Anda di halaman 1dari 17

PERANAN ANRE GURUTTA KH.

MUHAMMAD AS’AD
DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI
KABUPATEN WAJO

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora Pada Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
BESSE NAHDIAH SULRAHMA
NIM: 40200119103

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
PROPOSAL SKRIPSI
Nama : Besse Nahdiah Sulrahma
Nim : 40200119103
Prodi : Sejarah Peradaban Islam
Judul : Peranan Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad Dalam
Perkembangan Pendidikan Islam Di Kabupaten Wajo

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang terbuka untuk semua

golongan dan kalangan. Islam tidak mengenal sistem kasta seperti agama lainnya

yang mengenal kasta. Ajaran tersebutlah yang membuat Islam mudah diterima

khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Dalam catatan sejarah, Islam dibawa ke

Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17 oleh tiga mubaliq dari Tanah

Minangkabau. Dalam buku Prof. Matulada yang berjudul Sejarah Masyarakat dan

Kebudayaan Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa saat itu Islam dibawa oleh

mubaliq yang bernama Abdul Kadir Khatib Tunggal (Datuk Ri Bandang) bersama

dua mubaliq temannya (Datuk Patimang dan Datuk ri Tiro) tiba di pelabuhan

Tallo pada tahun 1605 M. setibanya di pantai, dia kemudian melaksanakan sholat

yang membuat masyarakat sekitar heran dengan tindakannya tersebut. Ia

menyatakan maksud kedatangannya untuk menghadap kepada raja.

Raja Tallo yang mendengar berita itu langsung bergegas ke pantai untuk

menemui orang yang berbuat aneh itu. Ketika Raja bertemu dengan orang aneh di

pantai itu, yang tiada lain Abdul Kadir Khatib Tunggal, Setelah peristiwa tersebut

telah membuat pemimpin gowa memeluk Islam, I Malingkang Daeng Manyonri

sebagai Raja Tallo memeluk agama Islam. Inilahorang pertama yang pertama

memeluk Islam di Kerajaan Gowa-Tallo, dan I Mangerangi Daeng Manrabia

sebagai Raja Gowa ke-14 kemudian memeluk agama Islam dan berganti nama

1
2

menjadi Sultan Alauddin1. Peristiwa masuknya Islam Raja Tallo pertama, terjadi

pada malam Jumat 22 September 1603 atau 9 Jumadil Awwal 1014 H.

Selain itu terdapat informasi yang berkembang di tengah masyarakat

khususnya di daerah Wajo yang kebenarannya masih perlu untuk diteleiti.

Informasi tersebut mengatakan bahwa Islam sudah ada di daerah Sulawesi Selatan

sejak abad ke-14 M yang dibawah oleh seorang ulama Arab yang bernama Sayyid

Jamaluddin al-Husayn al-Akhbar .2

Setalah kerajaan Gowa secara resmi menjadi kerajaan Islam, Kerajaan

Gowa pun menyampaikan kepada kerajaan-kerajaan lokal Sulawesi-Selatan untuk

memeluk agama Islam. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan melalui proses Top-

Down yaitu: Islam pertama-tama diterima langsung oleh Raja, kemudian turun ke

bawah yaitu kepada rakyat. Artinya setelah raja menerima agama Islam dan

menjadikannya sebagai agama Negara, maka otomatis seluruh rakyat kerajaan

mengikuti raja memeluk agama Islam sehingga penyebarannya cepat tidak seperti

di Jawa yang memakai proses Bottom-Up. Walaupun demikian, konflik dalam

penyebaran Islam di Sulawesi Selatan tidak bias dihindarkan. Misalnya perang

antara Kerajaan Wajo dengan persekutuan Tellumponcoe (Bone, Soppeng, Wajo).

Masyarakat Wajo sebelum datangnya Islam menganut kepercayaan nenek

moyang, kepercayaan Lagaligo adalah kepercayaan tertua yang dianut masyarakat

Wajo yang meyakini tentang keberadaan Dewata Sewae. Dewata Sewae sebagai

Tuhan yang diyakini oleh masyarakat Wajo, dialah Tuhan tempat manusia

menyandarkan segala sesuatu. Kepercayaan ini turun-temurun hingga datangnya

islam di tanah Wajo. Setelah datangnya Islam, kepercayaan ini tidak serta merta

dihilangkan namun Islam hadir untuk menyempurnakan kepercayaan masyarakat

dan menjadikan budaya masyarakat sebagai jembatan menyebarkan agama Islam.

