adalah ungkapan
kesaktian maka tidak merupakan sesuatu yang abstrak suatu nama belakang bagi
hubungan antara dua unsur yang kongkret yaitu manusia atau kelompok manusia.
Kekuasaan mempunyai substansi pada dirinya sendiri ( kehendak dari raja atau sultan
yang bersangkutan ) berinteraksi pada dirinya sendiri dan tidak tergantung dari dan
mendahului terhadap segala pembawaan empiris. Dalam kenyataannya kekuasaan
hakekat realitas sendiri , dasar ilahinya dilihat dari segi kekuatan yang menagalir pada
dirinya sendiri itu merupakan sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongret dalam
sebab - sebab dan akibat - akibatnya. Kekuasaan terdiri dari hubungan tertentu antara
orang - orang atau kelompok orang tertentu dimana salah satu pihak dapat
memenangkan kehendaknya terhadap satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang
beraneka ragam ; misalnya sebagai kekuasaan orang tua yang kharismatik , politik ,
fisik , finansial , intelektual ; tergantung dari dasar empiriknya. Pada latarbelakang
kekuasaaan itu raja atau sultan dapat dimengerti sebagai orang yang memusatkan
suatu takaran kekuatan kosmis yang besar dalam dirinya sendiri sebagai orang yang
sakti sesaktinya. Kita bisa membayangkan sebagai pintu air yang menampung seluruh
air sungai dan bagi tanah yang lebih rendah merupakan satu - satunya sumber air dan
kesuburan , atau sebagai lensa pembakar yang memusatkan cahaya matahari dan
mengarahkannya kebawah. Kesaktian sang raja atau sultan diukur pada besar kecilnya
6
Latiff. Melaka dan Arus Gerak Kebangsaan Malaysia ( Kuala Lumpur : Universiti Malaya ,
1991 ) , hal. 10 – 15.
7
Ibid., hal. 17.
Orang kebanyakan baik yang berada di tanah Melayu sendiri ataupun kawasan –
kawasan yang menjadi taklukan Melayu menjadi rakyat kebawah Duli Yang Maha
Mulia. Secara idealnya mereka melindungi sebaliknya mereka adalah penegak daulat
raja. Interaksi mereka dengan raja adalah renggang tetapi untuk menyeimbangi
kereanggangan tersebut dibarengi dengan kepercayaan dan pendukungan terhadap
daulat secara spiritual , peranan , dan fungsi pembesar ke atas mereka.
Hadirnya kerjasama , saling topang – menopang , dan dukung – mendukung secara
langsung maupun secara tidak langsung diantara ketiga unsur ( raja / sultan ,
pembesar , dan rakayat ) ini. Dengan fenomena ini akan terbentuk suatu konsensus
masyarakat yang diaktualisasikan kepada pegangan dan kepatuahan kepada wadah
( kontrak sosial ) “sang spurba taram seri tri buana ( pihak yang diperintah )” dengan
“demang selebar daun ( pihak yang diperintah )”. Ini merupakan suatu tradisi turun –
temurun dalam politik Melayu.
Secara historis dalam budaya berpolitik Melayu menjurus kearah terbinanya
sebuah kerajaan , apabila tonggak bernegara ialah institusi kerajaan atau kesultanan
maka unsur yang sangat mendasari akan kedua aspek ini ialah pemegang dan penguasa
dari politik tersebut. Kedaulatan dan usaha – usaha pembinannya bukan sekedar
muncul dari dukungan dan pengakuan dari kalangan – kalangan seperti pembesar ,
menteri , dan rakyat tetapi harus didukung juga oleh adanya penguatan dengan mitos –
mitos dan kepercayaan diwariskan oleh pendahulu – pendahulu terdahulu secara
turun – temurun mengenai asal usul dari raja / sultan tersebut.8
8
Ibid., hal. 18
persahabatan guna menjaga stabilitas negerinya. Penghasilan yang diperoleh dari raja –
raja tersebut umumnya dari peradilan , bea – cuaki , hasil – hasil muara sungai ,
persembahan – persembahan yang diterima , barang larangan , pancong alas , bea
masuk orang asing yang memasuki wilayahnya ; dan bersamaan dengan daerah –
daerah kediaman orang – orang Batak keuntungan biasanya didapatkan dari monopoli
garam , candu , dan sering juga dari ekspor budak – budak ( biasanya orang – orang
kafir ) yang dijual oleh pedagang Cina ke Malaya didaerah pertambangan timah dan
perak di Perak dan Selangor. Didaerah – daerah yang ditaklukkannya raja – raja itu
pada umumnya tidak pernah meninggalkan pasukan tetap tetapi mengambil salah
seorang anak raja yang dikalahkannya atau pengganti raja untuk dididik di istananya.
Sering pula raja penakluk itu menunggu datangnya utusan – utusan pemberian upeti
( Bunga Emas ) dan menerima pendapatan hasil cukai dari raja – raja taklukkan.
Intervensi di daerah – daerah jajahan dalam bidang pemerintahan hampir tidak ada.
Mengenai biaya untuk pemerintahan ditanggung bersama – sama oleh kepala daerah –
daerah taklukkan , dan biaya – biaya untuk peperangan biasanya ditanggung sebagian
oleh mereka.
Orang Besar kerajaan atau Rijsgroten adalah dimaksudkan sebagai para
fungsionaris yang menjadi kepala – kepala daerah di daerah – daerah yang menjadi
bagian dari daerah suatu kerajaan tersebut atau juga mereka berfungsi sebagai kepala
daerah didaerah Sultan ( reechtstreek Sulthansgebied ). Bahwa susunan dewan
kerajaan Serdang umumnya hampir sama dengan negeri Melayu lainnya yang ada di
Sumatera Timur yang didapat dari pengaruh kerajaan Melayu Melaka dan Johor –
Riau serta Siak.
Adapun Menteri yang utama ( Perdana Menteri atau Patih di Jawa ) ialah yang
bertindak sebagai Mangkubumi adalah Datuk Paduka Setia Maharaja yang
mendampingi Raja Muda. Sedangkan Raja Muda itu mempunyai fungsi sebagai
berikut : mengambil keputusan – keputusan atas nama Raja / Sultan mengenai semua
hal tentang Batak Dusun sepanjang wakil Raja / Sultan di Batak Timur atau Kejuruan
Senembah tidak dapat menyelesaikannya ; Kepala kantor dan Kepala polisi raja – raja ;
pejabat Ketua Kerapatan ; hakim tunggal mengenai perkara – perkara yang dianggap
tidak penting ; kepala peradilan mengenai keturunan – keturunan raja atau orang –
orang besar ; dan kepala peradilan mengenai penghuni – penghuni istana atau keraton.
Dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan
sehari – hari. Dibawhnya ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap
kepala kepolisian. Selanjutnya Laksamana yang berfungsi sebagai panglima angkatan
laut dan merngkap panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima
perang yang ditugaskan sebagai panglima perang angkatan darat. Syahbandar
fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan , mengurus imigrasi , dan untuk urusan
perdagangan. Betara kanan adalah merupakan ajudan Raja / Sultan. Betara Kiri
merupakan sebagai penghulu istana dan penghulu bangsawan ( Kepala rumah tangga
istana ) yang sering juga disebut sebagai Betara Dalam dan Betara Luar.
Adapun asal kata Wazir di Serdang dan Bendahara dilain negeri Melayu itu ialah
karena ia merupakan sebagai tempat pembendaharaan segala rahasia raja dan
memberikan kebajikan atas bumi yang dilingkari raja itu ( asal kata Mangkubumi ).
Mereka – mereka itu dibawah pimpinan Menteri Utama ( Wazir ) yang mengurus
jalannya pemerintahan sehari – hari dalam negara. Disamping itu ada lagi Dewan
Menteri yang terdiri dari Orang Besar Berempat yang merupakan “inner Council”
yang diketuai oleh Wazir dan masing – masing Orang Besar Berempat mempunyai
pula menteri – menteri dibawahnya yang berjumlah delapan ( Menteri Delapan ).
Adapun Orang Besar Berempat itu adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku
Seri Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Adapun gelar dari
masing – masing Orang Besar Berempat yang sesuai dengan tingkatan dalam
kedudukan hirarki kekuasaan adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku Seri
Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Mereka inilah yang
membantu raja dalam penentuan pengganti raja – raja dan penambalan raja – raja
baru , membuat perjanjian , menentukan keadaan perang , dan lain – lain hal yang
dianggap penting.
Sewaktu kerajaan Serdang masih kecil dan mulai berkembang dari Sampali ke
Sungai Serdang , keempat Wazir ini belum mempunyai daerah sendiri. Fungsi Wazir
ini sebagai kawan Raja dalam musyawarah untuk hubungan – hubungan politik.59
9
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.
negeri Belanda atau Betawi. Juga di dalam partai atau organisasi “pergerakan
nasional” mereka dominan dan aktif. Rasa terancam karena ketidakberdayaan terhadap
tekanan pemerintahan Hindia Belanda maupun karena merasa terdesak oleh “orang
pendatang” ; sejumlah tokoh dibeberapa kerajaan Melayu menganggap perlu
membentuk persatuan dan menegakan jati diri Melayu ( Islam mazhab Syafii , budaya
dan adat serta bahasa Melayu ) melalui pendidikan dan organisasi seperti itu di
Serdang maka terbentuklah Bangsawan Sepakat ( 1923 ) Syairus Sulaiman ; persatuan
raja – raja Melayu seperti Syirkatul Muluk ( 20 September 1932 ) , dan Persatuan
Sumatera Timur ( 1941 ). Tetapi kecurigaan akibat taktik pecah belah kaum penjajah ,
organisasi itu tidak banyak artinya dalam mempertahankan hegemoni penduduk asli
Melayu. Bahkan karena perjuangan mempertahankan hak adat tanah jaluran di areal
perkebunan tembakau , pihak kerajaan Melayu mendapat tekanan tiap tahun dari pihak
perkebunan asing dan pemerintah Hindia Belanda.10
Sejak permulaan priode ini birokrasi Belanda terus – menerus berusaha secara
berangsur – angsur menggugah raja / sultan yang berada dibawah “politik kontrak” itu
kejurusan situasi yang “normal” , dengan menurunkan penghasilan dan kekuasaan
otonominya ketingkat raja – raja yang berstatus Korte Verklaring.
Akibat dari kebijakan ini di kerajaan Serdang terjadi suatu perubahan besar yang
sedikit demi sedikit mulai berlaku di kerajaan ini. Di dalam kerajaan Melayu menurut
adat seorang raja bergelar Sultan , Yang Dipertuan , dan sebagainya. Lalu seorang Raja
Muda atau Yang Dipertuan Muda dan sejumlah biasanya 4 yang tergabung dalam
Orang – Orang Besar atau Datuk atau Wazir ; sebenarnya Sultan itu bukan penguasa
yang absoulut tetapi hanya mewakili kerajaan. Oleh karena itu menerima
penghormatan yang tertinggi dan pendapatan yang besar , tetapi meskipun demikian
tugasnya akan jadi senang saja. Tugas pemerintahan yang sebenarnya terletak pada
Raja Muda yang kadang – kadang kekuasaannya sering menyamai Sultan dan
kadang – kadang melampaui kekuasaan Sultan.
Sejak memasuki tahun 1930 beberapa instutusi kerajaan dihapuskan dan diganti
dengan institusi yang dibuat oleh Belanda dalam tahun 1907 dengan ikatan politik
yang sesungguhnya sangat memberatkan tetapi harus ditaati oleh karena kerajaan
Serdang dalam keadaaan “taklukan” kekuasaan asing. Dengan keadaan yang
sedemikian ini maka bangsawan memamfaatkan keahliannya ini dalam hubungan –
hubungan yang mempunyai pengaruh besar , kalau perlu membungkuk – membungkuk
merendahkan diri dengan harapan agar tidak memungkinkan Belanda secara langsung
mencapai tujuannya. Kesempatan mendesakan perubahan ini hanya terbuka pada
mangkatnya setiap raja / sultan ; dimana kelonggaran – kelonggoran dalam hubungan
mereka telah diperketat lagi dan penghasilan pengganti – penggantinya telah
diturunkan. Sasaran tetap politik Belanda ditujakan kepada eenhoofdig bestuur
( pemerintahan di bawah satu raja ) ; dimana sejumlah raja kecil yang sudah tunduk
10
Lihat Tengku Luckman Sinar , “Sumatera Timur Menjelang Proklamasi dan Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” , dalam Panitia Konfrensi Internasional , Denyut Nadi Revolusi
Indonesia (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1997 ) , hal. 136 – 137.
secara teori maupun praktek kepada kekuasaan kolonial Belanda berangsur – angsur
hanya berfungsi sebagai pejabat – pejabat bawahan dari raja – raja / sultan – sultan
yang telah mantap pengaruh dan keberhasilannya. Kebijakan ini dibuat oleh Belanda
dengan sasaran agar kekuasaan “elit pribumi” ini dapat dikontrol melalui satu raja /
sultan dan dengan perantaraan raja / sultan ini pengontrolan birokrasi kepegawaian
kepala – kepala distrik yang bersifat aristokrasi. Tekanan – tekanan kejurusan
memperkecil penghasilan para raja / sultan ternyata menimbulkan “masalah”. Masalah
ini menjadi gawat pada tahun – tahun krisis ekonomi dunia ketika keungan perkebunan
dan kerajaan mengalami kesulitan yang luar biasa. Krisis dunia ini tidak mengubah
penghasilan resmi para bangsaawan , tidak seperti raja - raja / sultan – sultan yang
tidak berdaya diikat oleh Korte Verklaring yang penghasilannya dipotong 10 % pada
tahun 1932. Dalam keadaan yang suram ini , para bangsawan masih terus
menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang
berlebih – lebihan ; membikin Belanda hilang kesabaranya. Praktek persen – persenan
dan pemberian barang – barang berharga kepada elit Melayu yang berpengaruh untuk
menjinakan mereka dalam urusaan tanah yang dulunya dilakukan oleh perkebunan –
perkebunan terhadap bangsawan – bangsawan ini , sekarang tidak dilakukan lagi. Jika
timbul sengketa pihak perkebunan langsung membawanya ke pengadilan untuk
diputuskan ; utang – utang para bangsawan ini mereka tagih tidak mereka hapuskan
seperti dulu karena kepentingan politik mereka. Hubungan antara perkebunan dan
kerajaan semakin putus , sehingga maslah keuangan para bangsawan semakin menjadi
parah. Jika pemborosan raja / sultan dan para kerabat sekitarnya tanpaknya semakin
meningkat selama tahun – tahun krisis ekonomi dunia ; demikian juga permohonan –
permohonan akan perlindungan dan bantuan kerajaan semakin meningkat pula.
Persaingan diantara kaum bangsawan Melayu ini dalam perlombaan kemewahan
pesta – pestanya dan kehebatan mobil – mobilnya telah mencapai tingkat yang sedikit
pun tidak lagi memikirkan martabat kekuasaanya. Menjelang tahun 1931 utang istana
Serdang sudah sedemikian bertumpuk sehingga pemilik – pemilik modal Eropa
menolak memberi utang selanjutnya sehingga para bangsawan itu terjerumus
berhutang kepada rentenir – rentenir India. Seluruh utangnya diperkirakan berjumlah
300.000 gulden pada tahun 1933 , tetapi di tahun 1935 terungkap utangnya sebanyak
lebih dari satu miliun gulden.11
Pernyataan seperti ini memang kiranya agak menyesatkan. Namun benar bahwa
tidak semua bangsawan yang berlatarbelakang bangsawan kerjanya hanya
menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang
berlebih – lebihan. Tidak halnya dengan Sultan Sulaiaman yang dengan uang
pribadinya sendiri dan dari kas kerajaan membuka Serdang Kanaal , melempangkan
sungai Serdang untuk mengeringkan air bah dan rawa – rawa. Tujuan pembangunan
11
Reid. The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional Rule In Northern
Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera , terj. Tim PSH
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 96 – 97.
ini tidak lain diperuntukan untuk mengairi sawah rakyat seluas 2000 Ha yang tidak
lain untuk mensejahterakan rakyat petani.612
Setelah masuknya Jepang , pemerintahan militer Jepang merupakan penguasa
tertinggi atas negara ini. Pmerintahan militer Jepang telah mendomonasi negara atas
rakyat Indonesia khususnya di kerajaan Serdang. Gambaran ini merupakan ciri utama
dari sistem pemerintahan militer yang di terapkan Jepang. Kemampuan ekonomi dan
militer negara sangat besar ; kekuasaan negara dilaksanakan melalui patronanse dan
penindasan. Berdiri di atas kaki sendiri dijadikan modal untuk membangun apa yang
disebut perang Asia Timur Raya. Pengawasan negara atas rakyat dapat berjalan secara
efektif ; hal ini dapat terlihat dari campur tangannya pemerintahan militer Jepang atas
seluruh wilayah kehidupan rakyat. Aristokrat diangkat sebagai klien negara dalam
tingkat regional yang mengontrol dan memantau hampir seluruh kegiatan dari rakyat
Serdang. Surat rekomendasi dari berbagai kantor militer dan sipil diperlukan penduduk
yang akan melamar pekerjaan , memasuki pendidikan tinggi , pindahan , menikah , dan
lain – lainnya. Struktur rezim Jepang dengan pengawasan militer pada tingkat
nasional , regional , dan lokal serta lembaga kecamatannya yang sangat kuat.
