Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS
DIRUANGAN ICU RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

Disususn Oleh:
Sinta Gusmi Dahlia S.Kep
2114901045

PRECEPTOR AKADEMIK PRECEPTOR KLINIK

(Ns.Revi Neini Ikbal, M.Kep) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah  SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
sehingga, tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa
pertolongannya mungkin dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini.
Laporan pendahuluan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“APENDIKS Penyusun menyadari bahwa laporan pendahulusn ini kurang dari sempurna, untuk
itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman-
teman atau pembaca agar pendahuluan ini ini dapat lebih sempurna..
Semoga  laporan pendahuluan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa meridhoinya dan akhirnya
membawa hikmah untuk semuanya.

Padang, Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORITIS...............................................................2
A. Pengertian ........................................................................................2

B. Etiologi apendik...............................................................................2
C. Klasifikasi ........................................................................................3
D. Anatomi dan fisiologi.......................................................................5
E. Manifestasi klinis.............................................................................6
F. Komplikasi ......................................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang ...................................................................9
H. Penatalaksaan ................................................................................10

BAB III ASKEP TEORITIS...................................................................12

A. Pengkajian......................................................................................12
B. Diagnosa keperawatan...................................................................13
C. Intervensi........................................................................................14
BAB IV PENUTUP..................................................................................18

A. Kesimpulan....................................................................................18
B. Saran ..............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. (Windy, C. S., & Sabir, M. 2016).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Mansur, M., & Arif, M.2014)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian apendisitis.
2. Untuk mengetahui etiologi apendisitis.
3. Untuk mengetahui klasifikasi apendisitis
4. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis.
6. Untuk mengetahui komplikasi apendisitis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apendisitis
8. Untuk mengetahui penatalaksaan apendisitis
9. Untuk mengetahui askep teoritis apendisitis

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi
(Windy, C. S., & Sabir, M. 2016).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara
10 sampai 30 tahun. Infeksi pada appendiks tersebut terjadi karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikulari (Arifuddin, Salmawati, & Prasetyo, 2017).
B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu
(Arifuddin, Salmawati, & Prasetyo, 2017):
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c) Adanya benda asing seperti biji-bijian
d) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
a) Appendik yang terlalu panjang

2
b) Massa appendiks yang pendek
c) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d) Kelainan katup di pangkal appendiks
C. klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin..
3. Apendissitis rekurensi
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan
jaringan parut. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
4. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Penderita
sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
5. Karsinoid Apendiks

3
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
D. Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum.
Orang dewasa memiliki bentuk lumen apendiks yang menyempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab
rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit
di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga
tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi
appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal
(di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang
usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Windy & Sabir, 2016).

Appendiks pada saluran pencernaan

4
Anatomi appendiks Posisi Appendiks
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A).
E. Manifestasi klinis
Terdapat beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul dari apendisitis yaitu (Mansur &
Arif, 2014):
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

5
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
Obraztsova’s sign ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri
pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
sign kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s
sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran
kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

F. komplikasi

6
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.Adapun jenis komplikasi
diantaranya menurut (Windy, C. S., & Sabir, M. 2016).
a) Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
b) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit. Perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c) Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Peritonitis disertai rasa sakit
perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
G. Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnose appendicitis yaitu (Mansur & Arif, 2014):
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan

7
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema
dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi (Windy, C. S., & Sabir, M. 2016).
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Selain itu dapat
dilakukan laparotomi. Laparotomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian
organ yang mengalami masalah
3. Pencegahan Tersier

8
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen

9
BAB III
ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian
I. Identitas Klien

Nama klien, tempat/tanggal lahir, Dx medik, jenis kelamin, Status Kawin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan Sumber Informasi

Identitas Keluarga Klien

Keluarga terdekat yang bisa dihubungi, nama pendidikan, pekerjaan dan alamat.