1
Hasil Konversi Lontara Bilang Gowa-Tallo
2
Christian Pelras, Manusia Bugis. Oxford, 1996. Hal. 134
3

Para ulama-ulama terdahulu mendakwahkan Islam melalui pendekatan

emosional dan sosio kultural masyarakat agar mereka dengan ikhlas menerima

Islam bukan dengan cara paksaan. Masyarakat Wajo mengenal yang namanya

baca-baca atau mantra baik untuk mendatangkan rezeki maupun ilmu kebal.

Kedatangan Islam membuat mantra tersebut digantikan dengan ayat-ayat Al-

Quran atau baca-baca yang berisi pujian terhadap Allah Swt. Keikhlasan para

ulama mendakwahkan Islam di Sulawesi Selatan telah menuai hasilnya yaitu

Sulawesi Selatan sebagai salah satu basis pendidikan Islam di Indonesia.

Setelah masa penerimaan Islam di Sulawesi Selatan, muncul ulama-ulama

Sulawesi Selatan yang mengajarkan nilai-nilai Islam yang lebih mendalam ke

masyarakat. Dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan juga mengikut sertakan

pendidikan Islam didalamnya sebagai basis keagamaan rakyat. Kelompok-

kelompok belajar terbentuk seiring dengan proses Islamisasi di Sulawesi Selatan,

bahkan lambat laung para ulama atau yang lebih dikenal dengan sebutan Anre

Gurutta (AG). Salah satu ulama bugis yang terkenal dan mempunyai peranan

penting dalam peradaban Islam di Sulawesi Selatan khususnya dalam bidang

pendidikan Islam adalah Haji Muhammad As’ad.

Anre Gurutta. KH Muhammad As’ad mendirikan lembaga pendidikan

berupa pesantren untuk menyebarkan pendidikan Islam yang tidak jauh dari

kearifan lokal masyarakat, juga di suku Makassar lahir seorang ulama yang

mendapatkan gelar kepahlawanan di dua Negara, dia adalah Syekh Yusuf Tajul

Khalawatiah yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan hingga di

Afrika Selatan.
4

Anre Gurutta3 adalah seorang ulama yang bertugas untuk mendakwahkan

Islam di tanah bugis. Dia bertugas untuk menyebarkan dan mengamalkan nilai-

nilai Islam di lingkungan masyarakat. Mereka juga mengajarkan tata cara baca

tulis Al-quran di kalangan kaum muslimin. Anre Gurutta inilah yang mempunyai

peranan penting dalam proses islamisasi dan perkembangan agama Islam di

Sulawesi-Selatan hingga sekarang ini.

Anre Gurutta (AG) KH. Muhammad As’ad memulai pendidikan dengan

memberikan pengajian rutin di rumahnya atau di masjid dengan sistem halaqah.

Dari hanya sekedar membaca kalimat dua syahadat, menjadi belajar Al-Qur’an,

tafsir, hadis, bahasa arab, hingga akhirnya Materi utamanya dititik-beratkan pada

akidah dan hukum syariah. Semakin lama berjalan, pengajiannya semakin terkenal

dan didatangi para santri dari berbagai penjuru sehingga sistem halakah (mangaji

tudang) tidak cocok lagi. Bulan Mei 1930 beliau membuka sistem pendidikan

formal dengan bentuk madrasah atau sekolah formal klasikal di samping Masjid

Jami’ Sengkang yang diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI)4.

Tahun 1932 dibangunlah gedung sekolah secara permanen di samping

masjid atas bantuan pemerintah kerajaan Wajo bersama tokoh masyarakat. Beliau

juga sebagai aktor dan pelopor pemurnian ajaran Islam dan pembaruan sistem

pendidikan Islam modern melaui Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang

berpusat di Sengkang.