Gerakan tiga “A” yang dipropagandakan oleh pemerintahan militer Jepang ini juga
digunakan untuk membeli kesetiaan para pembangkang potensial , seperti kelompok –
kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama.713 Rezim pemerintahan militer Jepang
telah menetapkan sebuah sistem korporatis yang disambungkan dengan wahana bela
negara. Kelompok – kelompok kepentingan korporatis yang itu bersatu dibawah
jaringan PETA ; seperti Persatoean Oelama Soematera Timoer dijadikan sebagai satu –
satunya instituisi keulamaan umat Islam ; Persatoean Oelama Kerajaan – Kerajaan
Soematera Timoer , dijadikan sebagai satu – satunya institusi dari bangsawan Melayu ,
HEIHO merupakan organisasi dalam ketentaraan yang dibentuk oleh Jepang karena
Jepang kekurangan prajurit dalam angkatan perangnya. GYUGUN ( Tentara Pembela
Tanah Air ) , organisasi ini yang akhirnya merupakan sebagai inti dari TNI sekarang.
Tingkat urbanisasi dan industrialisasi perang ditambah lagi dengan isolasi dari
pihak Sekutu maka di kerajaan Serdang terjadinya multi krisis yang pada akhir – akhir
dari kekalahan Jepang di tahun 1945 merupakan petunjuk bahwa kelas menengah dan
pekerja masih cukup kecil untuk mengerti akan arti kemerdekaan bangsa. Ini menjadi
masalah sebab sejarah membuktikan bahwa kelas rakyat biasa dan unsur – unsur dari
12
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.
13
Yang penulis maksudkan sebagai kelompok – kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama
yang dapat dibeli kesetiaannya untuk tidak berperan sebagai oposisi bagi pemerintahan militer Jepang ;
misalnya pemerintah memberikan jabatan atau kedudukan untuk menetralisirkan ( setidak – tidaknya
tidak menentang atas kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh negara atau bila perlu mau bergabung
dengan pemerintah untuk bekerja sama ) ; disamping itu juga pemerintah dalam membeli kesetiaan para
pembangkang potensial dari golongan agama dan golongan intelektual , pemerintah menggunakan cara
untuk mengambil hati dari pemimipin – pemimpinya ; seperti dengan membangunkan rumah – rumah
ibadah dan kebebasan – kebebasn dalam mengeluarkan ide bagi pemimpin – pemimpin intelektual.
golongan kirilah yang paling mendukung untuk kemerdekaan bangsa dan berdirinya
negara Indonesia.
Struktur kelas di kerajaan Serdang sedang berubah seiring dengan tumbuhnya
kelas menengah dan pekerja. Di balik struktur kelas yang sedang berubah ini
merupakan hasil pembangunan militerlisme yang berlangsung selama masa
pendudukan Jepang di kerajaan Serdang tersebut. Kerajaan Serdang telah mengalami
periode panjang dari pertumbuhan ekonominya dibandingkan negara – negara
tetangganya yang ada di Sumatera Timur tersebut dengan kemungkinan pertumbuhan
pertaniannya yang mampu menjadi lumbung padi semasa pendudukan Jepang di
Sumatera Timur. Pembangunan industri militer ini menciptakan kelas sosial baru yang
bisa jadi menuntut janji – janji kemerdekaan. Di satu sisi dinyatakan bahwa performasi
militer yang berkembang akan menciptakan tuntutan terhadap partisipasi politik dari
kelas menengah yang sedang tumbuh. Di sisi lain ; pembangunan militerlistik yang
terjadi di kerajaan Serdang mengantarkan negara pada standar persiapan menuju
revolusi yang baik bagi kebanyakkan orang tetapi juga pada kesenjangan yang lebih
besar antara kelas atas dan menengah kaya yang jumlahnya terus bertambah dengan
golongan miskin ; ini jugalah yang merangsang terjadinya gerakan oposisi yang tidak
kalah dari kelas menengah yang sedang tumbuh tersebut.
Berbeda dari banyak negara ; berdirinya negara Indonesia merupakan salah satu
dari sedikit negara yang dilahirkan sebagai negara revolusi rakyat. Hadirnya negara
Indonesia merupakan konsekwensi dari keadaan – keadaan istimewa yang terjadi di
Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad kolonialisme Belanda dan Imprialisme Jepang
dari Maret 1942 sampai dengan Agustus 1945. Selama periode ini rakyat Indonesia
harus mengalami banyak penderitaan. Sementara warisan penderitaan dan dominasi
asing meninggalkan bekas yang tidak bisa dihapuskan pada jiwa orang Indonesia.
Secara militer pihak Jepang juga memainkan peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi arah masa depan politik dan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin
dari upaya – upaya Jepang dalam menciptakan berbagai organisasi militer dan kuasi –
[ sic ] militer di negara ini selama peralihan pemerintahan.
Revolusi di Indonesia ( 1945 – 1950 ) menyisakan banyak masalah diseluruh daerah –
daerah yang termasuk dalam wilayah Hindia Belanda yang akhirnya menjadi
Indonesia. Misalnya Sumatera Timur yang wilayahnya ikut serta terimbas dalam
prahara revolusi ; revolusi Indonesia khususnya di kerajaan Serdang.
Pekik merdeka yang merabah ke kerajaan Serdang megelombang mewarnai saat –
saat akhir dari kejatuhan rezim pemerintahan militer Jepang tanpaknya membawa
petunjuk bahwa masa yang akan datang kerajaan Serdang akan mengalami
transformasi yang sifatnya mendasar. Gejala – gejala yang terjadi menyertai
gelombang kemerdekaan membawa tanda – tanda terjadinya perubahan – perubahan
kualitatif maupun stuktural dalam perkembangan sejarah di kerajaan Serdang.
Motivasi dominasi disertai dengan penindasan yang makin menyatu dengan politik dan
kekerasan terhadap rakyat merupakan arus utama yang amat kuat mewarnai perubahan
– perubahan diakhir rezim pemerintahan militer Jepang. Dalam konteks seperti itu
mempercepat terjadinya revolusi di kerajaan Serdang itu sendiri yang merupakan
sebagai bagian dari gelombang sejarah revolusi Indonesia pada umumnya dan sejarah
di kerajaan Serdang pada khususnya.
BAGIAN – 2
BANGSAWAN MELAYU SERDANG DAN
AKTUALISASI REVOLUSI INDONESIA
DI SUMATERA TIMUR
2.1 Lahirnya Revolusi Indonesia Tahun 1945
Di Jawa , desas – desus bahwa Jepang harus atau akan mengadakan kapitulasi
dengan Sekutu memacu aksi beberapa organisasi bawah tanah yang telah bersepakat
untuk bangkit melawan Jepang bila sekutu mendarat. Bahkan pada tanggal 10 Agustus
1945 , setelah mendengar siaran radio yang kebetulan tidak disegel oleh pemerintah
militer Jepang bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah , Sjarir mendesak
Hatta agar bersama Soekarno , dia segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ,
dan menyakinkan bahwa Hatta boleh mengharapkan dukungan dari para gerilyawan
dan banyak unit PETA. Takkala Soekarno dan Hatta baru pulang dari Dalat pada
tanggal 14 Agustus 1945 , Sjarir memberitahukan mereka bahwa Jepang sudah minta
diadakan gencatan senjata dan sekali lagi berusaha mendesak memproklamirkan
kemerdekaan. Soekarno dan Hatta belum begitu yakin bahwa Jepang telah menyerah ,
merasa bahwa para gerilyawan belum lagi mampu menghimpun kekuatan untuk
mengalahkan Jepang dan khawatir bila hal ini mengakibatkan pertumpahan darah yang
sia – sia.
Namun demikian , Sjarir yang percaya bahwa Soekarno bersedia
memproklamirkan kemerdekaan dengan deklarasi kemerdekaan berisikan kata – kata
sangat anti – Jepang yang telah disiapkan Sjarir dan kawan – kawannya , segera
mengorganisir para gerilyawan dan pelajar Jakarta untuk mengadakan demostrasi
umum dan kerusuhan – kerusuhan militer. Tembusan dan deklarasi kemerdekaan
mereka yang anti – Jepang itu sudah dikirim ke semua pelosok pulau Jawa untuk
segera diterbitkan begitu Soekarno memproklamirkan kemerdekaan yang diharapkan
bakal terlaksana pada tanggal 15 Agustus 1945. Setelah persiapan – persiapan mulai
dilakukan , menjadi jelas bahwa Soekarno dan Hatta tidak bersedia memproklamirkan
kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1945. Sjarir tidak dapat menghubungi semua
pemimpin organisasinya pada waktu yang tepat untuk memberitahukan pembatalan
ini. Revolusi satu – satunya telah meletus di Cirebon pada tanggal 15 Agustus 1945
dibawah Dr. Sudarsono , tetapi segera dipadamkan.
Demi menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu setidak – tidaknya
mereka ingin memastikan dulu sikap para pejabat militer Jepang sebelum
menggerakan pemberontakan rakyat. Lebih – lebih lagi keduanya merasa bahwa setiap
deklarasi harus benar – benar meliputi seluruh penduduk Indonesia , karena itu harus
dilaksanakan lewat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang mewakili seluruh
rakyat Indonesia. Menurut mereka dengan cara itu seluruh rakyat Indonesia akan
bangkit bersama – sama menegaskan kemerdekaan , dan akan lebih banyak
kesempatan menggerakan penduduk secara berhasil melawan Jepang. Suatu rapat
panitia tersebut direncanakan akan diadakan pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00
pagi dan kemudian mereka mengusulkan untuk memproklamirkan kemerdekaan.1
Mr. Teuku Moh. Hasan dan Dr. Amir mengikuti acara proklamasi kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. Mereka diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur
Sumatera dan Menteri Negara tanpa porto polio. Keduanya tiba di Medan pada tanggal
28 Agustus 1945 dengan letih dan lesu. Dr. Amir yang menjadi dokter kerajaan
Langkat kembali ke Tanjung Pura tempat tinggal isterinya seorang wanita Belanda ;
sementara Mr. Teuku Moh. Hasan hanya berdiam diri di Medan. Ketika Xarim M.S ,
yang berpengaruh di kalangan pemuda mengetahui dari dokter A.K Gani di Palembang
tentang proklamasi itu ia dapat mendesak para pemuda , sehingga Letnan Gyugun
Ahmad Tahir berhasil mengundang para pemuda bekas Gyugun dan Heiho pada
tangga 23 September 1945 untuk secara rahasia dan tertutup mengadakan rapat di jalan
Istana dan kemudian di asrama Rensheikei ( Hotel Dirga Surya sekarang ).
Pada mulanya proklamasi kemererdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan
karena putusnya hubungan dengan Jawa. Orang hanya kebingungan mendengar
desas – desus bahwa tentara Sekutu ( yang memboncengi Belanda ) akan segera
mendarat. Dr. Tengku Mansyur selaku ketua Shu Shangi Kei ( DPR ) Sumatera Timur
pada 25 Agustus 1945 mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk berunding di
rumahnya. Pertemuan itu dihadiri antara lain oleh Mr. Moh. Yusuf , Xarim M.S , dan
lain – lain. Maka dikeluarkanlah pengumuman untuk menjaga keamanan dan
dibentuklah suatu panitia kecil yang diketuai oleh Sultan Langkat untuk menjelaskan
kepada tentara Sekutu mengapa selama mereka mengadakan kerjasama dengan Jepang.
Panitia inilah yang kemudian diisyukan oleh PKI sebagai “panitia penyambutan
Belanda” ( Comite van ontvangat ) yang antara lain tugasnya adalah menangkapi orang
pergerakan yang bekerjasama dengan Jepang.2
2.1.1 Isu Commite Van Ountvangst
Berita akan adanya suatu panitia untuk menyambut kedatangan Belanda yang
dilakukan oleh bangsawan ini Sebenarnya masih sebatas isu. Kebenaran akan adanya
permasalah ini masih sangat diragukan oleh karena apabila masih – masing pihak
diberikan tanggapan atas peristiwa ini masing – masing pihak selalu membenarkan
pernyataan yang mereka perbuat dengan memperkuat penyataan tersebut oleh masing
– masing pihak ; sehingga kebenaran akan peristiwa ini perlu dikaji lebih mendalam
lagi dalam waktu yang mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk
mengetahui akan peristiwa tersbut.
Menurut salah satu sumber bahwa peristiwa ini terjadi pada 25 Agustus 1945 yang
dilakukan oleh beberapa diantara dari bangsawan dari berbagai kerajaan yang ada di
1
George Mc Turnan Kahin. Nationalism And Revolution In Indonesia , atau Refleksi
Pergumulan Lahirnya Republik : Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia , terj. Nin Bakdi
Soemanto ( Semarang - Jakarta : Sebelas Maret University Press & Pustaka Sinar Harapan , 1995 ) ,
hal. 170 - 175.
2
Panitia Konfrensi Internasional. Denyut Nadi Revolusi Indonesia (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama , 1997 ) , hal. 141.
3
Tim Pengumpulan , Penelitian , dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I
Sumatera Utara. Draf Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I Sumatera Utara , 1945 – 1950
( Medan : Diklat Propsu , 1992 ) , hal. 53.
4
Reid. The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional Rule In Northern
Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera , terj. Tim PSH
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 260.
5
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrial ; dirumah : JL. Kalimantan III No. 18 B Kompleks
Perumahan Pelabuhan , km 20 Belawan ; tanggal 5 April 2001.
Suasana proklamasi di Sumatera Timur dalam bulan – bulan Agustus itu berlain
sama sekali dengan keadaan di daerah – daerah lain seperti Bukit Tinggi , Palembang ,
dan Jambi. Di tempat – tempat yang telah saya sebutkan terdahulu ini pemimpinya
berhasil membentuk KNI di bulan Agustus juga sesuai dengan petunjuk – petunjuk
yang diberikan oleh Mr. Teuku Moehamad Hasan.
Ketika Mr. Teuku Moehamad Hasan tiba di Medan setelah lawatannya dari Jakarta
untuk mengikuti acara deklarasi kemerdekaan Indonesia tersebut dia melihat banyak
diantara para pemimpin telah melarikan diri ke luar kota atau keluar Sumatera Timur.
Mereka tidak berani menghadapi situasi yang sudah berubah ini. Perubahan –
perubahan ini mulai tanpak pada 20 Agustus 1945 , ketika itu Panglima Tentara
Jepang di Sumatera membubarkan semua pasukan – pasukan pembantu buatan Jepang
seperti Gyugun , Heiho , Tokubetsu , dan lain – lain.
Suatu hal yang sulit dimengerti oleh para pemuda ketika itu adalah sikap
Mr. Teuku Moehamad Hasan yang sejak awal bulan September 1945 banyak diantara
kelompok pemuda menemuinya dikediamannya di jalan Bintang. Mereka tidak
mengerti mengapa Mr. Teuku Moehamad Hasan berdiam diri dan tidak bertindak.
Padahal pada waktu itu ia telah ditetapkan sebagai wakil Pemimpin Besar Bangsa
untuk Sumatera. Ketetapan ini diberikan di Jakarta pada 22 Agustus 1945 dan
seharusnya Mr. Teuku Moehamad Hasan segera membentuk pemerintahan.
Beberapa hal dapat disebutkan sebagai alasan mengapa Mr. Teuku Moehamad
Hasan bersikap pasif dalam bulan September 1945 ; pertama : tidak banyak pemimpin
rakyat yang tetap berdiam didaerahnya masing – masing pada saat itu. Kebanyakan
telah melarikan diri keluar kota , yang ada hanyalah pemimpin – pemimimpin dari
“gerakan bawah tanah”. Pada saat itu secara taktis tidaklah bijaksana untuk
menampilkan orang – orang ini , apalagi karena pihak Jepang lebih senang berurusan
dengan orang – orang seperti Mr. Teuku Moehamad Hasan yang “moderat”. Selain itu
menurut Mr. Teuku Moehamad Hasan sendiri ; ia tidak bisa membentuk pemerintahan
sebelum diangkat secara resmi sebagai Gubernur Sumatera. Ketika masih berada di
Jakarta ia hanya diberi surat keputusan sebagai Wakil Pemimpin Besar. Namun
kedudukan ini bukanlah kedudukan administratif. Memang sudah ditentukan bahwa ia
akan menjabat sebagai Gubernur Sumatera , tetapi pengangkatannya belum ada.
Karena desakan – desakan pemuda inilah maka ia mengirimkan sebuah telegraf pada
pemerintah pusat agar ia diangkat secara resmi. Surat pengangkatan itu baru
dikeluarkan di Jakarta pada 29 September 1945 dan baru sampai pada 2 Oktober 1945.
Pada 2 Oktober 1945 itu terbentuklah KNI Sumatera Timur. Tindakannya pertama
yang dilakukan oleh Mr. Teuku Moehamad Hasan adalah menghunjuk 10 orang
Residen untuk Sumatera.
Keesokan harinya , para pemuda merencanakan suatu rapat umum. Ternyata rapat
umum inilah yang mengawali perebutan gedung – gedung pemerintahan. Rapat – rapat
umum semacam ini dianggap sangat penting pada waktu itu. Berita – berita bantahan
mengenai Proklamasi yang disiarkan oleh pihak Jepang bisa menimbulkan pesimisme.
Harus ada tindakan yang menyakinkan bahwa proklamasi itu benar – benar ada.