II. Keluhan utama

Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka infeksi dan biasanya bengkak.
III. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini di alami pasien dan sejak kapan
merasakan keluhan.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Menggambarkan apakah pasien dulunya pernah mengalami penyakir penyakit yang


sama atau penyakit lainnya. Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk melawan infeksi
(misalnya diabetes mellitus

c. Riwayat kesehatan keluarga

Menggambarkan apakah ada salah satu dari anggota keluarga klien yang mengalami
riwayat penyakit sama atau penyakit lainnya seperti: DM, Hipertensi, Asma, TBC
dan lain-lain.

IV. Pemeriksaan fisik

1. Tanda-tanda vital

TD, N, S, RR

2. Pemeriksaan kepala

10
Inspeksi (I): biasanya bentuk kepala pasien simetris

Palpasi (P): biasanya tidak ada benjolan

3. Pemeriksaan mata

Inspeksi (I): biasanya konjunctiva anemis, sklera bewarna putih

4. Telinga

Inspeksi (I): biasanya bersih, sekret tidak ada

Tes bising (pendengaran) masih dalam keadaan normal

5. Hidung

Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi

Palpasi (P): tidak ada masalah

6. Mulut dan tenggorokan

Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi

Palpasi (P): tidak ada masalah

7. Leher

Inspeksi (I): simetris kiri dan kanan

Palpasi (P): tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

8. Thorak

Inspeksi (I): Biasanya dada berbentuk simetris

Pola nafas : Tidak ada masa

Perkusi : biasanya tidak ada edema

Auskultasi : tidak ada masalah

9. Paru

Inspeksi (I): biasanya pernafasan meningkat

Palpasi (P): pergerakan simetris

Perkusi (P): suara sonor, tidak ada redup

11
Auskultasi (A): suara nafas normal tidak ada wheezing atau suara tambahan

10. Jantung

Inspeksi (I): tidak tampak ictus jantung

Palpasi (P): nada meningkat, iktus tidak teraba

Auskultasi (A): Suara I dan II tunggal

11. Abdomen

Inspeksi (I): bentuk simetris dan datar

Palpasi (P): tugor baik

Perkusi (P): tidak ada nyeri tekan

Auskultasi (A): tidak ada bising usus biasanya normal ± 20kali/menit

12. Genetalia

Tidak ada pembesaran lymphe dan kesulitan BAB

13. Kulit

Biasanya pada selulitis kulit bermasalah dan bernanah

14. Ekstermitas

Inspeksi (I): adanya luka pada ekstermitas, kekuatan otot +/+

Palpasi (P): ada masalah

V. Pola nutrisi

Menggambarkan asupan nutrisi, ketidakseimbangan cairan elektrolit, kebiasaan makan,


frekuensi, nafsu makan dan pola makan.

VI. Pola eliminasi

Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, warna, konsentrasi, dan
bau.

VII. Pola tidur dan istirahat

12
Menggambarkan penggunaan waktu tidur dan waktu senggang, lama tidur, kebiasaan
tidur serta kesulitan tidur

VIII. Pola aktivitas dan latihan

Menggambarkan kegiatan dalam pekerjaan, olahraga, dan kegiatan di waktu luang

IX. Pola bekerja

Menggambarkan jenis pekerjaan, lama pekerjaan, dan jumlah jam kerja

X. Aspek psikologis

Menggambarkan pola pikir dan persepsi, persepsi dalam hubungan/komunikasi kebiasaan


seksual dan spiritual

XI. Informasi penunjang

Menggambarkan diagnosa medik, terapi pengobatan, dan pemeriksaan laboratorium,


rontgen, EKG, USG dan CT Scan

13
B. Diagnosa keperawatan
1.Pre operasi
a) Nyeri akut b.d agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi
b) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d penurunan peritaltik.
c) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2.Post operasi
a) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
b) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
b.d agen keperawatan, diharapkan nyeri
injuri biologi klien berkurang dengan  Kaji tingkat nyeri,
(distensi kriteria hasil: lokasi dan
jaringan  Klien mampu mengontrol karasteristik nyeri
intestinal oleh nyeri (tahu penyebab (PQRST)
inflamasi) nyeri, mampu  Identifikasi skala
menggunakan tehnik nyeri.
nonfarmakologiuntuk  Identifikasi penyebab
mengurangi nyeri yang memperberat
 Melaporkan bahwa nyeri nyeri.
berkurang  Jelaskan pada pasien
 Tanda vital dalam tentang penyebab
rentang normal nyeri.

