DOSEN PEMBIMBING :
Ibu Yuliati Amperaningsih, SKM.,M.Kes
A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan
(Dalami, dkk. 2019).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 2016). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2017). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 2013 dikutip Budi Kelliat, 2014). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi
Anna Kelliat, 2011).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan
sebagai objek.
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami
hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan
untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman- temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih
sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan
pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
c. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah
58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin
dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2018) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
F. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran
diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping
gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam
miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin
(amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2019).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2019).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya
mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2019).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-
beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan
berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
1. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah
mandi.
4. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan
dan minum.
6. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan
diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan
dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
1. Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2. Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada
kesulitan dan sebagainya.
3. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang
lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus
dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7. Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri
untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang
puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain
,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,
putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn,
dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1. Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan
3. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua ,
4. Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi
5. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang
percaya diri.
a. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang
lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
b. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
selama 3 x 24 § Klien SP
jam Klien dapat berinteraksi dengan 1
orang lain baik secara individu maupun o Bina hubungan saling percaya
secara berkelompok dengan kriteria o Identifikasi penyebab isolasi sosial
hasil : SP 2
1. Klien dapat membina hubungan o Diskusikan bersama Klien
saling percaya. keuntungan berinteraksi dengan orang
2. Dapat menyebutkan lain dan kerugian tidak
penyebab isolasi sosial. berinteraksi dengan orang lain
3. Dapat menyebutkan o Ajarkan kepada Klien cara
keuntungan berhubungan dengan berkenalan dengan satu orang
orang lain.
o Anjurkan kepada Klien untuk
SP 3
6. Terlibat dalam aktivitas sehari-
hari o Evaluasi pelaksanaan dari
SP 4
§ Keluraga
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
program
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
§ Libatkan dalam makan bersama
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
TINDAKANMANIPULASI
LINGKUNGAN
negativismenya
§ Libatkan kliendalamsetiap
aktivitasdirumah dan di
lingkungan
§ Berikesempatanpadaklien
untukmengerjakantugasdan
tanggung jawabnya sendiri
misalnya merapikan tempat tidur,
minum obat
§ Berikan umpan balik positif
untuk tugas-tugas yang dilakukan
secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika Stuart dan
Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ;
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien- dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep,
Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.