Perencanaan rapat umum ini dilakukan di asrama pelajar Fuzi Dori ( Jl. Imam Bonjol
sekarang ). Ditempat inilah disebarkan pamflet – pamflet untuk mengerahkan rakyat
berkumpul dilapangan Fukuda yang terletak dipusat kota Medan. Selain itu robongan –
rombongan pemuda dikirimkan kesegenap pelosok untuk mengundang rakyat
menghadiri rapat umum itu dan rakyat diminta agar berkumpul pada pukul 10.00 pada
tanggal 3 Oktober 1945. Pada waktu yang telah ditentukan itu rakyat berkumpul
dilapangan Fukada. Pada saat itu juga nama lapangan diubah menjadi lapangan
“merdeka”. Acara pertama adalah pembacaan teks proklamasi yang dilakukan dengan
hidmat.108
Sejak saat proklamasi itu diberbagai tempat diselenggarakan pawai dan
pembentukan kesatuan militer yang mulanya hanya bersenjatakan bambu runcing.
Diluar kota Medan aparat kerajaan masih berkuasa , ada yang hanya menunggu
8
Tim Pengumpulan , Penelitian , dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I
Sumatera Utara. Draf Sejarah Perkembangan Pemerintahan DATI I Sumatera Utara , 1945 – 1950
( Medan : Diklat Propsu , 1992 ) , hal. 53.
perkembangan dan perintah dari yang berkuasa tetapi ada pula yang segera aktif dan
tegas mendukung NRI seperti Sultan Siak dan Sultan Serdang. Bendera merah –
putih dinaikkan di keraton Perbaungan dan Sultan Serdang mengajukan kepada
pemuda bangsawan agar bergabung ke dalam barisan bersenjata terutama tentera
keamanan rakyat yang nantinya akan menjadi TNI , serta Sultan Serdang juga
mengajukan para bangsawannya agar masuk partai – partai politik.119
4.1.4 Serdang , Deli , dan Langkat : Jalan Sendiri – Sendiri
Dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur kecuali Kerajaan Serdang , banyak
negara – negara Melayu di daerah ini dapat dikatakan bersikap lebih konservatif
namun kurang keras kepala ketimbang rekan – rekan mereka di Aceh. Ketika
kelemahan pihak Belanda tanpak dengan jelas mereka menyadari bahwa satu – satunya
harapan mereka hanyalah ada pada pemerintahan Republik 1210, namun berbeda
dengan bangsawan Melayu kerajaan Deli dan bangsawan Melayu kerajaan Langkat.
Bangsawan Melayu kerajaan Deli menempatkan dirinya langsung berhubungan dengan
Inggris , Belanda , dan pemimpin – pemimpin republik di Medan tanpa sepengetahuan
wakil pemerintah NRI di daerah itu yakni Tulus bekas pegawai dijaman Belanda.11
Sultan Deli yang baru Sultan Osman ( Otteman ) yang masih bisa mengharapkan
perlindungan Sekutu atas istananya di Medan. Bangsawan Melayu Deli beranggapan
bahwa mereka tidak perlu menuruti ajakan bangsawan Melayu Serdang untuk
mendukung revolusi Indonesia di Sumatera Timur karena Sultan ini masih terus
bersikap megah menjaukan diri dari republik dan dalam pembicaraannya dengan
wakil – wakil Belanda dia mengatakan bahwa usul – usul rencana konstitusi mereka
mengancam kedudukannya , ditempatkan dibawah “dominasi Jawa”. Apa yang
diinginkannya ialah suatu hubungan langsung dengan mahkota Belanda dibawah
seorang komisaris tinggi dan menempatkan raja – raja Melayu diluar setiap bentuk
negara Indonesia. Pada pertengahan Desember Sultan ini masuk rumah sakit untuk
seminggu lamanya ; “tidak begitu sebagai pasien tetapi supaya tidak bisa bebas
sejenak dari merah – putih yang telah membikin hidupnya tidak tertahankan”.12
Sementara bangsawan Melayu Langkat , mereka menganggap bahwa kerajaan
mereka ini adalah merupakan kerajaan yang kecil. Jadi tanpa pengaruh dari bangsawan
Melayu Serdangpun dalam mendukung revolusi Indoneisa mereka telah mendukung
revolusi Indonesia karena sebelumnya ada tekanan – tekanan yang dilakukan oleh
pemuda atas bangsawan Melayu Langkat ini walaupun sebelumnya mereka telah
berhubungan dengan Inggris dan NICA.13
9
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47
Medan , tanggal 31 Maret 2001.
10
Lihat Anthony Reid. Revolusi Nasional Indonesia , terj. Tim PSH ( Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan , 1996 ) , hal. 114.
11
Reid , Op. Cit. hal. 291 – 293.
12
Wawancara dengan Bapak Tengku Muhammad Abra ; dirumah Mahardi : JL. Bhayangkara Gg.
Keluarga No. 29 Medan , tanggal 11 April 2001.
13
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrul ; dirumah : JL. Fatahila No. 12 Selesai , tanggal
15 Febuari 2001.
mencari akal atau mencari kaki tangan untuk menduduki Indonesia kembali karena hal
ini akan mengganggu ketentraman umum sebab rakyat Indonesia umumnya dan
pemuda – pemuda Indonesia pada khususnya memandang kaki tangan Belanda sebagai
penghianat tanah air. Karena itu percobaan mereka sedemikian itu sangat berbahaya
bagi keselamatan diri orang – orang Belanda dan kaki tangannya apalagi jika salah
seorang pemimpinnya memperoleh cedera karenanya tentu kemungkinan besar sekali
yang orang Belanda dan kaki tangannya itu akan disingkirkan dari masyarakat.
Meskipun ada janji – janji sementara pemuda akan bermandikan darah sebelum
mengizinkan pasukan – pasukan sekutu mendarat , pada umumnya tidak ada oposisi
maupun bentrokan dengan pihak Indonesia. Politik resmi republik telah diindahkan.
Namun tindakan – tindakan kekerasan mulai bergelora segera setelah pendaratan –
pendaratan Sekutu , sama halnya seperti di Jawa. Mungkin para pemuda Indonesia
merasa inisiatif telah mulai lepas dari tangannya setelah tindakan berani pertama
mereka sehingga perlu dilancarkan tindakan untuk menghindarkan rasa kalah.
Laporan – laporan Indonesia juga memberi kesan bahwa keangkuhan dan
provokator Belanda segera meningkat setelah pendaratan sekutu itu. Titik apinya di
Medan adalah bekas Pension Wilhelmina diseberang pasar senteral di jalan Bali yang
dipakai sebagai asrama dan markas serdadu Ambon bekas KNIL yang dipimpin
Westering. Pada hari Sabtu pagi tanggal 13 Oktober 1945 serombongan orang yang
marah mulai berkumpul diluar asrama itu karena kabarnya seorang pengawal dari suku
Ambon telah merenggut dan menginjak – injak lambang / emblim merah putih yang
sedang dipakai seorang anak Indonesia. Baku hantam segera terjadi , pisau – pisau
mulai dikeluarkan dan beberapa orang luka – luka. Ditengah baku hantam itu dua
orang Belanda yang berada dikendaraan yang sedang meluncur melepaskan tembakan
kearah rombongan yang membikin mati seorang Indonesia. Pasukan Jepang segera tiba
untuk menentramkan keadaan bersama dengan bekas barisan militer BPI dibawah
pimpinan Ahmad Tahir yang pada waktu itu sedang berada dalam proses menjadi
angkatan bersenjata republik. Akhirnya mereka berhasil menyabarkan khalayak ramai
itu dengan janji orang Ambon akan dipindahkan dari Pension Wilhelmina itu secepat
mungkin. Sementara itu serdadu – serdadu Jepang mengambil sejumlah senjata mereka
dari gedung itu dan menempatkan pengawalan dipintu pagar. Khalayak ramai itu bubar
pada pukul 13.30 meninggalkan dua orang Indonesia dan seorang wanita Ambon yang
mati. Tetapi kurang dari dua jam kemudian sejumlah besar kekuatan pemuda kembali
mendatangi dan menyerang asrama / Pension di jalan Bali itu serta menyerang setiap
orang Ambon yang ditemui. Kejadian itu meninggalkan enam orang Ambon yang mati
dan sekitar 100 orang Ambon dan Manado yang luka – luka. Orang Belanda yang
mengurus asrama / Pension itu juga mati , demikian juga satu keluarga Swis tanpa
sebab dibunuh. Gelombang kekerasan pemuda menjalar cepat ke Pematang Siantar.
Suatu detasemen terdiri lima serdadunya Brondgeest telah ditempatkan menginap di
hotel Siantar untuk mencegah larinya serdadu – serdadu Jepang dari pusat
pengumpulan besar di kota itu. Pada 15 Oktober 1945 pertempuran terjadi antara para
pemuda dan orang – orang Belanda ini. Hotel itu dikepung dan akhirnya dibakar ,
sedangkan semua orang Belanda itu mati terbunuh kecuali seorang perwiranya yang
bisa meloloskan diri sampai ke Medan untuk melapor. Juga mati terbunuh sekitar
sepuluh orang Ambon , dua pemuda juga mati terbunuh di pihak republik , dan empat
orang Swiss yang mengelola hotel itu.
Bagi orang Eropa di Sumatera Timur kedua insiden ini menunjukkan pangkal
tolak dimulainya teror. Dengan berang Brondgeest menuntut Sekutu mengirim
pasukan – pasukan ke Siantar. Sesudah mengadakan penyelidikan yang singkat Kelly
menolak dan lebih memusatkan kekuatannya yang kecil itu di kota Medan. Orang –
orang Eropa yang netral dan baru keluar dari kamp – kamp tawanan diluar kota cepat
berangkat ke Medan , dimana Sekutu berangsur – angsur mulai membangun suatu
“daerah perlindungan” disegitiga ; lapangan terbang , sungai Deli , dan sungai Babura.
Pada 14 Oktober 1945 , Brigjen Kelly memanggil Mr. Hasan , Dr. Amir , Mr. Luat
Siregar , dan lain – lain pemimpin Indonesia untuk membicarakan persoalan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Seperti juga di Jawa sebelumnya pertemuan
yang demikian itu memerlukan terkandungnya suatu kadar pengakuan atas kekuasaan
republik , betapun prinsip ini dibantah. Dalam penampilan pertamanya didepan umum
sejak diangkat menjadi Menteri Negara republik pada suatu pertemuan pers tanggal
17 Oktober 1945 , Dr. Amir mengumumkan bahwa Sekutu telah mengakui Luat
Siregar sebagai Walikota Medan yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan
pelayanan umum di kota itu. Segera ini diprotes Belanda malah Brondgeest bermaksud
menangkap Hasan , Amir , dan lain – lainnya. Brigjen Kelly terpaksa harus
menyangkal setiap kesimpulan bahwa pembicaraan – pembicaraannya dengan Mr.
Luat merupakan pengakuan terhadap republik.
Hasan menjajikan kerjasama untuk melaksanakan tugas tujuan terbatas dari Sekutu
seperti yang telah dirumuskan dan keesokan harinya mengeluarkan peringatan keras
yang begitu tidak berguna kepada para pemuda atas serangan – serangan dan
penyitaan – penyitaan yang tidak dibenarkan. Politik Kelly semula ialah meletakkan
tanggungjawab insiden – insiden di kota itu kepada republik dan polisinya , dan
mencoba mencoba mempergunakan pengaruh mereka untuk melucuti senjata pemuda.
Pada 18 Oktober 1945 dia mengeluarkan pengumuman supaya semua senjata apakah
senjata api , tombak atau senjata tajam diserahkan kepada tentara Inggris di Medan dan
pengumuman ini segera disusul serangkaian dengan pengrebekan. Sudah berkonsultasi
dengan Jenderal Chambers di Padang , Kelly juga membubarkan dan melucuti
pasukan – pasukan Ambonya Brondgeest dan Westering pada 25 Oktober 1945.
Dengan ini pengawasan atas Medan menjadi tanggungjawab Inggris meskipun
pembesar – pembesar republik juga sering diminta pendapatnya. Orang – orang
Belanda tawanan yang masih berada di kamp – kamp diluar Medan kembali dikawal
lebih ketat oleh tentara Jepang daripada orang – orangnya Brondgeest ; dalam hal
keadaan seperti ini Belanda bukan main marahnya. Kelompok komando pertama
Belanda yang diterjunkan di Sumatera Timur sebagai bagian dari “seksi urusan
wilayah Inggris – Belanda” Sekutu segera ditarik ke Jakarta dan mereka mengeluh
tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Hanya Westering yang tinggal atas permintaan
Brigjen Kelly yang ingin menggunakan taktik – taktik terornya untuk kepentingan
Inggris.14
4.2 Bangsawan Revolusioner
4.2.1 Munculnya Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah
Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah dilahirkan pada saat – saat keadaan yang
sangat memprihatinkan. Masih balita Tuanku Sulaiman dihadapkan dalam suatu
keadaan dari kebijakan pemerintah Belanda dengan dikeluarkanya beslit Gubernur
Jenderal Hindia Belanda No. 1 / 1865 tertanggal 25 Agustus 1865. Bersamaan dengan
dikeluarkanya beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda maka dikirimkalah suatu
kekuatan balatentara Hindia Belanda yang sangat besar pada waktu itu untuk
menaklukan kerajaan Serdang dan kerajaan Asahan. Eksepedisi militer ini dikenal
dengan “Expeditie Tegen Serdang en Asahan” yang terdiri dari pasukan infantri ,
marinir , artileri , kesehatan dan lain – lain yang diangkat oleh tujuh kapal perang.
Kapal – kapal perang ini dilengkapi dengan 49 pucuk meriam besar itu mengangkut
1000 orang tentara. Setelah menyerang dan mendarat di Asahan sebagian besar
balatentara Belanda itu menembaki dan mendarat di Serdang pada 30 September 1865.
Bersamaan dengan dua tahun genap usia Tuanku Sulaiman terjadi perlawan pejuang –
pejuang Serdang untuk membatalkan ekspedisi militer ini namun perlawanan –
perlawanan yang dilakukan oleh pejuang – pejuang Serdang tersebut dapat dipatahkan
dan bersamaan dengan kegagalan perlawanan ini berakibat dengan ditangkapnya
Sultan Basyaruddin Syaiful Alam Shah beserta Raja Muda Mattakir dan Temenggong
Tan Sidik. Sebagai hukuman atas pembangkangan kerajaan Serdang ini maka wilayah
Padang , Bedagai , Percut , dan Denai diambil alih oleh Belanda dan selanjutnya
diserahkan serta masuk dalam wilayah dari kerajaan Deli. Kekalahan kerajaan Serdang
atas ekspedisi militer Belanda ini mematahkan semangat Sultan Basyaruddin sehingga
Sultan ini sering mengucilkan diri dan banyak menyerahkan administrasi pemerintahan
kepada Raja Muda Tan Aman yang akhirnya membuat Serdang dalam keadaan
semakin hari semakin lemah.
Tuanku Sulaiman dilahirkan pada 3 Oktober 1862 dari seorang ibu yang berasal
dari Pantai Cermin bernama Encik Rata. Encik Rata ini merupakan ibu orang
kebanyakan yang bertempat di istana Bongak ( Rantau Panjang ). Pada 7 Muharram
1279 ( 21 Febuari 1881 ) Sultan Basyaruddin mangkat. Bersamaan dengan
meninggalnya Sultan Basyaruddin ini maka para Orang Besar dan rakyat Serdang
menambalkan Tuanku Sulaiman Shaiful Alam Shah sebagai Sultan Serdang ke – 5.
Karena usia beliau masih dibawah umur , maka sebagai walinya diangkat Tengku
Mustafa. Pengangkatan Sultan ke – 5 Serdang ini tidak diakui oleh pemerintah Hindia
Belanda akibatnya pada tahun 1882 Belanda memaksakan agar sebagian dari wilayah
Sinembah diserahkan kepada Deli dan daerah Sungai Tuan dimasukkan juga ke Deli.
Sebagai imbalanya Deli menyerahkan kembali Negeri Denai kepada Serdang. Setelah
itu semua selesai meskipun dengan protes keras dari Serdang barulah Belanda
mengakui Tuangku Sulaiman Shaiful sebagai Sultan Serdang pada 29 Januari 1887.
Dalam tahun 1891 Konteril Serdang ; H.C.H. Douwes Dekker memindahkan
ibukota Serdang ke Lubuk Pakam karena Rantau Panjang selalu digenangi oleh air
bah. Sultan Sulaiman tidak mau mengikuti ajakan agar harus pindah ke Lubuk Pakam
sebaliknya beliau membuat keraton dan istana di Perbaungan ( keraton Kota Galuh )
dalam tahun ini juga. Ibukota ini belau bangun bersamaan dengan juga dibangunya
kedai , pasar ikan , dan pertokoan sehingga terbangunlah sebuah kota kecil Simpang
Tiga Perbaungan. Kota inilah yang dijadikan beliau sebagai tandingan atas ibukota
kerajaan Serdang yang dibangun oleh pemerintah Belanda melalui pejabat
Kontelirnya. Dalam tahun 1891 ini juga beliau menikahi Permaisuri Tengku
Darwisyah , cucu dari pahlawan nasional ; Sultan Bagagarsyah Pagaruyung pada
21 Maret 1891 tetapi tidak mempunyai anak. Beliau kemudian menikah lagi dengan
Encik Kurnia br. Purba dan mempunyai anak seperti Tengku Puteri Nazry dan Tengku
Putera Mahkota Rajib Anwar. Kemudian Tuanku Sulaiman menikah kembali dengan
Encik Raya br. Purba dan mempunyai anak seperti Tengku Zahry ( perempuan ) dan
Tengku Shahrial. Yang terahir Tuanku Sulaiman kembali menikahi Encik Hj. Zaharah
dan mempunyai anak seperti Tengku Zainabah ( perempuan ) , Tengku Abunawar ,
Tengku Lukcman Sinar , dan Tengku Abukasim.