Dalam mengembangkan peradaban Islam di tanah Bugis banyak rintangan

dan strategi yang dilakukan oleh Anre gurutta KH. Muhmammad As’Ad untuk

3
Gurutta adalah istilah bugis yang merupakan gelar non-formal oleh masyarakat Muslim
setempat kepada orang yang mempunyai ilmu agama yang tinggi, ada juga yang pakai kata To
Panrita yang artinya orang yang berilmu
4
Pada awal berdirinya, Pesantren As’adiyah Sengkang bernama Madrasah Arabiyah
Islamiyah Wajo didirikan oleh Anre Guruttta Muhammad As’ad al-Bugisi pada tahun 1930 yang
berawal dari pengajian halaqah di rumah beliau pada tahun 1928, tidak lama setelah ia kembali
dari Mekkah
5

memajukan pendidikan Islam di tanah bugis dan Sulawesi Selatan. Mendirikan

pondok pesantren As-Sadiyah sebagai epicentrum pendidikan Islam di tanah

Bugis telah menjadikan Anre gurutta KH. Muhammad As’Ad sebagai ulama

terkemuka dalam menyebarkan agama Islam. Anre gurutta KH Muhammad As’ad

telah menciptakan peradaban Islam di tanah Bugis melalui konsep pendidikan

Islam yang ditanamkannya dan ajaran-ajarannya tentang agama Islam.

Pesantren tampil sebagai lembaga yang representatif dalam menanamkan

paham moderasi beragama dan berfungsi sebagai laboratorium bagi ulama dan

pembelaan yang moderat lembaga moderasi dalam derasnya arus pemikiran

Islam seperti radikalisme dan liberalisme 5. Selain bersifat mendidik pesantren

juga berfungsi sebagai laboratorium pemahaman keagamaan yang menunjukkan

wajah dan sikap yang bersahaja dan anggu. Akar sejarah dan filosofi keberadaan

pesantren mengambil lebih dalam peranan penting dalam perkembangan

Indonesia modern. 6

Awal kehadiran pesantren di Indonesia menjadi institusi pendidikan

Islam tertua pasti tidak bisa terpisahkan dari sejarah penyebaran Islam di

Indonesia. Pertama, ulama penyebar Islam membangun masjid sebagai tempat

dan pusat sholat jumat ajaran Islam, dan di masing-masing desa mereka

membangun rumah doa istirahat. tempat mereka belajar banyak berdoa dan

mengaji atau kecil. mereka duduk di lantai enghadap guru. Sistem pembelajaran

seperti ini dikenal dengan sistem halaqah.7 Sistem tersebut berlaku dalam awal

perkembangan As-Sadiyah sebagai epicentrum pendidikan Islam di Sulawesi

5
Darlis, Pesantren dan Studi Islam (Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata Kerjasama Balai
Litbang Agama Makassar, 2015), p. 3.
6
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa
(Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), p. 9.
7
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan. Cet. IV (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3-24.
6

Selatan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang identik dengan keislaman

dan keindonesiaan. 8

Metode halaqah di pesantren As-sadiyah dikenal dengan istilah

mapasantren atau istilah mengaji tudang yang peruntukannya kepada semua

santri yang ada dalam pesantren As-sadiyah Wajo. Melalui sistem ini AG. KH

bukan hanya menjadikan pesantren As-Sadiyah sebagai lembaga pendidikan.

namun, juga menjadikannya sebagai pusat dakwah Islam bagi masyarakat yang

ada diluar dari pesantren As-sadiyah. 9

Dari pesantren As-sadiyah Wajo telah melahirkan banyak ulama-ulama

Sulawesi Selatan, misalnya; AG. KH. Daud Ismail, AG. KH. Yunus Martan,

AG.KH Muhammad Sagena, AG. K.H Hamzah Badawi, AG.KH Abd Malik

Muhammad, AG.KH Abd Rahman Musa, AG. KH Rafli Yunus Martan, AG.KH

Nasaruddin Umar (imam masjid Istiqlal Jakarta) dan masih banyak ulama-ulama

Sulawesi Selatan lainnya yang merupakan murid dari Anre Gurutta KH

Muhammad As’Ad. Bahkan banyak dari muridnya telah mendirikan pesantren di

daerahnya masing-masing. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari strategi dan

peranan Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad dalam memberikan pengajaran

kepada murid-muridnya tentang ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah Bagaimana Peranan Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad

dalam Perkembangan Pendidikan Di Sulawesi Selatan yang kemudian dibuatkan

rumusan masalah sebagai berikut:

8
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadina, 1997), hlm. 17.
9
Muh. Yunus Pasanreseng, Sejarah Lahir dan Pertumbuhan Pondok Pesantren As’adiyah
Sengkang (Sengkang: PB. As‟adiyah, 1992), hlm. 42.
7

1. Bagaimanakah Biografi dari Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad?

2. Bagaimanakah Kondisi Perkembangan Pendidikan Islam di Kabupaten

Wajo sebelum datangnya Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad?