Edukasi :
 Ajarkan tehnik nafas
dalam

14
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan tim
medis dalam
pemberian analgetik
2. Perubahan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Eliminasi:
pola eliminasi keperawatan, diharapkan Observasi

(konstipasi) konstipasi klien teratasi  Identifikasi masalah

berhubungan dengan kriteria hasil: usus dan penggunaan


obat pencahar
dengan   BAB 1-2 kali/hari
 Monitor buang air
penurunan   Feses lunak
besar
peritaltik.   Bising usus 5-30 kali/menit

Terapeutik
 Berikan air hangat
setelah makan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat supositoria

3. Cemas  b.d Setelah dilakukan asuhan Observasi:


rencana keperawatan, diharapkan  Evaluasi tingkat
operasi kecemasan klien berkurang ansietas, catat
dengan kriteria hasil: verbal dan non
 Melaporkan ansietas verbal pasien.
menurun  Jelaskan
 Klien tampak rileks persiapan untuk
tindakan prosedur
sebelum
dilakukan operasi

15
 Jadwalkan
istirahat adekuat
dan periode
menghentikan
tidur.
 Anjurkan
keluarga untuk
menemani
disamping klien

Post operasi

No SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan
dengan agen asuhan keperawatan,  Kaji tingkat nyeri, lokasi
injuri fisik diharapkan nyeri dan karasteristik nyeri.
(luka insisi post berkurang dengan kriteria  Identifikasi skala nyeri.
operasi hasil:  Identifikasi penyebab yang
appenditomi). o Melaporkan nyeri memperberat nyeri.
berkurang  Jelaskan pada pasien
o Skala nyeri menurun tentang penyebab nyeri.
o Klien tampak rileks
o Tanda-tanda vitas Edukasi :
dalam rentang normal  Ajarkan tehnik nafas dalam

Kolaborasi

16
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgetik

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


berhubungan keperawatan diharapkan
dengan infeksi dapat diatasi  Identifikasi adanya tanda-
tindakan invasif dengan kriteria hasil: tanda infeksi pada area insisi
(insisi post  Tidak ada tanda-  Monitor tanda-tanda vital.
pembedahan). tanda infeksi  Pertahankan teknik aseptik
 Tanda-tanda  perawatan luka insisi /
vital dalam terbuka, bersihkan dengan
rentang normal betadine
 Batasi pengunjung dan siap
kebutuhan.

Edukasi :
 Ajarkan keluarga cara cuci
tangan yang benar

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antibiotik

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa Appendiks adalah ujung
seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat
di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum.
4.2. Saran
Semoga para yang membaca laporan pendahuluan ini bisa menjadikan pedoman
dalam pembuatan laporan pendahuluan dan saya juga menyadari masih banyak
kekurangan dalam laporan pendauluan ini maka dari itu saya menerima saran yang
mendukung untuk pembuatan laporan pendahuluan selanjutnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. (2017). Faktor Resiko Kejadian Apendisitis di
Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Preventif, 8(April), 26–33.

Mansur, M., & Arif, M. (2014). Analisis Variasi Pengelolaan Appendicitis Acuta di Rumah Sakit

Windy, C. S., & Sabir, M. (2016). Perbandingan antara suhu tubuh , kadar leukosit , dan
platelet distribution width ( pdw ) pada apendisitis akut dan apendisitis perforasi di rumah
sakit umum anutapura palu tahun 2014 Healthy Tadulako Journal ( Windy C . S ., M .
Sabir : 24-32 ) pendahulu. Jurnal Kesehatan Tadulako, 2(2), 24–32.

19

Anda mungkin juga menyukai