Dalam tahun 1898 dengan penuh upacara istiadat dilantiklah Tengku Darwisyah
sebagai permaisuri Serdang. Atas permintaan Hindia Belanda agar beliau menghadap
Ratu Belanda di Nederland dengan dingin ditolaknya ; sebaliknya beliau beserta
permaisuri dan ajudan ( guru silat beliau yang bernama Tuan Shekh Batumandi ) dan
dua orang pelayan beliau berangkat ke Tiongkok dan kemudian mendarat di
Yokohama Jepang serta ingin menghadap kaisar Jepang. Tetapi karena Serdang adalah
Jajahan Belanda , maka pertemuan resmi tidak diterima tetapi secara incognito beliau
bisa menghadap dan meminta bantuan Jepang untuk mengusir penjajah Belanda dari
bumi Serdang , sebagai tanda persahabatan Tenno Heika Meiji itu memberikan gambar
dengan tandatangannya. Di jaman pemerintahan Kaisar Meiji inilah Jepang maju
dalam teknologi sehingga disebut “Meiji Restorasi”. Sepulang lawatan beliau dari
Jepang , Tuanku Sulaiman telah membawa dua orang ahli irigasi dari Jepang untuk
membangun proyek irigasi persawahan di Bendang dengan tujuan agar hasil
persawahan dari proyek irigasi ini diberikan secara cuma – cuma kepada rakyat
Serdang. Begitu juga industri pekerjaan tangan kepandai putri berkembang didik oleh
Tuan Ohori. Sultan Sulaiman juga mendirikan “Bank Batak” di Serdang hulu untuk
memajukan pertanian di daerah tersebut. Sultan Sulaiman juga mendirikan badan
pendidikan pribumi “Syairussulaiman” di Perbaungan. Salah seorang lulusannya ialah
Haji Abdurrahman , Syihab asal Melayu Galang yang kemudian hari sebagai tokoh
pendiri “Al Jamiatul Washiyah”. Sultan Sulaiman juga terkenal sebagai satu – satunya
Sultan di Sumatera Timur yang mengayomi kesenian rakyat. Di Serdang terkenal
dengan kesenian silat , zapin , ronggeng , makyong bangsawan dan lain – lain yang
diambil dari kalangan rakyat dan untuk menghibur rakyat dengan cuma – cuma.
Hubungan dengan Konteril Belanda di Serdang selalu tegang karena beliau tidak
mau mengikuti apa saja yang dikehendaki oleh Belanda. “Sultan Serdang adalah
seorang yang aneh , ia hanya memeintingkan kepentingan sendiri dan melihat setiap
pegawai pemerintah Hindia Belanda sebagai musuh bebuyutannya. Terutama
mengenai politik kontrak yang baru ( 1907 ) sangat menyakitkan hatinya terhadap kita.
Selalu curiga kepada kita dan setiap tindakan mengenai sesuatu diperhitungkannya
keburukan yang terdapat dibelakang layar. Jika kita menemuinya untuk
mempersoalkan sesuatu hal , tidak pernah ia mau memberikan keputusan , selalu
mengulur – ulur waktu dan jikapun setelah berunding panjang akhirnya kita mendapat
jawaban. Janganlah dengan demikian kita akan merasa pasti , bahwa ia akan
bekerjasama ; kita akan terkejut nanti , bahwa setelah beberapa waktu kemudian
ternyata bahwa baginda Sulaiman berbuat seolah – olah tidak pernah terjadi sesuatu
apapun dan tidak pernah terdapat persesuaian paham. Saya memperingatkan dengan
sangat kepada pengganti – pengganti saya bahwa mereka harus berhati – hati di
Serdang , jika kita dengan senang hati dapat bekerja di Deli , sebaliknya kita musti
selalu berada didalam ketakutan , bahwa setiap saat bisa terjadi sesuatu yang aneh.
Kejadian yang unik pernah menimpa diri Konteril kemudian menjadi Residen J.
Ballot……” Jelasnya dalam tempo 20 tahun tidak kurang dari 15 orang kontelir
Belanda di Serdang yang harus ditukar karena hubungan yang dingin dan tegang
diantara mereka dengan Sultan Sulaiman , bahkan ada diantara mereka yang ditampar
oleh Sultan karena menghina rakyat pribumi. Dalam rangka anti kolonialisme ini ,
Sultan Sulaiman dipaksa untuk menandatangani “Politik Kontrak” yang diadakan
antara pemerintah Hindia Belanda dengan raja – raja di Indonesia di tahun 1907. Kalau
kerajaan yang 16 kerajaan lainnya di Indonesia sudah menandatanganinya tetapi hanya
Serdang sendiri yang belum karena Sultan Sulaiman berkali – kali mengulur waktu
dan menuntut berbagai perombakan pasal – pasal dalam kontrak itu yang mengurangi
hak pribumi. Akhirnya karena tekanan ia terpaksa menandatangainya juga tetapi tidak
dalam pakaian upacara tetapi beseragam putih sebagai tanda berkabung. Dalam
pidatonya beliau mengatakan “Bahwa pemerintah Hindia Belanda mengikat leher
raja – raja dengan rantai emas”. Melalui beberapa pengawalnya orang Jepang , Sultan
Sulaiman mengadakan kontak dengan pemerintah Jepang agar membantu Serdang
mengusir penjajahan Belanda dari Indonesia karena Jepang bangsa Asia juga yang
sudah berhasil menandingi orang Barat , sedang Turki sudah lemah dan dianggap “the
sickman of Europ”. Entah bagaimana keahlian intel Belanda ; Duta Besar Belanda di
Tokyo mengirim berita kepada Gubernur Jenderal di Betawi mengenai hubungan erat
antara Serdang dengan Jepang ini. Atas laporan rahasia dari Dubes Belanda di Tokyo
tertanggal 14 Maret 1907 itu PID ( polisi rahasia Hindia Belanda ) mulai memata –
matai setiap gerakan Sultan Sulaiman. Agar lebih mudah maka ditempatkanlah salah
seorang kerabat Sultan Sulaiman sebagai inspektur PID di Medan yang antara lain
bertugas melaporkan setiap tidak – tanduk Sultan Sulaiman. Dia dipakai Belanda
karena keluarga mereka pernah menuntut tahta Sultan karena merasa moyang mereka
ada hak akan menjadi Raja Serdang diakhir abad ke – 18. Untuk meningkatkan peran
serta masyarakat Serdang dalam ekonomi , maka Sultan Sulaiman membuka
perkebunan kelapa di pantai Labu dan dalam tahun ini juga Sultan Sulaiman juga
membuka pula perkebunan karet dan memperkerjakan sebagai administraturnya orang
Swis ( konsul Swis di Medan ).
Dalam tahun 1911 – 1915 bertugaslah di Lubuk Pakam Dr. R. Sutomo pendiri
“Budi Utomo” selaku dokter kerajaan Serdang. Sultan Sulaiman berhubungan baik
dengannya dan selalu bertukar pikiran mengenai tekanan pihak kolonial Belanda
terhadap pribumi Indonesia.
Dalam tahun 1919 Sultan Sulaiman , atas permintaan dari dan bekerjasama dengan
Dr. R. Sutomo ; Sultan Sulaiman menampung buruh perkebunan ( kuli kontrak ) orang
Jawa yang habis kontraknya atau lari dari kebun Belanda. Kepada mereka ini diberikan
100 buah tanah kosong di Kotosan ( kecamatan Galang sekarang ) dan mereka
dijadikan rakyat oleh Sultan Serdang. Begitu juga kepada suku – suku pendatang dari
luar Sumatera Timur seperti dari Sumatera Barat , Tapanuli Selatan , Kalimantan , dan
lain – lain diberikan oleh Sultan Sulaiman tanah pertanian setelah mereka membaur
dengan penduduk asli Melayu dan memperoleh hak tanah penunggu ( jaluran ). Sultan
Sulaiman memperjuangkan agar rakyat kampung disekitar konsensi perkebunan
tembakau dibenarkan mengerjakan tanah untuk tanaman padi didalam areal yang
sedang dibelukarkan setiap tahun. Tetapi baik pihak perkebunan asing maupun pihak
ambtenar Belanda selalu saja mempersulit pelaksanaan hak itu dengan alasan yang
dicari – cari , bahkan tidak henti – hentinya mereka menganjurkan agar peraturan adat
itu dihapuskan saja. Untuk menghilangkan suara – suara negatif ini Sultan Sulaiman
dan Orang – orang Besarnya lalu membuat kodifikasi yang pertama mengenai “hak
adat rakyat penunggu” itu sehingga peraturan tersebut dijadikan pedoman dan unifikasi
untuk seluruh kerajaan lainnya. Dalam peraturan ini dibuka juga kesempatan kepada
rakyat pendatang yang sudah bersemenda dan memenuhi syarat tertentu untuk
memperoleh hak jaluran. Berbagai cara ambtenar Belanda menyabot pelaksanaan
peraturan ini yang antara lain dengan gagasan agar hak mengerjakan tanah penunggu
itu diganti saja dengan sejumlah uang atau sejumlah 300 gantang padi per jaluran ,
sehingga menjadi rakyat penunggu sebagai penyewa atau rentenir saja. Hal ini
ditentang oleh Sultan Sulaiman.
Dalam tahun 1921 , PID mendapat laporan dari Dubes Belanda di Tokyo bahwa
pemerintah Jepang bermaksud akan mendrop sejata ke Aceh dan ke Serdang. Setelah
diselidiki ternyata Sultan Sulaiman hanya mengimpor dari Jepang mesin dan baling –
baling pesawat terbang Jepang untuk dipakai disalah satu kapal beliau , dan itu
dipasang oleh seorang mekanik bangsa Jepang yang disebut “Tuan Muda” yang
membuka workshop di Perbaungan.
Untuk kesejahteraan kerajaan Serdang dan berkembangnya penduduk Serdang ,
Sultan Sulaiman menjalankan politik pintu terbuka yang lembut terhadap suku bangsa
Indonesia lainnya yang datang dari luar Sumatera Timur. Bukan saja untuk
memperoleh kemudahan tempat tinggi buat berniaga tetapi juga kemudahan
memperoleh hak tanah tidak berbeda dengan penduduk asli ( Melayu Karo dan Timur )
di Serdang. Banyak orang pendatang seperti Mandailing , Jawa , dan Minangkabau
yang diangkat menjadi penghulu – penghulu kampung dan pegawai – pegawai
Jepang dalam waktu tidak lama lagi sudah dapat dipastikan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Karena Sultan Sulaiman tidak ada menyatakan rasa simpati sama sekali
terhadap bencana yang di derita oleh pemerintah Belanda itu dan mengingat hubungan
baik antara Sultan Sulaiman dengan Jepang , maka pada akhir tahun 1940 itu tentara
KNIL Belanda dan Benteng Medan mengadakan latihan perang – perangan disekitar
kraton Kota Galuh Perbaungan. Biasanya dalam basa – basi diplomatik ini merupakan
peringatan terahir kepada raja – raja pribumi yang membangkang terhadap Belanda.
Pada 11 Maret 1942 ( malam ) , pasukan “Imperial Guards” dari Jenderal Kono
mendarat di pantai Perupuk Tanjung Tiram ( Batubara ) dan dengan mengendaraan
sepeda sebagian cabang melewati kota Perbaungan menuju Medan. Sultan Sulaiman
sudah menyuruh menaikan bendera merah – putih menyatakan kebahagiaan hatinya
bahwa penjajahan Belanda sudah diusir dari bumi Indonesia. Karena takut akan
diperkosa oleh stooffroep Jepang , maka banyaklah penduduk di kota Perbaungan yang
mengungsikan anak – anak gadisnya kedalam kraton Kota Galuh. Beberapa opsir
tentara Jepang yang lewat lalu memasuki istana Sultan dan menemui Sultan Sulaiman
duduk diatas singgasana dan dibelakang dinding tergantung lukisan Tenno Heika Meiji
, Anak Dewa dalam agama Shinto Jepang. Dengan sangat terperanjat mereka semua
tunduk “Sheikerei”. Sejak itu hubungan antara Sultan Serdang dengan pemerintah
militer Jepang ( Shu Chokan Nakashima ) di Sumatera Timur sangat baik. Kepada
Sultan Serdang diberi BK no.1 sebagai penghormatan dan dijanjikan bahwa tidak ada
rakyat Serdang diambil sebagai romusha ( pekerja paksa ) dan akan dilindungi Serdang
sebagai daerah swsembada beras dengan syarat hanya melengkapi suplai beras buat
batalion Jepang yang ada di Melati. Sultan Sulaiman juga memenuhi permintaan
Jepang agar puteranya Tengku Syahrial ; cucunya Tengku Ziwar dan Tengku Nurdin
agar memasuki pendidikan militer Jepang. Ketika “serikat tani Indonesia” di wilayah
Deli Dusun yang terdiri dari kalangan suku Karo yang dimotori oleh GERINDO (
gerakan rakyat Indonesia ) pimpinan Yacob Siregar cs mengadakan pemberontakan
dan membunuh beberapa pamongpraja kerajaan Deli dan kerajaan Langkat pada 3 Juni
1942 , maka gerakan “goro – goro arun” itu dapat ditumpas oleh tentara Jepang
dikepalai kapten Inouye dengan memenggal beberapa orang pemuka gerakan itu.
Tetapi gerakan aron ini tidak berhasil di Serdang karena hubungan yang baik antara
petani di Serdang Hulu dengan pihak kerajaan Serdang. Begitu juga dengan gerakan
bawah tanah Sekutu menentang Jepang ( Treffers Organisation ) dapat terbongkar ;
dimana salah seorang kerabat Sultan Sulaiman , Tengku Rahmat juga menjadi salah
satu daripada seorang pemimpinnya yang kemudian dihukum pancung oleh Jepang ;
Sultan Sulaiman tidak terbukti turut terlibat dalam gerakan bawah tanah itu meskipun
seorang spion Jepang Raden Saleh Gunung sudah diseludupkan tinggal dalam
lingkuangan keraton Kota Galuh. Ketika pemerintah militer Jepang di Sumatera Timur
mulai mengorganisir kaum muslimin untuk mempropagandakan mendukung “Perang
Asia Timur Raya” dengan menenmpatkan ketua “Muhammadiyah” Sumatera Timur ;
Hamka menjadi ketua “Persatoean Oelama Soematera Timoer” ( POEST ) , maka
Sultan Sulaiman membentuk pula bersama – sama raja – raja Melayu lainnya suatu
organisasi “Persatoean Oelama Keradjaan - Keradjaan Soematera Timoer” ( POKST )
yang diketuai oleh Tengku Yafzham ( ketua Majelis Syar’i kerajaan Serdang ) yang
menghalangi tuan Usugane , kepala jawatan agama militer Jepang ( syumuhan ) untuk
mengadu domba umat Islam.
Ketika balatentara ke – 25 Jepang di Bukittinggi pada 10 Oktober 1944
mendirikan “Tyo Sangi In” ( semacam DPR sementara Sumatera ) maka diutus dari
residensi Sumatera Timur Tengku Putera Mahkota Serdang Rajib Anwar , Dr. Pringadi
, Adinegoro , Raja Kaliamsyah Sinaga , dan Shu Hua Chang.
Pada 6 Oktober 1945 , Gubernur Sumatera NRI ; Mr. T. M. Hasan mengumumkan
didalam rapat raksasa di Lapangan Merdeka Medan lalu resmi terbentuknya negara
Republik Indonesia dan terbentuknya provinsi NRI di Sumatera dimana ia sebagai
Gubernurnya. Sementara itu Sultan Serdang sudah menyuruh dikabarkannya bendera
merah putih di istana , kantor – kantor , rumah – rumah dan mengajurkan para
pemuda bangsawan agar memasuki barisan bersenjata rakyat. Pada 4 Desember 1945
Sultan Sulaiman mengirimkan telegram kepada presiden Soekarno melalui Gubernur
T. M. Hasan yang isinya : “harap sampaikan kehadapan Presiden Negara Republik
Indonesia bahwa Kerajaan Serdang dengan seluruh daerah taklukannya hanya
mengakui kekuasaan pemerintahan republik Indonesia dan segala kekuatannya akan
mendukung Republik”. Pernyataan sikap tegas Sultan Sulaiman itu segera dikutip
dokumen Belanda dengan catatan lengkap telegram itu sebagai berikut : “De Sultan
van Serdang zond begint December een telegram aan Teku Mohd. Hasan : - Verzoeke
den President der Negara Republik Indonesia temelden , dat het Sultanaat Serdang en
al zijn onderhoongheden alleen het gezag van de Indonesische Republiek erkennen en
met alle krachten de Republiek zullen steunen”. Kemudian dibuat catatan oleh Belanda
bahwa Sultan Serdang tidak dapat diharapkan membantu Belanda ( “Aanggaande den
Sultan van Serdang bestaat die zekerheid geenszin” ). Dengan demikian disamping
Sultan Syarif Kasim dari Siak , maka Sultan Sulaiman dari Serdang sudah berani
mempertaruhkan nasib dan tahtanya dalam siatusi yang kritis tidak menentu dengan
tegas berpihak kepada perjuangan bangsa Indonesia dan Republik Indonesia meski
situasi di Sumatera Timur ketika itu masih seperti telur diujung tanduk.