3. Bagaimanakah Kontribusi Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad dalam

perkembangan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan?

C. Fokus dan Deksripsi Fokus Penelitian

1. Fokus Penelitian

Penelitian ini berjudul “Peranan Anre Gurutta KH Muhammad As’ad

Dalam Perkembangan Pendidikan Islam di Kabupaten Wajo” Oleh karena itu,

penelitian ini akan berfokus kepada peranan dan strategi yang dilakukan oleh Anre

gurutta KH. Muhammad As’ad dalam membangun peradaban Islam di Kabupaten

Wajo khususnya membangun lembaga pendidikan pesantren sehingga mampu

melahirkan ulama-ulama terkemuka di Indonesia.

2. Deksripsi Fokus Penelitian

Deksripsi focus pada penelitian ini akan membahas biografi mengenai

Ulama Pendiri Pesantren Madrastul Arabiyatul Islamiyah (MAI) atau biasa

disebut Pondok Pesantren As’Adiyah Sengkang yaitu Anre Gurutta K.H

Muhammad As’ad dan akan membahas gambaran umum Kondisi Masyarakat

Wajo, baik dari segi agama maupun dari segi sosial budaya masyarakat secara

umum di Kabupaten Wajo. Selain itu, penelitian ini akan membahas lebih jauh

tentang peranan dari Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad dalam membangun

peradaban Islam di Kabupaten Wajo lewat lembaga pendidikan (pesantren) yang

telah dibuatnya.

D. Tinjauan Pustaka

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang penulis anggap relevan dengan

penelitian ini adalah sebagai berikut:


8

1. Buku yang ditulis oleh Dr. H. Kamaluddin Abunawas, M.Ag. dkk. Yang

berjudul “Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren As’adiyah

(Menebar Islam Rahmatan Lil Alamin dari Tanah Sengkang-Wajo)”

diterbitkan tahun 2022. Dalam buku ini dijelaskan sejarah kelahiran dari

Pondok Pesantren As’adiyah Wajo yang dibentuk oleh AG.KH

Muhammad As’ad sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan

peradaban Islam di Sulawesi-Selatan10.

2. Jurnal yang ditulis oleh Syamsuddin Arief berjudul “Aktor Pembentuk

Jaringan Pesantren Di Sulawesi-Selatan 1928-1952” pada tahun 2007 di

jurnal Lentera Pendidikan, edisi X, No.2. Dalam jurnal ini membahas

peranan dari AG.KH Muhammad As’ad di Sulawesi Selatan dalam

membentuk pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional dan juga

sebagai tempat untuk mengajarkan nilai-nilai Islam khususnya di daerah

Wajo.11

3. Jurnal yang ditulis oleh Syamsuddin Arief berjudul “ Dinamika Jaringan

Intelektual Pesantren Di Sulawesi-Selatan”. Dalam jurnal ini membahas

tentang dinamika jaringan pesantren terbentuk melalui jaringan vertical

dan horizontal, perdagangan, pengembaraan dan pencarian ilmu.12

4. Jurnal yang ditulis oleh Agus Wandi berjudul “ Kontribusi AGH.

Muhammad As’ad terhadap perkembangan Dakwah di Sengkang

Kabupaten Wajo (Suatu Kajia Tokoh Dakwah) “ pada tahun 2018 di Jurnal

Al’Khitabah. Dalam Jurnal ini membahas tentang kontribusi AGH.

10
Kamaluddin Abunawas dkk. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren As’adiyah
(Menebar Islam Rahmatan Lil Alamin dari Tanah Sengkang-Wajo. As’adiyah pusat Sengkang.
11
Syamsuddin Arief. “Aktor Pembentuk Jaringan Pesantren Di Sulawesi Selatan 1982-
1952”. Jurnal Lentera Pendidikan, Edisi X No.2. hal. 192
12
Syamsuddin Arief. Dinamika Jaringan Intelektual Pesantren di Sulawesi Selatan.
Jurnal Lentera Pendidikan, vol 11 No. 2. Hal. 180.
9

Muhammad As’as terhdapa pengembangan dakwah di sengkang kabupaten

wajo serta membahas pola perubahan keagamaan masyarakat sebelum dan

sesudah kedatangan Anre Gurutta Muhammad As’ad di sengkang

kabupaten wajo.