Atas prakarsa Gubernur T. M. Hasan karena melihat situasi yang panas dikobarkan
oleh pihak kiri ( PKI , PESINDO , dan antek – anteknya ) , maka dikumpulkanlah raja
– raja Sumatera Timur di Gedong Suka Mulia Medan pada 3 Febuari 1946. Dalam
pertemuan itu Sultan Langkat atas nama seluruh raja – raja membacakan ikrar
mematuhi pemerintahan RI dan akan melaksanakan demokratisasi dalam tubuh
kerajaan sesuai tuntutan revolusi. Panitia penyusun undang – undang itu yaitu Mr.
Mahadi ( seketaris Sultan Deli ) , Tengku Mr. Bahriun ( kotapinang ) dan Wan
Umaruddin Baros ( Orang Besar Serdang ) sudah sempat menyerahkan konsep
undang – undang itu kepada wakil gubernur Dr. Amir tetapi tidak pernah digubris
sampai kemudian meletusnya apa yang disebut revolusi sosial di Sumatera Timur.
Memasuki tahun 1946 beberapa jabatan kunci di Sumatera Timur telah berada
ditangan kaum komunis. Markas Agung , sentral posisi dari beberapa kesatuan
bersenjata organisasi massa berada ditangan Nathar Zainuddin ( biro khusus PKI )
bersama dengan gembong komunis lainnya seperti Bustami , Xarim M.S ( ketua PKI
Sumatera ) dan Yunus Nasution serta Sarwono ( ketua PESINDO mantelnya organisasi
PKI ) , telah duduk pula Mr. Luat Siregar ( ketua PKI Sumatera Timur ) dan lalu
mengadakan gerakan pembersihan dalam tubuh KNI dengan mengeser tokoh – tokoh
yang beraliran moderat / liberal dan bangsawan. Dalam bulan Febuari 1946
ditingkatkan suhu penggayangan terhadap “kaum feodal” ( diartikan sebagai kaum
bangsawan ) dengan tuduhan bahwa raja – raja dan para bangwasan itu “pro Belanda”
dan “penghisap darah rakyat”. Menurut Nip Xarim , pakcinya Nathar Zainuddin itulah
otak dibelakang layar revolusi sosial di Aceh dan Sumatera Timur. Pada 6 Febuari
1946 Gubernur T. M. Hasan bersama Xarim MS mengadakan tour ke Sumatera
Selatan dan menyerahkan pimpinan harian di Medan kepada wakil Gubernur Dr. Amir.
Untuk menggalang kaum kiri ; kaum komunis mensponsori berdirinya “volksfront”
( persatuan perjuangan ). Dari sini digodoklah suatu rencana untuk merevolusi raja –
raja dan mengambil alih harta benda mereka karena kaum komunis takut jika ditunggu
lama lagi maka tentara Belanda akan mendarat. Revolusi sosial di Sumatera Timur
bukanlah merupakan aksi massa yang spontan tetapi suatu gerakan yang telah
direncanakan secara serius oleh Markas Agung yang sudah berada ditangan volksfront
dengan tokoh – tokoh komunis antara lain Nathar Zainuddin , Xarim M.S , Sarwono ,
M. Saleh Umar , Zainal Baharuddin , dan lain – lain. Ketua PESINDO dan volksfront
Sarwono memerintahkan secara serentak diadakan pada penyerangan atas raja – raja di
Sumatera Timur. Gerakan serentak diadakan pada 3 Maret 1946 tengah malam.
Korban pertama ialah Raja Raya di Simalungun yang dibunuh atas instruksi kepala
“barisan harimau liar” ; Saragih Ras. Pembunuhan banyak terjadi juga di Labuhan
Batu yang dipimpin oleh Panji Aflus dari PESINDO. Di Langkat pembunuhan dan
perkosaan dilakukan atas perintah ketua PKI , Marwan dan di Deli ditangkapi anggota
organisasi “persatuan anak Deli Islam” ( PADI ) yang bekerjasama dengan pasukan
ke – V pimpinan Dr. Nainggolan. Setelah mendapat laporan di Simalungun , maka
kolonel Ahmad Tahir memerintahkan kepada kapten Tengku Nurdin ( komandan
batalion III TKR di Melati Perbaungan ) agar mengambil kebijaksanaan melindungi
Sultan Sulaiman dan kaum bangsawan lainnya dari serangan pengganas. Segera kapten
Tengku Nurdin mengadakan perembukan dengan para Orang Besar Serdang yang
dikumpulkan. Maka pada keesokan harinya pada 4 Maret 1946 diadakanlah upacara
serah terima pemerintahan kerajaan Serdang kepada pihak tentara keamanan rakyat RI
yang dihadiri oleh pimpinan komite nasional Indonesia Serdang ( ketua Tengku Nizam
dari PNI ) dan wakil ormas dan orpol serta kepolisian dan lain – lain. Maka resmilah
pemerintahan militer berlaku di wilayah Serdang , kemungkiman ini merupakan suatu
peristiwa pertama kali dalam sejarah Indonesia. Atas kesepakatan TKR dengan komite
nasional Indonesia maka semua Orang Besar dan bangsawan yang utama serta
keluarga Sultan Sulaiman ditempatkan dalam istana kota Galuh serta dijaga oleh
kesatuan batalion III TKR dan semua biaya sehari – hari ditanggung oleh Sultan
Sulaiman. Sejak 3 Maret 1946 itu terjadilah penyerbuan / penangkapan / pembunuhan
di semua kerajaan – kerajaan di Sumatera Timur , kecuali di Serdang. Adanya raja
beserta Orang Besar di istana Serdang merupakan duri dalam daging buat pihak kiri ,
karena “kaum feodal” di kerajaan – kerajaan lain sudah ditangkap dan dibawa ke kamp
kosentrasi “kampung Merdeka” dekat Brastagi. Kesempatan itu terbuka ketika Mayor
Tengku Nurdin pada 1 Mei 1946 diangkat menjadi komandan resimen I berkedudukan
di Brastagi dan komandan batalion III dipegang kapten Zeid Ali. Dalam suatu rapat
raksasa dilapangan kota Perbaungan pada 3 Mei 1946 , ketua PKI Alwi dan konconya
Kocik berpidato dan sambil membuka baju mereka berteriak “tidak perlu lagi memakai
baju ini jika pengecut”. Rupanya ini merupakan kode karena segera laskar rakyat
PESINDO yang didatangkan dari Tembung menyergap tokoh – tokoh moderat dari
komite nasional Indonesia seperti Tengku Nizam , Harun Bacik , Dr. Namora dan lain
– lain. Juga berdasarkan daftar hitam semua golongan bangsawan bergelar Orang Kaya
, Wan , Tengku , dan bekas pejabat kerajaan ditangkap dan dimasukan ke penjara
Lubuk Pakam. Pada waktu tengah hari , pimpinan bersenjata anggota volksfront /
PESINDO kemudian menyergap kapten Zeid Ali dipenginapannya dan dengan
todongan senjata ia diperintahkan agar pasukan TKR yang menjaga istana agar angkat
tangan dan tidak menembak lalu mereka dilucuti. Seluruh penghuni istana lalu
kemudian menyerahkan perhiasan emas , berlian , mutu manikam , dan lain – lainnya
dan dimasukan kedalam 4 peti kayu besar termasuk tiara mahkota kerajaan Serdang
sebagai dana sumbangan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Serah terima ini
disaksikan oleh kepala polisi Karip Harahap , anggota – anggota komite nasional
Indonesia dan wakil – wakil partai serta pemerintahan kabupaten. Lalu harta – harta itu
dibawa dan digembok beserta semua penghuni istana dengan kereta api ke Pematang
Siantar. Tetapi Sultan Sulaiman yang ketika itu sudah terbaring sakit tua , atas
permintaan wakil – wakil partai beserta Tengku Suri Darwisyah , Encik Hj. Zahrah
dan beserta pembantu diminta tinggal ditempatkan di istana Tengku Suri. Sultan Syarif
Karim dari Siak , Sultan Sulaiman dari Serdang , dan Raja Gunung Sailan ( Riau )
adalah tiga tokoh penguasa yang secara spontan menyatakan berdiri dibelakang
Republik setelah proklamasi kemeredekaan diumumkan. Harta yang diseimpan
didalam peti – peti kayu itu yang digembok lalu diserahkan kepada Gubernur T. M.
Hasan di Siantar dan disimpan didalam kluis bannk dagang nasional Indonesia untuk
sumbangsih dalam membiayai perjuangan Indonesia. Istana kota Galuh kemudian
dipakai sebagai kantor pemerintahan NRI kabupaten Deli Serdang ( Bupati Munar S.
Hamijoyo ). Juga perkebunan karet Tanjung Purba dan perkebunan kelapa Pantai Labu
dikelola oleh legium penggempur naga terbang dari Timur Pane. Pada 13 Oktober
1946 , Sultan Sulaiman mangkat karena sakit jantung. Wakil – wakil rakyat meminta
agar baginda dikebumikan disebelah mesjid raya Perbaungan itu dengan upacara
kebesaran raja – raja , tetapi oleh peutera tertuanya ; Tengku Rajib Anwar diminta agar
dimakamkan dengan upacara sederhana saja. Meskipun demikian ia dimakamkan juga
dengan upacara militer. Dalam pidato yang disampaikan oleh Bupati Munar S.
Hamijoyo maupun oleh Jenderal Mayor Timur Pane disebutkan tentang jasa dan sikap
beliau yang anti kolonial semasa hayatnya dan sikapnya yang tegas dalam mendukung
republik Indonesia. Mereka menyayangkan usia baginda yang sudah lanjut benar ,
karena jika ia masih muda pasti beliau akan turut aktif dalam perjuangan fisik untuk
empertahankan kemerdekaan Indonesia. Diantara hadirin rakyat yang berjubel
mengeluarkan air mata mengingat jasa – jasa beliau yang merakyat itu. Putera – putera
baginda yaitu Tengku Syahrial dan Tengku Abunawar juga turut berjuang melawan
Belanda sejak agresi I dan agresi II sehingga resmi menjadi anggota legium veteran RI.
Sesuai dengan politik bumihangus , ketika agresi I pada 29 Juli 1947 , Belanda
mendarat di Pantai Cermin dan menduduki Perbaungan yang strategis itu ; maka
pasukan Indonesia membakar istana dan kraton kota Galuh dan toko – toko di pekan
Perbaungan kepunyaan Sultan Sulaiman sehingga rata dengan tanah. Dengan demikian
bangunan – bangunan itu tidak dapat dipergunakan oleh tentara Belanda. Menurut
tutur mantan Gubernur Sumatera ; T. M. Hasan ketika diwawancarai tim sejarah dari
fakultas sastra USU pada 1 Agustus 1990 di Brastagi dan di Medan , diceritakan oleh
beliau bahwa harta mantan Sultan Sulaiman di bank dagang nasional Indonesia Siantar
sudah dirampas tentara Belanda ketika agresi I. Kami taksir semua harta benda beliau
yang dikorbanlkan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia ditaksir sekitar lebih –
kurang Rp. 5.000.000.000.000. Tidak terlalu berlebihan jika kepada almarhum
Sulatan Sulaiman oleh Pemda / rakyat Sumatera Utara diberikan surat penghargaan
tanda dharma bakti menegakkan NRI di Sumatera Utara untuk menjadi kenangan rasa
terima kasih dan suri tauladan kita dan generasi yang akan datang.15
4.2.2 Tengku Nurdin Jadi Radi Revolusioner
Tengku Nurdin yang terlahir sebagai seorang bangsawan dilahirkan pada
6 November 1922. Meskipun tidak langsung beratokan Sultan Serdang , namun
kemewahan hidup dapat dirasakan oleh Tengku Nurdin. Layaknya sebagai seorang
bangsawan ; perlakuan yang diberikan kepada Tengku Nurdin sama dengan
bangsawan – bangsawan lainnya. Sebagai seorang anggota keluarga kesultanan ,
Tengku Nurdin merupakan salah satu diantara bangsawan yang dapat merakyat.
Semasa kecil Tengku Nurdin telah memiliki suatu sikap melanggar “tatakrama”
bangsawan dengan membaur dengan rakyat biasa seperti bermain dengan dengan
anak – anak diluar istana. Nurdin tidak pernah mengerti mengapa saat – saat berbaur
dengan rakyat biasa membuat hatinya senang dan berbunga – bunga.
Akibat merakyatnya Tengku Nurdin , dia telah tahan menerima hukuman yang
diberikan oleh aturan istana namun pikirannya juga sering menerawangkan pertanyaan
diseputar tidak habis pikir , dan gerangan dosa besar apa yang dia lakukan jika dia
bemain dengan kebanyakan kanak – kanak itu ; apakah berada di pasar merupakan
suatu kejahatan bahkan dia melihat atok Sultan juga pergi ke pasar berbincang dan
terkekeh – kekeh dengan para pedagang disana dan yang menjadi pertanyaan dalam
dirinya mengapa dia tidak boleh melakukan hal yang sama. Pertanyaan – pertanyaan
seperti ini dengan tidak sabar dia tanyakan kepada ende dan maka dapatlah
jawabannya bahwa kalangan istana tidak mau dia terlampau berbaur dengan rakyat
sehingga meninggalkan tatakrama istana , apalagi segala aturan kesultanan Serdang
yang belum benar – benar merasuk kealam pikirannya. Yang lebih meresahkan diluar
sana ada Belanda yang terus menerus mengintip serta memata – matai setiap gerakan
anggota istana dengan mata liciknya. Tengku Nurdin menyadari bahwa larangan untuk
15
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.
Menjelang kemerdekaan di Sumatera Timur ; BPI telah lahir dan semua setuju.
Kelahiran BPI dibidani oleh 52 pemuda itu tidak hanya bergema diruangan Fujidori
No.6 saja tetapi bergaung luas diseluruh pelosok terutama di Sumatera Timur.
Pembicaraan bergeser ke hal – hal teknis untuk meresmikan BPI. Ternyata dibutuhkan
forum lebih besar dengan peserta lebih banyak. Maka Tengku Nurdin beserta kawan –
kawan menyusun rencana untuk mengadakan rapat akbar ( rapat pemuda ). Rapat
pemuda diadakan di Gedung Taman Siswa di jalan Amplas , Medan. Jadwal
ditetntukan pada 28 September 1945. Terburu – buru memang , hanya seminggu
setelah BPI dicanangkan tetapi hal ini mutlak. Suasana mengharuskan Tengku Nurdin
beserta kawan – kawannya untuk bergerak cepat. Dua ratus lima puluh undangan
disiapkan dalam tempo singkat. Sungguh kerja yang sangat tidak mudah , namun
untuk peresmian organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa tidak ada hal
yang tidak mungkin. Meskipun akhirnya rapat pemuda itu diundurkan dua hari ,
namun itu bukanlah kemunduran semangat. Hari Minggu pasti lebih baik karena setiap
orang sedang berlibur dan bisa hadir di Taman Siswa. Tengku Nurdin beserta teman –
temannya berharap tentara Jepang juga sedang lengah disaat liburan begini. Maka
terjadilah apa yang harus terjadi. Matahari sudah memancarkan sinar yang sehat sejak
subuh. Acara dimulai pukul sembilan lewat seperempat , gedung Taman Siswa sudah
penuh sesak dengan undangan. Beberapa diantara yang hadir seperti Muhammad Said
dan Jahja Jacob , wartawan yang penuh kobaran semangat. Dari kalangan tua terlihat
Abdul Racmat Sjihab dan Egon yang masih tetap sehat. Luar biasa suasana pada saat
itu , walaupun undangan hanya disiapkan hanya dua ratus lima puluh undangan saja
namun yang hadir hampir dua kali lipat. Semua bersalam – salaman dan berteriak
merdeka.
Belanda ingin kembali. Hal ini tidak bisa dipandang enteng , karena mereka
mendapat dukungan dari sekutu. Ini merupakan ancaman terhadap eksistensi republik
yang baru beberapa pekan berdiri. Dalam pembicaraan dengan teman – temannya ;
timbul gagasan Tengku Nurdin untuk menggalang para pemuda terutama yang pernah
menjadi tentara pembantu Jepang dalam suatu wadah yang lebih konggret. Tengku
Nurdin dan teman – temannya merasa bahwa rintangan yang dihadapi mereka adalah
kekuatan rakyat yang belum terorganisir rapi. Meskipun dukungan rakyat Sumatera
Timur sudah jelas , namun menurut Tengku Nurdin dan teman – temannya bahwa
rakyat Sumatera Timur ini terpencar – pencar dan tidak mampu menyagga aksi
merdeka. Negara pastilah membutuhkan lebih dari sekedar dukungan , maka dengan
dasar inilah Tengku Nurdin dan teman – temannya beranggapan bahwa untuk
mendukung revolusi Indonesia satu – satunya fondasi ialah melalui pembentukan
kekuatan militer untuk menerapkan setiap kebijakan – kebijakan yang diambil.
Kekuatan militer mutlak perlu sebagai unsur penekan dan pertahannan negara. Tengku
Nurdin dan teman – temannya berangaggapan bahwa tugas itu tidak akan bisa diemban
oleh BKR yang cenderung hanya menjaga keamanan dan ketertiban semata. Apalagi
dari Jakarta , Soekarno sudah mengeluarkan instruksi pembubaran BKR dan
menggantinya dengan TKR ini tentu lebih baik.
Melihat keadaan ini supir truk militer tersebut lansung tancap gas namun usahanya itu
kurang membuahkan hasil sehingga mobil truk itu menyeruduk dua kios di pasar loak
dan terjerumus kedalam parit dan beberapa orang yang ada di truk militer tersebut
jatuh langsung dikeroyok massa , kemudian ada salah seorang mantan Heiho
menikamkan bayonetnya ke ulu hati salah seorang perwira tersebut hingga tewas.
Melihat keadaan yang tidak mengenakan yang diperlakukan massa terhadap perwira
Belanda itu , maka beberapa prajurit dari arah pension menembaki kerumunan massa
sehingga beberapa dari orang yang ada dikerumunan itu ambruk ketanah. Melihat
keadaan ini beberapa pemuda dari kerumunan massa itu tanpa mengenal rasa takut
menyerbu pension. Peristiwa di pension itu mengakibat tujuh prajurit NICA tewas dan
96 orang luka – lula ; sementara dipihak pemuda yang menyerbu pension itu hanya
satu orang yang tewas dan satu orang lagi dalam keadaan luka berat. 16
Pengakuan kedaulatan Indonesia membuat Indonesia menjadi negara yang yang
sepenuhnya merdeka. Bisa menentukan nasib sendiri dan boleh mempersiapkan segala
sesuatu untuk membawa bangsa menuju alam kemakmuran. Dengan pengakuan
kedaulatan Indonesia tersebut , maka berahirlah untuk sementara episode dari
revolusionernya bangsawa Melayu Serdang yang bernama Tengku Nurdin tersebut.
16
Moenzir. Tengku Nurdin : Bara Juang Nyala Di Dada ( Jakarta : Biografi Indonesia , 1998 ) ,
hal. 63.
telah melakukan intervensi politik. Karena itu campur tangan militer pada dasarnya
dipandang secara negatif dan militer dituduh melakukan petualangan dimana sama
sekali ia tidak berhak. Kekhawatiran terhadap campur tangan militer berhubungan
dengan asumsi bahwa tindakan ilegal telah dilakukan.
Asal usul TNI pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya amat
menetukan pembentukan pandangan tentang peran dan tempatnya dalam
masyarakat. Angkatan darat merupakan angkatan bersenjata ciptaan kolonial
Belanda dan warisan pemerintahan militer Jepang dan sejauh itu angkatan darat
melihat dirinya berada diatas politik dan proses - proses politik.
Yang lebih penting ; empat perkembnagan yang mempengaruhi persepsi diri
dan norma perilaku angkatan darat sebagai bagian daripada TNI ; pertama : fakta
bahwa angkatan darat merupakan ciptaan dari kolonial Belanda ( KNIL ) dan
warisan pemerintah militer Jepang menandakan dirinya sebagai pihak yang
memiliki hak yang sama bahkan lebih besar dengan kekuatan - kekuatan lain dalam
negara ini untuk ikut menentukan jalannya masyarakat. Sebagaimana telah berulang
kali dinyatakan pada sebagian doktrin angkatan darat ; angkatan darat diciptakan
untuk berjuang bagi kemerdekaan nasional. Asal usul itulah yang menjadi basis
norma prilaku angkatan darat menganggap dirinya sebagai pengejawatahan dari
perjuangan bersenjata dari rakyat dan karena itulah merupakan tentara rakyat ,
tentara nasional , dan tentara pejuang kemerdekaan.
Kedua ; angkatan darat memfaktakan bahwa pemuda dan anggota angkatan
darat memandang diri mereka sendiri sebagai pejuang kemerdekaan yang telah ikut
memperjuangkan kemerdekaan bagi negara. Kenyataan ini khususnya pada waktu
pemimpin politik siap untuk "menyerah" ; menegaskan bahwa militer dan
pendekatan perjuangan bersenjata lebih kuat daripada pendekatan sipil dan
diplomasi dalam memengkan kemerdekaan dan kebebasan negara. Dengan
demikian muncullah perasaan berhak atas keikutsertaan angkatan darat dalam
menentukan arah politik negara.
Ketiga ; dan sama pentingnya menurut angkatan darat adalah fakta bahwa para
politikus sipil cendrung terpecah - pecah dan hanya mementingkan diri atau
partainya sendiri sementara angkatan darat muncul sebagai kekuatan satu - satunya
yang nampak mempunyai sifat - sifat "nasional".
Keempat ; menurut mereka adalah kenyataan bahwa Jenderal Sudirman melalui
tindakanya dan sikap diamnya mampu menarik garis dalam hubungan sipil - militer
bahkan sampai tidak mau ditundukan. Kenyataan ini juga membentuk pikiran kaum
angkatan darat bahwa mereka dapat menantang kepemimpinan politik ketika
kepemimpinan politik "sipil" tidak mampu atau tidak efektif dalam melindungi dan
memajukan kepentingan nasional tersebut.
Setelah Jepang menyerah kepemimpinan politis negara ini dibawah Soekano
dan Hatta memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kepemimpinan politis pada umumnya terdiri dari "generasi tua" yang telah menjadi
sebagai pemimpin nasional dibawah pemerintahan Belanda. Penjajahan Jepang
telah membangkitkan generasi politik baru yang disebut pemuda yang dikemudian
hari mengkristal menjadi Angkatan 45. Banyak pemimpin nasionalis didik dan
dilatih di Barat dan biasanya datang dari kelas bangsawan ; elit pribumi feodal
tradisional. Orang Jepang menghancurkan otoritas politik dan prestise bangsawan
dengan mengijinkan vakum politik yang ada untuk diisi pemuda yang banyak
diantaranya merupakan anggota militer dan yang pada akhirnya menjadi kelas
politik terkemuka dinegara ini selama beberapa dasawarsa berikutnya. Dampak
pemuda pada politik Indonesia segera dirasakan.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 yakni sehari sebelum Jepang menyerah ; PETA
dan Heiho secara resmi dibubarkan. Ketika kaisar Jepang mengumumkan
penyerahan diri Jepang dan memerintahkan untuk menghentikan permusuhan
dengan sekutu hal ini segera menciptakan vakum militer di negara ini. Kekosongan
ini semakin di isi oleh kelompok - kelompok bersenjata lokal yang mulai merampas
senjata dari pihak Jepang yang karenanya menjadi "pengawal - pengawal pretorian"
yang baru. Pada saat yang sama pengumuman penyerahan Jepang menimbulkan
perbedaan pandangan tentang bagaimana proklamasi kemerdekaan harus
dikeluarkan. Pemimpin - pemimpin yang lama seperti Soekarno dan Hatta , ingin
meneruskan kerjasama mereka dengan Jepang dalam rangka mencegah konflik
bersenjata sementara para pemimpin pemuda bertekad mengakhiri semua ikatan
dengan Jepang mengenai "kemerdekaan dalam waktu dekat". Pada akhirnya kaum
muda memperoleh jalan mereka ketika pemimpin - pemimpin lama menjadi sadar
bahwa pihak Jepang tidak lagi memiliki kekuasaan dan otoritas apapun sejak
penyerahan diri dari pemerintah mereka di Tokyo. Jadi proklamasi kemerdekaan
Indonesia dilakukan sepenuhnya bebas dari ikatan apapun dengan dengan
pemerintah militer jepang.
Lebih penting lagi sejumlah pemuda dengan bantuan sejumlah perwira PETA
yang dikenal sebagai kelompok Menteng 31 "menculik" Soekarno dan Hatta serta
memaksa mereka untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945.
Meskipun kepemimpinan politis mengumumkan kemerdekaan negara ini pada
17 Agustus 1945 pada faktanya tidak ada rencana untuk segera mendirikan
angkatan bersenjata pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya sekalipun
ada banyak orang bersenjata yang tersedia untuk itu. Sementara pasukan Jepang
masih ada di negara ini dan pasukan sekutu mengacau negeri ini ; kepemimpinan
Soekarno dan Hatta melangkah secara hati - hati agar tidak memancing kekuatan
sekutu yang besar. Hal ini sebagian juga disebabkan oleh dua pendekatan berbeda
yang berlaku dalam kaitan dengan tercapainya kemerdekaan. Pemerintah dan para
politisi sipil percaya bahwa hal ini bisa dicapai melalui diplomasi.
Karena takut kalau - kalau pihak sekutu yang sedang menang akan menyebut
republik yang baru ini sebagai "buatan Jepang" atau mengambil sikap agresif ;
pemimpin - pemimpin nasional Indonesia mengambil starategi diplomasi dengan
maksud untuk mendapatkan pengakuan atas republik oleh kekuatan - kekuatan
Sekutu. Untuk menunjukan sikap cinta damai pemerintah Indonesia tidak segera
membentuk angkatan bersenjata nasional. Yang telah terbentuk selama beberapa
yang dilakukan oleh oknum – oknum angkatan darat tersebut adalah mengobarkan
semangat anti Cina dan melakukan pembunuhan - pembunuhan.16
Pada 1948 ; pertikaian yang terjadi dikalangan republik sebagai akibat
perjanjian Renville ; kegoncangan dikalangan angkatan darat sendiri sehubungan
dengan adanya rekonstruksi dan rasionalisasi serta penumpasan pemberontakan di
Madiun ; perundingan - perundingan yang dilakukan dibawah pengawasan KTN
selalu menemui jalan buntu yang disebabkan oleh adanya aksi – aksi sepihak yang
dilakukan oleh angkatan darat dalam situasi yang gawat ini akhirnya pada 13
Desember 1948 Bung Hatta meminta kembali KTN untuk menyelesaikan
perundingan dengan Belanda bahkan dengan syarat "kesediaan republik Indonesia
mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan".
Pada 18 Desember 1948 pukul 23.30 ; Dr. Beel memberitahukan kepada
delegasi RI dan KTN behwa Belanda tidak lagi mengakui dan terikat pada
persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi ; agresi militer kedua
dilancarkan oleh Belanda. Dengan pasukan lintas udara serangan langsung itu
ditujukan ke ibukota RI di Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai
oleh Belanda dan selanjutnya seluruh kota Yogyakarta. Presiden , Wakil Presiden ,
dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda. Presiden Soekarno
diterbangkan ke Prapat dan Wakil Presiden Hatta ke Bangka. Dalam sidang kabinet
yang sempat diadakan pada hari itu juga telah diambil keputusan untuk memberikan
mandat melalui radiogram kepada menteri kemakmuran ; Mr. Sjafuddin
Prawiranegara yang kebetulan pada waktu itu sedang berada di Sumatera agar
membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ). Jika Mr. Sjafruddin
Prawiranegara tidak berhasil membentuk PDRI ; kepada Mr. A. A Maramis
( menteri keuangan ) , L. N Palar , dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India
diberi kekuasaan untuk membentuk pemerintahan republik Indonesia di India.17
Di Jawa ; panglima tentara dan teritorium Jawa kolonel A. H Nasution pada
22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.
Dalam pada itu dibidang militer dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh
selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya
telah disiapkan keonsepsi baru dibidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan
dalam "perintah siasat No. 1 tahun 1948" yang isi pokok adalah sebagai berikut :
1. Tidak melakukan pertahanan linier ;
2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total serta
bumi hangus ;
16
Singh. Dwifungsi ABRI : The Dual Function Of The Indonesian Armed Forces , atau
Dwifungsi ABRI : Asal – Usul , Aktualisasi dan Implikasinya Bagi Stabilitas dan Pembangunan ,
terj. Robert Hariono Imam ( rev . ed. ; Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1996 ) , hal. 25 – 46.
17
Buyung. The Aspiration For Constitutional Government In Indonesia : A Socio – Legal
Study Of The Indonesian Konstituante , 1956 - 1959 , atau Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di
Indonesia : Studi Sosio – Legal Atas Konstituante , 1956 - 1959 , terj. Sylvia Tiwon ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama Grafiti , 1995 ) , hal. 259.
18
Seketariat Negara Republik Indonesia. 30 Tahun Indonesia Merdeka , (rev . ed. ; Jakarta : PT
Cipta Lamtorogung Persada , 1985 ) , I ; hal. 192 – 193.
19
Reid , Op. Cit . hal.136.
20
Sastoadmodjo. Perilaku Politik ( Semarang : IKIP Semarang Perss , 1995 ) , hal. 21 – 23.
Sementara dilain pihak , pemerintah mulai melakukan tugas yang luar biasa
beratnya untuk melebur kesatuan – kesatuan seperti itu ke dalam angkatan bersenjata ;
pemerintah hanya pada 5 Oktober 1945 ( yang sekarang diperingati sebagai Hari
Angkatan Bersenjata ) , ketika Soekarno mengeluarkan keputusan tentang
pembentukan TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) dari organisasi semi – militer Badan
Keamanan Rakyat yang hanya terdapat pada tingkat lokal. Tiga bulan kemudian
namanya diubah menjadi TRI. Perubahan – perubahan nama tersebut diterima dengan
antusias ; rekrut – rekrut baru diterima dan struktur – struktur komando mulai dibentuk
pada tingkat kerisidenan melalui suatu proses seleksi alami dari antara berbagai
perwira PETA / Gyigun.
Suatu masalah yang lebih mendesak adalah untuk merukunkan unsur – unsur
bekas PETA dan unsur – unsur pemuda dalam angkatan darat dengan dengan
perwira – perwira didikan Belanda. Perwira – perwira didikan Belanda dalam waktu
yang singkat berhasil menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar
berkat pendidikan mereka yang lebih baik. Hal ini oleh dikarenakan pada masa
pemerintahan Hindia Belanda , Belanda tidak berkepentingan untuk memberikan
kesempatan bagi mobilitas ke atas dengan jalan membuka pintu Akademi Militer bagi
anak – anak petani miskin. Kebijaksanaan yang ditempuhnya adalah untuk membatasi
jumlah opsir pribumi dan orang – orang yang melamar cukup banyak untuk memenuhi
jatah kadet militer yang disediakan bagi golongan indigenes ( pribumi ) untuk dapat
diterima di Akademi Militer orang juga harus lancar berbahasa Belanda dan
persyaratan ini juga merupakan rintangan yang efektif bagi orang – orang dari lapisan
sosial rendah. Tetapi antagonisme terhadap mereka tidak sekedar disebabkan oleh rasa
iri hati. Banyak dari rekan sejawat mereka masih tetap curiga mengenai loyalitasnya
kepada Republik dan mengenai sikap mereka yang mementingkan perencanaan , suatu
hal yang merupakan kontras yang tajam dengan perwira didikan Jepang yang lebih
mementingkan semangat.
Akibat dari Perwira – perwira didikan Belanda yang dalam waktu singkat berhasil
menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar berkat pendidikan mereka
yang lebih baik ; maka pelatihan Jepang telah dibatasi pada operasi lapangan terutama
pada tingkat peleton yang merupakan sebagai dasar perang gerilya. Sebab itu didalam
mencari perwira – perwira staf pemerintahan memandang kepada mereka yang
berpendidikan perwira Belanda pada jaman sebelum perang , yang bagaimapun juga
secara spiritual lebih dekat kepada golongan elit nasionalis ketimbang perwira –
perwira didikan Jepang. Pada pertengahan Oktober seorang mantan mayor KNIL ;
Urip Sumohardjo ditunjuk guna membetuk suatu staf umum angkatan darat di
Yogyakarta. Ia dengan cepat menyusun diatas kertas suatu struktur komando yang
terdiri dari 10 divisi di Jawa , yang dibawahi tiga “komando” sesuai dengan provinsi –
provinsi yang ada. Namun kesatuan – kesatuan TKR yang efektif tetap merupakan
bataliyon dan kompi serta kuasa diatas tingkat itu selalu agak kurang kuat.
Sebaliknya panglima tentara ditunjuk dari bawah suatu pertemuan komandan –
komandan TKR se – Jawa pada 12 November 1945 memilih Kolonel Sudirman
sebagai pemimpin mereka. Sudirman yang pada waktu itu berumur 33 tahun
21
Sundhaussen. Road To Power : Indonesian Military Politics , 1945 – 1967 atau Politik Militer
Indonesia : Menuju Dwifungsi ABRI , Terj. Hasan Basari (rev . ed. ; Jakarta : LP3ES , 1988 ) ; hal.
16 – 30.
Jakarta , Semarang , dan Surabaya ; masing – masing API , AMRI , dan PRI.
Ditolaknya secara tegas oleh PESINDO semua yang berbau Jepang , keyakinannya
akan suatu tujuan revolusioner , dan hubungannya yang dekat dengan pemerintah
dengan mudah menjadikannya organisasi pemuda terkuat di Jawa. Pemimpinnya di
Jakarta ; Wikana , mewakili kaum pemuda dalam semua kabinet yang dipimpin kaum
sosialis ; kecuali yang pertama.
Keputusan – keputusan di Yogyakarta juga diterima dengan antusias di Sumatera
Timur. Kebanyakan dari kelompok - kelompok pemuda dini di daerah ini menyatakan
dirinya cabang – cabang dari PESINDO , terutama sebagai tanda solidaritas dengan
perkembangan – perkembangan pemuda yang mengasyikkan di pusat. Cabang –
cabang PESINDO yang kuat berkembang , namun tanpa adanya sikap pro –
pemerintah dan terutama pro – Amir seperti yang dimiliki induknya di Jawa. Di
Sumatera Timur PESINDO hanya mewakili sayap kiri revolusioner “modren” dan
secara relatif sekuler di setiap keadaan keresidenan.