E. Metode Penelitian

Metode sejarah dapat diartikan sebagai metode penelitian dan penulisan

sejarah dengan menggunakan cara, prosedur atau tehknik yang sistematik sesuai

dengan asas-asas dan aturan ilmu sejarah. Pengertian lebih khusus, menurut

Daliman sebagaimana dikemukankan Gilbert J. Garrangan, S.J (1975) dalam

bukunya A Guide to Historical Method, metode sejarah sebagai perangkakt asas

dan aturan yang sistematik yang didesain guna membantu secara efektif untuk

mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan mengajukan

sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.13

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan analisis

deksriptif. Data yang diperoleh melalui Library Research (Penelitian

Kepustakaan) yaitu dengan menganalisis data-data yang diperoleh dari sumber

pustaka.

2. Pendekatan Penelitian

Beberapa pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Pendekatan sejarah

Pendekatan sejarah akan menjelaskan tentang sejauh mana penelitian ini

akan dilakukan. Dalam pendekatan sejarah akan menkonstruk kejadian pada masa

lampau manusia sebagaimana kejadian sebenarnya. Dengan pendekatan ini kita

13
Eva Syarifah Wardah , “Metode Penelitian Sejarah”, vol 12. No. 2 (2014), h. 168
10

akan mengetui lebih dalam tentang suatu peristiwa masa lampau khususnya

peranan dari AG.KH Muhammad As’ad dalam Sejarah Peradaban Islam di

Sulawesi Selatan.

b. Pendekatan sosiologi agama

Pendekatan sosiologis membahas struktur sosial dan proses sosial,

termasuk perubahan sosial. Sosiologi dalam penelitian sejarah digunakan untuk

mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik secara

kelembagaan maupun kelompok masyarakat. Pendekatan sosiologis tentunya akan

mengamati aspek-aspek sosial dari peristiwa yang dikaji, misalnya kelompok

sosial mana yang berperan, dan nilai-nilainya, hubungan dengan kelompok lain,

konflik berdasarkan kepentingan, ideologi dan sebagainya.

Agama merupakan suatu hal yang mengatur dan menggerakkan kehidupan

manusia. Agama adalah keseluruhan dari sistem kepercayaan manusia yang

kemudian melembaga dan mempunyai kitab suci sebagai petunjuk dan pedoman

menjalani kehidupan manusia. Dengan pendekatan sosiologi agama, kita akan

melihat tentang prilaku manusia dalam lingkungan sosialnya yang merupakan

cerminan dari sisi keagamaannya.

c. Pendekatan antropologi

Istilah antropologi sendiri berasal dari bahasa Yunani dari asal kata

anthropos berarti manusia dan logos yang artinya ilmu. Secara harfiah antropologi

adalah ilmu tentang manusia dan kebudayaannya. Pendekatan antropologi dalam

penelitian ini untuk mengkaji lebih dalam tentang pranata-pranata sosial

masyarakat. Salah satu fenomena menarik dalam kajian antropologi adalah

kehidupan manusia dalam bidang keagamaannya.


11

3. Langkah-langkah penelitian

a. Heuristik

Heuristik adalah teknik atau cara-cara untuk menemukan sumber yang bisa

didapat melalui studi kepustakaan, pengamatan secara langsung di lapangan (jika

memungkinkan), melalui interview untuk sejarah kontemporer . Dengan kata lain

heuristik adalah upaya penelitian yang mendalam untuk mengumpulkan jejak

sejarah atau mengumpulkan dokumen secara berurutan dapat mengetahui segala

macam peristiwa atau peristiwa sejarah pada masa lampau masa lalu. Dalam

prakteknya kegiatan ini merupakan suatu teknik atau seni, Keberhasilan seseorang

dalam mencari sumber pada dasarnya tergantung pada wawasan peneliti mengenai

sumber-sumber yang dikumpulkan.

b. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah proses pemeriksaan sumber, apakah sumber yang

ditemukan asli atau tidak palsu (kritik eksternal) dan apakah isinya dapat

dipercaya atau dibenarkan atau tidak (kritik internal). Ada dua macam kritik:

1). Kritik eksternal

Kritik eksternal adalah penentuan asli atau tidaknya suatu sumber atau

dokumen. Idealnya seseorang akan menemukan sumber aslinya, bukan duplikat,

apalagi fotokopi. Terlebih lagi saat ini terkadang sulit membedakan asli atau tidak.