Pembentukan PESINDO menyebabkan bahwa polarisasi serupa seperti yang
terjadi antara para politisi golongan elit sebagai akibat Perjuangan Kita dan naiknya
Sjahril ke tampuk pimpinan , terjadi juga dibarisan pemuda. Diantara organisasi –
oreganisasi pemuda yang pada umumnya melawan PESINDO dalam percaturan politik
nasional adalah Barisan Banteng dan Hizbullah. Kedua – duanya berakar pada jaman
pendudukan Jepang.23
Di bulan Maret 1946 PESINDO Sumatera Timur yang tergabung dalam tubuh
Persatuan Perjuangan melakukan perencanaan kudeta. Kudeta ini lebih dikenal dengan
“malam berdarah” atau “revolusi sosial”. Inti dari kudeta ini adalah meleyapkan raja –
raja yang ada di Sumatera Timur. Dari ketiga alasan mengapa pemimpin PESINDO
turut serta dalam gerakan kudeta tersebut bermotifkan “revolusi sosial” dari pemikiran
marxis mengambil tempat yang kurang penting. Sebagian besar pemimpinya tidak
mempunyai konsep untuk menciptakan peningkatan demokrasi atau struktur
pemerintahan sosialis. Alasan yang umum sering dikemukakan mengenai tindakan
mereka ialah simpati raja – raja itu terhadap Belanda dan ancaman yang
ditampilkannya terhadap kemerdekaan.24
23
Ibid., hal. 139 – 141.
24
Lihat Anthony Reid , The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional
Rule In Northern Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di
Sumatera , terj. Tim PSH ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 372.
tingkat tertentu juga kaum nasionalis ; partai terutama suatu cara guna menjamin
perwakilan suatu kelompok kebudayaan. Kalau partai – partai Islam membawa suara
masyarakat santri , maka orang – orang Jawa Abangan dan orang – orang luar Jawa
non – Muslim cenderung mencari imbangan dalam partai – partai nasional. Kalaupun
mereka mempunyai program maka kaum nasionalis Indonesia menekankan persatuan
diatas presisi.
Kalau partai – partai marxis sering merumuskan isu – isu praktis di Indonesia ,
maka hal itu terutama berlaku pada tahun – tahun dini revolusi. Latarbelakang anti –
Jepang kaum marxis surat kepercayaan dari kemahiran revolusioner mereka bahasa
berapi – api yang digunakan bila bercerita dengan para pemuda memberikan mereka
suatu posisi yang dominan. Itu sebabnya perpecahan – perpecahan terpenting adalah
antara kaum marxis. Pada akhir tahun 1945 sudah sangat jelas bahwa perpecahan
paling penting terdapat bukan antara kaum komunis dengan demokrat sosialis , namun
antara kaum komunis dikedua kamp tersebut yang orientasi utamanya adalah
internasional dengan mereka yang berpengalaman dan perasaannya terutama atau
seluruhnya adalah Indonesia. Bagi yang disebut pertama isu utama masih tetap
perjuangan internasional melawan fasisme , dan setelah itu melawan kapitalisme
internasional ; strateginya adalah front persatuan bersama kekuatan – kekuatan anti –
fasis dan berjouis – demokratis ; dan salah satu asusmsi adalah kepercayaan secara
relatif kepada sayap kiri Belanda dan Inggris yang kedua – duanya sedang berkuasa.
Bagi kaum marxis Indonesia yang lebih kebarat – baratan yang telah menderita dalam
resistance ( perlawanan terhadap pendudukan Jerman ) bersama – sama orang Eropa ,
ikatan anti – fasis mula – mula lebih kuat daripada ikatan manapun yang mengikat
mereka kepada saudara – saudara sebangsanya dalam kelompok – kelompok seperti
barisan pelopor.
Sebaliknya mayoritas terbesar orang Indonesia yang tertarik kepada komunisme
pada tahun 1945 melihatnya sebagai partai revolusi par excellence yang melanjutkan
tradisi menantang dari pemberotakan tahun 1926 – 1927 siap menandingi retorik
dengan aksi dan untuk membawa revolusi ke struktur – struktur sosial Indonesia.
Berhasilnya kaum marxis internasional didalam mengendalikan sebagian besar
anggota kelompok ini merupakan salah satu faktor terpenting didalam menahan
gerakan revolusioner sosial.25
Marxisme dipahami sebagai kesatuan dialektika antara unsur – unsur yang
bertentangan , kesatuan revolusioner antara teori dan praktek , dan ungkapan –
ungkapan lainnya. Metodologi marxis bertolak pada perpaduan daripada tiga unsur
utama. Unsur pertama adalah holisme metodologis yang memandang bahwa didalam
kehidupan sosial terdapat pernyataan – pernyataan koliktivitas atau keseluruhan
tentang apa yang tidak bisa direduksi kedalam pernyataan – pernyataan tentang
individu – individu anggota masyarakat. Unsur kedua penjelasan fungsional ; suatu
usaha untuk menjelaskan fenomena sosial berdasarkan konsekuensi – konsekuensi
yang bermamfaat bagi seseorang atau sesuatu bahkan ketika sama sekali tidak ada
keinginan untuk memamfaatkan konsekuensi – konsekuensi ini yang berhasil
ditunjukkan. Unsur ketiga adalah deduksi dialektis , suatu cara berpikir yang
diturunkan dari logic karya Hegel dan yang tidak mungkin disajikan.
Dalam keyakinan marxis mengenai kapitalisme , marxis mendapati tiga cacat
dalam kapitalisme yaitu inefisiensi , penindasan , dan alienasi. Ketiganya memainkan
dua peran yang sangat penting dalam teorinya. Pada satu sisi mereka dengan kental
mewarnai penilaian normatifnya tentang apa yang salah dalam kapitalisme dan pada
sisi yang lain dari koin yang sama , apa yang diharapkan dalam komunisme. Pada sisi
lainnya , mereka merupakan bagian dari penjelasannya tentang keruntuhan kapitalisme
dan transisi liniernya menuju komunisme. Tentu saja dua peran ini sangat berkaitan
satu sama lain. Pada umumnya berbagai alasan mengapa kapitalisme harus
dihancurkan juga menjelaskan bagaimana kapitalisme akan hancur. Namun ketiganya
mendapatkan penekanan yang sedikit berbeda satu sama lain dalam beberapa bagian
teori Marx yang berbeda. Teori umum cara – cara produksi memberikan posisi
inefisiensi paling besar dan paling penting untuk menjelaskan mengapa suatu cara
digantikan oleh cara lainnya. Teori perjuangan kelas menempatkan posisi yang sentral
dalam analisisnya tentang penindasan. Dalam teori normatif , alienasi dalam
keragaman maknanya merupakan konsep yang paling penting. Marx menghargai
komunisme diatas segalnya karena komunisme akan menghapuskan alienasi dalam
keragaman maknanya pada konteks – konteks yang berbeda. Perbedaan dan konflik
antara orang kaya dan orang miskin , orang kaya yang santai dan orang miskin yang
bekerja adalah tema – tema yang selalu muncul dalam perjalanan sejarah manusia.
Teori Marx tentang penindasan ( eksploitasi ) merupakan sebuah ikhtiar untuk
memberikan suatu pernyataan yang teliti dan ilmiah tentang gagasan – gagasan intuitif
ini. Dalam karya Marx secara keseluruhan , teorinya memiliki dua tujuan yang
berbeda. Pada satu sisi ia menyandung fungsi eksplanatif. Penindasan dalam kacamata
mereka yang tertindas memberikan suatu motivasi untuk mengadakan perlawanan ,
protes , pemberontakan , atau bahkan revolusi. Dalam konteks ini ia bisa masuk
kedalam penjelasan perjuangan kelas dan perubahan sosial. Pada sisi yang lain
penindasan itu merupakan suatu konsep yang normatif yang menjadi bagian dari teori
keadilan distributif secara lebih luas. Penindasan itu , apakah itu dalam pandangan
mereka yang tertindas atau bukan , salah secara moral.26
Di Sumatera Timur unsur – unsur marxis “internasional” memperoleh dukungan
rakyat pada awalnya hanya di bagian selatan. Di Sumatera bagian utara dan tengah
PKI berkembang sebagai partai pertama yang memenangkan dukungan pemuda secara
antusias. Suatu badan eksklusif PKI Sumatera dibentuk di Medan pada 18 Nopember
1945 yang dipimpin oleh Abdul Xarim M.S. Berbeda tajam dengan para marxis
“internasional” , Xarim menonjol selama pendudukan Jepang sebagai jurubicara utama
bagi organisasi propaganda politik Sumatera Timur. Rekan – rekannya yang utama
26
Elster. An Introductions To Karl Marx , atau Marxisme : Analisis Kritis , terj. Sudarmaji (
Jakarta : PT Prestasi Pustaka Karya , 2000 ) , hal. 43 – 107.
seperti Nathar Zainuddin di Medan , dan Haji Dato Batuah di Sumatera Barat
merupakan “komunis Islam” yang sama seperti dia giat dalam PKI pra – 1926. Baik
secara pribadi dan secara ideologis orang – orang itu lebih dekat kepada Tan Malaka
daripada kepada kaum marxis “internasional” yang akhirnya memimpin PKI. Dalam
dua keresidenan terbesar ; Sumatera Timur dan Sumatera Barat PKI berhasil
menentukan arah revolusi pemuda , sekurang – kurangnya PNI dan Islam mulai
berkembang pada awal tahun 1946. Walaupun ia tetap kuat , PKI Sumatera menderita
setelah bulan Maret 1946 oleh karena hubungannya yang meningkat dengan PKI di
Jawa yang menahan radikalisme oprtunisnya yang awal.27
4.3.4 Partai Nasional Indonesia
Secara paradoksal aliran nasionalis yang semestinya menikmati tingkat kontinuitas
terbesar dari jaman akhir Jepang , merupakan yang paling lambat mengorganisasikan
diri. Rencana semula PPKI adalah bahwa suatu partai negara PNI akan mencapai suatu
transisi yang lancar dari jaman Jepang dengan meresap Hokokai buatan Jepang dan
badan – badan propaganda buatan Jepang lainnya. Dihentikanya partai negara PNI
oleh Soekarno pada 31 Agustus 1945 sebagai akibat kesulitan – kesulitan
kepemimpinan , menghentikan perkembangannya dibagian – bagian Jawa yang lebih
mudah dicapai. Di Sumatera dimana Dr. A.K Gani yang bersemangat telah diangkat
sebagai pemimpin PNI berlanjut sebagai partai negara dengan mengkalim Soekarno
sebagai kepalanya. Kegagalannya disanapun untuk membangkitkan dukungan atau
semangat massa menunjukkan lemahnya seluruh gagasan partai negara. Badan – badan
propaganda politik Jepang yang pada hakekatnya merupakan organisasi pemimpin –
pemimpin elit dari semua aliran masyarakat , menjadi pengantara antara pihak Jepang
dan rakyat. Mereka tidak memiliki kemampuan maupun kemaun untuk
membangkitkan dukungan massa untuk suatu hal tertentu. Kaum pemuda walaupun
pada prinsipnya ingin adanya persatuan , tidak diilhami oleh jenis retorik yang dapat
diberikan oleh suatu partai negara ; teristimewa kalau kebanyakan pemimpinya
merupakan tokoh – tokoh terkemuka dibawah pemerintahan Jepang. Di Sumatera pun
partai negara PNI dengan cepat dilampaui oleh partai – partai marxis dan Islam kecuali
di Palembang tempat Dr. Gani sendiri.
Menyusul serangan – serangan Sjahrir terhadap para “kolaborator” pengikut –
pengikut terdekat Soekarno di Jawa kelihatannya mula – mula kehilangan semangat.
Hanya bulan Desember 1945 beberapa mantan anggota partai – partai Soekarno jaman
sebelum perang ( PNI dan PARTINDO ) membentuk suatu partai baru ; SERINDO.
Pada bulan Januari 1946 SERINDO mensponsori sebuah konfrensi dimana sebuah PNI
baru ( Partai Nasional Indonesia ) dibentuk melalui peleburan kelompok – kelompok
partai negara di Sumatera , Sulawesi Selatan , dan bagian – bagian di Jawa. Pimpinan
baru PNI yang dipilih ini mencerminkan suatu sikap anti – Jepang dan radikal yang
kuat. Sebagai ketua dipilih Sarmidi Mangunsarkoro yang secara politik tidak menonjol
baik dijaman Jepang maupun dijaman Belanda. Modalnya adalah kedudukan kuat di
27
Reid Op. Cit , hal. 143.
sistem sekolah Taman Siswa basis potensial pada sayap pemuda PNI ; suatu sikap anti
Jepang dan suatu peran utama dalam BP – KNIP yang telah membawa Sjahrir
ketampuk kekuasaan. Progam resmi partai adalah “demokrasi sosio – nasional” yang
samar - samar. Jiwanya yang sebelumnya nasionalisme yang menolak model – model
Barat yang konon diikuti oleh Sjahrir dan para marxis ( dan dengan cara berbeda kaum
Muslim ) , dan menerima suatu gaya politik sinkretis yang menghormati sikap – sikap
dan struktur – struktur Jawa tradisional. Dengan dasar ini konstituensi potensial PNI
sangat luas , terutama bila dihubungkan secara tidak langsung dengan kharisma magis
Soekarno. Namun pada tahun pertama revolusi filsafat yang secara hakiki konservatif
itu tidak menarik bagi kaum pemuda revolusioner. Diperlukan waktu sebelum PNI
membuat dampak yang diharapkan dalam percaturan politik nasional.
Walaupun otorientasinya yang Jawa , basis – basis lokal terkuat PNI mula – mula
terdapat diluar pulau Jawa. Di Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan hal itu
merupakan warisan partai negara PNI. Dr. Gani juga mengambil prakarsa membentuk
suatu sayap pemuda PNI dan NAPINDO yang menjadi salah satu kelompok pejuang
terkuat baik di Sumatera Selatan maupun di Sumatera Timur. Di keresidenan Sumatera
Timur kekuatannya bertumpu pada dua rekan GERINDO ; Dr. Gani dari jaman
sebelum perang yang mempunyai banyak pengikut diantara para gerilyawan yang
dilatih Jepang.28
partai – partai itu didirikan di pusat – pusat utama : para pekerja , petani , pertahanan ,
pemuda , dan wanita ( dalam urutan seperti itu ) harus diorganisasi melalui suatu
sistem kooperasi dan sindikat. Hanya setelah itu perjuangan dapat dimulai terhadap
penghianat didalam kamp dan imprealis diluarnya. Namun rencana awal Tan Malaka
untuk memberlakukan strategi jenis itu dari atas gagal ketika Sjahrir dan Soekarno
menjalin apa yang kelihatannya sebagai suatu hubungan kerja pada awal Nopember.
Perbedaan sikap antara kedua pemimpin tersebut dengan Tan Malaka menjadi sangat
jelas pada bulan Desember ketika brosur kedua dari Tan Malaka “muslihat”
diterbitkan.31
Tan Malaka yang dilahirkan di Suliki Sumatera Barat , mungkin dalam tahun 1897
dari bangsawan Minangkabau setempat dengan nama Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan
Malaka32 ; merupakan seorang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang paling
rumit. Kisah hidupnya yang heroik , baktinya yang tidak kenal lelah , pemikirannya
yang brilian , dan sosoknya yang misterius menjadikan dirinya semacam legenda kalau
bukan dongeng. Tidak banyak orang yang mengenalnya secara pribadi. Marxisme
bukan dogma melainkan petunjuk untuk revolusi tulis Tan Malaka dalam autobiografi
eksilisnya Dari Penjara Ke Penjara.33
Dalam brosur muslihat Tan Malaka menyerang asumsi pemerintah bahwa
pengakuan internasional merupakan tujuan utama. Dengan mengingat Surabaya , tugas
yang segera ia mengorganisasi dan mempersatukan perjuangan untuk menghalau pihak
Belanda ke dalam laut. Oleh karena adanya kesempatan satu partai telah lenyap ,
persatuan dapat dicapai melalui suatu Volksfront ( front rakyat ) yang diorganisasi
bagi perang total. Untuk memastikan komitmen maksimal bagi perjuangan pekerja –
pekerja harus segera memperoleh pengawasan atas produksi dan petani – petani miskin
memperoleh tanah walaupun hanya demi kerugian orang asing dan penghianat.
Sekarang sama seperti tahun 1920 – an Tan Malaka siap mengobarkan prinsip –
prinsip marxis maupun yang kelihatannya merintangi persatuan revolusioner yang
maksimal.
Selama dua bulan menyusul munculnya brosur ( yang masih anonim ) itu , Tan
Malaka naik dari seorang yang tidak dikenal menjadi seorang pimpinan yang paling
terkenal di Indonesia. Ia dengan kokoh didukung disatu pihak oleh murid – muridnya
dari golongan pemuda semasa sebelum perang seperti Sukarni , Chairul Saleh , dan
Adam Malik yang keluar dari PESINDO pada bulan Desember karena kecewa
terhadap Sjahrir dan Amir serta pada pihak lainnya oleh para politisi Kaigun atau
kabinet pertama yang didepak Soebardjo , Iwa Kusuma Sumantri , Yamin , dan Sajuti
Melik. Pada tiga pertemuan selama bulan Januari di Purwekerto dan Surakarta
31
Ibid., hal. 151.
32
Anderson. Java In A Time Of Revolution Occuption And resistences , 1944 – 1946 , atau
Revolusi Pemuda : Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa , 1944 – 1946 , terj. Jiman Rumbo
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1988 ) , hal. 229.
33
Malaka. Madilog : Materailisme Dialektika dan Logika , ( Jakarta : Pusat Data Indikator , 1999 )
; hal. xxv.
kunci dan kebijakan – kebijakan penting. Pemerintah baru tidak secara eksplisit
mengutuk program PP yang populer. Ia hanya menerima program lima butir Soekarno
yang mirip bunyinya dengan yang dari PP namun cukup samar – samar sehingga
menjamin kebebasan bergerak sepenuhnya. Kemelut pemerintah ini memungkinkan
Soekarno untuk kembali pertama kali sejak kemerdekaan ke perannya yang menarik
sebagai seorang manipulator dan wasit faksi – faksi yang bertikai. Dalam krisis pada
bulan Oktober sebelumnya Soekarno telah dijadikan sasaran utama kecaman pemuda
dan “oposisi” berhasil memperoleh suatu kemenangan yang ternyata unik. Digesernya
Presiden dari tanggungjawab politik secara langsung ternyata merupakan suatu berkat
baginya. Ia tidak lagi dianggap oleh Sekutu sebagai penanggungjawab utama atas
kekerasan pihak pemuda dan begitupun para pemuda tidak menganggapnya
penanggungjawab utama bagi diplomasi. Peran itu sekarang jatuh ke tangan Sjahrir
dan Amir. Soekarno dibebaskan untuk membangun citranya dijantung wilayah
republik sebagai lambang pusat persatuan dan kemerdekaan. Selama bulan Desember
dan Januari ia terus menerus bergerak diseluruh daerah berbahasa Jawa. Dari Banten di
barat sampai Malang di timur , dimana – mana ia berpidato didepan ribuan orang.
Pemimpin – pemimpin utama republik lainnya : Hatta , Sjahrir , Amir , dan Tan
Malaka bukan orang Jawa dalam kenyataannya bahasa maupun gayanya. Tidak
satupun dari mereka yang dapat mendekati kemampuan Soekarno untuk langsung
menyerukan kepada rakyat dengan menggunakan gambar dan lambang Jawa.
Kemampuan Soekarno untuk menjadikan perjuangan republik sesuatu yang nyata bagi
orang sederhana untuk mempesonakan orang banyak melalui keahiaannya berpidato
merupakan sesuatu yang unik dan mutlak diperlukan. Pada bulan Febuari Presiden
telah memperoleh kembali tanah tengah yang menyenangkan dari percaturan politik
republik. Pada setiap saat krisis ia mendukung pemerintah dan diplomasi namun ia
memakai bahasa perjuangan dan mengajak oposisi agar mempercayainya. “Kalau
ternyata bahwa Sjahrir tidak menjaga tuntutan bagi 100 prosen merdeka yang saudara
semua menghendaki , maka saya berwenang memecatnya” , ia katakana kepada orang
banyak yang bertepuk tangan pada 17 Febauri 1946. Lagi pula kaum pemuda yang
paling sengit menentang Sjahrir ( Barisan Benteng dan BPRI Bung Tomo disamping
banyak pemimpin TRI di Jawa Tngah ) mempunyai respek yang hangat dan lama bagi
Soekarno pada bulan Oktober , mulai sekarang Soekarnolah yang akan menyelamatkan
Sjahrir.34
beberapa rajanya dari sumber minyak dan konsensi perkebunan , merupakan jaminan
bahwa marxisme dominan dalam percaturan politik.35
Memasuki tahun 1946 beberapa jabatan kunci di Sumatera Timur telah berada
ditangan kaum komunis. Markas Agung , sentral posisi dari beberapa kesatuan
bersenjata organisasi massa berada ditangan Nathar Zainuddin ( biro khusus PKI )
bersama dengan gembong komunis lainnya seperti Bustami , Xarim M.S ( ketua PKI
Sumatera ) dan Yunus Nasution serta Sarwono ( ketua PESINDO mantelnya organisasi
PKI ) , telah duduk pula Mr. Luat Siregar ( ketua PKI Sumatera Timur ) dan lalu
mengadakan gerakan pembersihan dalam tubuh KNI dengan mengeser tokoh – tokoh
yang beraliran moderat / liberal dan bangsawan. Dalam bulan Febuari 1946
ditingkatkan suhu penggayangan terhadap “kaum feodal” ( diartikan sebagai kaum
bangsawan ) dengan tuduhan bahwa raja – raja dan para bangwasan itu “pro Belanda”
dan “penghisap darah rakyat”. Menurut Nip Xarim , pakcinya Nathar Zainuddin itulah
otak dibelakang layar revolusi sosial di Aceh dan Sumatera Timur. Pada 6 Febuari
1946 Gubernur T. M. Hasan bersama Xarim MS mengadakan tour ke Sumatera
Selatan dan menyerahkan pimpinan harian di Medan kepada wakil Gubernur Dr. Amir.
Untuk menggalang kaum kiri ; kaum komunis mensponsori berdirinya “volksfront”
( persatuan perjuangan ). Dari sini digodoklah suatu rencana untuk merevolusi raja –
raja dan mengambil alih harta benda mereka karena kaum komunis takut jika ditunggu
lama lagi maka tentara Belanda akan mendarat. Revolusi sosial di Sumatera Timur
bukanlah merupakan aksi massa yang spontan tetapi suatu gerakan yang telah
direncanakan secara serius oleh Markas Agung yang sudah berada ditangan volksfront
dengan tokoh – tokoh komunis antara lain Nathar Zainuddin , Xarim M.S , Sarwono ,
M. Saleh Umar , Zainal Baharuddin , dan lain – lain. Ketua PESINDO dan volksfront
Sarwono memerintahkan secara serentak diadakan pada penyerangan atas raja – raja di
Sumatera Timur. Gerakan serentak diadakan pada 3 Maret 1946 tengah malam.
Korban pertama ialah Raja Raya di Simalungun yang dibunuh atas instruksi kepala
“barisan harimau liar” ; Saragih Ras. Pembunuhan banyak terjadi juga di Labuhan
Batu yang dipimpin oleh Panji Aflus dari PESINDO. Di Langkat pembunuhan dan
perkosaan dilakukan atas perintah ketua PKI , Marwan dan di Deli ditangkapi anggota
organisasi “persatuan anak Deli Islam” ( PADI ) yang bekerjasama dengan pasukan
ke – V pimpinan Dr. Nainggolan.36
Pada 3 Maret 1946 terjadi suatu peristiwa yang disebut sebagai revolusi sosial.
Gerakan revolusiener ini telah mencapai puncaknya dengan dihentikannya residen
pihak republik yang pertama. Revolusi sosial di Sumatera Timur dilancarkan atas
instruksi Persatuan Perjuangan setempat yang sudah menjalankan kekuasaan semi –
pemerintah sebab ia secara efektif mewakili kaum pemuda bersenjata. Pada waktu
raja – raja Melayu , Simalungun , dan Karo ditangkap bersama relasi – relasi mereka
diseluruh Sumatera Timur dan pejabat – pejabat baru sayap kiri dipilih
35
Ibid., hal. 114.
36
Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 /
47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.
sambil membuka baju mereka berteriak “tidak perlu lagi memakai baju ini jika
pengecut”. Rupanya ini merupakan kode karena segera laskar rakyat PESINDO yang
didatangkan dari Tembung menyergap tokoh – tokoh moderat dari komite nasional
Indonesia seperti Tengku Nizam , Harun Bacik , Dr. Namora dan lain – lain. Juga
berdasarkan daftar hitam semua golongan bangsawan bergelar Orang Kaya , Wan ,
Tengku , dan bekas pejabat kerajaan ditangkap dan dimasukan ke penjara Lubuk
Pakam. Pada waktu tengah hari , pimpinan bersenjata anggota volksfront / PESINDO
kemudian menyergap kapten Zeid Ali dipenginapannya dan dengan todongan senjata
ia diperintahkan agar pasukan TKR yang menjaga istana agar angkat tangan dan tidak
menembak lalu mereka dilucuti. Seluruh penghuni istana lalu kemudian menyerahkan
perhiasan emas , berlian , mutu manikam , dan lain – lainnya dan dimasukan kedalam
4 peti kayu besar termasuk tiara mahkota kerajaan Serdang sebagai dana sumbangan
untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Serah terima ini disaksikan oleh kepala
polisi Karip Harahap , anggota – anggota komite nasional Indonesia dan wakil – wakil
partai serta pemerintahan kabupaten. Lalu harta – harta itu dibawa dan digembok
beserta semua penghuni istana dengan kereta api ke Pematang Siantar. Tetapi Sultan
Sulaiman yang ketika itu sudah terbaring sakit tua , atas permintaan wakil – wakil
partai beserta Tengku Suri Darwisyah , Encik Hj. Zahrah dan beserta pembantu
diminta tinggal ditempatkan di istana Tengku Suri. Sultan Syarif Karim dari Siak ,
Sultan Sulaiman dari Serdang , dan Raja Gunung Sailan ( Riau ) adalah tiga tokoh
penguasa yang secara spontan menyatakan berdiri dibelakang Republik setelah
proklamasi kemeredekaan diumumkan. Harta yang diseimpan didalam peti – peti kayu
itu yang digembok lalu diserahkan kepada Gubernur T. M. Hasan di Siantar dan
disimpan didalam kluis bannk dagang nasional Indonesia untuk sumbangsih dalam
membiayai perjuangan Indonesia. Istana kota Galuh kemudian dipakai sebagai kantor
pemerintahan NRI kabupaten Deli Serdang ( Bupati Munar S. Hamijoyo ). Juga
perkebunan karet Tanjung Purba dan perkebunan kelapa Pantai Labu dikelola oleh
legium penggempur naga terbang dari Timur Pane.38
Pada akhir bulan April 1946 gerakan revolusioner sosial sudah jelas berahir dan
pemimpin – pemimpinnya yang paling radikal telah dipenjarakan atau
menyembunyikan diri. Ia telah mencapai penghancuran banyak negara – negara kecil
secara permanen dan memberikan peran lebih besar dalam stuktur kekuasaan yang
formal kepada organisasi – organisasi pemuda , angkatan darat , dan beberapa politisi.
Namun harga yang harus dibayar tidak hanya terbatas pada beberapa ratus bangsawan
yang menjadi korban revolusi sosial ; yang termasuk penyair terbesar Indonesia zaman
pra kemerdekaan , Amir Hamzah. Salah satu akibat adalah dipercepatnya
pengambrukan kekuasaan di Sumatera Timur dari sejumlah badan perjuangan yang
saling bersaing yang lebih dirancangkan untuk mengembangkan kepentingan –
kepentingan ekonomi dan politik mereka masing – masing ketimbang melindungi
daerah itu terhadap serangan Belanda. Akibat lainnya adalah memburuknya hubungan
38
Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrial ; dirumah : JL. Kalimantan III No. 18 B Kompleks
Perumahan Pelabuhan , km 20 Belawan ; tanggal 5 April 2001.
antar suku di Sumatera Timur maupun diluarnya. Bagi kaum bangsawan pribumi dan
pendukung – pendukungnya yang berjumlah besar diantara orang Melayu dan
Simalungun ; revolusi melambangkan kekalahan mereka yang berdarah ditangan
kelompok – kelompok luar.
Tetapi sampai dengan bulan April 1946 garis maxis “internasional” moderat
praktis tidak terwakili. Pejabat – pejabat republik setempat tidak mendapat dukungan
efektif dalam kebijaksanaannya sebagai pengatara antara para pemuda dengan raja
yang saling bermusuhan. Para raja – raja di Sumatera Timur dapat dikatakan bersifat
konservatif ( kecuali Serdang ) namun kurang keras kepala ketimbang rekan – rekan
mereka di Aceh. Pada bulan Febuari ketika kelemahan pihak Belanda tanpak dengan
jelas , mereka menyadari bahwa satu – satunya harapan mereka adalah pemerintah
republik dan mulai perundingan – perundingan serius dengannya bagi “demokratisasi”
wilayah – wilayah mereka yang otonom dibawah pimpinan republik. Hal ini hanya
memperbesar keurigaan pemimpin – pemimpin pemuda radikal yang khawatir akan
bengkinya kembali secara artifisial kerajaan – kerajaan yang praktis sudah lumpuh
sebagai akibat politik revolusioner.39
Lagi pula usaha yang gagal untuk mengekspor “revolusi sosial” ke Tapanuli
mengakibatkan bentrokan – bentrokan sengit di Sidikalang yang pada bulan Mei 1946
telah bersifat etnis secara eksklusif antara orang Karo ( dengan sekedar dukungan
orang Aceh ) dengan Batak. Kira – kira 300 orang diperkirakan dibunuh dalam
perkelahian – perkelahian selama enam minggu.40
berbagai gerakan – gerakan revolusioner kerapkali ditentang oleh elit penguasa. Usaha
untuk melemahkan kecenderungan – kecenderuangan ini dan memisahkan gerakan –
gerakan revolusioner , khususnya menceraikan dari pembangunan kelembagaan dan
proses politik memang berhasil dengan baik. Sebagai akibatnya keterpaduan dari
segenap gerakan – gerakan tersebut memang hampir tidak menemukakan titik temu.
Namun pada akhirnya ia dapat berkembang atau sekurang – kurangnya membawa
transformasi parsial dari rezim tersebut.
Tingkat keterpaduan pada seluruh masyarakat kerajaan sama sekali tidak seragam.
Kerajaan Serdang ditandai oleh knvergansi yang termasuk besar dari segenap
perubahan dalam bidang politik ; demikian juga bahwa perubahan – perubahan politik
tidak diintegrasikan dengan perubahan – perubahan dalam penatan ke “Indonesia” an
( musyawarah untuk mencapai mufakat ) berbagai lapisan sosial. Sebaliknya NRI
ditandai oleh “Jawanisasi” derajat artikulasi ideologi dari perjuangan politik bersama
perpaduan gerakan – gerakan revolusioner.41
Ketika bangsawan menujukkan dukungannya terhadap revolusi , maka bangsawan
itu sendiri terimbas revolusi yang ia dukung tersebut. Pada bulan Maret sampai dengan
April 1946 ini merupakan pencanangan awal dari “pegganyangan” resmi terhadap
bangsawan.
Terbentuknya NRI jilid II ditahun 1950 merupakan pukulan telak bagi
bangsawan , karena bangsawan tidak mempunyai status setelah revolusi Indonesia ;
artinya kekuasaan atas negara yang diperintah oleh bangsawan selama turun temurun
tersebut , maka harus direlakan untuk dilepaskan kepada penguasa baru dalam negara
yang baru ; dan revolusioner bangsawan tidak diperlukan lagi oleh karena revolusi
Indonesia ( proklamasi kemerdekaan dan perjuangan bersenjata ) masanya telah
selesai.
41
Eisenstadt. Revolution And The Transformation Of Societies , atau Revolusi dan Transformasi
Masyarakat , terj. Chandra Johan ( Jakarta : CV Rajawali , 1986 ) , hal. 105.
BAGIAN 3
PROLOG
Pembangkangan Sultan Sulaiman Sjaiful Alam Shah terhadap aturan – aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Belanda menjadi titik yang menentukan dalam sejarah
revolusioner bangsawan Serdang. Dengan sikap Sultan Sulaiman ini juga merupakan
unsur yang paling aktif dan paling berkomitmen dalam proses pembentukan
bangsawan Serdang yang revolusioner. Revolusi yang lahir dengan bangkitnya
perlawanan bagsawan atas kebijakan – kebijakan dari pemerintah Belanda melalui
kontrelirnya di jaman kolonial , hidup secara terus menerus sampai akhirnya Indonesia
merebut kemerdekaannya kembali dan menciptakan dunia baru yang terlepas dari
kebijakan – kebijakan kekuasaan asing. Pemerintah Hindia dan aparaturnya secara
ekstensif dan efektif melalui PID nya selalu mengawasi dengan sangat waspada dan
siap setiap saat untuk menupas setiap gerakan “subversif” bangsawan. Disamping itu
bayangan menakutkan tentang kedekatan Serdang kepada Jepang yang di Timur telah
menghantui setiap kontelir Belanda akan datangnya revolusi. Akibat dari semua itu ,
gerakan bangsawan Serdang berusaha diimbangi dengan “mengotoriterkan” Serdang
disertai dihapuskannya institusi Orang Besar untuk mengurangi dan sekaligus
memecah belah bangsawan Serdang itu sendiri.
Yang perlu dipertanyakan disini adalah : apakah sebenarnya arti revolusi Indonesia
itu bagi bangsawan Melayu Serdang ? Mulai sekarang jelaslah kiranya bahwa revolusi
Indonesia mempunyai makna yang lebih besar dan lebih kompleks bagi bangsawan
Melayu Serdang daripada hanya sekedar pendeklarasian berdirinya NRI serta
perjuangan bersenjata di Sumatera Timur pada umumnya dan di Serdang pada
khususnya. Unsur revolusi Indonesia atau lebih tepatnya perspektif revolusi nasional /
kemerdekaan Indonesia sentris itu sudah pasti ada dari mulanya karena memang unsur
ini yang menjadi benang merah ikutnya bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi
Indonesia. Tetapi menyamakannya sama halnya dengan mengamati sekilas sambil
menutup mata terhadap berwarna – warninya dinamika dan kompleksitas revolusi
Indonesia itu sendiri. Ini perlu diingat karena revolusi Indonesia tidak hanya sebatas
pendeklarasian NRI dan perjuangan bersenjata untuk menghilangkan anarsir – anarsi
asing dari negeri ini tetapi revolusi Indonesia ini secara “tidak resmi” menghilangkan
kedaulatan bangsawan Melayu Serdang atas kekuasaan negaranya. Selain itu revolusi
Indonesia ini juga secara semi – sistematis bisa dikatakan sebagai pembersihan
terhadap golongan etnis tertentu yang kebetulan mendukung daripada bangsawan
Melayu Serdang itu sendiri. Jadi kemudian apa itu bangsawan Melayu Serdang dalam
revolusi Indonesia ?
Pertama , bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi Indonesia merupakan suatu
proses “penerjemahan” dalam usaha bersama untuk mengusir penjajahan disertai
pembentukan negara baru yang demokratis yang sebelum kedatangan kekuasaan asing
pernah ada. Ketika Sultan Sulaiman mengadakan diskusi ringan dengan Dr. Sutomo ;