Verifikasi atau pengujian sumber pada tahap ini menyangkut aspek eksternal dari

sumbernya, dimana kapan dan siapa penulis sumbernya.

2). Kritik Internal

Kritik intern adalah penentuan dapat tidaknya keterangan dalam dokumen

digunakan sebagai fakta sejarah. Biasanya yang dicari adalah keterangan-

keterangan yang benar. Tetapi keterangan yang tidak benar juga merupakan

kerangan yang berguna, yang berarti ada pihak yang berusaha menyembunyikan
12

kebenaran, ini ada hubungan dengan motif seseorang untuk menyembunyikan

kebenaran sejarah. Implementasi tahap ini bagi seseorang peneliti yang sedang

menyusun skripsi sangatlah perlu dilakukan, paling tidak anda melakukan kritik

intern. Dengan membandingkan antara isi buku tentang hal yang sama tetapi

terdapat perbedaan keterangan.

c. Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran terhadap sumber sejarah yang telah

diperoleh. Intrepetasi sering disebut sebagai biang subjektivitas, karena tanpa

penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur akan

mencantumkan data dan keterangan darimana data itu diperoleh, orang lain dapat

melihat kembali dan menafsirkan ulang. Dalam interpretasi terdapat dua macam,

yaitu Analisis yang berarti menguraikan dan sintesis yang berarti menyatukan.

d. Historiografi

Historiografi adalah penulisan hasil penelitian. Historiografi merup[akan

proses rekonturksi imajanasi dari penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Penulis diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang proses

penelitian dari perencanaan hingga penarikan kesimpulan. Dalam penulisan

sejarah, aspek kronologis harus diperhatikan, sehingga alur penyajian data disusun

secara kronologis, meskipun pembahasannya menggunakan tema tertentu.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menetapkan tujuan

dan kegunaan penelitian ini yaitu :

a. Untuk mendeskripsikan bagaimana biografi Anre Gurutta KH.

Muhammad As’ad
13

b. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Perkembangan pendidikan

Islam sebelum datangnya Anre Gurutta KH. Muhammad As’ad di

kabupaten wajo

c. Untuk menganalisis kontibusi Anre Gurutta KH. Muhammad

As’ad dalam perkembangan pendidikan islam di Sulawesi Selatan


2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan berguna untuk:

a. Kegunaan ilmiah diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan

ilmu pengetahuan khususnya dalam sejarah perkembangan

pendidikan Islam di Sulawesi Selatan dan juga sebagai penelitian

terbaru mengenai pernanan dari Anre Gurutta KH. Muhammad

As’ad. Penelitian ini juga diharapkan sebagai referensi nantinya

bagi para peneliti-peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang

peradaban Islam di Sulawesi Selatan lebih khususnya dalam bidang

pendidikan Islam.

b. Kegunaan Praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi cermin

dan pelajaran bagi ummat Islam generasi mendatang terhadap

perkembangan dan perjuangan perkembangan pendidikan Islam

sehingga dapat meneruskan nilai-nilai perjuangan dalam

mensyiarkan ajaran Islam. Diharapkan juga sebagai pembelajaran

di lingkungan masyarakat untuk terus berikhtiar dalam

menjalankan nilai-nilai Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Abunawas, Kamaluddin, dkk. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren


As’adiyah. Wajo: As’adiyah Pusat Sengkang. 2022.
Aguswandi, Kontribusi AGH. Muhammad As’ad terhadap perkembangan
Dakwah di Sengkang Kabupaten Wajo (Suatu Kajia Tokoh Dakwah).
Jurnal Al-Khitabah, Vol. V. 2018.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII. Bandung: Mizan. 1994.
Bosra, Mustari. Tuang Guru, Anrong Guru Dan Daeng Guru: Gerakan Islam Di
Sulawesi Selatan 1914-1942. Makassar: La Galigo, 2008.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Cet. IX; Jakarta: LP3ES, 2015.
Geertz, Cliffort. Agama Sebagai Sistem Budaya. Yogyakarta: Qalam, 2001.
Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas Dan
Tantangan Komplesitas Global. Cet. II; Jakarta: IRD Press, 2006.
Halim, Wahyuddin. “AnréGurutta Haji Muhammad As’ad Al-Bugisy (1907-1952)
and His Pesantren’s Role in the Maintenance of Bugis Identity and
Literacy in Contemporary South Sulawesi.” Paper presented at the Islam,
Literas dan Budaya Lokal, Makassar, Makassar, 31 Oktober - 1 November
2014.
Halim, Wahyuddin. “Arung, Topanrita, Anre Gurutta Dalam Masyarakat Bugis
Abad Xx.” Al-Ulum 12, no. 2 (2012).
Hasan, Muhammad Tolchah. Metode Penelitian Kualitatif, Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Cet. III; Surabaya: Visipress Media, 2009.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hidayat, Muhammad Taufik. “Antropologi Islam Indonesia.” Ibda : Jurnal
Kebudayaan Islam 11, no. 1 (Juni 2013): 31–45. 2001.
Kalsum, Ummu. K.H. Muhammad As’ad, Pendiri Pondok Pesantren As’adiyah
Sengkang. Makassar: Alauddin Press. 2008.
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi Jilid 1. Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1987.
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003.
Madjid, Nurcholis. Islam Kemodernan dan Ke-Indonesiaan. Bandung: Mizan,
1987.
Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:
Paramadina. 1997.
Mattulada. Islam Di Sulawesi Selatan. Jakarta: Lembaga Ekonomi dan
Kemasyarakatan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1976.
———. Sejarah, Masyarakat Dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Ujung Pandang:
Hasanuddin University Press, 1989.

15
16

Martan, Yunus. Setengah Abad As’adiyah 1930-1980. Sengkang: Pimpinan Pusat


As’adiyah, 1982.
Pasanreseng, Muhammad Yunus. Sejarah Lahir dan Pertumbuhan Pondok
Pesantren As’adiyah Sengkang. Pengurus Besar As’adiyah, 1989-1992.
Pawilloy, Sarita. Dkk. Sejarah dan Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan.
Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1980
Pelras, Christian. Manusia Bugis. Oxford: Blackwell Publisher. 1996
Sabit, H. M. “Gerakan Dakwah H. Muhammad As’ad Al-Bugisi.” Disertasi,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2012.
Syamsuddin Arief. Aktor Pembentuk Jaringan Pesantren Di Sulawesi Selatan
1982-1952. Jurnal Lentera Pendidikan, Edisi X No.2
Syamsuddin Arief. Dinamika Jaringan Intelektual Pesantren di Sulawesi Selatan.
Jurnal Lentera Pendidikan, vol 11 No. 2
Sartono Kartodhirjo. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodelogi Sejarah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
https://asadiyahpusat.org/2013/09/19/sejarah-asadiyah/
17

KOMPOSISI BAB

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian

D. Tinjauan Pustaka

E. Metodologi Penelitian

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

BAB II BIOGRAFI ANRE GURUTTA KH. MUHAMMAD AS’AD

A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan


B. Karya-Karya Dari Biografi Anre Guruttta KH. Muhmmad As’ad

BAB III KONDISI ISLAM SEBELUM DATANGNYA ANRE GURUTTA


KH. MUHAMMAD AS’AD DI KABUPATEN WAJO

A. Letak Geografis Kabupaten Wajo


B. Kondisi Agama
C. Kondisi Sosial Budaya masyarakat

BAB IV PERANAN ANRE GURUTTA KH. MUHAMMAD AS’AD DALAM


PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI SULAWESI SELATAN

A. Strategi dan Usaha-Usaha yang Dilakukan oleh AG. KH Muhammad


As’ad dalam Mengembangkan Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan
B. Pesantren As-Sadiyah Sengkang Sebagai Pusat Perkembangan Pendidikan
Islam di Sulawesi Selatan
C. Pemahaman Ajaran Islam Yang Diberikan oleh AG.KH. Muhammad
As’ad Terhadap Masyarakat Yang Ada di Lingkungan Pesantren As-
Sadiyah Sengkang Wajo.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Implikasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai